Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN TUTORIAL

TRAUMA THORAKS

Pembimbing:

Dr. Kukuh Basuki Rahmat, Sp.B, BTKV

Disusun oleh:

Adibah M Rahman 2014730003

Ariq Salsabila Zalfa 2014730011

Digit Galuh Gantina 2014730019

Mutia Rahmawati 2014730066

KEPANITERAAN KLINIK STASE BEDAH

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh kota besar
didunia dan diperkirakan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh
trauma toraks di Amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di Amerika Serikat
diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang disebabkan oleh
trauma toraks sebesar 20-25% . Dan hanya 10-15% penderita trauma tumpul toraks yang
memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk
menolong korban dari ancaman kematian.

Canadian Study dalam laporan penelitiannya selama 5 tahun pada "Urban Trauma Unit"
menyatakan bahwa insiden trauma tumpul toraks sebanyak 96.3% dari seluruh trauma toraks,
sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam. Penyebab terbanyak dari trauma tumpul
toraks masih didominasi oleh korban kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas pada
setiap trauma yang disertai dengan trauma toraks lebih tinggi (15.7%) dari pada yang tidak
disertai trauma toraks (12.8%) Pengelolaan trauma toraks, apapun jenis dan penyebabnya tetap
harus menganut kaidah klasik dari pengelolaan trauma pada umumnya yakni pengelolaan jalan
nafas, pemberian ventilasi dan kontrol hemodinamik .

Berdasarkan data-data di atas maka kami akan membahas bagaimana tentang


kegawatdaruratan pada trauma thorak. Untuk menambah pengetahuan kami pada bagian trauma
pada umumnya dan kegawatdaruratan pada trauma thorak pada khususnya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional
yang hebat (Brooker, 2001). Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang
dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi
pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer,
2001)..

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan
oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda
paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).

B. Etiologi
1. Trauma thorax kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya berupa
trauma tumpul dinding thorax.
2. Dapat juga disebabkan oleh karena trauma tajam melalui dinding thorax.

C. Anatomi

Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari
sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang
rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari sternum,
kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada
tepi bawah sternu. Perluasan rongga pleura di atas klavicula dan di atas organ dalam abdomen

3
penting untuk dievaluasi pada luka tusuk. Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan
muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan
muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus posterior dinding posterior thorax.
Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.

Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak
dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu muskulus interkostalis dan
diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui
trakea dan bronkus.

Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik. Disana
terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura
visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan
mediastinum bersama – sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan
diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan
ekspansi paru – paru normal, hanya ruang potensial yang ada. Diafragma bagian muskular
perifer berasal dari bagian bawah iga keenam kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari
lengkung lumbokostal, bagian muskuler melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus
mempersarafi motorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik
setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru – paru selama respirasi biasa / tenang
sekitar 75%.

D. Gejala umum trauma thorak

Gejala yang sering dilihat pada trauma torak adalah :

1. nyeri dada, bertambah pada saat inspirasi


2. sesak nafas

3. klien menahan dadanya dan bernafas pedek.

4. Pembengkakan local dan krepitasi pada saat palpasi


4
5. Dyspnea, takypnea

6. Takikardi

7. Hypotensi

8. Gelisah dan agitasi

9. sianotik dengan tanda trauma torak atau jejas pada dadanya.

Lebih dari 90 % trauma toraks tidak memerlukan tindakan pembedahan berupa


torakotomi, akan tetapi tindakan penyelamatan dini dan tindakan elementer perlu dilakukan
dan diketahui oleh setiap petugas yang menerima atau jaga di unit gawat darurat. Tindakan
penyelamatan dini ini sangat penting artinya untuk prognosis pasien dengan trauma toraks.
Tindakan elementer ini adalah :

1. Membebaskan dan menjamin kelancaran jalan nafas.

2. Memasang infus dan resusitasi cairan.

3. Mengurangi dan menghilangkan nyeri.

4. Memantau keasadaran pasien.

5. Melakukan pembuatan x-ray dada kalau perlu dua arah.

Trauma torak yang memerlukan tindakan dan atau pembedahan gawat/ segera adalah yang
menunjukkan :

1. Obstruksi jalan nafas

2. Hemotorak massif

3. Tamponade pericardium / jantung

4. Tension pneumotorak
5
5. Flail chest

6. Pneumotorak terbuka

7. Kebocoran bronkus dan trakeobronkial.

E. Penanganan kegawatdaruratan

ATLS menggunakan pendekatan primary dan secondary survey. Pendekatan ini berfokus
pada pencegahan kematian dan cacat pada jam-jam pertama setelah terjadinya trauma.

1. Primary survey

Pendekatan ini ditujukan untuk mempersiapkan dan menyiapkan metoda perawatan


individu yang mengalami multiple secara konsisten dan enjaga tim agar tetap berfokus pada
prioritas keperawatan. Masalah-masalah yag mengancam nyawa terkait jalan nafas, sirkulasi,
dan status kesadaran pasien diidentifikasi, di evaluasi, serta dilakukan tindakan dalam
hitungan menit sejak dating di unit gawat darurat.

Komponen primary survey :

a. Airway
b. Breathing

c. Circulation

d. Disability

e. Exposure and environment

a. Airway

Penilaian jalan nafas merupakan langkah pertama pada penanganan pasien trauma.
Penilaian jalan nafas dilakukan bersamaan dengan menstabilkan leher. Tahan kepala dan
6
leher pada posisi netral dengan tetap mempertahankan leher dengan menggunakan
servical collar dan meletakkan pasien pada spine board.

Dengarkan suara spontan yang menandakan pergerakan udara melalui pita suara. Jika
tidak ada suara buka jalan nafas pasien dengan menggunakan chin lift atau maneuver
modified jaw thrust. Periksa orofaring, jalan nafas mungkin terhalang sebagian atau
sepenuhnya oleh cairan (darah,saliva,muntahan) atau serpihan kecil seperti gigi, makanan
atau benda asing. Intervensi sesuai dengan kebutuhan (suction, reposisi) dan kemudian
evaluasi kepatenan jalan nafas.

Alat-alat untuk mempertahankan jalan nafas seperti nasofaring, orofaring, LMA, pipa
trakea, combitube atau cricothyotomy mungkin dibutuhkan untuk membuat dan
mempertahankan kepatenan jalan nafas.

b. Breathing

Untuk menilai pernafasan perhatikan proses respirasi sontan dan catat kecepatan,
kedalaman serta usaha untuk melakukannya, periksa dada untuk mengetahui penggunaan
otot bantu nafas dan gerakan naik turunnya dinding dada secara simetris saat respirasi.

Cedera tertentu misalnya luka terbuka, flail chest dapat dilihat dengan mudah.
Lakukan auslkultasi suara pernafasan bila didapatkan adanya kondisi serius dari pasien.
Selalu diasumsikan bahwa pasien yang tidak tenang atau tidak dapat bekerja sama berada
dalam kondisi hipoksia sampai terbukti sebaliknya.

Intervensi keperawatan :

1) Oksigen tambahan untuk semua pasien.


2) Persiapkan alat bantu pertukaran udara bila diperlukan

3) Pertahankan posisi pipa trakea

7
4) Bila terdapat trauma thorak, tutup luka dada selama proses penghisapan, turunkan
tekanan pneumotoraks, stabilisasi bagian-bagian yang flail dan masukkan pipa
dada.

5) Perlu dilakukan penilaian ulang status pernafasan pasien.

c. Circulation

Penilaiaan primer mengenai status sirkulasi pasien trauma mencakup evaluasi adanya
perdarahan, denyut nadi dan perfusi.

1) Perdarahan

Lihat tanda-tanda kehilangan darah eksternal yang massif dan tekan langsung
daerah tersebut. Jika memungkinkan, naikkan daerah yang mengalami perdarahan
sampai diatas etinggian jantung. Kehilangan darah dalam jumlah bear dapat terjadi
didalam tubuh.

2) Denyut nadi

Denyut nadi diraba untuk mengetahui ada atau tidaknya nadi, kualitas, laju dan
ritme. Denyut nadi mungkin tidak dapat dilihat secara langsung setelah terjadi
trauma. Raba denyut nadi karotis. Sirkulasi di evaluasi melalui auskultasi apical. Cari
suara denguban jantung yang menandakan adanya penyumbatan pericardial. Mulai
dari tindakan pertolongan dasar sampai dengan lanjut untuk pasien yang tidak teraba
denyut nadinya.

3) Perfusi kulit

Beberapa tanda yang tidak spesifik yaitu akral dingin, kulit basah, pucat, sianosis
atau bintik-bintik mungkin menandakan keadaan syok hipovolemik. Cek warna, suhu
kulit, adanya keringat dan crt. Waktu crt adalah ukuran perfusi yang cocok pada anak-
anak, tetapi kegunaannya berkurang seiring dengan usia pasien dan menurunnya
kondisi kesehatan. Namun demikian, semua tanda-tanda syok terjadi belum tentu
8
akurat dan tergantung pada pengkajian. Selain kulit tanda-tanda hipoperfusi juga
Nampak pada organ lain, misalnya oliguria, perubahan tingkat esadaran, takikardi dan
distritmia. Selain itu perlu diperhatikan juga adanya penggelembungan atau
pengempisan pembuluh darah di leher yang tidak normal. Mengembalikan volume
sirkulasi darah mrupakan tindakan yang penting untuk dilakukan dengan segera.

Berikan 1-2 liter cairan isotonic kristaloid solution (0,9% normal salin atau ringer
laktat). Ada anak-anak pemberian berdasarkan berat badan yaitu 20 ml per kg bb.
Dalam pemberian caran perlu diperhatikan repon pasien dan setiap 1 ml darah yang
hilang dibutuhkan 3 ml cairan kristaloid.

d. Disability

Tigkat kesadaran pasien dapat dinilai dengan mnemonic AVPU. Sebagai tambahan,
cek kondisi pupil, ukuran, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya. Pada saat survey primer,
penilaian neurologis hanya dilakukan secara singkat. Pasien yang memiliki resiko
hipoglikemia, misalkan pasien dengan dm. harus di cek kadar gula dalam darahnya.
Apabila didpat kondisi hipoglikemi berat maka bias diberikan dextrose 3%. Adanya
penurunan tingkat kesadaran akan dilakukan pengkajian lebih lanjut pada survey
sekunder. GCS dapat dihitung segera setelah pemeriksaan survey sekunder. Mnemonic
AVPU meliputi : aware (sadar), verbal (berespons terhadap suara),pain (berespon
terhadap rangsang nyeri), unresponsive (tidak berespon).

e. Exposure dan environment control (pemaparan dan control lingkungan)

Exposure

Lepas semua pakaian klien secara cepat untuk memeriksa cedea, perdarahan, atau
keanehan lainnya. Perhatikan kondisi klien secara umum, catat kondisi tubuh atau adanya
zat bau kimia seperti alcohol, bahan bakar atau urine.

Environmental control

9
Klien harus dilindungi dari hipotermia. Hipotermia penting karena ada kaitannya
dengan vaso kontriksi pembuluh darah dan koagulopati. Pertahankan atau kembalikan
suhu normal tubuh dengan mengeringkan klien dan gunakan lampu pemanas, selimut,
pelindung kepala, system penghangat udara, dan berikan cairan.

2. Secondary survey

Pada survey ini dilakukan pemeriksaan lengkap head to toe. Apabila ditemukan masalah
maka tidak akan dilakukan tindakan dengan segera, akan dicatat dan diprioritaskan untuk
tindakan selanjutnya.

Pada secondary survey ini dilakukan tindakan sebagai berikut :

a. Full set of vital signs, five intervensions and facilication of family presence
b. Give comfort measures

c. History and head to toe examination

d. Inspect the posterior surfaces

a. Full set of vital signs, five intervensions and facilication of family presence

Pemeriksaan tanda-tanda vital adalah hal dasar untuk menentukan tindakan


selanjutnya. 5 intervensi meliputi :

1) Pemasangan monitor jantung


2) Pasang nasogastrik tube

3) Pasang foley kateter

4) Pemeriksaan laboratorium

5) Pasang oksimetri

10
Memfasilitasi kehadiran keluarga berarti memberikan kesempatan untuk bersama
klien walaupun klien dalam keadaan gawat darurat. Berdasarkan kesepakatan emergency
nurses association, keluarga diberikan kesempatan untuk bersama dengan pasien selama
proses invasive dan resusitasi. Pihak medis harus mempunyai standar prosedur tentang
bagaimana cara menenangkan, mendukung dan memberikan informasi pada anggota
keluarga.

b. Give comfort measures

Korban trauma sering mengalami masalah terkait dengan kondisi fisik dan
psikologisnya. Metode farmakologis dna non farmakologis banyak digunakan untuk
menurunkan rasa nyeri dan kecemasan. Dokter dan perawat yang terlibat dalam tim
trauma harus bias mengenali keluhan dan melaukan intervensi bila dibutuhkan.

c. History and head to toe examination

History

Jika klien sadar dan kooperatif, lakukan pengkajian pada pasien unuk mendapa
informasi tentang riwayat kesehatan klien, anggota keluarga juga bias menjadi sumber
informasi. Informasi penting tentang bagaimana proses terjadinya trauma harus diperoleh
dari klien atau keluarganya untuk mempermudah dalam menentukan tindakan
selanjutnya.

Head

Pada kepa;a dilakukan inspeksi secara sitematis, palpasi tengkorak untuk


mendapatkan fragmen tulang yang tertekanm hematoma, laserasi dan nyeri. Ekimosis di
belakang telinga atau didaerah periorbital adalah indikasi adanya fraktur tengkorak
bacilar.

Face

11
Inspeksi wajah degan seksama. Perhatikan apakah ada cairan keluar dari telinga,
hidung, mata dan mulut. Cairan jenih yang keluar dari hidung dan telinga diasumsikan
sebagai cairan serebrospinal.

Neck

Inspeksi leher klien dan pastikan bahwa pada saat pengkajian leher klien tidak
bergerak. lakukan inspeksi dan palpasi terhadap adanya luka, jejas ekimosis, distensi
pembuluh darah leher, udara dibawah kulit dan dviasi trakea.

Chest

Inspeksi dada untuk mengetahui adanya ketidaksimetrisan, perubahan bentuk, traua


penetrasi atau luka lain, lakukan auskultasi jantung dan paru. Palpasi dada untuk
mengetahui adanya perubahan bentuk, udara dibawah kulit dan area lebam/jejas.

Abdomen

Inspeksi perut untuk mengetahui adanya memar, massa, pulsasi atau obyek yang
menancap. Perhatikan adanya pengeluaran isi perut, auskultasi suara perut di 4 kuadran
dan secara lembut palpasi dinding perut untuk memeriksa adanya kekakuan, nyeri,
rebound pain.

Pelvis

Periksa panggul untuk mengetahui adanya perdarahan, lebam, jejas, perubahan


bentuk, atau trauma penetrasi. Pada laki-laki periksa adanya priapism, sedangkan pada
wanita periksa adanya pendarahan. Inspeksi daerah perineum terhadap adanya darah,
feses atau adanya darah dan untuk mengetahui posisi prostat.

Ekstremitas
12
Periksa keempat tungkai untuk mengetahui adanya perubahan bentu, dislokasi,
ekimosis, pembengkakan, atau adanya luka lain. Periksa sensorik, motorik dan kondisi
neurovascular pada masing-masing ekstremitas. Lakukan palpasi untuk mengetahui
adanya jejas, lebam, krepitasi dan ketidaknormalan suhu.

d. Inspect the posterior surfaces

Dengan tetap mempertahankan kondisi tulang belakang dalam kondisi netral,


miringkan pasien ke satu sisi. Prosedur ini membutuhkan beberapa orang anggota tim.
Pemimpin tim menilai keadaan posterior klien dengan mecari tanda-tanda jejas, lebam,
perubahan warna atau luka terbuka. Palpasi tulang belakang untuk mencari tonjolan,
perubahan bentuk, pergeseran atau nyeri. Pemeriksaan rectal dapat dilakukan pada tahap
ini apabila belum dilakukan pada saat pemeriksaan panggul dan pada saat kesempatan ini
juga dapat digunakan untuk mengambil baju klien yang berada dibawah tubuh klien.
Apabila pada pemeriksaan tulang belakang tidak ditemukan adanya kelainan atau
ganggguan dank lien dapat terlentang makan backboard dapat diambil.

3. Monitoring dan evaluasi

Setelah secondary survey selesai dilakukan, prioritaskan klien dan rawat cedera sesuai
dengan waktunya. Beberapa cedera tertentu yang ditemukan pada saat survey sekunder dapat
dinilai dengan mendetail dan terfokus.

Klien yang mengalami rauma thorak harus melakukan pemeriksaan thorak secara teratur.
Pada saat klien trauma berada di unit gawat darurat, nilai ulang kien secara regular dan
teratur untuk mengetahui penurunan kondisi atau cedera yang tidak terdeteksi sebelumnya.

F. Jenis truma thorak.

Dinding dada :
13
1. Patah tulang rusuk, tunggal dan jamak :

a. Merupakan jenis yang paling sering.

b. Tanda utama adalah tertinggalnya gerakan nafas pada daerah yang patah, disertai
nyeri waktu nafas dan atau sesak.

2. Flailchest :

a. Akibat adanya patah tulang rusuk jamak yang segmental pada satu dinding dada.

b. Ditandai dengan gerakan nafas yang paradoksal. Waktu inspirasi nampak bagian
tersebut masuk ke dalam dan akan keluar waktu ekspirasi. Hal ini menyebabkan
rongga mediastinum goncangan gerak ( flailing ) yang dapat menyebabkan insertion
vena cava inferior terdesak dan terjepit.

c. Gejala klinis yang nampak adalah keadaan sesak yang progressif dengan timbulnya
tanda-tanda syok.

Rongga pleura :

1. Pneumotorak :

a. Disebabkan oleh robekan pleura dan atau terbukanya dinding dada. Dapat berupa
pneumotorak yang tertutup dan terbuka atau menegang (“tension pneumotorak”).
Kurang lebih 75 % trauma tusuk pneumotorak disertai hemotorak.

b. Pneumotorak menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun keseluruhan yang


menyebabkan tergesernya isi rongga dada ke sisi lain. Gejalanya sesak nafas
progressif sampai sianosis dengan gejala syok.

2. Hemotoraks :

14
a. Adanya darah dalam rongga pleura. Dibagi menjadi hemotorak ringan bila jumlah
darah sampai 300 ml saja. Hemotorak sedang bila jumlah darah sampai 800 ml dan
hemotorak berat bila jumlah darah melebihi 800 ml.

b. Gejala utamanya adalah syok hipovolemik .

3. Kerusakan paru:

a. 75 % disebabkan oleh trauma torak ledakan. (“blast injury”) . Perdarahan yang terjadi
umumnya terperangkap dalam parenkim paru

b. Gejala klinis mengarah ke timbulnya distress nafas karena kekurangan kemampuan


ventilasi. Perdarahan yang timbul akan membawa akibat terjadinya hipotensi dan
gejala syok.

4. Kerusakan trakea, bronkus dan sistem trakeobronkoalveolar.

a. Terjadi kebocoran jalan nafas yang umumnya melalui pleura atau bawah kulit bawah
dada sehingga menimbulkan emfisema subkutis.

b. Disebabkan oleh sebagian besar akibat trauma torak tumpul di daerah sternum

c. Secara klinis leher membesar emfisematous dengan adanya krepitasi pada dinding
dada. Sesak nafas sering menyertai dan dapat timbul tension pneumotorak.

5. Kerusakan jaringan jantung dan perikardium.

a. Gejala klinis akan cepat menunjukkan gejala syok hipovolemik primer dan syok
obstruktif primer. Bendungan vena di daerah leher merupakan tanda penyokong

15
adanya tamponade ini. Juga akan nampak nadi paradoksal yaitu adanya penurunan
nadi pada waktu inspirasi, yang menunjukkan adanya massa (cair) pada rongga
pericardium yang tertutup.

b. Penyebab tersering adalah trauma torak tajam di daerah parasternal II – V yang


menyebabkan penetrasi ke jantung. Penyebab lain adalah terjepitnya jantung oleh
himpitan sternum pada trauma tumpul torak.

c. Melakukan fungsi perikardium yang mengalami tamponade dapat bertujuan


diagnostik sekaligus langkah pengobatan dengan membuat dekompressi terhadap
tamponadenya.

6. Kerusakan pada esofagus.

a. Relatif jarang terjadi, menimbulkan nyeri terutama waktu menelan dan dalam
beberapa jam timbul febris. Muntah darah / hematemesis, suara serak, disfagia atau
distress nafas.

b. Tanda klinis yang nampak umumnya berupa empisema sub kutis, syok dan keadaan
umum pasien yang tidak nampak sehat. Sering dijumpai tanda “Hamman” yang
berupa suara seperti mengunyah di daerah mediastinum atau jantung bila dilakukan
auskultasi. Diagnosis dapat dibantu dengan melakukan esofagoram dengan menelan
kontras.

7. Kerusakan Ductus torasikus:

a. Menimbulkan gejala chylotoraks. Gejala klinis ditimbulkan oleh akumulasi chyle


dalam rongga dada yang menimbulkan sesak nafas karena kollaps paru. Kejadian ini
relatif jarang dan memerlukan pengelolaan yang lama dan cermat.

16
8. Kerusakan pada Diafragma :

a. Disebabkan umumnya oleh trauma pada daerah abdomen, atau luka tembus tajam
kearah torakoabdominal.

b. Akan menimbulkan herniasi organ perut. Kanan lebih jarang dibandingkan kiri.

c. Gejala klinis sering terlewatkan karena 30 % tidak memberikan tanda yang khas.
Sesak nafas sering nampak dan disertai tanda-tanda pneumotoraks atau gejala
hemotoraks.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan
oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda
paksa tajam atau tumpul

B. Saran

Sangat oenting bagi kita sebagai caon perawat masa depan untuk mengingat bagaimana
konsep dalam pengelolaan pasien dengan trauma thorak. Yyag terpenting adalah memegang
prinsip kegawatdaruratan yaitu primary survey dengan menilai airway, breathing dan circulation.

18
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2002.Keperawatan Medikal Bedah volume 2.Jakarta:EGC

Kartikawati,Dewi.2010.Dasar Dasar Keperawatan Gawat Darurat.Jakarta:Salemba Medika

Syamsu Hidayat,R Dan Wim De Jong.2002.Buku Ajar Bedah.Jakarta:EGC

http://healthy.blogspot.com/2008/12/konsep-kegawatdaruratan-trauma.html

diakses pada tanggal 14 september 2011

http://3rr0rists.net/medical/trauma-thorax-apa-dan-bagaimana-penanganannya.html

diakses pada tanggal 14 september 2011

http://ged3kert4.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-kegawat-daruratan_24.html

diakses pada tanggal 15 september 2011

19

Anda mungkin juga menyukai