Anda di halaman 1dari 50

CASE REPORT SESSION (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A220107


**Pembimbing/ dr. M.Ridwan, Sp.PD.FINASIM

GASTROENTRITIS DEHIDRASI SEDANG

Andini Agustina,S.Ked*
dr. M.Ridwan, Sp.PD.FINASIM **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021

HALAMAN PENGESAHAN

Case Report Session (CRS)

GASTROENTRITIS DEHIDRASI SEDANG

Disusun Oleh
Andini Agustina
G1A220107

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas


Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi Program Studi
Pendidikan Kedokteran Universitas Jambi
Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan
Jambi, Desember 2021
PEMBIMBING

dr. M.Ridwan, Sp.PD.FINASIM **


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan Case
Report Session ini dengan judul “GASTROENTRITIS DEHIDRASI SEDANG”.
Laporan ini merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. M.Ridwan, Sp.PD.FINASIM selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan sehingga laporan Case Report Session ini dapat terselesaikan dengan baik dan
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis.Sebagai penutup
semoga kiranya laporan Case Report Session ini dapat bermanfaat bagi kita
khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, Desember 2021

Penulis
Andini Agustina,S.Ked

BAB I

PENDAHULUAN

Gastroenteritis akut dapat didefinisikan dengan inflamasi yang terjadi pada


lambung, usus halus dan usus besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran
gastrointestinal. Gastroenteritis (GE) atau lebih sering disebut diare merupakan
keadaan buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer atau air
ini dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Kematian akibat gastroenteritis biasanya
bukan karena adanya infeksi dari bakteri atau virus tetapi karena terjadi dehidrasi,
dimana pada diare yang hebat anak akan mengalami buang air besar dalam bentuk
cair beberapa kali dalam sehari dan sering disertai dengan muntah, panas, bahkan
kejang.
BAB II

LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien

Nama : Tn.A

Umur : 60 tahun

Jenis kelamin: Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Mayang,Jambi

MRS : 21 Desember 2021 via IGD

II. Anamnesis

Keluhan utama : BAB cair ± 2 hari SMRS

Riwayat perjalanan penyakit :

± 2 hari SMRS Pasien mengalami BAB cair >5x sehari sebanyak ½ gelas
setiap BAB. Kotoran yang dikeluarkan berupa encer berwarna kuning kecoklatan
tanpa disertai lendir dan darah . Keluhan ini terjadi setelah pasien pulang dari
acara pernikahan tetangga. Pasien juga mengalami mual dan muntah sebanyak 1
kali dengan volume ¼ gelas setiap muntah, muntah berisikan makanan dan
minuman yang dimakan, tidak ada lendir maupun darah. Pasien juga mengalami
demam yang naik turun. Pasien juga mengalami nyeri perut yang hilang timbul
seperti melilit terutama saat BAB. Lalu pasien meminum obat diare dari warumg,
tetapi keluhan tidak mereda.

± 1 hari SMRS Pasien mengalami BAB cair yang bertambah berat sebanyak
>10x sehari sebanyak ½ gelas setiap BAB. Kotoran yang dikeluarkan berupa
encer berwarna kuning kecoklatan tanpa disertai lendir dan darah . Keluhan ini
bertambah setelah pasien meminum air kunyit. Pasien juga mengalami mual dan
muntah sebanyak 1 kali dengan volume ¼ gelas setiap muntah, muntah berisikan
makanan dan minuman yang dimakan, tidak ada lendir maupun darah. Badan
pasien terasa lemas akibat pasien mengalami penurunan nafsu makan. BAK
dalam batas normal.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat keluhan serupa (-)

Riwayat Alergi makanan (-)

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat keluhan serupa pada anak dan istri

Riwayat sosial ekonomi :

Pasien merupakan seorang ayah. Pasien merupakan pensiunan PNS, Pasien


merupakan peserta BPJS kesehatan kelas I.

III. Pemeriksaan Fisik


Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
- TD : 140/80 mmHg
- HR : 97x/menit
- RR : 20x/menit
- Suhu : 36,50 C
- SpO2 : 99%
Status Gizi
- BB : 65 kg
- TB : 165 cm
- IMT : 23 kg/m2 (Overweight)
Kulit
- Warna : kuning langsat
- Efloresensi : (-)
- Jaringan Parut : (-)
- Pertumbuhan Rambut : normal
- Pertumbuhan Darah : (-)
- Suhu : Teraba hangat
- Lembab kering : Lembap
- Ikterus : (-)
- Turgor : Turgor kulit kembali cepat

Kelenjar Getah Bening

- Pembesaran KGB : (-)

Kepala

- Bentuk Kepala : Normocephal


- Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
- Ekspresi : Tampak sakit sedang
- Simetris Muka : Simetris

Mata
- Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera : Sklera Ikterik (-/-)
- Pupil : isokor (+/+)
- Gerakan : normal
- Lapangan Pandang : normal

Hidung
- Bentuk : Simetris
- Sekret : (-)
- Septum : deviasi (-)
- Selaput Lendir : (-)
- Sumbatan : (-)
- Pendarahan : (-)

Mulut
- Bibir : Kering (+), Sianosis (-), Pucat (-)
- Lidah : Kering (+)
- Gusi : Perdarahan (-)

Telinga
- Bentuk : Simetris
- Sekret : Minimal
- Pendengaran : Normal
- Nyeri tekan tragus : (-)

Leher
- Kelenjar Tiroid : Tidak teraba
- Kelenjar Limfonodi : Tidak teraba
- JVP : 2 cm diatas angulus sternalis

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba 2 jari di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS V Linea midclavicula sinistra
Batas Kanan : ICS IV Linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Paru-paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, bekas luka (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung, bekas operasi (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada epigastrium dan kuadran kiri ,
hepar, lien, ginjal tidak teraba
Perkusi : Hipertimpani (+)
Auskultasi : Bising usus meningkat (+)
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)
Inferior : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin : 18,5 g/dl (12-16) H
Hematokrit : 55,1 % (34,5-54) H
Eritrosit : 6,93 x10^12/uL (3,5-5,5) H
MCV : 86,1 fL (80-96) L
MCH : 29,0 pg (27-31) L
MCHC : 33,7 g/dL (32-36)
RDW : 14,6 %
Trombosit : 259 X 10^9/uL (150-450)
PCT : 0,20 % (0.150-0.400)
MPV : 7,8 fL (8-11,) L
PDW : 11,6 fL (0,1-99,9)
Leukosit : 18,6 x 10^9/uL (4,0-10,0) H

Hitung Jenis
Neutrofil : 6,15x 10^3/uL
Lymfosit : 4,39 x 10^3/uL
Monosit : 0,795 x 10^3/uL
Eosinofil : 0.064 x 10^3/uL
Basofil : 0,237 x 10^3/uL
Neutrofil % : 52,8 (50-70)
Lymfosit % : 37,8 (18-42)
Monosit % : 6,83 (2-11)
Eosinofil % : 0,549 (1-3) L
Basofil % : 2,03 (0-2) H

Kimia Klinik
Glukosa Darah
Glukosa Darah Sewaktu : 124 < 200 mg/dL
Elektrolit
Natrium : 147,2 136-146 mmol/L
Kalium : 3,54 3,6-5,5mmol/L L
Chlorida : 107,07 95-110 mmol/L
Faal Ginjal
Ureum : 48 u/l (15-39)
Creatinin : 1,2 u/l (0,9-1,3)

Imunoserologi
CRP Kualitatif : Positive Negative TN

Kimia Klinik (15-05-2021)


Faal Hati
Albumin : 3,7g/dl (3,4-5,0)

Feses Rutin (15-05-2021)


Warna : kuning kuning
Konsistensi : lunak lunak
Darah : negative negative
Telur Cacing : negative negative
Lendir : positive negative TN
Leukosit : 0-1 0-1
Eritrosit : 1-2 0-1 TN
Sisa Makanan : negative negative
Bakteri : negative negative

Pemeriksaan Faeces (16/5/21)


Darah Samar : negative negative

Hematologi (17-05-2021)
Darah Rutin
Hemoglobin : 16,5 g/dl (12-16) H
Hematokrit : 49,3 % (34,5-54)
Eritrosit : 6,10 x10^6/uL (4,5-5,5) H
MCV : 80,8 fL (80-96)
MCH : 27,0 pg (27-31)
MCHC : 33,5 g/dL (32-36)
RDW : 13,8 %
Trombosit : 71,2x10^3/uL (150-450) L
PCT : 0,058 % (0.150-0.400) L
MPV : 8,15 fL (7,2-11,1)
PDW : -- (9-13) H
Leukosit : 15,4 x 10^3/uL (4,0-10,0) H

Hitung Jenis
Neutrofil : 6,93x 10^3/uL
Lymfosit : 5,44 x 10^3/uL
Monosit : 2,10 x 10^3/uL
Eosinofil : 0,632 x 10^3/uL
Basofil : 0,259 x 10^3/uL
Neutrofil % : 45,1 (50-70) L
Lymfosit % : 35,4 (18-42)
Monosit % : 13,7 (2-11) H
Eosinofil % : 4,12 (1-3) H
Basofil % : 1,69 (0-2)

Kimia Klinik (17-05-2021)


Elektrolit
Natrium : 142,0 136-146 mmol/L
Kalium : 4,8 3,34-5,10 mmol/L
Chlorida : 103,2 98-106 mmol/L
Faal Hati
SGOT : 115 u/l (15-37) H
SGPT : 82 u/l (14-63) H
Imuno Serologi
CRP : negative mg/L

Hematologi (18-05-2021)
Darah Rutin
Hemoglobin : 17,5 g/dl (12-16) H
Hematokrit : 52,7 % (34,5-54)
Eritrosit : 6,40 x10^6/uL (4,5-5,5) H
MCV : 82,3 fL (80-96)
MCH : 27,3 pg (27-31)
MCHC : 33,2 g/dL (32-36)
RDW : 14,4 %
Trombosit : 309x10^3/uL (150-450)
PCT : 0,179 % (0.150-0.400)
MPV : 5,78 fL (7,2-11,1) L
PDW : 19,3 (9-13) H
Leukosit : 14 x 10^3/uL (4,0-10,0) H

Hitung Jenis
Neutrofil : 2,83x 10^3/uL
Lymfosit : 7,61 x 10^3/uL
Monosit : 1,86 x 10^3/uL
Eosinofil : 1,23 x 10^3/uL
Basofil : 0,431 x 10^3/uL
Neutrofil % : 20,3 (50-70) L
Lymfosit % : 54,5 (18-42) H
Monosit % : 13,3 (2-11) H
Eosinofil % : 8,78 (1-3) H
Basofil % : 3,08 (0-2) H

Urinalisa (18-05-2021)
Urin Rutin
Warna : kuning muda kuning muda
Kejernihan : jernih jernih
PH :8 4 – 8,5
Hitung Jenis : 1,010 1.005-1.030
Protein : negative negative
Glukosa (reduksi) : normal normal
Keton : negative negative
Bilirubin : negative negative
Urobilinogen : normal normal
Nitrit : negative negative
Sedimen Urine
Leukosit : 0-2 /LPB 0-3
Eritrosit : 0-1 /LPB 0-2
Epitel : 0-1 /LPK 0-5
Silinder : negative negative
Kristal : negative negative

Hematologi (19-05-2021)
Darah Rutin
Hemoglobin : 15,3 g/dl (12-16)
Hematokrit : 47,2 % (34,5-54)
Eritrosit : 5,71 x10^6/uL (4,5-5,5) H
MCV : 82,6 fL (80-96)
MCH : 26,8 pg (27-31) L
MCHC: 32,5 g/dL (32-36)
RDW : 14,5 %
Trombosit : 363x10^3/uL (150-450)
PCT : 0,201% (0.150-0.400)
MPV : 5,53 fL (7,2-11,1) L
PDW : 18,0 (9-13) H
Leukosit : 11,2 x 10^3/uL (4,0-10,0) H

Hitung Jenis
Neutrofil : 5,34x 10^3/uL
Lymfosit : 4,62 x 10^3/uL
Monosit : 1,01 x 10^3/uL
Eosinofil : 0,039 x 10^3/uL
Basofil : 0,212 x 10^3/uL
Neutrofil % : 47,6 (50-70) L
Lymfosit % : 42,9 (18-42) H
Monosit % : 8,97 (2-11)
Eosinofil % : 0,152 (1-3) L
Basofil % : 1,89 (0-2)

Pemeriksaan Faeces (20/5/21)


Darah Samar : negative negative

V. Pemeriksaan Radiologis
A. Hasil Pemeriksaan X foto Abdomen AP (10-05-2021)
Kesan : Tidak ditemukan kelainan

B. Hasil pemeriksaan X-Foto Thorax AP (10-05-2021)

Kesan :
Jantung : Normal
Paru : Bronkopneumonia (infiltrate paracardial dekstra)
C. Hasil Pemeriksaan CT scan Kepala (10-05-2021)

Kesan : Suspek Ventrikulomegali + suspek enchepalitis

VI. DIAGNOSIS DEFFERENSIAL

Anemia ec perdarahan saluran cerna bawah + GEA dehidrasi sedang

VII. DIAGNOSIS KERJA

Anemia ec hematemesis melena + GEA dehidrasi berat

VIII. PENATALAKSANAAN

A. Tatalaksana di IGD (09-05-21)


- O2 1-2 Lpm
- Loading RL 200cc dalam 30 menit
- Loading RL 490cc dalam 2,5 jam
- Inj. Ondansentron 2x2gr
B. Tatalaksana di PICU (11-05-2021)
- O2 nasal 1-2 Lpm
- RL 500cc + Nacl 3% 60cc
- Aminosteril 100 cc/24jam
- Transfusi PRC 70cc
- Inj. Ceftriaxone 1x350mg
- Inj. Vit K 1 mg
- Inj. Asam Transamin 3x125mg

Tatalaksana di PICU (12-05-2021)


- Koreksi Albumin 20% 35cc habis dalam 4 jam
- Furosemide 5mg
Tatalaksana di PICU (15-05-2021)
- O2 nasal 1-2 Lpm
- D10 500cc/hari
- Aminosteril 100 cc/24jam
- Transfusi Albumin 20% 35cc (2 hari)

C. Tatalaksana di Bangsal (15-05-21)


- Rehidras RL 120cc habis dalam 1 jam dilanjutkan KA-EN 3B 500cc
+KCL 7,4% 4cc habis dalam 8 jam -> IVFD RL 500cc/hari + Nacl 8 %
60cc/hari
- Inj. Ceftriaxone 1x350mg
- Inj. Asam Transamin 3x125mg
- Inj. Vit K 1 mg selama 3 hari
- Transfusi almbumin 20% 35cc selama 2 hari
- Transfusi PRC 2x100cc + 1x75cc
- Zink syrup 1x20mg
- L-Bio 1x1gr
- Cek pemeriksaan feses

IX. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

10/05/20 Rewel (+), KU: lemah, tampak sakit Pendarahan -NGT (+)
21 Lemas (+) sedang saluran cerna -O2 nasal 1-2L
(PICU) GCS : Compos T: 35,6 C. HR: 110x/i suspek ileus -Puasa
Mentis (E4 V5 RR: 33x/i. obstruksi+ -RL 500cc/hari + Nacl 3%
M6) Spo2 :96% anemia+ 60cc/hari
penurunan -Aminosteril 100cc/hari
-Kepala : normochepali
kesadaran ec -Transfusi PRC 70cc
Mata : konjungtiva
hipokalemi dan --Inj. Ceftriaxon 1x350mg
anemis (+), ikterik (-),
hiponatremi - Inj.Vit K 1 mg (selama 3
cekung (+)
hari)
Mulut : mukosa mulut
- Inj. Transamin 3x125mg
kering (+)
- Thorax :
Pulmo : simetris,
vesicular(+)
-Abdomen : Bising usus
menurun, turgor kulit
menurun, slight
distended(+)
-Ekstremitas : pucat (+)

11/05/20 BAB melena 2 KU: lemah, tampak sakit Hematmesis - Konsul ke dokter spesialis
21 kali , rewel (+) sedang melena ec bedah anak
GCS : Compos T: 36,7 C. HR: 132x/i suspek - O2 nasal 1-2L
Mentis (E4 V5 RR: 36x/i. invaginasi + - RL 500cc + Nacl 3 %
M6) Spo2 :96% anemia berat + 60cc
-Kepala : normochepali penurunan - Aminosteril 100cc/hari
Mata : konjungtiva kesadaran ec - Transfusi PRC 70cc
anemis (+), ikterik (-), hipotermi dan - Inj. Ceftriaxon 1x350mg
cekung (+) hipokalemi iv
Mulut : mukosa mulut - Inj.Vit K 1 mg
kering(+) - Inj. Transamin 3x125mg
- Thorax : - cek elektrolit dan albumin
Pulmo : simetris,
vesicular(+)
-Abdomen : Bising usus
menurun, turgor kulit
menurun, slight
distended (+)
-Ekstremitas : akral
hangat,CRT<2s

12/05/20 BAB hijau KU: tampak sehat sedang Melena ec ileus -Konsul ke dokter spesialis
21 GCS : Compos T: 36,1 C. HR: 109x/i obstruksi+ bedah saraf
Mentis (E4 V5 RR: 30x/i. Spo2:96% bronkopenumon - cek TORCH ,TSH,
M6 -Kepala : normochepali ia+ hipokalemi FT4 ,T3 ,Albumin
GCS : Compos Mata : konjungtiva dan - O2 nasal 1-2 Lpm
Mentis (E4 V5 anemis (+), ikterik (-) hiponatremi+ - D10 1/2NS 500cc/hari
M6) Mulut : mukosa mulut suspek - Aminosteril 100cc/hari
kering(+), bibir pecah(+) hypothyroid - Transfusi albuin 20%
-Thorax : kongenital + 35cc
Pulmo : ronki penurunan
(-),wheezing(-) kesadaran ec
-Abdomen : Asites (-) suspek
Bising usus(+), enchepalitis +
-Ekstremitas : akral ventrikomegali
hangat,CRT<2s, edema
pretibial

15/05/20 BAB hitam (-) KU: tampak sehat sedang Melena ec ileus -P.O L-Bio 1x1 sachet
21 Menangis (+) T: 36,3 C. HR: 100x/i obstruksi+ - Zinc syrup 1x10mg
GCS : Compos RR: 20x/i. Spo2:99% bronkopenumon - Cefixine syrup 2x1ml
Mentis (E4 V5 -Kepala : normochepali ia+
M6) Mata : pupil isokor, hipokalemi+
konjungtiva anemis (+), hiponatremi+
ikterik (-) suspek
-Thorax : vesicular (+) hypothyroid
-Abdomen : Bising kongenital +
usus(+) penurunan
-Ekstremitas : akral kesadaran ec
hangat,CRT<2s, suspek
enchepalitis +
ventrikomegali
(H6)

15/05/21 Menangis (+), KU: tampak sehat sedang Anemia ec - IVFD Nacl 0,9 %
(Bangsal rewel(+) T: 36,2 C. HR: 134x/i hematemesis - PRC 250cc
14.00) GCS : Compos RR: 32x/i. Spo2:99% melena + GEA - Dexametasone ½ ampul
Mentis (E4 V5 dehidrasi berat - Furosemid ½ ampul
M6) - Inj. Ceftriaxon 1x350mg
- Zinc syrup 1x10mg

16/05/20 Menangis (+) KU: tampak sehat Anemia ec - IVFD D10 1/5NS Nacl
21 GCS : Compos T: 35,7 C. HR: 150x/i hematemesis 500cc/hari
Mentis (E4 V5 RR: 44x/i. Spo2:99% melena + GEA - Diet susu/oral
M6) dehidrasi berat - Zinc syrup 1x10mg

20/05/20 GCS : Compos KU: tampak sehat Anemia ec - IVFD D10 1/5NS Nacl
21 Mentis (E4 V5 T: 35,9 C. HR: 132x/i hematemesis 500cc/hari
M6) RR: 40x/i. Spo2:97% melena + GEA - Zinc syrup 1x10mg
BB : 7,55kg dehidrasi berat
BB/PB : Gizi kurang
BB/U : Sangat kurang
PB/U : Sangat pendek
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Gastroenteritis Akut

3.1.1 Definisi
Gastroenteritis akut dapat didefinisikan dengan inflamasi yang terjadi pada
lambung, usus halus dan usus besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran
gastrointestinal. Gastroenteritis (GEA) atau lebih sering disebut diare merupakan
keadaan buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer atau air
ini dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Kematian akibat gastroenteritis biasanya
bukan karena adanya infeksi dari bakteri atau virus tetapi karena terjadi dehidrasi,
dimana pada diare yang hebat anak akan mengalami buang air besar dalam bentuk
cair beberapa kali dalam sehari dan sering disertai dengan muntah, panas, bahkan
kejang.
3.1.2 Etiologi
Penyebab paling sering terjadinya gastroenteritis akut adalah 70% diakibatkan
oleh virus (rotavirus, norovirus, enteric adenovirus, calicivirus, asrovirus dan
enterovirus), kedua adalah infeksi bakteri dengan persentase 10-20% (campylobactere
jejuni, non-typoid salmonella spp, enteropatogenic, e.colli, dan vibrio colera) ketiga
adalah parasite protozoa dengan persentase <10% (cryptosporidium giardia lambia, e.
histolitica) dan helminters (s.stercoralis).27

Gambar 1. Infeksi Berdasar Etiologi28

3.1.3 Patogenesis
Gastroenteritis bisa disebabkan oleh 4 hal, yaitu faktor infeksi (bakteri, virus,
parasit), faktor malabsorbsi dan faktor makanan dan faktor fisiologis. Diare karena
infeksi seperti bakteri, berawal dari makanan/minuman yang masuk kedalam tubuh
manusia. Bakteri tertelan masuk sampai lambung. Yang kemudian bakteri dibunuh
oleh asam lambung. Namun jumlah bakteri terlalu banyak maka ada beberapa yang
lolos sampai ke duodenum dan berkembang biak. Pada kebanyakan kasus
gastroenteritis, organtubuh yang sering diserang adalah usus. Didalam usus tersebut
bakteri akan memproduksi enzim yang akan mencairkan lapisan lendir yang
menutupi permukaan usus, sehingga bakteri mengeluarkan toksin yang merangsang
sekresi cairan-cairan usus dibagian kripta vili dan menghambat absorbsi cairan.
Sebagai akibat dari keadaan ini volume cairan didalam lumen usus meningkat yang
mengakibatkan dinding usus menggembung dan tenaga dan sebagian dinding usus
akan mengadakan kontraksi sehingga terjadi hipermotilitas untuk mengalirkan cairan
diusus besar. Apabila jumlah cairan tersebut melebihi kapasitas absorbsi usus maka
akan terjadi diare.29

Tertelannya makanan yang beracun juga dapat menyebabkan diare karena


akan mengganggu motilitas usus. Iritasi mukosa usus menyebabkan hiperperistaltik
sehingga mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltic menurun akan mengakibatkan
bakteri akan tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula. Adanya iritasi mukosa
usus dan peningkatan volume cairan dirongga usus menyebabkan klien mengeluh
perut terasa sakit. Selain karena 2 hal itu, nyeri perut / kram timbul karena
metabolisme KH oleh bakteri diusus yang nmenghasilkan gas H2 dan CO2 yang
menimbulkan kembung dan flatis berlebihan. Biasanya pada keadaan ini klien akan
merasa mual bahkan muntah dan nafsu makan menurun. Karena terjadi ketidak
seimbangan asam basa dan elektrolit. Kehilangan cairan dan elektrolit yang
berlebihan akan menyebabkan klien jatuh pada keadaan dehidrasi. Yang ditandai
dengan berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun bisa menjadi
cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Bila
keadaan ini terusberlanjut dan klien tidak mau makan maka akan menimbulkan
gangguan nutrisi sehingga klien lemas. Dehidrasi dan reaksi inflamasi pada mukosa
usus menyebabkan peningkatan suhu tubuh klien. Tubuh yang kehilangan cairan dan
elektrolit yang berlebihan membuat cairan ektraseluler dan intraseluler menurun.30

Dimana selain itu air tubuh juga 35 kehilangan Na, K dan ion karbohidrat.
Bila keadaan ini berlanjut terus maka volume darah juga berkurang. Tubuh
mengalami gangguan sirkulasi, perfusi jaringan terganggu dan akhirnya dapat
menyebabkan syok hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi
kecil dan cepat, tekanan darah menurun, klien sangat lemah kesadaran menurun.
Selain itu, akibat akibat lain dari kehilangan cairan ektrasel yang berlebihan, tubuh
akan mengalami asidosis metabolik dimana klien akan tampak pucat dengan
pernafasan yang cepat dan dalam (pernafasan kussmaul). Faktor psikologis juga dapat
menyebabkan diare. Karena faktor psikologis (stress, marah, takut) dapat merangsang
kelenjar adrenalan dibawah pengendalian sistem pernafasan simpatis untuk
merangsang pengeluaran hormon yang kerjanya mengatur metabolisme tubuh.
Sehingga bila terjadi stress maka metabolisme akan terjadi peningkatan, dalam
bentuk peningkatan mortalitas usus.30

3.1.4 Manifestasi Klinis


1. Diare
Tentukan durasi diare, frekuensi dan jumlah tinja, waktu sejak episode
terakhir diare, dan kualitas tinja. Tinja yang sering berair lebih konsisten dengan
gastroenteritis virus, sementara tinja dengan darah atau lendir merupakan indikasi
adanya patogen bakteri. Demikian pula, durasi diare yang lama (> 14 hari) lebih
konsisten dengan penyebab diare parasit atau noninfeksi.

2. Muntah
Tentukan durasi muntah, jumlah dan kualitas muntahan (misalnya, kandungan
makanan, darah, empedu), dan waktu sejak episode terakhir muntah. Bila gejala
muntah mendominasi, orang harus mempertimbangkan penyakit lain seperti penyakit
refluks gastroesofagus (GERD), ketoasidosis diabetes, stenosis pilorus, perut akut,
atau infeksi saluran kemih
3. Urinasi
Tentukan apakah terjadi peningkatan atau penurunan frekuensi buang air kecil
yang diukur dengan jumlah popok basah, waktu sejak buang air kecil, warna dan
konsentrasi urine, dan adanya disuria. Keluaran urin mungkin sulit ditentukan dengan
tinja berair yang sering.
4. Nyeri Abdomen
Tentukan lokasi, kualitas, penyebaran, tingkat keparahan, dan waktu nyeri,
berdasarkan laporan dari orang tua dan / atau anak. Secara umum, rasa sakit yang
mendahului muntah dan diare lebih mungkin terjadi karena patologi abdomen selain
gastroenteritis.

Selain itu gastroenteritis juga dapat timbul dengan gejala sistemik seperti
demam, letargi, dan nyeri abdomen. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram
perut dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini
dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hypokalemia.30

Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat


menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati
dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi
isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut
derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau
dehidrasi berat. Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau
akibat dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory
diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian
bawah serta rektum menunjukkan terkenanya usus besar. Karena seringnya defekasi,
anus dan sekitarnya menjadi lecet karena tinja makin lama makin asam akibat
banyaknya asam laktat akibat pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus.
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas atau
pada non inflammatory diare. Nafsu makan dapat berkurang atau tidak ada.31
Gambar 2. Simtom, gejala klinis dan sifat tinja penderita diare akut karena infeksi virus
3.1.5 Diagnosis
Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,


frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila
disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: warna, banyaknya, kapan
terakhir kencing (dalam 6 – 8 jam terakhir). Makanan dan minuman yang diberikan
selama diare, bentuk, dan banyaknya. Adakah panas atau penyakit lain yang
menyertai seperti: demam, batuk, pilek, otitis media, campak, kejang.Tindakan yang
telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke
Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat
imunisasinya. Penderita diare disekitar rumah dan berat badan sebelum sakit (bila
diketahui).30

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-
tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-
tanda tambahan lainnya : ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata : cowong atau
tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau
basah. Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas
perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare.
Subyektif dengan menggunakan kriteria Skor Maurice King dan lain-lain.21
Derajat dehidrasi ditentukan berdasarkan:

a. Kehilangan berat badan.28

 Dehidrasi ringan: bila terjadi penurunan berat badan 2½ - 5%.


 Dehidrasi sedang: bila terjadi penurunan berat badan 5-10%.
 Dehidrasi berat: bila terjadi penurunan berat badan > 10%.

b. skor Maurice King


Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak


diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat dan pada diare yang tidak sembuh dalam 5-7 hari.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut :

a) Pemeriksaan darah
 Darah lengkap.
 Pemeriksaan elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kadar ureum, kultur
dan, tes kepekaan terhadap antibiotika
b) Pemeriksaan Tinja
Pemeriksaan makroskopik: Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada
semua penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak
dilakukan. Diperiksa konsistensi, warna, bau, adakah lendir, darah.
Pemeriksaan mikroskopik: Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya
lekosit dapat memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta
adanya proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon
terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada
pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang
memproduksi sitotoksin. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari
telur atau parasit kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian kedaerah resiko
tinggi, kultur tinja negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau
pada pasien immunocompromised. Selain itu, mungkin dibutuhkan kultur, tes
resistensi antibiotik, dan pemeriksaan pH dan kadar gula jika diduga adanya
intoleransi laktosa
c) Biopsy Duodenum
Pasien yang dicurigai menderita diare yang disebabkan giardiasis,
cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja
negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau yeyunum bagian atas mungkin
diperlukan.25-27

3.1.6 Tatalaksana
Tujuan farmakoterapi pada pasien dengan gastroenteritis akut adalah untuk
mengurangi angka morbiditas, mencegah terjadinya komplikasi, dan untuk
terapi profilaksis.

Gambar 6. Klasifikasi Dehidrasi

Terapi pada pasien dengan gastroenteritis dapat diberikan dengan32:


a. Memberikan cairan dan diet adekuat
1. Pasien tidak dipuasakan dan diberikan cairan yang adekuat untuk rehidrasi.
2. Hindari susu sapi karena terdapat defisiensi laktase transien.
3. Hindari juga minuman yang mengandung alkohol atau kafein, karena dapat
meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
4. Makanan yang dikonsumsi sebaiknya yang tidak mengandung gas, dan mudah
dicerna.
ASI dan Makanan Tetap dilanjutkan

Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus


yang normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien,
sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi.
Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung kepada umur, makanan yang
disukai dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat. Pada umumnya
makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak
sehat.

Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak
mau. Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak
setiap 3 jam. Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa
secara rutin tidak diperlukan. Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa
mungkin diperlukan untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul
kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan
pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH < 6) dan terdapat bahan yang mereduksi
dalam tinja > 0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari
kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap
selama 2 – 3 hari.

Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak
atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diit harus
berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih)
dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan
seperti serealia pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik pada anak yang telah
disapih. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari:
makanan pokok setempat, misalnya nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk
meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5 – 10 ml minyak nabati
untuk setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya
akan karoten.

Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran,


serta ditambahkan tahu, tempe, daging atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik
untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang mengandung
banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan,
sebaiknya dihindar. Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare,
beberapa kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi
anoreksia hebat. Oleh karena itu perlu pemberian ekstra makanan yang kaya akan zat
gizi beberapa minggu setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk
mencapai serta mempertahankan pertumbuhan yang normal. Berikan ekstra makanan
pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak dapat
menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.32

Pengobatan Kausal

Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare/muntah diberikan setelah kita


mengetahui penyebab yang pasti. Jika kausa dini penyakit parentearl, diberikan
antibiotic sistemik. Jika tidak terdapat infeksi parenteral, antibiotic baru boleh
diberikan kalau pada pemeriksaan laboratorium ditemukan bakteri pathogen.

 Antiemetic
Obat antiemetik seperti klorpromazin (largaktil) terbukti selain
mencegah muntah juga mengurangi sekresi san kehilangan cairan bersama
tinja. Pemberian dalam dosis adekuat (sampai dengan 1 mg/kgbb/hari) kiranya
cukup bermanfaat, tetapi juga perlu diingat efek samping dari obat ini.
Penderita menjadi ngantuk sehingga intake cairan berkurang
 Antipiretik
Obat antipiretika seperti preparat salisilat (asetasol, aspirin) dalam
dosis rendah (25 mg/tahun/kali) ternyata selain berguna untuk menurunkan
panas sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi, juga mengurangi
sekresi cairan yang keluar bersama tinja.
 Pengobatan diuretik
Memuasakan penderita diare (hanya member air teh) sudah tidak
dilakukan lagi karena memperbesar kemungkinan terjadinya hipoglikemia
dan/ KKP. Sebagai pegangan dalam melaksanakan pengobatan diitetik,
dipakai singkatan O-B-E-S-E sebagai singkatan Oralit, Breast feeding, Early
Feeding Stimultaneouslt with Education.
Terapi Cairan
Tujuan dalam mengelola dehidrasi yang disebabkan diare adalah untuk
mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat (terapi rehidrasi) dan
kemudian menggantu cairan yang hilang sampai diarenya berhenti (terapi rumatan).
Kehilangan cairan dapat diganti secara oral atau intravena.
 URO (Upaya Rehidrasi Oral)
URO berdasarkan prinsip bahwa absorbs natrium usus (dan juga elektrolit lain
dan air) dilakukan oleh absorbs aktif molekul makanan tertentu seperti glukosa (yang
dihasilkan dari pemecahan sukrosa atau tepung yang dimasak) atau L asam amino
(yang dihasilkan dari pemecahan protein dan peptida). Untungnya proses ini terus
berlangsung normal selama diare sekretorik, meskipun jalur lain absorbsi natrium
oleh usus rusak. Jika penderita diare sekretorik minum larutan garam isotonic yang
tidak mengandung sumber glukosa atau asam amino, natrium tidak akan diabsorbsi
dan cairan tetap berada di usus, ditambahkan ke volume tinja penderita. Namun, jika
diberi cairan isotonic yang seimbang antara glukosa dan garamnya, absorbs ikatan
glukosa natrium akan terjadi dan hal ini akan diikuti dengan absorbs air dan elektrolit
yang lain. Proses ini dapat mengoreksi kehilangan air dan elektrolit yang ada dan
mengganti kehilangan tinja selanjutnya pada kebanyakan penderita diare sekretorik,
tidak tergantung pada penyebab diare atau umur penderita. URO dapat diberikan
berupa cairan oralit dan cairan rumah tangga.33
 Cairan IV
Cairan intravena dibutuhkan pad penderita dengan dehidrasi berat dan hanya
untuk mengembalikan dengan cepat volume darahnya serta memperbaiki syok
hipovolemik. Cairan yang lebih disukai adalah ringer laktat (Hartmann) yang
mengandung konsentrasi natrium yang tepat dan cukup laktat yang akan
dimetabolisme menjadi bikarbonat untuk memperbaiki asidosis metabolic. Namun
demikian konsentrasi kaliumnya rendah dan larutan ini tidak mengandung glukosa
untuk mencegah hipoglikemi. Pemberian oralit dan makanan dini akan memberikan
jumlah kalium dan glukosa yang dibutuhkan. Bila ringer laktat tidak tersedia, maka
dapat digunakan NaCl 0,9%, cairan D Gana atau NaCl 0,45%, tetapi cairan ini kurang
tepat bila diperhatikan kandungan natrium, kalium atau prekusor basa. Dekstrosa
tidak dapat digunakan karena cairan ini hanya mengandung air dan glukosa, tidak
mengandung elektrolit, sehingga tidak dapat mengganti kehilangan elektrolit atau
memperbaiki asidosis30 31
Gambar 7. Clinical Pathway Dehidrasi7

Gambar 8. Rencana Terapi A23


Gambar 9. Rencana Terapi B23
Gambar 10. Rencana Terapi C23

Gambar 3. Rekomendasi untuk Solusi Rehidrasi Oral23

3.1.7 Komplikasi
1. Gangguan Elektrolit 28 29

 Hipernatremi.
Penderita diare atau muntah dengan natrium plasma > 150 mmol/L
memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan
kadar natrium secara perlahanlahan. Penurunan kadar natrium plasma yang
cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak.
Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan
paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan
menggunakan cairan 0,45% saline – 5% dextrose selama 8 jam. Hitung
kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar
natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila
sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8
jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline – 5% dektrosa, perhitungkan
untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus
setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai
diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10 ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare
berhenti.

 Hiponatremi
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang
hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130
mol/L). Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada
anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi
dari hampir semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai Ringer
Laktat atau Normal Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na
serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh
diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum
Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam. Hiperkalemia Disebut hiperkalemia
jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas
10% 0,5 – 1 ml/kgBB i.v. pelan-pelan dalam 5 – 10 menit dengan monitor
detak jantung
 Hipokalemi
Dikatakan hipokalemia bila K < 3.5 mEq/L, koreksi dilakukan
menurut kadar K : jika kalium 2,5 – 3,5 mEq/L diberikan per-oral 75
mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara
intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 –
kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam,
kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6
x 2 mEq x BB). Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik
ileus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah
dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan
memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare
berhenti.30
2. Kegagalan Upaya Rehidrasi Oral

Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu misalnya
pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang
menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik, serta malabsorbsi glukosa.
Pada keadaan-keadaan tersebut mungkin penderita harus diberikan cairan intravena.

3. Kejang

Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi
kejang sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan
oleh karena : hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya
buruk, hiperpireksia, kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi 40C,
hipernatremi atau hiponatremi.31

4. Edema

Terjadi jika pasien menerima cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala berupa
edema kelopak mata, kejang jika edema otak, edema paru jika pada dehidrasi berat
diberi larutan garam faali. Pengobatannya adalah dengan menghentikan pemberian
cairan intravena.31

5. Asidosis Metabolik

Keadaan ini terjadi akibat kehilangan Na bikarbonat bersama tinja, adanya ketosis
kelaparan, adanya penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan, produk
metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan ginjal, dan
hilangnya basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik
dengan pernapasan Kuszmaull31
BAB IV

ANALISA KASUS

Pada pasien ini didiagnosa Anemia. Menurut anamnesis dari orangtua pasien
mengatakan anaknya tampak lesu, pucat, nafsu makan menurun disertai demam sejak
1 minggu SMRS. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan anak tampak sakit
sedang. Anak tampak pucat, turgor kulit lambat, congjungtiva anemis, bibir kering.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin 7,33g/dl, eritrosit 3,19x106uL
dan leukosit 11,6x103. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
menandakan pasien mengalami anemia. Pada pasien dilakukan tatalaksana transfusi
darah PRC 70cc/hari. Sesuai dengan teori bahwa Packed Red Cell (PRC)
diindikasikan untuk mengatasi anemia dengan meningkatkan kapasitas pengangkutan
oksigen. Rumus untuk PRC = HB target – HB sekarang x BB X 4. Pada pasien ini
memiliki BB yaitu 6,8kg maka temukan 127cc. Pada pasien ini juga diberika terapi
vitamin K dan Asam Tranexamat untuk mencegah perdarahan.

Anemia pada pasien ini disebabkan karena sebelumnya pasien mengalami perdarahan
saluran cerna. Pada pasien ini didapatkan adanya riwayat keluhan BAB hitam sejak 2
minggu SMRS. BAB hitam dan cair sebanyak 8-10 kali sehari. Orangtua pasien
mengatakan anaknya rewel dan perut tampak kembung sebelum mengalami BAB
hitam disertai mual muntah sejak 1 minggu SMRS. Pasien mengalami mual dan
muntah sebanyak 5 kali dalam sehari, muntah berisikan makanan yang dimakan pada
saat itu. Keluhan BAB hitam tampak memberat sejak 1 minggu SMRS. Sesuai teori
tentang perdarahan saluran cerna, apabila tampak bekuan berwarna gelap atau melena
bercampur feses menandakan perdarahan saluran cerna bagian atas. Pada anak ini
belum diketahui penyebab perdarahan saluran cerna karena tidak lakukan tindakan
endoskopi.

Pada anak ini juga didiagnosis Gastroentritis Akut dengan dehidrasi berat. Menurut
anamnesis, anak mengalami keluhan BAB hitam dan cair sebanyak 8-10 kali sehari.
mual dan muntah sebanyak 5 kali dalam sehari sejak 1 minggu SMRS. Anak juga
mengalami keadaan tampak mengantuk sejak 3 hari SMRS. Ada beberapa sebab
terjadinya penurunan kesadaran, salah satu yang paling terjadi gangguan metabolik.
Anak juga malas minum dan makan. Menurut pemeriksaan fisik anak tampak pucat,
mata tampak cekung, turgor kulit lambat, ubun-ubun cekung dan BAK sedikit. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan hipokalemi dan hiponatremi. Pada tatalaksana
untuk gastroenteritis akut di IGD diberikan loading RL 200cc dalam 30 menit dan
loading RL 490cc dalam 2,5 jam. Untuk mencegah muntah diberikan ondansentron
2x2gr. Tatalaksan di PICU diberikan rehidrasi RL 120cc dilanjutkan KAEN 3B
+KCL 74% yang bertujuan untuk mengoreksi elektrolit.
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis dari laporan kasus ini dapat disimpulkan bahwa pasien
an. DS usia 1 tahun 4 bulan terdiagnosis dengan Anemia ec Hematemesis Melena +
GEA dengan dehidrasi berat.

Anemia adalah suatu kondisi di mana jumlah sel darah merah tidak
mencukupi untuk kebutuhan fisiologis seseorang atau keadaan dimana kadar
haemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal. Penyebab anemia dapat
diperkirakan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Fokus anamnesis
sering diarahkan menurut usia pasien. Bayi baru lahir dengan adanya riwayat ikterus,
pucat, saudara kandung yang sebelumnya terkena, konsumsi obat oleh ibu, atau
kehilangan darah berlebihan pada waktu kelahiran memberi petunjuk penting untuk
diagnosis. Anemia pada segala usia membutuhkan pencarian adanya pendarahan.
Evaluasi laboratorium awal mencakup pemeriksaan hemoglobin atau hematokrit
untuk mengindikasikan keparahan anemia. Dampak anemia yaitu gangguan
perkembangan motorik dan koordinasi, gangguan perkembangan dan kemampuan
belajar, gangguan pada psikologis dan perilaku.

Perdarahan saluran cerna adalah hilangnya darah dalam jumlah yang tidak
normal pada saluran cerna mulai dari rongga mulut hingga ke anus.Volume darah
yang hilang dari saluran cerna dalam keadaan normal sekitar 0,5 – 1,5 mL per hari.
Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi 2 berdasarkan lokasi anatomi sumber
perdarahannya yaitu Perdarahan saluran cerna atas (di atas ligamentum Treitz) dan
Perdarahan saluran cerna bawah (di bawah ligamentum Treitz). Perbedaan
manifestasi klinis perdarahan saluran cerna atas adalah hematemesis, melena,
hematochezia. Perdarahan saluran cerna bawah adalah hematochezia.

Gastroenteritis akut dapat didefinisikan dengan inflamasi yang terjadi pada


lambung, usus halus dan usus besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran
gastrointestinal. Gastroenteritis (GE) atau lebih sering disebut diare merupakan
keadaan buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer atau air
ini dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Manifestasi Klinis adalah diare, muntah,
nyeri abdomen. Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila
disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: warna, banyaknya, kapan
terakhir kencing (dalam 6 – 8 jam terakhir). Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa:
berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan
darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan
turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya : ubun-ubun besar cekung
atau tidak, mata : cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa
mulut dan lidah kering atau basah. Untuk pemeriksaan penunjang untuk menegakan
diagnosis adalah pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan tinja. Tatalaksana adalah
dengan terapi cairan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Agnes L, Wahyuningsih T, Klinik K, Penyakit I, Sakit R, Daerah U. Laporan


Kasus Hematemesis Melena Identitas Pasien.

2. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC

3. WHO & Chan, M. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia


and assessment of severity. Geneva, Switz. World Health Organization. 1-6.
2011.

4. Sacharin, Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2. Jakarta: EGC.

5. Assessing the iron status of populations: report of a joint World Health


Organization/ Centers for Disease Control and Prevention technical
consultation on the assessment of iron status at the population level, 2nd ed.,
Geneva, World Health Organization, 2007. Available at
http://www.who.int/nutrition/publications/micronutrients/anaemia_iron_defici
ency/9789241596107.pdf

6. WHO. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and


assessment of severity. Vitamin and Mineral Nutrition Information System.
Geneva, World Health Organization, 2011 (WHO/NMH/NHD/MNM/11.1)
(http://www.who.int/vmnis/indicators/haemoglobin. pdf, accessed [23
November 2017])

7. Siti, S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-6. Internapublishing.
2014.

8. Marks, P. W. Macrocytic Anemias Megaloblastic and Nonmegaloblastic


Anemias. 59– 65. University of Liverpool Library. 2018. (Diakses pada 9
April 2020). diunduh dari URL: https://www.cambridge.org/core

9. Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik, Edisi 3.


Jakarta: EGC.

10. Behrman, Richard E. 2010. Esensi Pediatri Nelson Edisi 4. Jakarta: EGC.

11. Boele van Hensbroek M, Calis JCJ, Phiri KS, et al. Pathophysiological
Mechanisms of Severe Anaemia in Malawian Children. Wright L, ed. PLoS
ONE. 2010;5(9):e12589. doi:10.1371/journal.pone.0012589.

12. Balarajan, Yarlini, dkk. 2011. Anaemia in Low-Income and Middle-Income


Countries. The Lancet Journal Volume 378.

13. Sembulingan K. 2012. Essentials Of Medical Physiology Sixth Edition. New


Delhi: Jaype Brothers Medical Publisher.

14. Habel, Alex. 2000. Segi Praktis Ilmu Penyakit Anak. Jakarta: Binarupa Aksara

15. Khan, Jahidur Rahman, Nabil awan, Farjana Misu. Determinants of Anemia
Among 6-59 Months Ageg Children in Bangladesh: Evidence from Nationally
Representative Data. BMC Pediatrics (2016) 16:3.

16. Uddin MK, MH Sardar, MZ Hossain, MM Alam, MF Bhuya, MM Uddin, MJ


Rahman. Prevalence of Anaemia in Children of 6 Months to 59 Months in
Narayanganj, Bangladesh. J Dhaka Med Coll. 2010; 19(2) : 126-130.

17. Habib, Muhammad Atif, Kirsten Black, Sajid Bashir Soofi, Imtiaz Hussain,
Zaid Bhatti, Zulfiqar A. Bhutta, Camille Raynes-Greenow. Prevalence an
Predictors of Iron Deficiency Anemia in Children under Five Years of Age in
Pakistan, A Secondary Analysis of National Nutrition Survey Data 2011-2012.
PloS ONE 11 (5): e0155051.

18. Ngesa O, Mwambi H (2014) Prevalence and Risk Factors of Anaemia among
Children Aged between 6 Months and 14 Years in Kenya. PLoS ONE 9(11):
e113756. pmid:25423084.

19. Helmyati, Siti, Hamam Hadi, Wiryatun Lestariana. Kejadian Anemia pada
Bayi Usia 6 Bulan yang Berhubungan dengan Sosial Ekonomi Keluarga dan
Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI. Berita Kedokteran Masyarakat:
Vol 23 No 1 Tahun 2007 35:40.

20. Pangestu A. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi ke VI. Jakarata: Interna Publishing. 2014. Hlm 1873-80

21. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmomati
ED. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. IDAI

22 Pinandhito G, Widowati T, Damayanti W. Profil dan Temuan Klinis Pasien


Perdarahan Saluran Cerna di Departemen Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito
2009 - 2015. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Sari Pediatri : Vol.
19, No. 4, Desember 2017

23. Kuusela AL, Maki M, Ruuska T, Laippala P. Stress-induced gastric findings in


critically ill newborn infants: frequency and risk factors. Intensive Care Med.
2000;26:1501-6.

24. Cadranel S, Scaillon M. Approach to gastrointestinal bleeding. Dalam:


Guandalini S, penyunting. Textbook of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition. Edisi ke-1. Andover, Hampshire: Thomson PS; 2004.h.639-54.

25. Gilger MA. Gastrointestinal bleeding. Upper Gastrointestinal Bleeding.


Dalam: Walker WA, Goulet O, Kleinman RE, penyunting. Pediatric
Gastrointestinal Disease. Edisi ke-4. Hamilton, Ontario: BC Decker;
2004.h.258-65
26. Kay M, Wylliie R. Gastrointestinal hemorrhage. Dalam: Hyams JS, Wyllie R,
penyunting. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease. Philadelpia:Saunders
Elsevier; 2006:203-215

27. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer

28. Santuci, KA, Li,J. windle, W, Halamka,JD,Bechtel, KA. 2014. Pediatrics


GastroenteritisTreatmentandManagement.http://emedicine.medscape.com/artic
le/801948

29. 20. Precilla, R. P. 2016. Pediatric Gastroenteritis. Medscape. [Online]


Available at: http://emedicine.medscape.com/article/964131.

30. Dr. Purnamawati Sujud Pujiarto.Sp.A(K), MMPed. GEA Pada Anak. Majalah
Publikasi In Health Gazete.2015.

31. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI;
2008.

32. Dr. Purnamawati Sujud Pujiarto.Sp.A(K), MMPed. GEA Pada Anak.


Majalah Publikasi In Health Gazete.2015.

33. Karenf Muray dan Dennis L. Christie dalam Pediatrics in Review. Copyright
by American Pediatric. Print ISSN: 0191-9601.

34. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu
Kesehatan anak Essensial Edisi ke-6. [Terjemahan]. Jakarta: IDAI

Anda mungkin juga menyukai