1. Foto Rontgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus pneumotoraks antara lain :
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang
merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi
berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah
hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu
berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar,
diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah
paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra
pleura yang tinggi.
3. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks, seperti fraktur
kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada
vertebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada
pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi.
4. USG
Dalam dekade terakhir, ultrasonografi (USG) umum digunakan pada situasi gawat
darurat sebagai alat diagnostik di unit trauma. Kelebihan dari ultrasonografi adalah dapat
mendeteksi hemothorax lebih cepat dibandingkan rontgen thorax maupun CT scan. Dilaporkan
bahwa USG memiliki sensitivitas 92% dan spesifisitas 100% dalam mendeteksi hemothorax.
Kekurangan dari USG adalah alat ini tidak dapat mendeteksi cedera yang terkait dengan
hemothorax yang dapat diidentifikasi melalui rontgen dan CT scan, seperti adanya fraktur,
pembesaran mediastinum, serta pneumothorax.
5. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan diagnosa adanya
kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi,
adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera.
Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan
spesifitasnya hampir 96%.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat trauma
tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya abnormalitas gelombang EKG yang
persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya
kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi
gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
7. Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya cedera aorta
pada trauma tumpul toraks.
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana manajemen awal untuk pasien trauma thoraks tidak berbdea dengan
pasientrauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu : A = airway patency with care ofcercival
spine, B = breathing adequacy, C = circulatory support, D = disability assessment, dan E =
exposure without causing hypothermia. Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada
secara keseluruhan harus dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengindentifikasi dan menangani
kondisi yang mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension
pneumothoraks, pneumothoraks terbuka yang masif, hemothoraks masif, tamponade perikardial,
dan flail chest yang besar (Nugroho, 2018).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama untuk intubasi
endotrakeal darurat. Resusitusi cairan intravena merupakan terapi utama dalam menangani syok
hemoragik. Manajemen nyeri yang efektif merupakan salah satu hal yang sangat penting pada
pasien trauma thoraks. Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia,
dan takipnea berat atau ancaman gagal napas (Hudak, 2011). Pasien dengan tanda klinis tension
pneumothoraks harus segera menjalani dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan
dengan torakostomi tube. Foto thoraks harus dihindari pada pasien-pasien ini karena diagnosis
dapat ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x-ray hanya akan menunda pelaksanaan
tindakan medis yang harus segera dilakukan (Hudak, 2011).
2. Konservatif
a. Pemberian analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari pemberian
sebelumnya. Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan paskah trauma harus
tetap diberikan penanganan manajemen nyeri dengan tujuan menghindari terjadinya
syok seperti syok kardiogenik yang sangat berbahaya pada penderita dengan trauma
yang mengenai bagian organ jantung.
b. Pemasangan plak/plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka dan
tindakan penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme pathogen.
c. Jika perlu antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur. Apabila
belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita
dapat diberi “broad spectrum antibiotic”, misalnya ampisilin dengan dosis 250 mg x 4
sehari.
d. Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika penderita memiliki
indikasi akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan
program pengobatan konservatif.
3. Invasif / operatif
a. WSD (water seal drainage)
WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan
(darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung.
b. Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh
proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat
pernapasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan
pemberian oksigen dalam waktu yang lama.
Sumber :
Aru W, Sudoyo. (2017). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
Hudak dan Gallo. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi - VIII Jakarta:
EGC.
Kurniati, A. Trisyani, Y., & Theresia, S.I.M. (2018). Keperawatan Gawat Darurat
dan Bencana Sheehy. Indonesia: Elsevier
Mandavia DP, Joseph A. Bedside echocardiography in chest trauma. J Emerg Med Clin North
Am. 2004;22(3):601-19.
Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2018). Teori Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat. Padang: Medical Book