Anda di halaman 1dari 7

1

TBC disertai pneumothorax


I.

PENDAHULUAN

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan
maupun setelah selesai masa pengobatan. Salah satu komplikasi yang timbul adalah pneumotoraks. 4
Pneumotoraks merupakan keadaan terdapatnya udara atau gas lain dalam kantong pleura dan merupakan suatu
penyakit kegawatdaruratan. Keadaan ini dapat terjadi pada dewasa muda yang tampak sehat atau akibat penyakit
toraks atau paru yang diklasifikasikan sebagai pneumotoraks sekunder. 4,5 Pneumotoraks dapat dibagi berdasarkan
atas penyebab antara lain : pneumotoraks spontan, pneumotoraks traumatik dan pneumotoraks iatrogenik. Paling
sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma, dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karena berbagai
prosedur diagnostik maupun terapeutik.6
II.

EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak kasus yang tidak didiagnosis sebagai
pneumotoraks karena berbagai sebab. Johnston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar antara
2,4-17,8 per 100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering
daripada wanita (4:1), paling sering pada usia 20-30 tahun. Tuberkulosis paru merupakan penyebab pneumotoraks
spontan sekunder tertinggi di beberapa negara berkembang. Prevalensi TB paru yang masih tinggi di Indonesia
merupakan faktor penyebab terjadinya Pneumotoraks Spontan Sekunder (PPS). Sebagian besar adalah penderita
Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM). Pada penelitian 34 penderita pneumotoraks spontan sekunder: 20
dengan PPOM, 7 dengan TB paru, 2 dengan sarkoidosis, masing-masing 1 dengan silikosis + TB paru, fibrosis paru,
abses paru, Ca bronkus, penyakit metastasis pleural. Penyakit-penyakit lain yang dihubungkan dengan
pneumotoraks spontan sekunder antara lain asma bronkial, Ca paru, hemosiderosis paru idiopatik, infark paru,
penyakit rheumatoid, skleroderma dan jamur paru.5,6
III.

ETIOLOGI

III.2.

Pneumotoraks

Pneumotoraks terjadi bila ruptur pada dinding paru yang menyebabkan udara keluar dari paru dan masuk ke dalam
rongga pleura atau terdapat tusukan pada dinding dada sehingga udara luar masuk ke dalam rongga pleura.
Pneumotoraks dapat terjadi secara tiba-tiba sebagai dari akibat trauma dada, barotrauma pada paru, penyakit paru
seperti emfisema, infeksi akut, infeksi kronis (TBC), kerusakan paru akibat kistik fibrosis, kanker, katamenial
pneumotoraks (yang disebabkan oleh endometriosis pada dinding paru) dan lain-lain.
Klasifikasi Pneumotoraks berdasarkan penyebabnya: 9
1.

Pneumotoraks Spontan
Primer (tidak diketahui dengan pasti penyebabnya)

Pneumotoraks spontan primer diperkirakan terjadi karena ruptur dari bleb emfisematous di subpleura, yang biasanya
terletak pada apeks paru-paru. Bleb dapat ditemukan pada lebih dari 75% pasien yang menjalani thorakoskopi
sebagai terapi dari pneumotoraks spontan primer. Patogenensis terjadinya bleb subpelural ini masih belum jelas.
Bleb-bleb seperti ini dihubungkan dengan abnormalitas congenital, inflamasi dari bronkiolus, dan gangguan pada
ventilasi kolateral. Angka kejadian pneumotoraks spontan berhubungan dengan tingkat merokok seseorang. Sangat
mungkin bahwa penyakit yang diinduksi oleh merokok pada saluran napas kecil berkontribusi terhadap
terbentuknya bleb subpleural. Pasien dengan pneumotoraks primer spontan, angka kejadiannya banyak pada pasien

2
tinggi dan lebih kurus dari pada orang normal. Selain itu, terdapat suatu kecenderungan berkembangnya
pneumotoraks primer spontan karena diwariskan.

Sekunder (latar belakang penyakit paru)

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyebab tersering pada pasien dengan pneumotoraks spontan
sekunder, walau sebenarnya hampir semua penyakit paru telah diasosiasikan dengan pneumotoraks spontan
sekunder. Pada pasien dengan PPOK, insidensi terjadinya pneumotoraks spontan sekunder meningkat dengan
progresifitas keparahan PPOK. Salah satu penyebab tersering dari pneumotoraks spontan sekunder adalah infeksi
Pneumocystis jiroveciiatau juga disebut carinii pada pasien dengan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).
Selain itu, terdapat insidensi tinggi penumothoraks spontan pada pasien dengan sistik fibrosis.
1.

Pneumotoraks Traumatik

Penumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun
bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.Adapun pembagiannya yaitu:9

Iatrogenik (akibat tindakan medis)

Aksidental (terjadi karena kesalahan/komplikasi tindakan). Terjadi misalnya tindakan parasentesis dada,
biopsy pleura, biopsy transbronkial, biopsy/aspirasi paru perkutaneus, kanulasi vena sentralis, barotrauma (ventilasi
mekanik)

Artifisial (sengaja dilakukan)

Bukan iatrogenik (akibat jejas kecelakaan). Pneumotoraks traumatik dapat terjadi karena trauma dada yang
penetrasi maupun tidak penetrasi. Pada trauma dada penetrasi, mekanisme pneumotoraks terjadi karena adanya luka
sehingga udara masuk ke dalam rongga pleura melalui rongga dada atau melalui pleura viseralis dari pohon
trakeobronkial. Pada trauma dada yang tidak penetrasi, suatu pneumotoraks terjadi ketika pleura viseralis terlaserasi
secara sekunder karena adanya fraktur atau dislokasi iga.
1.

Pneumotoraks tension

Pneumotoraks tersebut terjadi bila udara menumpuk dalam rongga pleura lebih cepat daripada yang dapat
dikeluarkan. Peningkatan tekanan intratoraks menyebabkan pergeseran mediastinum. Keadaan tersebut merupakan
kegawatan medis dan fatal jika tidak dihilangkan secara cepat dengan drainase. 9
Di RSU Dr. Sutomo, lebih kurang 55% kasus Pneumothoraks disebabkan oleh penyakit dasar seperti tuberkulosis
paru aktif, tuberkulosis paru disertai fibrosis atau emfisema lokal, bronchitis kronis dan emfisema. Selain penyakit
tersebut diatas, pneumotorak dapat terjadi pada wanita dapat terjadi saat menstruasi dan sering berulang, keadaan ini
disebut pneumothoraks katamenial yang disebabkan oleh endometriosis di pleura. 2
Pneumotorak dapat terjadi secara artificial, dengan operasi atau tanpa operasi, atau timbul spontan. 1
Pneumotoraks artifisial disebabkan tindakan tertentu atau memang disengaja untuk tujuan tertentu, yaitu tindakan
terapi dan diagnosis.2
Pneumotorak traumatik terjadi karena penetrasi, luka tajam pada dada, dan karena tindakan operasi.1
Pneumotoraks spontan terjadi tanpa adanya trauma. Pneumotoraks jenis ini dapat dibagi dalam:

pneumotoraks spontan primer. Disini etiologi tidak diketahui sama sekali

Pneumothorak spontan sekunder. Terdapat penyakit paru atau penyakit dada sebagai faktor predisposisinya. 1

IV. KLASIFIKASI2
Klasifikasi jenis dan macam serta berat ringannya pneumothorax:
Berdasarkan tempat terjadinya :

Pneumothorax artificial : pneumothorak yang terjadi karena hasil dari efek pengobatan tuberkulosis.

Pneumothorax spontan adalah pneumothorax yang terjadi dengan sendirinya.

Pneumothorax traumatik, terjadi karena sebab trauma.

Berdasarkan lokasi atau tempat terjadinya, pneumothorak dibagai ke dalam :

Pneumothorax parietalis, dimana termpat terjadinya adalah berada di luar.

Pneumothorax mediastinalis, dimana tempat terjadinya adalah berada pada daerah sekitar jantung.

Pneumothotax basalis, dimana tempat terjadinya adalah di bagian bawah pleura.

Berdarkan derajat collapsnya (tingkat keparahannya), pneumothorax dibagi ke dalam :

Pneumothorax totalis adalah seluruh paru-paru penuh dengan udara.

Pneumothorax parsialis adalah hanya sebagian paru-paru yang terdapat udara.

Berdasatkan jenis fistula, pneumothorax dibagi dalam :

V.
V.2.

Pneumothorax terbuka : dimana terdapat hubungan langsung antara rongga pleura dan bronchus dengan
udara luar.

Pneumothorax tertutup : yaitu jenis pneumothorak dimana tidak ada hubungan dengan dunia luar.

Pneumothorax ventil : udara dapat masuk ke dalam, namun tidak bisa keluar. Pneumothorax jenis ini adalah
pneumothorax yang paling berbahaya karena paru-paru habis tertutup dan mendesak jantung sehingga bisa
menyebabkan kematiakn karena shock kardiogenik.
PATOFISIOLOGI
Pneumotoraks

Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif. Tekanan negatif disebabkan karena
kecenderungan paru untuk kolaps (elastic recoil) dan dinding dada yang cenderung mengembang. Bilamana terjadi
hubungan antara alveol atau ruang udara intrapulmoner lainnya (kavitas, bulla) dengan rongga pleura oleh sebab
apapun, maka udara akan mengalir dari alveol ke rongga pleura sampai terjadi keseimbangan tekanan atau hubungan
tersebut tertutup. Serupa dengan mekanisme di atas, maka bila ada hubungan antara udara luar dengan rongga pleura

4
melalui dinding dada, udara akan masuk ke rongga pleura sampai perbedaan tekanan menghilang atau hubungan
menutup. 6
V.3

TB Paru disertai Pneumotoraks

Pneumotoraks yang terjadi pada penderita TB adalah suatu komplikasi. Keadaan ini terdapat pada proses
pneumotoraks sekunder dimana terjadi pada ruptur lesi paru yang terletak dekat permukaan pleura sehingga udara
inspirasi memperoleh akses ke rongga pleura. Lesi pleura ini juga dapat terjadi pada penyakit emfisema, abses paru,
karsinoma, dan banyak proses lainnya. 4 Berbeda dengan pneumotoraks spontan primer, pada pneumotoraks spontan
sekunder keadaan penderita tampak serius dan kadang-kadang mengancam kehidupan karena adanya penyakit paru
yang mendasarinya.6 Pneumotoraks spontan sekunder terjadi oleh karena pecahnya bleb yang berada di sub pleura
viseralis dan sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior. Terbentuknya bleb akibat perembesan
udara melalui alveoli yang dindingnya ruptur kemudian melalui jaringan intersisial ke lapisan jaringan ikat yang
berada di sub pleura viseralis. Sebab pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, diduga ada dua
faktor yaitu penyakit paru dan peningkatan tekanan intraalveolar akibat batuk. 5
Alveol disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah robek, apabila alveoli tersebut melebar
dan tekanan didalam alveoli meningkat maka udara masuk dengan mudah menuju ke jaringan peribronkovaskuler.
Gerakan nafas yang kuat, infeksi dan obstruksi endobronkial merupakan beberapa faktor presipitasi yang
memudahkan terjadinya robekan selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat mengoyak jaringan fibrotik
peribronkovaskular. Robekan pleura kearah yang berlawanan dengan tilus akan menimbulkan pneumotoraks
sedangkan robekan yang mengarah ke tilus dapat menimbulkan pneumomediastinum
Dalam suatu laporan kasus The Indian Journal of Chest Diseases & Allied Sciences bahwa Tuberkulosis miliar dan
kejadian pneumotoraks bilateral adalah suatu komplikasi yang jarang terjadi. Adapun patomekanismenya masih
belum jelas. Diduga bahwa terjadi pembentukan daerah kecil konfluen nodul miliaria subpleural yang mengalami
caseation dan nekrosis kemudian pecah dan masuk ke dalam ruang pleura sehingga menyebabkan pneumotoraks. 15
VI.

GAMBARAN KLINIS

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan
gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik serta demam meriang lebih dari satu bulan.Pada TB
paru primer sering asimtomatik tanpa tanda-tanda klinis, biasanya menimbulkan gejala demam ringan, eritema
nodosum (lesi nyeri, garas berindurasi) dan sedikit efusi pleura. Kompresi bronkus oleh limfadenopati dapat
menyebabkan mengi dan kadang-kadang kolaps lobar diikuti bronkiektasis. TB milier terjadi dengan penyakit
demam nonspesifik, malaise dan penurunan berat badan. Tanda-tanda klinis yang jarang meliputi hepatomegali dan
tuberkel koroid di retina. 9,16
Gejala klinik pada pneumotoraks yaitu sesak napas, nyeri dada, batuk, takikardi. Pada pemeriksaan fisik, suara
napas melemah sampai menghilang, fremitus melemah sampai menghilang, resonansi perkusi dapat normal atau
meningkat. Pada pneumotoraks ringan biasanya hanya menimbulkan takikardia ringan dan gejala yang tidak khas.
Pada pneumotoraks berat didapatkan suara napas yang melemah bahkan sampai menghilang pada auskultasi,
fremitus raba menurun dan perkusi hipersonor.9,17
VII.

DIAGNOSIS
1.

Tampak sesak ringan sampai berat tergantung kecepatan udara yang masuk serta ada tidaknya klep.
Penderita bernafas tersengal, pendek-pendek dengan mulut terbuka.

2.

sesak nafas dengan atau tanpa sianosis

5
3.

penderita tampak sakit mulai ringan sampai berat. Badan tampak lemah dan dapat disertai syok. Bila
pneumotoraks baru terjadi penderita berkeringat dingin.

Pneumotoraks spontan primer didiagnosa dengan karakteristik serangan akut nyeri dada dan dipsnea dan gambaran
radiografi pneumotoraks. Radiografi dada menampilkan udara pleura dan 1 mm garis putih halus yang
menggambarkan pleura viseral berpindah dari dinding dada. Walaupun tidak direkomendasikan, pada praktis rutin,
radiografi dada yang dibuat selama ekspirasi dapat membantu mendeteksi pneumotoraks atipical. 3
Pneumotoraks spontan sekunder lebih sukar didiagnosa karena gejala pernafasan kadang salah diartikan sebagai
penyakit paru. Gambaran radiografi pasien dengan penyakit paru interstisial biasanya tampak bersih dari tanda
pneumotoraks karenalingkaran udara dalam ruang pleura kontras dengan peningkatan densitas pada penyakit paru.
Pneumotoraks spontan sekunder dapat lebih sukar didiagnosa dengan gambaran radiografi penyakit paru obstruksi
kronik karena densitas hiperlusen, paru empisematus seperti udara pleura. Lebih lagi, bullae subpleura yang besar
menyerupai pneumotoraks pada pasien ini. CT dada dapat membantu membedakan antara bullae yang besar dan
pneumotoraks.3
Pada pemeriksaan fisik toraks ditemukan1,2:
1.

Inspeksi

dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit

pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannnya tertinggal

trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.

1.

Palpasi

pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat.

Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.

1.

Perkusi

suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar

batas jantung ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi

1.

Auskultasi

Pada bagian yang sakit, suara nafas melemah sampai menghilang

Suara nafas terdengar amforik bila ada fistel bronkopleura yang cukup besar pada pneumotoraks terbuka.

Suara fokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif.

Coin Test2

6
Pada auskultasi dada dengan menggunakan ketokan dua uang logam yang satu ditempelkan di dada dan yang lain
diketokkan pada uang logam yang pertama daat terdengar bunyi metalik yang dapat didengar dengan telinga yang
ditempelkan di punggung. Jika pneumotoraks tadi sebenarnya suatu bula, maka suara metalik tidak akan terdengar.2
IX.

PENATALAKSANAAN

VIII.2 Terapi Pneumotoraks


Pneumothorax mula-mula diatasi dengan penanganan konservatif bila kolaps paru 20% atau kurang. Udara sedikit
demi sedikit diabsorbsi melalui permukaan pleura yang bertindak sebagai membran basah, yang memungkinkan
difusi O2 dan CO2. Jika pneumotoraks besar dan dispnea berat perlu dipasang selang torakotomi yang dihubungkan
dengan water sealed drainage untuk membantu pengembangan paru kembali. Jika efusi berdarah disebabkan oleh
pneumotoraks maka harus dilakukan pengeluaran dengan drainase karena bekuan dan organisasi dapat
menyebabkan fibrosis pleura yang luas. Efusi pleura dapat diobati dengan aspirasi jarum (torasentesis). Hal ini
khususnya penting apabila efusi merupakan eksudat, karena dapat mengakibatkan fibrothoraks. Efusi ringan dan
tidak berupa peradangan (eksudat) dapat diresorbsi ke dalam kapiler setelah penyebab sudah diatasi. 20
XII. KOMPLIKASI2,5
1.

Tension pneumotoraks

2.

Pio-pneumotoraks

3.

Hidropneumotoraks/ hemo-pneumotoraks

4.

Pneumomediastinum dan emfisema subkutan

5.

Pneumotoraks simultan bilateral

6.

Pneumotoraks kronik

7.

Pneumotoraks ulangan

XIII. PROGNOSIS 5,7


Pasien dengan pneumotoraks spontan mengalami pneumotorak ulangan, tetapi tidak ada komplikasi jangka panjang
dengan terapi yang berhasil.5 Kesembuhan dari kolap paru secara umum membutuhkan waktu 1 sampai 2 minggu.
Pneumotoraks tension dapat menyebabkan kematian secara cepat berhubungan dengan curah jantung yang tidak
adekuat atau insufisiensi oksigen darah (hipoksemia), dan harus ditangani sebagai kedaruratan medis.
XIV. PENCEGAHAN
Hasil terbaik, dengan tingkat kekambuhan kurang dari 1%, yang dicapai dengan torakotomi (pembukaan bedah
dada) dengan identifikasi dari setiap kebocoran udara jelas dan stapel dari blebs, diikuti oleh pleurectomy (stripping
lapisan pleura) dari luar lapisan pleura dan abrasi pleura (Scraping dari pleura) dari lapisan dalam. Selama proses
penyembuhan, paru-paru melekat pada dinding dada, efektif melenyapkan ruang pleura. Torakotomi selalu
dilakukan di bawah anestesi umum.
Sebuah pendekatan yang kurang invasif thorascocopic, biasanya dalam bentuk prosedur yang disebut video bantu
operasi thoracoscopic. Hal ini juga melibatkan anestesi umum tetapi paru-paru didekati melalui sejumlah sayatan
kecil antara tulang rusuk. Hasil dari tong berbasis abrasi pleura yang sedikit lebih buruk daripada yang dicapai oleh
torakotomi adalah guratan kulit yang kurang sedap dipandang. Tong dapat juga digunakan untuk mencapai
pleurodesis kimia; ini melibatkan suntikan dari bedak, yang mengaktifkan reaksi jaringan parut yang mungkin juga
menempel di paru-paru ke dinding dada.

7
Tidak semua orang mungkin siap untuk menjalani operasi. Jika tabung dada sudah di tempat, berbagai agen dapat
ditanamkan melalui tabung untuk mencapai pleurodesis, khususnya bedak dan antibiotik tetrasiklin. Hasil dari ini
cenderung lebih buruk dibandingkan dari pendekatan bedah. Talk pleurodesis memiliki beberapa konsekuensi
jangka panjang pada orang muda.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Soeparman, Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Balai penerbit FKUI, 1998

2.

Hood Alsagaff, M. Jusuf Wibisono, Winariani, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2004, LAB/SMF Ilmu
Penyakit Paru dan Saluran Nafas FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 2004

3.

James D. Crapo, MD, Jeffrey Glassroth, MD, Joel B. Karlinsky, MD, MBA, Talmadge E. King, Jr, MD,
Baums Textbook of Pulmonary Disease, seventh edition, Lippincott Williams Wilkins, 2004.

4. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi, EGC, Jakarta, 1995

Anda mungkin juga menyukai