Anda di halaman 1dari 6

Trauma Leher

dr. Wuryantoro, SpB, SpBTKV

Trauma leher adalah cedera yang kompleks karena seringkali melibatkan struktur-struktur
vital, yaitu vaskuler, aerodigestif dan neurologis, dengan kesulitan penatalaksanaannya masingmasing. Morbiditas dan mortalitas sangat berhubungan dengan mekanisme cedera dan organ
yang terkena. Kaidah utama dalam penanangan trauma leher (terutama tembus) adalah
melakukan eksplorasi pada setiap trauma yang menembus m.plastisma.
Mekanisme cedera
Trauma tembus, meliputi 5-10% kasus, dapat disebabkan oleh pisau, peluru, kawat, alat
pertanian, alat industri dan benda-benda tajam lainnya. Sedangkan trauma tumpul dikategorikan
menjadi kecepatan tinggi dan kecepatan rendah.
Trauma tumpul leher dapat menimbulkan gangguan suara, gangguan jalan napas,
gangguan jaringan lunak dan tulang leher. Trauma tumpul kecepatan tinggi disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan kerja dan pada umumnya bersifat multitrauma. Sedangkan
trauma tumpul kecepatan rendah pada umumnya disebabkan oleh kecelakaan olah raga.
Pembagian Zona Leher

Zona I : meliputi permukaan toraks, daerah basis leher sterna notch, klavikula sampai
kartilago krikoid. Angka mortalitas tinggi, karena terdapat struktur vaskuler besar (A. karotis, A.
vertebralis, A. subklavia) dan struktur intratoraks (trakea, tiroid, duktus torasikus, paru-paru,
mediastinum superior).

Zona II: meliputi kartilago krikoid sampai dengan angulus mandibula. Termasuk di dalam
daerah ini adalah A. karotis, A. vertebralis, V. jugularis, Trakea, laring, esofagus dan medula
spinalis. Frekuensi terjadinya paling sering, namun angka mortalitasnya lebih kecil dibandingkan
zona I.
Zona III: meliputi angulus mandibula sampai basis kranii. Termasuk di dalamnya A. karotis, A.
vertebralis, kelenjar ludah, faring, medulla spinalis. Penanganan cedera pada daerah ini paling
sukar dilakukan.
Eksplorasi Leher
Keputusan untuk melakukan eksplorasi leher bergantung pada tembus/tidaknya m. plastisma dan
zona leher yang terkena. Bila m.plastisma tertembus, harus dilakukan eksplorasi, untuk mencari
apakah terjadi cedera pada struktur vaskuler atau aerodigestif.
Indikasi eksplorasi leher meliputi:
1. Perdarahan aktif

8. Hoarseness

2. Hematoma

9. Stridor

3. Syok

10. Perubahan suara

4. Pulsus deficit

11. Hemoptisis

5. Bruit

12. Emfisema subkutis

6. Defisit neurologis

13. Disfagia

7. Dispnue

14. Hematemesis

Diagnostik khusus
Arteriografi, dikerjakan pada trauma leher zona I dan III, untuk membantu perencanaan
tindakan operasi. Tujuan utamanya adalah untuk memvisualisasi A. karotis dan A. vertebralis
dengan baik. Pada trauma zona II, digunakan untuk memastikan bahwa A. karotis tidan terkena.
Esofagografi atau esofagoskopi untuk mengevaluasi kondisi esofatus, laring dan faring.
Bronkoskopi untuk evaluasi hipofaring dan trakea.

Penatalaksanaan

Kebijakan umum dalam penatalaksanaan trauma leher:

Prinsip ATLS berlaku

Prioritas tindakan harus tepat (ABC trauma)

Stabilisasi cervical spine

Evaluasi trauma ditempat lain (thorax, kepala?)

Kerja sama tim trauma yang baik

Adanya ahli anestesi yang berpengalaman pada trauma umumnya dan trauma leher
khususnya.

Preparasi lapangan operasi dan perencanaan pembedahan (incisi, letak, besar kecil)

Cegah aspirasi makanan, darah, perlukaan saluran cerna/ nafas.

Mempersiapkan penanganan khusus, pembuluh darah besar, syaraf, saluran nafas,


saluran cerna, saluran lymphatic.

Pastikan penderita luka tembus leher dengan jalan nafasnya bebas dan terkontrol

Pastikan perdarahan telah berhenti , baik dengan penekanan jari - jari atau
menggunakan tehnik folley kateter

Stabilitas penderita
prioritas terapi

Eksposure yang adekuat pada daerah yang terkena merupakan hal yang sangat
penting

Kaidah

menentukan

sarana diagnostik yang tepat dan dengan

Penatalakanaan Berdasarkan Organ


Trauma Vaskular
1. Kontrol perdarahan
2. Penunjang arteriografi, dll
3. A.carotis interna dan eksterna
- Repair gagal ligasi
- Evaluasi: defisit neurologi, Collateral inadequate, Arteriografi, By pass
4. Vena jugularis
- Repair: venoraphy-anastomose- patch venoplastic
- Ligasi
- Evaluasi: bahaya komplikasi emboli
5. A. vertebralis
- Packing/tamponade
- Arteriografi diagnostik
- Embolisasi a. vertebralis

Trauma Jalan Napas

Intubasi trakea dalam keadaan darurat.

Krikotiroidotomi atau trakeostomi (trakeostomi dilakukan satu cincin dibawah ring


trachea yang rusak, dan repair primer dilakukan pada tracheal ring yang rusak)

Jika kerusakan pada ring trakea bagian bawah, maka kanula di-insersi pada ring trachea
diatasnya, dan repair pada tracheal ring yang rusak.

Jahitan pada trachea menggunakan vicryl, dexon, PDS satu lapis, kalau perlu
ditambahkan flap otot/perikardium.

Faring dan Oesophagus

Trauma pada Zona III.

Dysphagia, crepitus, udara dalam retropharynx pada x ray.

Terdeteksi setelah ada infeksi pada leher, mediastinitis.

Kerusakan kompleks pharynx, larynx/trachea, esophagus sulit. Sering diperlukan flap


untuk menutup defect.

Trauma tumpul yang significant perlu endoscopy (jika ada) untuk evaluasi. Jika tidak
ada klinis, evaluasi berulang (krepitasi, tanda inflamasi lokal, nyeri >)

Robekan pada pharynx sebaiknya diperbaiki primer (dua lapis jahitan), dan lapangan
robekan dipasang suction drain.

Pada robekan kecil (< 1 cm), dapat diterapi konservatif, antibiotika, NGT, IVFD.

Exposure pembedahan sama, retraksi m.omohyoideus ke anterior, dan pembuluh darah ke


posterior.

Trauma esophagus cervical jarang, sulit diagnosis. Prognosis tergantung diagnosis dini.
(esophagostomy, pharyngostomy, rekonstrusi sekunder, fistula, antibiotika)

Penatalaksanaan Pasca Bedah

Stabilitas hemodinamika

ABC selalu diawasi, dan deteriorisasi neurologis.

Extubasi hanya jika airway betul baik.

Evaluasi kerusakan ditempat lain, thorax, kepala.

Drain diawasi, sering kali dipertahankan cukup lama terutama untuk kebocoran saluran
cerna, nafas.

Antibiotika indikasi dan perannya?

Jika terjadi abscess, drainage dan cari kausa/ kebocorannya segera.

Fistula komplikasi dengan urgensi yang lebih ringan.

Morbiditas dan mortalitas pada trauma leher disebabkan oleh:


Exsanguinasi
Oclusia pembuluh darah cerebral
Emboli
Defisit neurologis karena spinal cord injury

DAFTAR PUSTAKA
1. Boffard K., Ed. (2003). Manual of definitive surgical trauma care. New York, Oxford
University Pers.
2. Rachmad K, ed. Penanganan trauma toraks. Jakarta, Subbagian Bedah Toraks Bagian
Ilmu Bedah FKUI/RSUPNCM: 49-55.

Anda mungkin juga menyukai