Anda di halaman 1dari 16

Ujian Bedah Plastik

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 1 TAHUN DENGAN


MACRODAKTILI DIGITI I DAN II PEDIS (D)

Oleh:

Dhea Qiasita G99181019

Periode: 30 Juli - 03 Agustus 2018

Penguji :
dr. Amru Sungkar, Sp. B. Sp.BP-RE (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2018
BAB I

STATUS PASIEN

A. Anamnesa
I. Identitas pasien
Nama : An. A
Umur : 1 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sukoharjo
No RM : 0141xxx
MRS : 30 Juli 2018
Tanggal Periksa : 02 Agustus 2018

II. Keluhan Utama


Jari kaki kiri pertama dan kedua berukuran lebih besar dari ketiga
jari lainnya.

III. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli pada tanggal 30 Juli 2018 dengan keluhan
jari kaki kiri pertama dan kedua berukuran lebih besar dari ketiga jari
lainnya. Ukuran jari yang lebih besar sudah muncul sejak pasien lahir
dan membesar sampai dengan umur 1 tahun. Ukuran jari kaki kiri
pertama dan kedua tidak bertambah besar setelah pada tahun kedua.
Pasien merasakan tidak ada perubahan konsistensi pada benjolan. Pasien
mengeluh benjolan dirasakan cukup mengganggu saat digunakan untuk
berjalan walaupun tidak nyeri. Pasien sebelumnya periksa ke RS di
Sukoharjo dan melakukan pemeriksaan radiologis berupa foto polos,
hasil menunjukkan adanya macrodaktili sehingga dirujuk ke Poli Bedah
RSUD Moewardi Surakarta.

2
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : (-)
Riwayat operasi : (-)
Riwayat mondok : (-)
Riwayat trauma : (-)
Riwayat DM : (-)
Riwayat hipertensi : (-)
Riwayat alergi : (-)
Asi Eksklusif : (+)
Persalinan Normal : (+)

V. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan yang sama : disangkal
Riwayat DM : (-)
Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat sakit jantung : (-)
Riwayat alergi : (-)

VI. Riwayat Kebiasaan


Kebiasaan makan : teratur dengan gizi seimbang
Riwayat Merokok : (-)
Riwayat minum alkohol : (-)
Riwayat olahraga : Pasien jarang berolahraga

VII. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Saat ini pasien berobat dengan menggunakan BPJS.

B. Anamnesa sistemik
Mata : mata kuning (-), mata kemerahan (-)
Telinga : darah (-), lendir (-), cairan (-), pendengaran
berkurang (-)

3
Mulut : darah (-), gusi berdarah (-), sariawan (-), mulut
kering (-), gigi goyah (-) sulit berbicara (-),
Hidung : penciuman menurun (-), darah (-), sekret (-)
Sistem Respirasi : sesak nafas (-), suara sengau (-), sering tersedak (-)
Sistem Kardiovaskuler : nyeri dada (-), sesak saat aktivitas (-)
Sistem Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), diare (-)
Sistem Muskuloskeletal : nyeri otot (-), nyeri sendi (-), jari tangan kaku (-)
Sistem Genitourinaria : nyeri BAK (-), kencing darah (-)
Integumen : nyeri (-), gatal (-)

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Keadaan umum : Compos mentis, E4V5M6, tampak sehat, kesan
gizi cukup
b. Vital sign :
TD : 120/80 mmHg
N : 88 x/menit, regular, simetris, isi dan tegangan cukup
RR : 18 x/menit
T : 36,5o C per aksilar
2. General Survey
a. Kepala : mesocephal, jejas (-)
b. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), hematom
periorbita(-/-), diplopia (-)
c. Telinga : secret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid(-), nyeri
Tragus (-)
d. Hidung : bentuk simetris, nafas cuping hidung (-), secret (-),
darah (-)
e. Mulut : gusi berdarah (-), lidah kotor (-), jejas (-), mukosa
basah (+), maxilla goyang (-), mandibula goyang
(-), pelo (-)

4
f. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-),
nyeri tekan (-), JVP tidak meningkat
g. Thoraks : bentuk normochest, simetris,
h. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : bunyi jantung I-II intenstas normal, regular,
bising(-)
i. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.
Palpasi : fremitus raba sulit dievaluasi
Perkusi : sonor/sonor.
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara
tambahan (-/-)
j. Abdomen
Inspeksi : distended (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defance muscular (-)

k. Ekstremitas : CRT< 2 detik


akral dingin oedem
- -
- -

5
D. Status Lokalis Regio Pedis :
Inspeksi :  digiti I dan II terlihat membesar, warna serupa kulit
disekitarnya, inflamasi (-), luka (-)

Palpasi :  nyeri tekan (-), lunak, ukuran digiti I 3,5 x 2 x 1 cm, ukuran
digiti II 4 x 2 x 1,5 cm, batas tidak tegas, digiti III – IV dalam batas
normal.

E. Assesment
Makrodaktili digiti I dan II Regio Pedis Dekstra

F. Plan
1. Cek laboratorium darah
2. Pro rekonstruksi

6
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (RSDM, 23 Juli 2018)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
DARAH RUTIN
Hemoglobin 10.8 g/dL 10.8 – 12.8
Hematokrit 33 % 33 – 41
Leukosit 7.0 ribu/µl 5.5 – 17.0
Trombosit 338 ribu/µl 150 – 450
Eritrosit 4.27 juta/µl 4.10 – 5.30
Golongan Darah 0
HEMOSTASIS
PT 13.3 Detik 10.0 – 15.0
APTT 36.1 detik 20.0 – 40.0
INR 0.980
ELEKTROLIT
Natrium 137 mmol/L 136 – 145
Kalium 4.3 mmol/L 3.3 - 5.1

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI MAKRODAKTILI
Makrodaktili adalah suatu keadaan dimana terdapat pembesaran satu
atau lebih jari tangan atau kaki, dimana semua struktur dari tangan atau kaki
termasuk tulang phalanx, tendon, nervus, pembuluh darah, jaringan lemak,
kuku dan kulit mengalami pembesaran. Di mana fungsi dari jari bisa normal
atau terganggu.(1,2,3)

Makrodaktili merupakan kelainan kongenital yang jarang ditemukan,


biasanya tidak berkaitan dengan deformitas yang lain, jarang bilateral dan
boasanya tidak diturunkan secara herediter.(1) Kelainan ini dapat berdiri
sendiri atau berhubungan dengan tumor jaringan lunak, seperti neurofibroma,
limpoma atau hemangioma.(1,2)

Makrodaktili lebih sering ditemukan pada jari kaki dan biasanya


terdapat pada jari kedua dan jarang bilateral. Kelainan ini lebih sering
ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Pada studi di New York
selama 20 tahun insiden dari deformitas tangan congenital hanya 1 dalam 626
kasus deformitas congenital, pada wilayah suku yang berbeda. Dimana
kelainan yang terbanyak pada deformitas tangan kongenital adalah
kamptodactyly, syndactyly dan polydactyly.(1)

Makrodaktili didapatkan sekitar 0.9% dari keseluruhan kelainan


kongenital pada lengan atas. Dilaporkan lebih sering ditemukan pada laki-
laki dibandingkan perempuan. Jari tangan dan kaki memiliki frekuensi yang
sama untuk terkena makrodaktili.(7) Insiden tertinggi terdapat pada jari kedua
baik tangan maupun kaki, diikuti dengan jari ketiga.(1,7)

Sekitar 10% dari keseluruhan kasus yang ditemukan, makrodaktili


sering ditemukan bersama dengan sindaktili. Dan sekitar 5% ditemukan
makrodaktili terjadi pada kedua tangan.(1)

8
B. ETIOLOGI MAKRODAKTILI
Penyebab dari makrodaktili belum diketahui dengan pasti. Namun,
beberapa teori muncul mengenai penyebabnya yaitu berupa kelainan
kongenital yang dapat disebabkan leh genetic, lingkungan atau tidak
diketahui. Warfarin, pheition dan alcohol dapat berimplikasi pada kelainan
ekstremitas atas. Sebagian kecil dari kelainan kongenital penyebab utamanya
adalah lingkungan atau genetik.(3,7)

Makrodaktili tidak diturunkan secara herediter.(2) Faktor penyebabnya


belum diketahui dengan pasti, diperkirakan terjadi akibat: (8)

1. Suplai persarafan yang abnormal


2. Suplai darah yang abnormal
3. Mekanisme humoral yang abnormal

C. SINDROM DENGAN MAKRODAKTILI


Makrodaktili sering diasosiasikan dengan beberapa sindrom salah
satunya adalah sindrom Proteus yang merupakan sindroma langka yang
meliputi malformasi sistem skeletal, hematologi dan mesodermal. Proteus
sindrom mempunyai distribusi mosaik dan sporadik. Pada sindroma proteus
biasanya terjadi secara pertumbuhan berlebih yang disproposional dan
unilateral, selain itu juga terdapat disregulasi jaringan adipose dan malformasi
vaskuler. Makrodaktili yang diasosikan dengan sindroma Proteus harus
dibedakan dari makrodaktili murni karena memiliki prognosis yang buruk
dan sering diasosiasikan dengan rekurens. Makrodatili semu sering
diasosiasikan dengan banyak patologi penyakit lain seperti penyakit ollier,
sindroma maffuci, malformasi vaskuler, neurofibromatositos, penyakit
Milroy dan kelainan VACTREL.
Kelainan VACTREL merupakan gabungan dari beberapa kelainan
yaitu defek vertebral, atresia anal, defek cardiac, fistula trakeo-erofageal,
anomaly renal dan abnormalitas alat gerak. Seorang pasien dengan salah satu

9
kelainan tersebut perlu diperiksa terkait kelainan lainnya karena sama sama
merupakan kelainan kongenital yang terjadi ketika embriogenesis.

D. PENATALAKSAAN MIKRODAKTILI
Tipe progresif dan makrodaktili pada umumnya melemahkan
fungsional dan psikologis. Terapi secara individu sangatlah penting, bahkan
sangat penting dibandingkan operasi bentuk kongenital lainnya. (9) Penanganan
makrodaktili umumnya berupa amputasi tapi dapat dilakukan operasi plastik
untuk mengurangi ukuran dari jari yang membesar.(1) Kosmetik merupakan
faktor yang sangat penting seiring dengan peningkatan usia anak.(1) Jika
ditemukan dini, tidak ada penanganan yang diindikasikan, setelah umur 7
tahun atau 8 tahun kemudian dilakukan operasi hasilnya hanya sedikit
perbedaan ukuran jari dengan jari normal ketika mengalami pertumbuhan.
Jika tidak dioperasisampai umur tahun atau 10 tahun atau bahkan lebih
sehingga ukuran jari menjadi terlalu besar dibandingkan jari lainnya, secara
kosmetik memberikan hasil yang jelek.(1)

Jenis terapi yang dilakukan :

1. Prosedur Debulking

Dengan kontrol tourniket, buat insisi lateral tengah sepanjang jari


yang mengalami makrodaktili. Identifikasi dan hindari pemotongan dari
nervus digitus. Hilangkan semua jaringan adipose yang berlebih. Jika
nervus digitus ikut membesar, setengah dari fasikulus bias dibuka dan
diereksi seperti yang direkomendasikan oleh Tsuge.(12)

Dilakukan pada satu sisi jari pada suatu waktu, karena suplai
darah ke kulit jari yang membesar sangat sedikit , dengan interval waktu
kurang lebih 3 bulan :

a. Pada stage pertama, pengangkatan lemak pada satu sisi jari


dibuang kira-kira 20% dari (sisi konvex dari jari yang pertama
yang dikerjakan)

10
b. Pada stage kedua, dilakukan prosedur pengangkatan lemak
yang seperti pada stadium pertama dan dianjurkan pemotongan
tulang.
c. Pada beberapa kasus, dianjurkan pengangkatan keseluruhan
phalanx (jari harus distabilkan dengan kawat (Kirschner wire),
pemotongan tendoextensor dan tendo flexor disisakan).
2. Epiphysiodesis

Dengan kontrol turniket, buat insisi mid lateral sepanjang jari.


Identifikasi segmen dari phalanx proksimal, tengah da
n distal serta lakukan epiphysiodesis dengan “burr high speed” atau kuret
dan cautery. Tutup insisi dan buat splint pada jari yang akan dilepaskan
dalam 3 minggu.(12) yang tepat dari tulang yang terlbat dilakukan selama
pertumbuhan. Alternatif yang ada selanjutnya berupa reseksi tulang dan
penggabungan dapat dilakukan.(9)

3. Pemotongan Digitus

Dengan kontrol tournket, buat insisi bentuk L dimulai pada aspek


miditeral pertemuan proksimal interphalangeal dan meluas ke distal
hingga mendekati bagian proksimal pada matriks asal. Lakukan insisi
secara transversal melewati dorsum jari. Angkat separuh pada bagian
distal phalanx tengah dan bagian proksimal phalanx distal. Dengan
menggunakan “rongeur”, pertajam bagian ujung distal dari phalanx
tengah yang tersisa agar sesuai untuk dimasukkan ke dalam saluran
medular dari phalanx distal. Tempatkan phalanx distal pada pertengahan
phalanx dan lakukan fiksasi dengan kawat Kirshner. Jaringan lunak
berlebih dapat diangkat pada tahap selanjutnya. Tutup insisi dengan
memberikan finger splint hingga 3 minggu.(12)

4. Pemotongan Ibu jari


Dengan kontrol tourniket eksisi separuh bagian distal dari kuku
dan matriks kuku, dan juga sisa phalanx distal. Dengan insisi dorsal

11
secara longitudinal pada phalanx dan sepertiga tengah dari kuku matriks
yang ada. Kemudian angkat sepertiga proksimal phalanx dengan
melakukan osteotomi oblique pararel, lakukan pengurangan dua
komponen longitudinal yang tersisa dari phalanx distal dan memasang
pin dengan kawat Kirscher secara transversal.(12)
Mengurangi fragmen distal dan proksimal dari phalanx proksimal
dan lakukan pemasangan pin dengan kawat oblique Kirsher. Tutupluka
secara perlahan kira-kira dari tepi kulit sampai matriks kuku. Sehingga
kawat Kirscher menonjol pada kulit, kemudian beri penahan pada ibu
jari.(12)
5. Reduksi Ray
Garis outline insisi kulit dorsal sepanjang ray yang harus direduksi,
dengan satu insisi kecil yang lebih dari satu sepanjang metatarsal dan
phalanx. Pengurangan semua jaringan serat lemak, dan harus
diperhatikan untuk menjaga ikatan neurovaskuler. Melakukan osteotomi
pada leher metatarsal dan memperpendek metatarsal dengan
menghilangkan segmen dengan panjang yang tidak mencukupi untuk
disesuaikan metatarsal tersebut dengan lainnya.(12)
Menggabungkan fisis setinggi kepada metatarsal. Jika perlu, ulangi
proses ini untuk phalanx hingga ray memendek hingga ukuran normal.
Masukkan kawat Kirschner yang halus, dan longitudinal dari ujung jari
kaki hingga ke basis metatarsal untuk meyejajarkan ray.
Mempertahankan hemostasis dan menutup luka dengan jahitan interuptus
dan mengaplikasikan short leg cast.(14)
6. Amputasi Ray
Membuat garis outline ray yang diamputasi dengan flap kulit agar
amputasi dapat mencakup mulai dari ujung jari kaki hingga basis
metatarsal. Membuat insisi dorsal dan plantar dimulai dari persendian
metatarsal, dengan menghubungkan insisi pada ruang selaput diantara
jari kaki pada jari sebelahnya. Melanjutkan insisi proksimal, baik ke arah

12
dorsalmaupun kearah plantar, hingga ke basis metatarsal yang direseksi.
(14)

Dapat dilakukan pada semua usia dan semua kerusakan yang


terjadi pada jari terutama yang sudah mengganggu fungsi jari normal lain
disekitarnya.(9) Amputasi penting dilakukan apabila terjadi erosi kulit dan
perdarahan yang berulang.(1)

13
DAFTAR PUSTAKA

1. HopMJ, van der Biezen JJ. Ray reduction of the foot in the treatment
ofmacrodactyly and review of the literature: review article. J Foot Ankle
Surg 2011;50:434-8.

2. Dalal AB, Phadke SR, Pradhan M, et al. Hemihyperplasia


syndromes.Indian J Ped 2006;73:609-15.

3. Ricks CB, Masand R, Fang P, et al. Delineation of a 1.65 Mb critical


region for hemihyperplasia and digital anomalies on Xq25. Am J Med
Genet A 2010;152:453-8.card

4. Dogan A, Uslu M, Aydinlioglu A, et al. Morphometric study of the human


metatarsals and phalanges. Clin Anat 2007;20:209-14.

5. Calvo A, Viladot R, Gine J, et al. The importance of the length of the


firstmetatarsal and the proximal phalanx of hallux in the etiopathologeny
of the hallux rigidus. Foot Ankle Surg 2009;15:69-74.

6. Unsdorfer GL, Unsdorfer KM. Proximal phalangeal osteotomy with


proximal interphalangeal joint arthrodesis formultiplanar deformities of
the second toe: historical perspectives and review of a case. J Foot Ankle
Surg 2011;50:687-94.

7. Sobel E, Giorgini RJ, Potter GK, et al. Progressive pedal macrodactyly


surgical history with 15 year follow-up. Foot Ankle Int 2000;21:45-50.

8. Krengel S, Fuster-Morales A, Carraco D, et al. Macrodactyly: report of


eight cases and review of the literature. Pediatry Dermatol 2000;17:270-6.

9. Turner JT, Cohen MM, Biesecker LG. Reassessment of the proteus


syndrome literature: application of diagnostic criteria to published cases.
Am J Genet A 2004;130:111-22.

10. Wagreich CR. Congenital deformities. In: Banks AS, Downey MS, Martin
DE, et al. McGlamry’s Forefoot Surgery (Biopsy Interpretation Series), 1st
Edition. Lippincott Williams & Wilkins; 2004. p 487-511.

11. Dogan A, Uslu M, Aydinlioglu A, et al. Morphometric study of the human


metatarsals and phalanges. Clin Anat 2007;20:209-14.

14
12. Watt AJ, Chung KC. Macrodystrophia: a reconstructive approach to
gigantism of the foot. J Foot Ankle Surg 2004:43:51-5.
13. Dautel G, Vialaneix J, Faivre S. Island nail transfer in the treatment of
macrodactyly of the great toe: a case report. J Foot Ankle Surg
2004;43:113-8.

14. Kihm Carl, Camasta Craig, MACRODACTYLY, HEMIHYPERPLASIA,


AND THE DYSMORPHIC FIRST RAY, 2010
15. Aydinlioglu A, Akpinar F, Tosun N. Mathematical relations between the
lengths of themetacarpal bones and phalanges: surgical
significance.Tohoku J Exp Med 1998;185:209-16.

16. D’Costa H, Hunter JD, O’Sullivan G, et al. Magnetic resonance imaging


in macromelia and macrodactyly. Br J Radiol 1996;69:502-7.

17. McDonald JF, Pruzansky JD, Meltzer RM. Evaluation of recurrent


macrodactyly with three-dimensional imaging. J Am Pod Med Assoc
1991;81:84-7.

18. Perdiue R, Mason WH, Bernard TN. Macrodactyly: A rare malformation:


Review of the literature and case report. J Am PodMed Assoc
1979;69:657-64.

19. DeValentine S. Miscellaneous congenital deformities. In: DeValentine S,


ed. Foot and ankle disorders. New York: Churchill Livingstone, 1992. p.
2199-59.

20. Barsky AJ. Macrodactyly. J Bone Joint Surg Am 1967;49:1255-66.


Boberg JS, Yu GV, Xenos D. Macrodactyly: a case report. J Am Pod. Med
Assoc 1985;75:41-5.

21. De Greef A, Pretorius LK. Macrodactyly: a review with a case report. S


Afr Med J 1983;63:939-41.

22. DeValentine S, Scurran BL, Tuerk D, et al. Macrodactyly of the lower


extremity: a review with two case reports. J Am Pod Med Assoc
1981;71:175-80.

23. KaretD, Ger E,MarksH.Macrodactyly involving both hands and both feet.
J Hand Surg 1987;12:610-14.

24. Kalen V, Burwell DS, Omer GE. Macrodactyly of the hands and feet. J
Pediatr Orthop 1988;8:311-5.

15
25. Chang CH, Kumar SJ, Riddle EC, et al. Macrodactyly of the foot. J Bone
Joint Surg Am 2002;84:1189-94.

16

Anda mungkin juga menyukai