Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

Fraktur costae merupakan kelainan yang sering terjadi akibat trauma tumpul pada
dinding toraks. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas
permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktir costae
jamak dengan segmentasi rusuk yang patah menmbulkan gerakan paradoksal segmen terkait.
Clipping costae merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menyatukan costae yang
patah dengan cara pembedahan.
Pembukaan rongga toraks sebetulnya telah dikenal sejak zaman Hippocrates, yaitu
telah disebutkannya tentang drenase dari empiema, yang ditulis dalam Aphorismus nya,
bahwa cairan putih kental dapat dikeluarkan dari rongga toraks dengan memotong costa ke
tiga dan membuat lubang pada dinding toraks. Dalam cerita pewayangan pernah disebutkan
bahwa Puntadewa, si sulung Pandawa dianggap suci karena waktu dadanya ditusuk oleh
Dursasana, yang keluar adalah cairan berwarna putih, hingga Puntadewa berdarah warna
putih lambang kesucian.
TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah manusia menunjukkan terlibatnya manusia dalam peperangan, pertarungan,


dan pergumulan serta rudapaksa dengan lingkungan. Keadaan tersebut sering menimbulkan
perlukaan pada toraks, hal mana telah disebutkan dalam sejarah Babylonia dan Yunani tua.
Celcus misalnya, menyebutkan terdapatnya ludah yang berbuih merah pada keadaan sesak
nafas karena trauma pada paru. Kita ingat semua akan nasib Epampidomas yang tertusuk
jantungnya oleh sebuah tombak, sadar akan datang kematiannya, tetapi baru memerikntahkan
mencabut tombak tersebut setelah mendengar kata kemenangan pihak Theban. 1
Perang Napoleon, perang Dunia I, perang Korea, PD-II banyak memberi pelajaran
bagi kemajuan ilmu bedah toraks. Ambroise Pare dengan jelas menyebutkan hubungan antara
emfisema cutis dan gambaran klinis pneumothorax dalam hubunganya dengan trauma pada
toraks. Larrey ahli bedah pribadi Napoleon, adalah yang pertama kali menganjurkan
pemberian bebat kedap udara (air tight bandage) pada kejadian pneumothoraks. Dia juga
yang menunjukkanjalan subxyphoidal untuk melakukan punksi hemoperikardial jantung
(tamponade jantung).1
Penutupan luka pneumothoraks ini dengan melakukan penjahitan segera oleh
Dieffenbach. Masalhnya empyema toraks, baik yang berupa empyema perexudationem
ataupun empyema necesitans telah ditunjukkan oleh banyak pionir bedah toraks untuk
dilakukan tindakan dengan drainase, dan tindakan sederhana uni menunjukkan hasil yang
baik. Untuk drainase rongga toraks, nama Buelau adalah terkenal di antara deretan pionir-
pionir. Penyelidikan dan penelitian di bidang psikologi,patolhi dan rongga toraks
menyebabkan banyak kemajuan untuk dapat lebih banyak bertindak pad daerah thoraks,
hingga pada awal fase fase bedah toraks, dapat dilakukan pembedahan toraks semudah
pembedahan perut.1
Pembukaan rongga toraks sebetulnya telah dikenal sejak zaman Hippocrates, yaitu
telah disebutkannya tentang drenase dari empiema, yang ditulis dalam Aphorismus nya,
bahwa cairan putih kental dapat dikeluarkan dari rongga toraks dengan memotong costa ke
tiga dan membuat lubang pada dinding toraks. Dalam cerita pewayangan pernah disebutkan
bahwa Puntadewa, si sulung Pandawa dianggap suci karena waktu dadanya ditusuk oleh
Dursasana, yang keluar adalah cairan berwarna putih, hingga Puntadewa berdarah warna
putih lambang kesucian. 1
Pengetahuan tentang patofisiologi rongga toraks menyebabkan banyak pengembangan
baru dalam teknik pembedahan rongga toraks. Kolapsnya paru dengan terbukanya pleura
parietalis, yang mula-mula oleh Sauerbruch pada awal ke 20 dapat diatasi dengan melakukan
pembedahan pada ruangan yang bertekanan negatif dibandingkan dengan tekanan atmosfer,
dapat disederhanakan setelah ditemukannya metode pemberian pembiusan dengan intubasi
endotrakeal. Penemuan tekanan intrabronkial inilah yang kemudian memberi jalan pada
penyempurnaan pembiusan dengan intubasi endotrakeal, yang memungkinkan paru tidak
mengalami kolaps pada waktu rongga toraks dibuka. Selain itu, dengan cara itu pengempisan
dan pengembangan paru dapat diatur dan dengan metode ini pembedahan rongga toraks
kemudian berkembang dengan pesat.1

Beberapa penelelitian tentang fiksasi interna flail chest muncul di tahun 1950. Teknik
bedah meliputi fiksasi dengan jahitan wire pada ujung fraktir dan rush rod fixation pada
segmen yang flail. Di akhir 1950, terapi internal splinting flail chest dengan positive
pressure ventilation menjadi popular dan berhasil memperbaiki outcome pasien pada kasus
yangvrelatif non operatif dini. Namun dila terjadi prolonged infection dapat memicu
secondary chest infection dengan angka mortalitas 10-36%.1

Plating costae intermedullary fixation:


A. Evousi plating costae, tahun 1972, Paris memperkenalkan plate dengan wore circlage
dan suture. Penyederhanaan dengan adanya claws terjadi pada plating generasi
berikutnya yang memungkinkan clamping pada permukaan costae seperti judet
plate (1973). Hingga yang terkahir dengan screw fixation dan titanium yang flexible
yang dapat dipakai untuk bridging fixation dari multiple fracture.
B. Intermedullary implant sebagai splint untuk mempertahansegmen flail pada posisi
anatomi dan mencegah gerakan paradoksal tanpa memerlukan rigid fixation.
Keuntungan minimal diseksi untuk insersi dengan less prominent hardware.2
Pada tahun 2002 oleh seksi bedah toraks-Kardiovaskular bagian ilmu bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga didaftarkan sebagai Merek Terdaftar sebuah alkes untuk
fiksasi costae yang patah dengan nama CostafixSHAPP. Teknik pemasangan costafix ini
mudah dan dapat dilakukan dengan pembiusan setempat, meskipun sebaiknya dilakukan
dengan bius umum. Jumlah costae yang dapat difiksasi hanta tunggal (satu) sampai lima atau
lebih, baik posisi patah tulang iga psoterior, lateral maupun anterior. Secara teknis diperlukan
alat-alat dasar dan langkah langkah pembedahanya dapat dilihat pada gambar yang
dilampirkan.1

Gambar 1. Costafix SHAPP


Gambar 2. Gambar pemasangan costafix SHAPP
Fraktur costa adalah kejadian paling sering ditemui pada trauma thorax (sekitar 20%
pada seluruh trauma thorax). Mayoritas ini adalah hasil dari blunt trauma dan berhubungan
dengan trauma injuries . Kejadian Fraktur Costae meningkatkan morbiditas dan mortalitas ,
kejadian mortalitas tertinggi berhubungan dengan adanya flail chest. Flail chest adalah fraktur
costa mutiple segemental pada satu costae atau lebih, dengan manifestasi klinis gerakan
dinding dada paradoxal pada saat respirasi. Selama beberapa dekade, terapi utamanya adalah
meredakan nyeri dan respiratory support dengan positive pressure ventilation. Selama dua
dekade terakhir, ada bukti bahwa open reduction dan internal fixation pada costae
menguntungkan pasien. Indikasi Tetap terbatas pada pasien yang paling parah menderita
cedera, dengan flail chest atau chronic non-union fracture.13
Open reduction dan internal fixation mulai mendapatkan perhatian pada sekitar tahun
1950-an, meskipun positive pressure ventilation technology telah berkembang menjadi
strategi manajemen untuk fracture costae yang parah. Pada sekitar tahun 1979, ada
perdebatan mengenai sebuah study tentang penggunaan Kirschner wires untuk fiksasi.13
Di Surabaya, angka kejadian fraktur costae sebanyak 45,59 % dari total jumlah pasien
trauma toraks dan blunt trauma . Jumlah dari banyaknya costa yang patah berhubungan
dengan tingkat morbiditas dan mortalitas pasien. Peningkatan mortalitas, pneumonia, acute
respiratory distress syndrome (ARDS), pneumothorax, empyema, ICU LOS. Fraktur costae
pada anak lebih jarang terjadi pada anak anak . Departemen Bedah Toraks kardiovaskular
RSUD dr. Soetomo melakukan surgical open reduction dengan membuat costae fixation yang
disebut COSTAFIX-SHAPP ( ayudika et al).3
Trauma toraks terjadi hampir 50% dari seluruh kasus kecelakaan dan merupakan
penyebab kematian terbesar (25%). Trauma toraks banyak terjadi pada pengendara kendaraan
bermotor roda dua akibat trauma tumpul toraks. Kelainan yang sering dijumpai yaitu fraktur
iga yang hampir mencapai 50%. Selain itu penggunaan sabuk pengaman pada kendaraan roda
empat atau lebih juga sebagai penyebab terjadinya trauma toraks berupa fraktur sternum.
Fraktur iga baik tunggal maupun multipel juga terjadi pada orang tua dengan insidens sekitar
12%. Insidens sesungguhnya fraktur iga masih belum diketahui dan diperkirakan 50% fraktur
iga tidak terdeteksi dengan foto toraks.4-6
Morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh fraktur iga dan sternum berkaitan erat
dengan penyebab cedera, karena itu identifikasi bahaya yang akan mengancam jiwa
merupakan hal penting. Meskipun fraktur iga cenderung tidak komplit dan tidak
membutuhkan penanganan bedah, tetapi dapat menyebabkan kerusakan paru yang bermakna
karena akan mempengaruhi ventilasi dan menyebabkan rasa nyeri hebat. Bagaimanapun juga
mengatasi nyeri pada pasien dengan trauma toraks tidak hanya membantu meringankan
keluhan tetapi juga mengurangi serta mencegah komplikasi sekunder.4-6
Biasanya penatalaksanaan fraktur iga seperti stabilisasi dengan pembedahan, tidak
langsung pada frakturnya karena fraktur iga cenderung sembuh dengan hasil yang baik dalam
10 sampai 14 hari. Terapi ditujukan kepada pencegahan terjadinya masalah gangguan
respirasi. 4,7
Fraktur pada iga merupakan kelainan yang sering terjadi akibat trauma tumpul pada dinding
toraks. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma
yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga sering terjadi pada iga IV-X.
Dan sering menyebabkan kerusakan pada organ intra toraks dan intra abdomen. Fraktur pada iga VIII-
XII sering menyebabkan kerusakan pada hati dan limpa.Perlu di curigai adanya cedera neurovaskular
seperti pleksus brakhialis dan arteri atau vena subklavia, apabila terdapat fraktur pada iga I-III
maupun fraktur klavikula. Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur iga adalah atelektasis dan
pneumonia, yang umumnya disebabkan manajemen analgetik yang tidak adekuat. 8,9

Dikarenakan kemungkinan terjadinya fraktur costae yang tidak dioperasi, tindakan


fiksasi costae direkomendasikan. Indikasi klinis dilakukan fiksasi iga yaitu :

Clinical Indications
3 or more rib fractures with rib displacement of more than 1 rib cortical diameter
Flail segment
Pulmonary worsening with progressive volume loss on x-ray
Intubation/mechanical ventilation
Use of IV narcotics
Uncontrolled pain when using analgesia or Visual Analog Score (VAS) score >6
Lung impalement
Open chest defect
Stabilization on retreat of thoracotomy
Pulmonary herniation

Table 1: Indikasi klinis fiksasi costae dari the 2013 rib fracture consensus meeting.10

Pentingnya integritas dinding dada terletak pada fungsi utamanya yaitu sebagai sistem
pernafasan. Sebagian besar mekanika pernafasan dapat dijelaskan dengan Hukum Boyle,
yang menyatakan bahwa tekanan gas berbanding terbalik dengan volume gas yang sama. Saat
otot diafragma dan otot respirasi aksesori berkontraksi, dinding dada mencapai ekspansi
multidimensional untuk meningkatkan volume. Untuk mengakomodasi perubahan volume
ini, penurunan dramatis tekanan intrathoracic mengikuti seperti yang digambarkan oleh
Hukum Boyle. Hal ini menyebabkan aliran udara dari atmosfer ke dada melalui saluran udara
dan parenkim paru untuk mengurangi perbedaan tekanan ini. Tekanan intrapleural negatif
antara parenkim paru dan pleura parietal memandu perluasan dan pengekangan parenkim
paru dengan dinding dada sehingga bisa bertindak dengan cara tunggal. Karena jumlah
kekuatan yang diperlukan untuk merusak integritas dinding dada, patah tulang rusuk dapat
menjadi indikasi trauma pada jaringan dan organ vital. Destabilisasi tulang rusuk
mengganggu mekanik pernapasan spontan secara substansial. Kondisi ini diperparah dengan
adanya rasa sakit..11

Cedera fisik pada parenkim paru bisa terjadi akibat patah tulang rusuk juga. Tepi
tajam pada sisi fraktur juga bisa menusuk organ tubuh. Fraktur costae dapat menyebabkan
memar, robek, dan bergesernya struktur vital seperti paru-paru. Kerusakan yang diakibatkan
trauma langsung pada paru-paru ini biasanya disertai dengan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah paru, sehingga pada saat terjadinya cedera, akan mengakibatkan kegagalan
pernafasan progresif karena proses ekstravasasi cairan kaya protein dan penurunan difusi gas
pada tingkat alveolar.12,13 Kombinasi gangguan struktur anatomi dan patofisiologis sistem
pernafasan yang diakibatkan patah tulang rusuk dapat terbukti sangat mengerikan bagi pasien
dan memerlukan intervensi segera. Pada fraktur costae, trauma Diafragma juga berisiko dan
air mata dari fraktur tulang rusuk membuat pasien berisiko terkena hernia segera atau
tertunda.

Daftar Pustaka
1.Puruhito. Buku Ajar Primer Ilmu Bedah Toraks Kardiak dan Vaskular. Surabaya. Airlangga University Press.
2013:1-7

2. Fitxpatric DC, Denard PJ, Phelan D, Long WB, Madey SM, Bottlang M. Operative
stabilization of flail chest injuries: review of literature and fixation options Eur J Trauma
Emerg Surg 2010

3. Ayudika M, Puruhito, Joalsen I, Sembiring YE, Soebroto H, Prasmono A, Tahalele PL, 2015. A Retrospective
Study of The Management of Thoracic Injury in Surabaya, Indonesia: Twenty-eight Years Experiences (1987-
2014). Buletin HBTKVI edisi Januari-Maret 2015 halaman 10-14.

4. Howell NJ, Ranasinghe AM, Graham TR. Man- agement of rib and sternal fractures.
Trauma 2005;7:4754.

5. Weinberg JA, Croce MA. Chest wall injury. In: Flint L, JW Meredith, CW Schwab, Trunkey DD, LW Rue,
PA Taheri (eds). Trauma: Contemporary principles and therapy (1st edn). Philadelphia: Lip- pincott Williams &
Wilkins 2008:35860.

6. Lloyd JW, Smith AC, O'Connor BT. Classification of chest injuries as an aid to treatment. Brit Med. J.
1965;1:151823.

7. Duan Y, Smith CE, Como JJ. Cardiothoracic trau- ma. In: Wilson WC, Grande CM, Hoyt DB (eds). Trauma:
emergency resuscitation perioperative an- esthesia surgical management (Vol. 1). New York: Informa Healthcare
2007:46999.

8. Sjamsuhidajat, R. De Jong, W. (2005) Dinding toraks dan pleura. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: EGC.

9. Brunicardi, F.C., Onan, B., Oz., (2006) Chest Wall, Lung Mediastinum and Pleura. Dalam Schwartz Manual
of Surgery8th Edition. USA: Mc-Graw Hill

10. iaz J, Shiroff AM, Gasparri M, Lottenberg L, Pohlman T, et al. (2013) Special report: Integrating surgical rib
fixation into clinical practice: A report from the rib fracture consensus meeting. General Surgery News.

11. Attinger EO, Segal MS (1959) Mechanics of breathing : The physical properties of the lung. Am Rev Respir
Dis 80: 38-45.

12. Aufmkolk M, Fischer R, Voggenreiter G, Kleinschmidt C, Schmit-Neuerburg KP, et al. (1999) Local effect
of lung contusion on lung surfactant composition in multiple trauma patients. Crit Care Med 27: 1441-1446.

13. Cohn SM, Zieg PM (1996) Experimental pulmonary contusion: Review of the literature and description of a
new porcine model. J Trauma 41: 565-571.

14. Moya MD, Nirula R, Biffl W, Rib fixation: Who, What, When? in Trauma Surgery and Acute Care Open
2017 : 1-4. Diunduh dari http://tsaco.bmj.com/ pada 26 Juli 2017.

15. Fitxpatric DC, Denard PJ, Phelan D, Long WB, Madey SM, Bottlang M. Operative
stabilization of flail chest injuries: review of literature and fixation options Eur J Trauma
Emerg Surg 2010

LAMPIRAN
Gambar 3. Clipping costae
Gambar 4, Jenis jenis Plate

\
Gambar 5. Foto Post Operasi

Anda mungkin juga menyukai