Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA DADA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Klinik Keperawatan Gawat
Darurat

Disusun oleh:

Randi Pabyana
J2214901042

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2022/2023
A. Definisi Penyakit
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks,
hematothoraks, kehidupan manusia yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru
sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi
benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami
hematothoraks dan pneumothoraks. Trauma thorax adalah semua ruda paksa
padathorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau
tumpul. Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi gangguan
atau bahkan kerusakan.

B. Patofisiologi
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan.
Luka pada rongga thorak danisinya dapat membatasi kemampuan jantung
untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan
oksigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa
perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ. Hipoksia, hiperkarbia, dan
asidosis sering di sebabkan oleh trauma thorax. Hipokasia jaringan merupakan
akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena
hipivolemia (kehilangandarah), pulmonary ventilation / perfusión mismatch
(contoh : kontusio, hematoma, kolapsalveolus), dan perubahan dalam tekanan
intrathorax (contoh : tension pneumothorax, pneumothorax terbuka).
Hiperkarbia lebih sering di sebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat
perubahan tekanan intra torax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis
metabolik di sebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan (syok).
Fraktur iga. Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling
sering mngalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada
pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan
menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk
mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia
meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru.
Pneumotoraks di akibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara
pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat
ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan
penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam keadaan
normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai
dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua
permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan
kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah
menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada
oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang
terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu
menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan
pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-
aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja,
maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan
dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks
dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi
umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada
penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang
mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga
sebelumnya, sampai dipasang chest tubeHemothorax. Penyebab utama dari
hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal
atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma
tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan
terjadinya hemotoraks.
C. Kemungkinan Data Fokus
1. Pengkajian Primer
a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan
pada jalan napas.Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu,
kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari
telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain,
sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.Mulut dapat
dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan
berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.Setelah jalan
napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban
tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis
akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab
sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat
dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild –
chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust
Manuver)
b. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik
melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan
merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel),
biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu
waktu.Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang
ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode
serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi
jantung, tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi
perdarahan. Klien dengan trauma dada kadang mengalami kondisi
perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat
trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur
tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai pembuluh
darah atau organ (multiple).Tindakan menghentikan perdarahan
diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan hingga
penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur operatif.Jika
diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada
penderita trauma dada, maka tindakanharus diberikan dengan
sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir
kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.d.
Tindakan KolaboratifPemberian tindakan kolaboratif biasanya
dilakukan dengan jenis dan waktu yang disesuaikan dengan kondisi
masing-masing klien yang mengalami trauma dada. Adapun
tindakan yang biasa diberikan yaitu ; pemberian terapi obat
emergensi, resusitasi cairan dan elektrolit, pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium darah Vena dan AGD, hingga
tindakan operatif yang bersifat darurat.
d. Disability
a) Tingkat kesadaran
b) Keluhan: nyeri, sesak, mati rasa
c) Trauma leher
d) Fungsi sensori dan motorik kasar
e. Exposure
Adanya suatu trauma dapat mempengaruhi exposure, reaksi kulit,
adanya tusukan dan tanda-tanda lain yang harus diperhatikan. Dalam
penilaian exposure dapat diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Eksposur kulit dan keadaan suhu tubuh.
2. Pengkajian Skunder
a. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
pada dada dan gangguan bernafas.
Merupapan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh
klien,regional (R) yaitu nyeri/gatalmenjalar kemana, safety (S) posisi
yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa
nyaman. Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal
tersebut.
b. Riwayat kesehatan lalu
Mengkaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama atau
pernah di rawat sebelumnya
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang sama yang pernah memiliki riwayat
sepertiklien saat ini
d. Anamnesa singkat (AMPLE)
1) Allergies (A)
Pada Allergies, kita mengkaji apakah pasien/korban memiliki
alergi terhadap sesuatu (misalnya makanan, produk pakaian,
dsb).
2) Medication (M)
Pada Medication, kita mengkaji apakah pasien/korban
mengkonsumsi obat-obatan, baik obat-obatan yang dikonsumsi
secara teratur (misalnya obat hipertensi pada penderita
hipertensi), maupun obat yang dikonsumsi terakhir kali
(misalnya obat anti nyeri).
3) Past Medical History (P)
Pada past medical history, kita mengkaji apakah pasien/korban
memiliki atau menderita penyakit, misalnya diabetes, epilepsy,
penyakit jantung, dsb. Kita juga mengkaji apakah
pasien/korban pernah kecelakaan/cidera sebelumnya atau
pernah menjalani pembedahan.
4) Last Meal (L)
Pada last meal, kita mengkaji makanan dan minuman yang
dikonsumsi oleh pasien/korban terakhir kali.
5) Events (E)
Pada events, kita mengkaji apa yang terjadi pada pasien dan
dimana kejadiannya? Apakah insiden terjadi karena penyakit
atau kecelakaan? Tanyakan juga kepada orang yang ada
disekitar pasien/korban saat kejadian dan cari adanya informasi
tambahan.
e. Pemeriksaan Fisik
a) System pernafasan
1) Sesak napas
2) Nyeri,
3) batuk-batuk.
4) Terdapat retraksi klavikula/dada.
5) Pengambangan paru tidak simetris.
6) Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
7) Pada perkusi ditemukan Adanya suara
sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
8) Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
9) Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
10) Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
11) Gerakan dada tidak sama waktu bernapas .
b) System kardiovaskuler
1) Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
2) Takhikardia, lemah
3) Pucat, Hb turun /normal.
4) Hipotensi.
c) Sytem muskuloskeletel-integumen
1) Kemampuan sendi terbatas.
2) Ada luka bekas tusukan benda tajam.
3) Terdapat kelemahan.
4) Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub
kutan
d) Sytem endocrine
1) Terjadi peningkatan metabolisme.
2) Kelemahan.
f. Pemeriksaan penunjang
a) Radiologi : foto thorax (AP).
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada
pasien dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu
dihubungkan dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari
90% kelainan seriustrauma toraks dapat terdeteksi hanya dari
pemeriksaan foto toraks.
b) Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
Gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan
pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan
gas darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam
tubuh, kadaroksigen dalam darah, serta kadar karbondioksida
dalam darah.Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan
nama pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah
yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah
yaitu: Arteri radialis, brachialis, Femoralis.
c) CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma
tumpultoraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular
dislokasi.Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada
vertebra torakalis dapatdiketahui dari pemeriksaan ini. Adanya
pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat
dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelumdilakukan Aortografi.
d) Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa adanya kelainan pada jantung dan
esophagus.Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi,
adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta katub
jantung dapat diketahuisegera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh
seseorang yang ahli,kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya
hampir 96%.
e) EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi
yangterjadi akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung
pada trauma.Adanya abnormalitas gelombang EKG yang
persisten, gangguankonduksi, tachiaritmia semuanya dapat
menunjukkan kemungkinanadanya kontusi jantung. Hati hati,
keadaan tertentu seperti hipoksia,gangguan elektrolit, hipotensi
gangguan EKG menyerupai keadaan sepertikontusi jantung.
f) Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan
adanya cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
g) Torasentesis
menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
h) Hb (Hemoglobin)
Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhanoksigen
jaringan tubuh.
g. Terapii medis
a) Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan
kelanjutan dari pemberian sebelumnya. Rasa nyeri yang menetap
akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan
penanganan manajemen nyeri dengan tujuan menghindari
terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat
berbahaya pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian
organ jantung.
b) Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan
perawatan luka dan tindakan penutupan untuk menghindari
masuknya mikroorganisme pathogen.
c) Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan
dan kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya,
sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat
diberi “broad spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan
dosis 250 mg 4 x sehari.
d) Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara
kolaboratif jika penderita memiliki indikasi akan
kebutuhantindakan fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan
dan program pengobatan konservatif.
e) Operatifa.WSD (Water Seal Drainage)
WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura,
rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.
f) Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan
oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan
bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam
waktu yang lama.( Brunner dan Suddarth, 1996).
D. Analisa Data (pohon masalah/pathway)

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1. Data Mayor Trauma toraks Pola Nafas Tidak
Subjektif Efektif
a. Disnea Fraktur iga multiple
Objektif segmental
a. Penggunaan otot
bantu pernafasan Adanya segmen yang

b. Fase ekspirasi mengambang (flail chest)

memanjang
c. Pola nafas
G3 pergerakan dinding
abnormal
dada
Data Minor
Subjektif
Fx ventilasi menurun
a. ortopnea
Objektif
Kebutuhan O₂ jar
a. Penafasan
menurun
pursed-lip
b. Pernafsan cuping
Met.anaerob
hidung
c. Ventikasi semenit
Asidosis.met
menurun
d. Kapasitas vital Dyspnea
menurun
e. Tekanan ekspirasi
menurun Pola nafas tidak efektif
f. Tekanan inspirsi
menurun
g. Ekskursi dada
berubah
2. Data Mayor Gesekan pragmen costa Nyeri Akut
Subjektif yang patah saat
a. Mengeluh
inspirasi/ekspirasi
nyeri
Objektif
a. Tampak Mekanisme peradangan
meringis
b. Bersikap
protektif Pelepasan zat kimia
(mis.wasapad
a, posisi
menghindar Ujung saraf bebas
nyeri)
c. Gelisah
d. Frekuensi Thalamus
nadi
meningkat
e. Sulit tidur Rangsangan nyyeri local
Data Minor
Subjektif Nyeri akut
a. (tidak
tersedia)
Objektif
a. Tekanan
darah
meningkat
b. Pola napas
berubah
c. Nafsu makan
berubah
d. Proses
berpikir
terganggu
e. Menarik diri
f. Berfokus
pada diri
sendiri
g. Diaforesis
3. Tanda Mayor Kerusakan pada organ Hipovolemik
Subjektif lain
(tidak tersedia)
Objektif Ginjal,hepar,organ lain
a. Frekuensi nadi
meningkat Perdarahan

b. Nadi teraba
lemah hipovolemik

c. Tekanan darah
menurun
d. Tekanan nadi
menyempit
e. Turgor kulit
menurun
f. Membrane
mukosa kering
g. Volume urin
menurun
h. Hemaktokrit
meningkat
Tanda Minor
Subjektif
a. Merasa lemah
b. Mengeluh haus
Objektif
a. Pengisian vena
menurun
b. Status mental
berubah
c. Suhu tubuh
meningkat
d. Konsentrasi urin
meningkat
e. Berat badan turun
tiba-tiba

E. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Pola nafas tidak efektif b.d ekpansi paru yang tidak maksimal karena
akumulasi udara/cairan
2. Nyeri akut b.d trauma jaringan dan reflek spasmase otot sekunder
3. Hypovolemia b.d kehilangan cairan aktif
F. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1. Pola nafas Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
tindakan keperawatan Observasi
tidak efektif
diharapkan pola napas 1. Monitor frek,irama,
membaik dengan kedalaman, dan upaya
kriteria hasil; napas
1. Dyspnea menurun
2. Monitor pola napas
dengan skala (takipnea)
2. Ortopnea menurun 3. Monitor kemampuan
batuk efektif
dengan skala
4. Monitor adanya
3. Pernapasan pursed produksi sputum
lip menurun 5. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
dengan skala
4. Pernapasan cuping 6. Auskultasi bunyi napas
hidung menurun Terapeutik
1. Atur interval
dengan skala
pemantauan respirasi
5. Frekuensi napas
sesuai kondisi pasien
membaik dengan
2. Dokumentasikan hasil
skala
pemantauan
6. Kedalaman napas
Edukasi
membaik dengan 1. Jelaskan tujuan dan
skala prosedur pemantauan
7. Retraksi dinding 2. Informasikan hasil
dada membaik pemantauan
dengan skala
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
intervensi Observasi :
keperawatan di 1. Identifikasi lokasi,
harapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi,
menurun. Dengan frekuensi, kualitas,
kritera hail : L.08066 intensitas nyeri
1. Kemampuan 2. Identifikasi skala nyeri
menuntaskan 3. Identifikasi respon nyeri
aktivitas non verbal
meningkat 4. Identifikasi faktor yang
2. Keluhan nyeri memperberat dan
menurun memperingan nyeri
3. Meringis 5. Identifikasi pengaruh dan
menurun keyakinan tentang neyri
4. Sikap protektif 6. Identifikasi pengaruh
menurun budaya tergadap respon
5. Gelisah nyeri
menurun 7. Monitor keberhasilan
6. Kesulitan tidur terapi komplementer yang
menurun sudah diberikan
7. Menarik diri 8. Monitor efek samping
menurun penggunaan analgetik
8. Berfokus pada Terapeutik :
diri sendiri 1. Berikan tehnik non
menurun farmakologi untk
9. Diaforesis mengurangi rasa nyeri
menurun 9mis, tens, hipnosis, terapi
10. Perasaan musik, terapi pijat,
depresi aromaterapi, tehnik
(tertekan) imajinasi, kimpres hangan
menurun dan dingin, terapi bermain)
11. Perasaan takut 2. Kontrol lingkungan yang
mengalami memoerberat rasa nyeri
cedera berulang j(mis, suhu rungan,
menurun pencahayaan, kebisisngan)
12. Anoreksia 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
menurun 4. Pertimbangkan jenis dan
13. Perineum terasa sumbe nyeri dalam
tertekan pemilihan strategi
menurun merdakan nyeri
14. Uterus teraba Edukasi :
membulat 1. Jelaskan penyebab periode
menurun dan pemicu nyeri
15. Ketegangan otot 2. Jelaskan strategi
menurun meredakan nyeri
16. Pupil dilatasi 3. Anjurkan memonitor nyeri
menurun secara mandiri
17. Muntah 4. Anjurkan menggunakan
menurun enalgetik secara tepat
18. Mual menurun 5. Ajarkan tehnik
19. Frekuensi nadi nonfarmakologi untuk
membaik menguranga rasa nyeri
20. Pola napas Kolaborasi :
membaik 1. Kolaborasi pemberian
21. Tekanan darah
analgetik, jika perlu
membaik
22. Proses berpikir
membaik
23. Fokus membaik
24. Fungsi
berkemih
membaik
25. Perilaku
membaik
26. Nafsu makan
membaik
27. Pola tidur
membaik
3. Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
tindakan keperawatan (I.03116)
diharapkan cairan Observasi
pasien terpenuhi 1. Periksa tanda dan gejala
dengan kriteria hasil hipovolemia (mis, frekuensi
1. Frekuensi nadi nadi meningkat, nadi teraba
membaik lemah, tekanan darah
2. TD membaik menurun, tekanan nadi
3. JCP membaik menyempit, turgor kulit
4. Turhor kulit menurun, membran mukosa
meningkat kering, volume urin
5. Kekuatan nadi menurun, hematokrit
meningkat meningkat, haus, lemah)
2. Monitor intake dan output
cairan
Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi modifiled
trendelenbung
3. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan
2. Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis ,
NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis,
glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis, albumin,
plasmanate)
4. Kolaborasi pemebrian
produk darah
G. Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/44558645/
LAPORAN_PENDAHULUAN_TRAUMA_DADA_OLEH_M_RIZKI
_H
https://id.scribd.com/document/409334409/Lp-Trauma-Dada
https://www.academia.edu/8836065/MAKALAH_TRAUMA_DADA
https://pdfcoffee.com/lp-askep-trauma-dada-pdf-free.html
https://gustinerz.com/prioritas-tindakan-pada-pasien-dengan-trauma-dada/
https://leorulino.com/pengkajian-ample-survei-sekunder/
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai