Anda di halaman 1dari 15

Nama : Retma Rosela Nurkayanty

Npm : 1102011228
Bagian : Anestesi

Trakeostomi Dilatasional Perkutan


1. Definisi
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dindingdepan/anterior trakea untuk
mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan
nafas bagian atas. Trakeostomi merupakan suatu prosedur operasi yang bertujuan untuk
membuat suatu jalan nafas didalam trakea servikal.
Trakeostomi merupakan suatu tindakan membuat lubang terbuka yang menghubungkan
kulit dengan trakea. Trakeostomi pertama kali dilakukan sekitar 5000 tahun yang lalu.

Tahun 1909 Chevalier Jackson menyebutkan suatu teknik trakeostomi yang mirip
dengan teknik trakeostomi surgikal (TS) yang modern.
Tahun 1955 Shelden dkk melaporkan suatu teknik trakeostomi yang disebut
trakeostomi dilatasional perkutan (TDP), yang dianggap lebih mudah, sebagai
alternatif tindakan trakeostomi surgikal berbagai teknik dan peralatan TDP
disempurnakan dalam perkembangan tindakan ini.
Tahun 1969 Toye dan Weinstein memperkenalkan teknik TDP menggunakan satu
dilator yang dilengkapi dengan pisau pemotongnya. Dilator masuk ke trakea
dengan panduan kateter fleksibel dan pisau pemotongnya membuka jaringan
kemudian dilanjutkan dengan memasukkan kanul trakeostomi.
Ciaglia memperkenalkan teknik Ciaglia tahun 1985, TDP dilakukan dengan cara,
setelah menusukkan jarum insersi awal dan dimasukkan kateter pemandu, dilatasi
untuk membuat akses masuknya kanul trakea dilakukan secara bertahap dan
berulang. Teknik Ciaglia merupakan teknik umum yang digunakan untuk
melakukan TDP pada pasien sakit kritis. Pada saat ini telah tersedia berbagai kit
seperti Cook percutaneous dilational tracheostomy (PDT) set dan Portex PDT kit.
Tahun 1989 Schachner dkk menciptakan suatu forcep yang berfungsi sebagai
dilator untuk membuat akses ke trakea tempat masuknya kanul trakea dengan
panduan suatu kateter yang fleksibel.
Tahun 1990 Griggs dkk juga melaporkan suatu teknik yang disebut guide wire
dilating forceps (GWDF) pada 1990.

Dalam perkembanganya banyak disebut peralatan dan juga jenis kanul trakeostomi,
yang pada prinsipnya TDP dilakukan dengan identifikasi trakea perkutan yang diikuti
membuat akses masuk kanul trakea dengan tindakan dilatasi menggunakan berbagai
alat dengan panduan kateter fleksibel, dilanjutkan dengan memasukkan kanul
trakeostomi ke dalam trakea.
TDP dilakukan dengan harapan mengurangi diseksi minimal atau kerusakan jaringan.
Akses ke trakea dicapai dengan menggunakan jarum yang ditusukkan di kulit bagian

depan trakea, kemudian dengan menggunakan kateter dan dilator membuat akses dari
kulit ke dalam trakea, sehingga memungkinkan kanul trakeostomi masuk ke trakea,
dengan besar lubang luka yang tepat seukuran kanul.Secara umum TDP diharapkan
memberikan keuntungan berkurangnya komplikasi dari luka; seperti perdarahan,
infeksi, kerusakan jaringan; secara kosmetik lebih baik; mudah dilakukan di ruang
perawatan intensif; berkurangnya waktu melakukan trakeostomi dibandingkan TS.
2. Anatomi
Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago.Trakea berawal
dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluaske anterior pada
esofagus, turun ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadidua bronkus utama pada
karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajardengan trakea di sebelah lateral
dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjartiroid terletak di atas trakea di setelah
depan dan lateral. Ismuth melintas trakeadi sebelah anterior, biasanya setinggi cincin
trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus.
Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra
sternalyang melekat pada kartilago tiroid dan hioid.

Trakea di perdarahi oleh cabang dari arteri thyroid superior dan inferiorkemudian
membentuk anastomose dengan arteri bronkalis yang berasal dariaortathorakalis. Semua
arteri tersebut juga menyuplai esophagus. Alirandarah vena mengalir ke plexus vena
thyroid inferior. Trakea dipersarafi olehcabang dari nervus vagus, nervus rekuren
laryngeal, dan trunkussimpatetikus. Ganglia berhubungan dengan bronchi. Nervus ini
jugamenyuplai otot trakea dan mukosa trakea. Stimulasi simpatis menyebabkanrelaksasi
muskulus trachea sedangkan stimulasi vagal akan menyebabkan konstriksi.

3. Indikasi
Indikasi trakeostomi termasuk sumbatan mekanis pada jalan nafas dangangguan non
obstruksi yang mengubah ventilasi dan pasien dengan kondisikritis yang memerlukan
intubasi cukup lama (7-21 hari). Gangguan yang mengindikasikan perlunya trakeostomi;
Untuk mengatasi obstruksi laring yang menghambat jalan nafas.
Mengurangi ruang rugi (dead air space) disaluran nafas atas sepertidaerah rongga
mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stomamaka seluruh oksigen yang
masuk kedalam paru, tidak ada yangtertinggal diruang rugi itu. Hal ini berguna
pada pasien dengan kerusakanparu, yang kapasitas vitalnya berkurang.
Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat
mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalamkeadaan koma.
Untuk memasang alat bantu nafas (respirator)
Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas
untuk bronkoskopi.
Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas (misal angina ludwig),epiglotitis
dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbulmelalui mekanisme
serupa.
Gejala-gejala yang mengindikasikan adanya obstruksi pada jalan nafas yangprogresif,
dibagi 4 stadium menurut Jackson:

Cekungan tampak pada waktu inspirasi disuprasternal, stridor padawaktu


inspirasi dan pasien masih tenang.

Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalan,ditambah


lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium.Pasien sudah mulai
gelisah. Stridor terdengar saat inspirasi.
Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat
diInfrakalvikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea.Stridor
saat inspirasi dan ekspirasi.
Cekungan-cekungan di-atas bertambah jelas, pasien sangat gelisahdan tampak
sangat ketakutan serta sianosis. Jika keadaan iniberlangsung terus, maka
pasien akan kehabisan tenaga, pusatpernafasan paralitik karena hiperkapnea.
Pasien lemah dan tertidurdan akhirnya meninggal karena asfiksia.

Tindakan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan laring stdium2 dan 3.
Tindakan ini akan menurunkan jumlah udara residu anatomis paruhingga 50 % nya.
Sebagai hasilnya, pasien hanya memerlukan sedikit tenagayang dibutuhkan untuk
bernafas dan meningkatkan ventilasi alveolar. Tetapi halini juga sangat tergantung pada
ukuran dan jenis pipa trakeostomi. Indikasi lain yaitu:

Cedera parah pada wajah dan leher


Setelah pembedahan wajah dan leher
Hilangnya
refleks
laring
dan
ketidakmampuan
sehinggamengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi

untuk

menelan

4. Syarat dan Kontraindikasi


Trakeostomi perkutan memerlukan penahan rasa sakit, sedasi dan penghambat
neuromuskular pada pasien yang dipasang intubasi dan ventilatormekanik. Trakeostomi
perkutan tidak dapat dilakukan pada pasien kegawatdaruratan jalan nafas terutama pada
trauma suprglotis atau orofasial. Staf medik yang ada dirumah sakit harus terlatih dan
berpengalaman dalam menajemen jalannafas, PT, bronkoskopi dan trakeostomi bedah
jika PT gagal atau terjadikomplikasi.
Pasien umur dibawah 16 tahun terutama umur 12 tahun tidak dapatdilakukan PT.
Deformitas yang tampak jelas pada jalan nafas, jaringan parut yangsebelumnya
didapatkan dari operasi seperti trakeostostomi atau sternotomi, udem leher,
obesitas, gondok, atau tumor pada leher yang menyulitkan untuk palpasi lokasi
lapangan operasi seperti kartilago krikoid. Pada keadaan seperti ini
dapatdianjurkan untuk SST.
Pembuluh darah yang tampak di bawah kulit, inflamasi,dan/ atau ruam pada
lokasi operasi juga merupakan kontra indikasi PDT. Kesulitan untuk
mengoptimalkan regangan leher pasien akibat traumaservical atau arthritis,
adanya leher yang pendek atau akibat kifosis yang beratadalah kontra indikasi
PDT. PDT harus ditunda jika hemodinamik pasien tidak stabil. Untuk melakukan
PDT pada pasien yang telah diketahui mengalamigangguan jalan nafas
bergantung pada opini dan pengalaman operator. Pendarahan diathesis yang tidak
teratasi merupakan risiko mutlak yangdapat menimbulkan pendarahan yang tidak
dapat dikontrol selama prosedur.

5. Persiapan
Persiapannya meliputi ; alat ; obat-obatan; pasien; pelaksana tindakan atau operator.
Persiapan alat TDP sesuai kebiasaan dan alat yang tersedia di tempat operator bekerja.
Secara umum yang perlu disiapkan meliputi minor set khusus TDP (gaun operasi, lampu
kepala, sarung tangan, masker, tutup kepala); set TDP (jarum insersi, kateter fleksibel
pemandu, dilator, kanul trakeostomi; bisa berupa set TDP yang sudah satu kemasan
produk); dan set untuk mengelola jalan napas (laringoskop, pipa endotrakeal, spuit balon,
suksion, stetoskop, ventilator dll).
Persiapan obat-obatan sesuai dengan preferensi operator, untuk membuat situasi selama
tindakan TDP lebih mudah dan nyaman buat operator dan pasien. Secara umum yang
perlu disiapkan seperti obat-obatan emergensi (adrenalin, sulfas atropin, vasodilator dll);
sedatif (benzodiazepin, ketamin dll); analgetik (fentanil, tramadol dll); pelumpuh otot
(atrakurium, norkuronium dll); dan anestetik lokal. Obat-obatan untuk mengantisipasi
kondisi tidak menguntungkan selama tindakan, misal hipertensi karena nyeri atau
perdarahan.
Persiapan pasien ditujukan untuk memberikan situasi aman, nyaman dan mengurangi
risiko kesakitan dan kematian serta tuntutan sebagai komplikasi tindakan. Tindakan
informed concent tentang keadaan pasien, tindakan yang akan dilaksanakan,
kemungkinan komplikasi yang mungkin timbul dan manfaat yang diharapkan merupakan
hal penting yang tidak boleh ditinggalkan. Menentukan waktu pelaksanaan tindakan
trakeostomi merupakan hal yang cukup penting.
Dari beberapa literatur menyebutkan TDP dini memberikan manfaat kepada pasien secara
langsung, mengurangi angka kematian dan pneumonia, serta secara tidak langsung
mengurangi hari perawatan di ICU, penggunaan ventilasi mekanik, penggunaan obat
sedasi dan penggunaan dosis tinggi obat inotropik dan vasopresor.
Mengetahui kelainan dasar pasien untuk menentukan indikasi dan kontraindikasi TDP;
waktu TDP akan dilaksanakan segera (masuk ruang perawatan intensif dengan prediksi
akan lama menggunakan ventilasi mekanik atau pipa endotrakeal pada kasus neurologis
berat misal GCS < 8; kelainan lain sesuai penilaian operator) atau bisa dilakukan lebih
lanjut (pasien diharapkan dapat lepas dari ventilasi mekanik atau pipa endotrakeal kurang
dari 10 hari atau sesuai penilaian operator); pemberian obat-obatan premedikasi untuk
menghindari respons otonom atau kelainan lain misal risiko perdarahan. Beberapa
tindakan untuk menambah keamanan; posisi tempat tidur didatarkan untuk memudahkan
paparan trakea dan mengurangi risiko aspirasi cairan dari rongga mulut; ventilasi
mekanik disesuaikan assissted control untuk mengantisipasi jika akan menggunakan atau
ada kemungkinan menggunakan pelumpuh otot untuk memudahkan TDP.
Indikasi untuk trakeostomi ditentukan untuk pasien sakit kritis di ruang perawatan
intensif meliputi obstruksi jalan napas atas, perlindungan jalan napas jangka lama akibat
trauma kepala, strok, ventilasi mekanik jangka lama, pulmonary toilette, pencegahan
ventilator associated pneumonia, memfasilitasi penyapihan dari ventilator pada pasien
penyakit paru obstruktif menahun, atau kondisi lain sesuai preferensi operator dan
keadaan pasien.

Beberapa kondisi disampaikan sebagai kontraindikasi TDP adalah sebagian disebutkan


sebagai kontraindikasi relatif seperti adanya infeksi di leher bagian depan, koagulopati
yang tidak terkendali, usia < 15 tahun, abnormalitas anatomi leher (pembesaran kelenjar
tiroid, pembuluh darah), kegawatdaruratan jalan napas, riwayat operasi atau trauma
daerah leher, trakea tidak dapat dipalpasi, menggunakan positive end-expiratory pressure
(PEEP)> 15cmH2O dan keluarga atau pasien menolakTDP.
Persiapan pelaksana atau operator merupakan suatu komponen yang sangat penting
dalam menentukan keberhasilan tindakan dan keamanan pelaksanaan TDP. Pengetahuan
mengenai persiapan alat-peralatan, obat-obatan, kondisi pasien dan antisipasi yang
diperlukan dan pengalaman melalui literatur tertulis atau audiovisual tentang urut-urutan
tindakan yang akan dilaksanakan tentu juga mempengaruhi kelancaran TDP. Pengenalan
tentang anggota tim yang akan melaksanakan TDP; kesiapan fisik dan mental tim; latihan
dan diskusi bersama membuat situasi TDP akan lebih mudah.
Pengetahuan pelaksana menjadi suatu hal yang sangat penting karena pengelolaan jalan
napas memiliki risiko tinggi yang memberi kontribusi kecemasan selama tindakan.
Kemungkinan kejadian dari saat persiapan, tindakan dan perawatan jangka
pendek/panjang kanul trakeostomi termasuk kemungkinan komplikasi jangka
pendek/panjang perlu diketahui dan diantisipasi rencana tindakannya sejak dini, sehingga
pelaksana lebih nyaman dan memberikan ketenangan pada seluruh tim saat TDP
dilaksanakan.
6. Teknik Trakeostomi Dilatasional Perkutan
Prinsip dasarnya adalah menggunakan panduan kateter untuk mengakses trakea,
dilakukan dilatasi perkutan kemudian diikuti dengan memasukkan kanul trakeostomi.
Pelaksanaan tindakan pada akhirnya tentu sesuai preferensi dan pengalaman dari operator
dan tim yang akan melaksanakan TDP. Untuk ketepatan dan keberhasilan TDP hal khusus
yang perlu menjadi perhatian adalah identifikasi trakea untuk kanulasi awal trakea di
antara cincin trakea 2 3, atau sesuai sasaran, tanpa mengenai pipa endotrakeal. Tahap
berikutnya akan relatif lebih mudah dan aman. Setelah identifikasi dilakukan, bisa
dilakukan identifikasi trakea pendahuluan menggunakan jarum suntik ukuran 5cc berisi
NaCl di daerah yang diperkirakan sebagai daerah incisi (celah antara cincin trakea 2-3) di
garis tengah. Trakea diidentifikasi saat didapatkan gelembung udara saat dilakukan
aspirasi jarum suntik, kemudian ditandai sebagai titik tengah insisi. Identifikasi awal
trakea dapat juga dilakukan dengan bantuan alat USG (ultrasonografi) atau bronkoskop.
Dilakukan pemberian obat anestesi lokal di daerah insisi. Insisi dilakukan horisontal
sesuai garis kulit Setelah identifikasi dilakukan, bisa dilakukan identifikasi trakea
pendahuluan menggunakan jarum suntik ukuran 5cc berisi NaCl di daerah yang
diperkirakan sebagai daerah incisi (celah antara cincin trakea 2-3) di garis tengah. Trakea
diidentifikasi saat didapatkan gelembung udara saat dilakukan aspirasi jarum suntik,
kemudian ditandai sebagai titik tengah insisi. Identifikasi awal trakea dapat juga
dilakukan dengan bantuan alat USG (ultrasonografi) atau bronkoskop. Dilakukan

pemberian obat anestesi lokal di daerah insisi. Insisi dilakukan horisontal sesuai garis
kulit kurang lebih seukuran kanul trakeostomi yang akan dipasang.
Diseksi jaringan di bawah kulit dilakukan secara tumpul bertahap sampai trakea bisa
diraba dengan mudah, dengan menggunakan klem bengkok dengan ujung tumpul.
Diseksi tumpul dan identifikasi trakea dilanjutkan dengan menggunakan jari tangan
secukupnya sampai trakea yang didalamnya terdapat pipa endotrakea teraba dengan jelas.
Identifikasi trakea dilanjutkan insersi awal jarum TDP dilakukan setelah sebelumnya
menarik pipa endotrakea, agar pipa endotrakea tidak tertusuk selama insersi. Balon pipa
endotrakea dikempiskan dan dilakukan pembersihan daerah orofaring lagi dengan
suksion. Asisten menarik pipa endotrakea. Penarikan pipa endotrakea oleh asisten
dikomando oleh operator. Selama penarikan, operator melakukan perabaan di atas trakea
untuk merasakan bahwa ujung pipa endotrakea tepat melewati daerah yang akan
dilakukan insersi jarum TDP. Selain dengan teknik ini, penarikan pipa endotrakea bisa
dipandu menggunakan pandangan langsung melalui laringoskopi direk, penarikan
dihentikan saat balon pipa endotrakea tepat melewati pita suara. Panduan penarikan juga
bisa dilakukan dengan menggunakan USG atau bronkoskop. Kemudian balon pipa
endotrakea dikembangkan sampai tidak ada suara aliran udara dari rongga mulut dan
pernapasan pasien dengan ventilator berjalan baik. Tindakan penarikan pipa endotrakea
disertai identifikasi ujung pipa endotrakea untuk menghindari tertusuknya pipa
endotrakea selama insersi jarum kateter TDP awal merupakan hal yang sangat
menentukan keberhasilan TDP.
Insersi jarum khusus (jarum kateter no 14) TDP dilakukan dengan panduan identifikasi
anatomi yang telah dibuat saat awal tindakan. Dilakukan penusukan dengan jarum suntik
5 mL yang berisi NaCI didorong perlahan di garis tengah sambil dilakukan aspirasi.
Trakea diidentifikasi dengan adanya gelembung udara saat diaspirasi. Panduan
penusukan jarum kateter TDP bisa juga menggunakan bronkoskop sampai terlihat bahwa
jarum tepat berada di lumen trakea. Kemudian jarum kateter dimasukkan lebih dalam
disertai penarikan jarum tajam TDP. Setelah kanul plastik TDP masuk secara lengkap
dilakukan pengecekan posisi dengan cara mengaspirasi ulang.Posisi yang tepat di dalam
lumen trakea dan juga tidak menembus atau terhalang pipa endotrakea ditandai dengan
adanya gelembung udara yang lancar dan mudah saat diaspirasi. Selanjutnya dilakukan
insersi kawat pemandu TDP sampai batas yang direkomendasikan yang ada di setiap set
TDP. Insersi kawat pemandu tindakan dilatasi TDP. Masuknya kawat secara lancar tanpa
ada hambatan bisa menjadi asumsi bahwa ujung jarum kateter berada dalam lumen
trakea. Batas bawah dan atas kawat pemandu perlu diperhatikan saat insersi, agar insersi
tidak terlalu dalam sehingga menimbulkan risiko trauma paru. Koordinasi dengan asisten
saat insersi kawat pemandu penting, untuk mengingatkan batas bawah dan atas dari
insersi keseluruhan kawat pemandu TDP.
Kanul jarum kateter dicabut sambil tetap menahan kawat pemandu berada di lumen
trakea. Perhatikan batas bawah kawat pemandu tepat di tepi lubang subkutis. Tindakan
dilanjutkan dengan melakukan dilatasi awal. Dengan dilator yang sudah diberi pelumas,
dilakukan dilatasi lubang trakeostomi berulang sampai dirasakan masuk dan keluarnya

dilator lancar (kurang lebih 2 3 kali). Dilatasi dilakukan secara halus, kuat dan tegas
mengikuti alur kawat dan dengan mengikuti bentuk anatomi trakea. Setelah dilatasi awal
dirasakan cukup, dilator dilepaskan sambil tetap menahan kawat pemandu.
Kemudian dilakukan pemasangan kateter penguat kawat pemandu untuk memudahkan
masuknya dilator utama TDP ke dalam lumen trakea, dan menghindari bengkoknya
kawat pemandu dan salah tidak masuk ke trakea saat upaya dilatasi utama tindakan TDP.
Kateter penguat kawat pemandu dipasang sesuai rekomendasi penggunaan. Ada bagian
kateter penguat (kurang lebih 4 cm di ujung depan) berukuran lebih besar dari lingkaran
kateter dan berukuran lebih besar sedikit dari ujung dilator utama TDP. Bagian itu untuk
memudahkan ujung dilator utama masuk dan tindakan dilatasi selanjutnya lebih mudah.
Sebelum dilakukan dilatasi, dilator utama perlu diberikan pelumas yang cukup agar
tindakan dilatasi lebih mudah. Dilatasi utama TDP dilakukan secara halus, kuat dan tegas
dimasukkan dengan kekuatan penuh dan terarah dengan arah dilatasi sesuai anatomi dari
lumen trakea. Dilatasi dilakukan sampai dilihat batas luar mencapai batas yang
direkomendasikan jenis setTDP, disesuaikan dengan ukuran kanul trakeostomi yang akan
dipasang. Jika menggunakan bronkoskop saat tindakan ini, pada layar bronkoskopi bisa
dilihat bahwa dilatasi cukup dengan dilihatnya batas dalam dilator utama sesuai
rekomendasi dari ukuran kanul trakeostomi yang akan dipasang.
Setelah dilatasi menggunakan dilator utama dianggap cukup, dilator utama dilepas sambil
tetap menahan kawat pemandu berada di lumen trakea. Kemudian dilakukan pemasangan
kanul trakeostomi secara halus, kuat dan tegas dengan kekuatan penuh dan terarah sesuai
dengan anatomi trakea. Kanul trakeostomi dipasang sampai tepi kanul trakeostomi
sebagai fiksasi tepat berada di kulit dan tidak menggantung. Memasukkan kanul trakea
dapat menggunakan alat pembantu untuk memasukkan kanul trakeostomi sesuai jenis
kanul yang dipasang, alat pembantu ditarik keluar sambil menahan kanul trakeostomi
yang sudah dipasang agar tidak tercabut kembali.
Kanul trakeostomi bagian dalam dimasukkan sambil segera mengembangkan balon
kanul, kemudian kanul trakeostomi dihubungkan dengan ventilasi mekanis. Pipa
endotrakea ditarik oleh asisten, dilakukan pemeriksaan kuman, dilanjutkan pembersihan
daerah orofaring oleh asisten. Fiksasi kanul trakeostomi dilakukan dengan menjahit ke
kulit agar kanul tidak lepas. Lepasnya kanul pada minggu pertama dapat menyulitkan
rekanul karena alur trakeostomi belum terbentuk dan dengan teknik TDP alurnya kecil.
Dilakukan pembersihan daerah trakeostomi kemudian trakeostomi dirawat dengan kassa
povidon iodine. Fiksasi kanul trakeostomi di perkuat dengan tali trakeostomi. Ikatan tali
trakeostomi ke leher dilakukan secukupnya tidak terlalu ketat, tiga jari dapat masuk
melewati ruang antara leher dan tali fiksasi penguat. Dilakukan pembersihan lumen kanul
trakeostomi dan bronkus, dengan penyedotan cairan, lendir atau darah sesuai kebutuhan
melalui kanul trakeostomi yang telah terpasang. Dapat diberikan cairan NaCl jika dirasa
perlu untuk mengencerkan lendir atau untuk mengetahui adanya perdarahan. Penyedotan
dilakukan sampai bersih. TDP selesai dan pasien diposisikan seperti semula dan
disesuaikan dengan rencana ventilasi mekanis setelah tindakan trakeostomi dilakukan.
7. Dilatasi Menggunakan Forsep

Selain dilatasi bertahap menggunakan dilator utama TDP, teknik dilatasi untuk membuat
hubungan dari kulit ke lumen trakea dapat menggunakan suatu forsep khusus. Forsep
khusus ini dapat dimasuki kawat pemandu sehingga dapat masuk ke lumen trakea secara
lengkap.
Secara umum tindakan TDP dapat dilakukan dengan dua teknik dilatasi ini. Keberhasilan
tindakan dari kedua teknik ini disebutkan tidak berbeda secara signifikan oleh beberapa
literatur. Beberapa literatur menyebutkan bahwa TDP menggunakan forsep memberikan
komplikasi perdarahan dan emfisema subkutis lebih banyak. Sementara beberapa literatur
menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara keberhasilan tindakan TDP
dan komplikasi perdarahan dan emfisema subkutis pada kedua teknik ini. Perhatian saat
melakukan insersi jarum TDP awal, sebaiknya dihindari penusukan di daerah bawah
cincin trakea ketiga, untuk menghindari kemungkinan terkenanya ismus tiroid dan
mencegah terjadinya erosi tak diharapkan terhadap arteri Inominata. Penusukan di
subkrikoid diatas cincin trakea 2 memberikan risiko tinggi terjadinya stenosis subglotis.
Dilatasi menggunakan forsep dilakukan sesuai dengan tahapan sebelumnya. Forsep
berbentuk klem khusus dengan adanya alur di ujung klem, untuk memungkinkan kawat
pemandu masuk dari ujung forsep. Dilatasi menggunakan forsep dilakukan setelah
melaksanakan dilatasi awal sesuai ukuran ujung forsep, sehingga forsep dapat masuk ke
lubang awal daerah kulit.
Dilatasi dilakukan secara bertahap. Dilatasi pertama daerah subkutis sampai sekitar
dinding depan trakea. Dilakukan dengan cara memasukkan forsep sampai ada tahanan
dengan sudut sekitar 30 40 derajat, kemudian forsep dibuka seukuran luka insisi (+/- 2
cm) yang dibuat untuk membuka secara tumpul jaringan sebelum masuk lumen trakea.
Kemudian dilator dimasukkan kembali seperti awal dilatasi dan dimasukkan lebih dalam
secara terarah sesuai anatomi dari trakea dengan merubah arah forsep sesuai lumen trakea
sampai sekitar 90 derajat. Kemudian forsep dibuka dengan posisi ujung forsep berukuran
sesuai rekomendasi kanul trakeostomi yang akan dipasang. Forsep ditarik keluar dengan
halus, kuat dan tegas secara perlahan dan terarah, sambil menahan kawat pemandu tetap
berada di dalam lumen trakea. Setelah terbuka lumen trakea, tindakan selanjutnya tahap
lanjutan memasukkan kanul trakeostomi sampai dengan fiksasi dan mengamankan pasien
kembali ke ventilasi mekanis sesuai urutan tindakan TDP.
Saat menarik pipa endotrakeal untuk keamanan pasien dapat dilakukan dengan cara
kombinasi palpasi daerah insisi disertai penglihatan langsung melalui laringoskop atau
bronkoskop, sehingga balon pipa endotrakeal tepat berada di bawah pita suara, yang
kemudian difiksasi dan dijaga tidak bergerak selama TDP oleh asisten operator. Tindakan
ini mencegah terlepasnya secara tidak sengaja pipa endotrakeal selama operasi dan
mencegah tertusuknya pipa endotrakeal sehingga mengganggu ventilasi pasien selama
tindakan. Penusukan awal yang tepat dari jarum TDP di dalam lumen trakea tepat di
bawah ujung pipa endotrakeal dan tidak mengenainya, merupakan kunci penting untuk
kelanjutan keberhasilan dari urut urutan tindakan TDP selanjutnya.

8. Perawatan Kanul Trakeostomi


Perawatan kanul trakeostomi pasca TDP merupakan suatu tindakan yang perlu mendapat
perhatian.
Keuntungan trakeostomi dibandingkan dengan pipa endotrakeal bisa
menimbulkan komplikasi jangka pendek atau panjang jika perawatan tidak dilakukan
dengan baik. Perawatan kanul trakeostomi sangat mudah, bisa dilakukan oleh perawat
atau personil medis lain yang merawat pasien. Personil melakukan perawatan kanul
trakeostomi pasca TDP harus mengetahui kekhususan TDP dibanding TS, yaitu insisi
yang lebih terlepas kecil, sehingga jika kanul trakeostomi secara tidak sengaja sebelum
terbentuk alur yang cukup baik dari kulit ke lumen trakea akan lebih berbahaya. Alur
trakeostomi akan terbentuk pada sekitar tujuh hari. Fiksasi bisa dilepas pada hari ke tujuh
perawatan pasca TDP, karena perawatan hari pertama sampai hari ketujuh kanul
trakeostomi adalah perawatan luka trakeostomi dan menjaga jalan napas bersih dari sisa
darah atau sekret, termasuk bagian atas balon trakeostomi. Perawatan luka trakeostomi
dilakukan dengan mengganti kasa penutup luka dan membersihkan dengan betadin
dengan teknik sterilisasi. Balon kanul dikempiskan setelah 24 jam pasca TDP dan
dikembang selama pemberian nutrisi, juga saat pembersihan kanul dalam, dikanul dalam
dilepas secara hati hati dan terarah sesuai rekomendasi dari kanul trakeostomi yang
digunakan. Saat melepas kanul dalam perhatikan agar kanul trakeostomi tidak terlepas
saat penarikan. Lepasnya kanul tanpa sengaja saat melepascan kanul dalam, dapat terjadi
kegawatan jalan napas jika terjadi kesulitan insersi ulang kanul, akibat alur kanul dari
kulit ke lumen trakea belum terbentuk baik. Pasien diintubasi ulang jika perlu dan
dilakukan TDP sesuai urutan. Pembersihan kanul dalam dilakukan dengan cara
merendam dalam air hangat dan kemudian disikat dengan sikat khusus kanul setelah itu
dibilas dengan air hangat. Dikasa steril, kemudian direndam dengan air hangat lagi dan
diseka dengan kasa steril. Selama pembersihan kanul dalam, dipasang kanul dalam
pengganti untuk memfasilitasi keamanan ventilasi mekanik terhadap pasien.Penghisapan
sekret atau sisa darah dari paru melalui kanul trakeostomi dipermudah dengan melakukan
humidifikasi dan pemberian mukolitik, sehingga lendir atau sisa kotoran di jalan napas
dan paru mudah dihisap. Jika perlu dapat diberikan NaCl 0,9% sekitar 5 10 mL sebelum
penghisapan lendir agar pembersihan jalan napas dan paru lebih mudah. Pembersihan
gigi dan rongga orofaring menggunakan air hangat dan menggunakan a antiseptik oral
merupakan tindakan penting untuk mencegah infeksi dari daerah orofaring dan trakea di
atas balon ke paru. Pembersihan oral merupakan suatu cara pencegahan ventilatorassosciated pneumonia khususnya pada pasien dengan ventilasi mekanik lama.
Perawatan kanul trakeostomi jangka lama setelah tujuh hari, ditujukan untuk perawatan
luka dan pencegahan infeksi serta pencegahan komplikasi terhadap trakea akibat
penggunaan kanul trakeostomi jangka panjang. Jahitan fiksasi kanul dilepas pada hari
ketujuh, dianggap alur kanul dari kulit ke lumen trakea sudah terbentuk cukup baik.
Biasanya jika kanul trakea utama terlepas secara tidak sengaja atau sengaja untuk diganti
atau dibersihkan per satu bulan sekali, alur yang sudah terbentuk memudahkan reinsersi
dari kanul. Perawatan luka, kanul dalam dan pembersihan gigi serta daerah orofaring
tetap dilakukan setiap hari sampai kemungkinan bisa dilakukan pelepasan keseluruhan
kanul trakeostomi. Balon kanul selalu dikempiskan kecuali ada kepentingan untuk
memfasilitasi target ventilasi mekanik, misal perlu adanya penggunaan PEEP (positive
end-expiratory pressure) untuk meningkatkan oksigenasi terhadap pasien. Pembersihan

yang tidak baik dapat menyebabkan infeksi sampai pembentukan granuloma di jalan
napas. Stenosis trakea bisa terjadi akibat rangsangan kronis dari balon atau kanul
trakeostomi terhadap jalan napas yang disertai dengan infeksi yang berulang.
Pelepasan dari trakeostomi atau disebut tindakan dekanulasi memiliki indikasi seperti
ekstubasi pipa endotrakea. Indikasi utamanya adalah tidak lagi memerlukan proteksi jalan
napas (misal refleks menelan dan batuk baik) dan/atau tidak memerlukan ventilasi
mekanik lagi. Sebelum dilakukan dekanulasi dilakukan penggantian kanul dengan ukuran
yang lebih kecil dari yang dipakai atau dengan jenis kanul dengan lubang (fenestrate atau
cuffless tube)untuk melihat patensi jalan napas atas pasien dan latihan bicara. Protokol
penilaian dan dekanulasi kanul trakeostomi dapat berbeda di berbagai institusi. Beberapa
menyatakan dekanulasi bisa dilakukan pada pasien yang sudah lepas dari ventilator,
sedang beberapa menyatakan bahwa dekanulasi bisa dilakukan jika pasien sudah dapat
mentoleransi kanul khusus bicara. Secara umum dekanulasi dilakukan jika pasien sudah
tidak memerlukan bantuan ventilasi mekanik dan/atau tidak perlu tindakan proteksi jalan
napas. Persiapan tindakan dekanulasi perlu mempersiapkan alat peralatan dan obat
obatan untuk mengantisipasi kejadian kegawatdaruratan yang mungkin timbul.
Dekanulasi dan penggantian kanul trakeostomi dapat menimbulkan keadaan mengancam
nyawa seperti ruptur arteri inominata, kolaps jalan napas, pnemomediastinum sampai
henti jantung. Penggantian kanul trakeostomi luar dapat dilakukan dengan cara
dekanulasi biasa kurang lebih satu bulan pasca trakeostomi atau lebih, sambil diawasi
tindakan perawatan kanul dan tanda infeksi yang mungkin terjadi akibat penggunaan
kanul trakeostomi yang lama. Saat penggantian kanul, pasien dibaringkan telentang dan
leher diekstensikan. Teknik klasiknya adalah kanul lama dicabut dan langsung dipasang
kanul yang baru. Teknik railroad yaitu menggunakan alat pemandu (misal kawat
pemandu TDP, kateter suction) dengan teknik modifikasi Seldinger.
9. Perawatan Pasca Trakeostomi
Segera setelah trakeostomi dilakukan:
Rontgen dada untuk menilai posisi tuba dan melihat timbul atau
tidaknyakomplikasi
Antibiotik untuk menurunkan risiko timbulnya infeksi
Mengajari pihak keluarga dan penderita sendiri cara merawat
pipatrakeostomiPerawatan pasca trakeostomi sangat penting karena sekret
dapatmenyumbat dan menimbulkan asfiksia.
Oleh karena itu, sekret di trakea dankanul harus sering diisap ke luar dan kanul dalam
dicuci sekurang-kurangnya duakali sehari lalu segera dimasukkan lagi ke dalam kanul
luar. Bila kanul harusdipasang dalam jangka waktu lama, maka kanul harus dibersihkan
dua minggusekali. Kain basah di bawah kanul harus diganti untuk menghindari
timbulnyadermatitis. Gunakan kompres hangat untuk mengurangi rasa nyeri pada
daerahinsisi.
10. Komplikasi
Tindakan TDP memiliki kelebihan seperti lebih mudah, lebih cepat, lebih kecil tindakan
invasifnya sehingga memberikan respons stres yang lebih ringan dibandingkan TS. Akan

tetapi disebutkan juga bahwa TDP memiliki komplikasi yang bervariasi pada masa
perioperatif, postoperative.
Komplikasi trakeostomi dibagi menjadi:
Segera.
- Apnea akibat hilangnya rangsangan hipoksia pernapasanb.
- PerdarahanPerdarahan dapat terjadi akibat robeknya pembuluh darah utamadi
leher terutama di bawah cincin trakea ke-4. Untuk mencegah dapatdilakukan
palpasi pada regio substernal terlebih dahulu untuk mengetahui daerah yang
terdapat pulsasi sebelum melakukantindakan pembedahan.
- Pneumothoraks dan pneumomediastinumd.
- Trauma kartilago krikoid
Menengah
- Trakeitis dan trakeobronkitis
- Erosi trakea dan perdarahan
- Hiperkapnea
- Atelektasis
- Pergeseran pipa trakeostomi
Pasien trakeostomi membutuhkan pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya
komplikasi, terutama dalam beberapa hari post-operasi. Salah satu komplikasi
yang paling berbahaya daritrakeostomi adalah dekanulasi tidak sengaja yang
berlangsungsebelum saluran udara antara kulit dan trakea matang, kira-kira
5sampai 6 hari setelah prosedur. jika stoma belum cukup matang,maka jaringan
akan saling tumpang tindih saat tabung trakeostomidilepaskan. dekanulasi tidak
sengaja sebelum keadaan saluran stabilterbentuk dapat menyebabkan hilangnya
saluran udara. Beberapayang dapat mempengaruhi pasien untuk pelepasan tabung
secarapaksa, termasuk : (a) melonggarkan tali/ jahitan pengaman
tabungtrakeostomi. (b) penggunaan tabung trakeostomi yang panjangnyabisa
diatur. (c) batuk yang berlebihan.(d) seorang pasien yang lebih berat badan
dengan saluran memanjang dari kulit trakeamenyebabkan posisi tabung tidak
pada semestinya.

Obstruksi pipa trakeostomi


Emfisema subkutan
Aspirasi dan abses paru

Lanjut
- Fistel trakeokutan menetap
- Stenosis laring atau trakea
- Granulasi trakea
- Trakeomalasia
- Kesukaran dekanulasi
- Fistel trakeoesofagus
- Masalah jaringan parut trakeostomi
- Infeksi stoma

Trakeostomi dipertimbangkan sebagai luka bersih yang terkontaminasi.Kejadian


infecti yang dilaporkan sangat bergantung pada kriteria infeksi dalampenelitian
individu yang dipertimbangkan. pada dasarnya, sewaktu tingkatinfeksi stomal
dilaporkan berkisar 36% oleh Stauffer, Olson, dan Petty (1981),kejadian selulitis
dan purulense secara umum telah dilaporkan sekitar 3% - 8% (Delayet dkk,
2006). Infeksi stoma biasaynya muncul sebagai infeksi yanglambat, sellulitis
ringan, atau penggumpalan jaringan. infeksi yang serius sepertimediastinitis,
fasciitis, abscess, dan osteomyelitis klavikularis jarang terjadi,akan tetapi, ketika
itu terjadi, dapat mengakibatkan hilangnya jaringan trakea,kebororan udara yang
besar, dan pendarahan (Snow, Richardson, and Flint,1981).

Tracheostomy perkutan

Sementara ada beberapa palsu dimulai sebelumnya, teknik tracheostomy perkutan


diterima secara luas pertama dijelaskan oleh Pat Ciaglia, seorang ahli bedah New
York, pada tahun 1985. Teknik ini melibatkan serangkaian dilatations berurutan
menggunakan satu set tujuh dilator ukuran semakin besar. Teknik banyak
digunakan berikutnya dikembangkan pada tahun 1989 oleh William Griggs , seorang
spesialis perawatan intensif Australia. Teknik ini melibatkan penggunaan sepasang
dimodifikasi khusus forsep dengan lubang pusat yang memungkinkan mereka untuk
melewati sebuah kawat pemandu memungkinkan kinerja pelebaran utama dalam
satu langkah. Sejak saat itu sejumlah teknik lainnya telah dijelaskan. Pada tahun
1995, Fantoni mengembangkan pendekatan translaryngeal dari trakeostomi
perkutan yang melibatkan melewati kawat pemandu melalui laring dan di atasnya
railroading tabung trakeostomi dengan kerucut berbentuk struktur. Hal ini juga
dikenal sebagai In-dan-out prosedur. Sebuah varian dari teknik Ciaglia asli
menggunakan dilator meruncing tunggal yang dikenal sebagai "badak biru" adalah
yang paling umum digunakan teknik yang lebih baru dan sebagian besar diambil
alih dari teknik awal dilator beberapa. Ambesh SP (2005) memperkenalkan kit TTrach (T-Dagger) yang berisi dilator berbentuk T dengan poros elips. Batang dilator
ditandai panjang yang sesuai dengan ukuran tabung trakeostomi untuk
diperkenalkan dan memiliki sejumlah lubang. Dilator berbentuk T ini memberikan
pegangan yang lebih baik pada pengenalan dan poros elips yang membentuk
trakea stoma dikalibrasi antara dua cincin trakea dan meminimalkan fraktur cincin
trakea. The Griggs dan Ciaglia Biru Rhino teknik adalah dua teknik utama yang
digunakan saat ini. Sejumlah studi perbandingan telah dilakukan antara dua teknik
ini dengan tidak ada perbedaan yang jelas muncul.
Komplikasi
Sebuah studi 2000 dari Spanyol samping tempat tidur trakeostomi perkutan
melaporkan tingkat komplikasi keseluruhan 10-15% dan mortalitas prosedural 0%,
yang sebanding dengan seri lain yang dilaporkan dalam literatur dari Belanda dan
Amerika Serikat.
Sebuah studi 2003 kadaver Amerika diidentifikasi beberapa patah cincin trakea
dengan teknik Ciaglia Biru Rhino sebagai komplikasi yang terjadi pada 100% dari
seri kecil mereka kasus. Studi banding atas patah cincin juga mengidentifikasi di 9
dari 30 pasien hidup sedangkan seri kecil lain diidentifikasi patah tulang cincin di 5
dari 20 pasien mereka. Signifikansi jangka panjang fraktur cincin trakea tidak
diketahui.

Anda mungkin juga menyukai