Anda di halaman 1dari 13

A.

Definisi
Infark miokardium, atau serangan jantung, terjadi ketika salah satu arteri

koroner tersumbat sepenuhnya. Daerah mikardium yang dipasok oleh arteri koroner
kehilangan pasokan darahnya dan mati karena kehilangan oksigen dan nutrien lain.
Infark Miokard Akut (IMA) adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemia
hebat yang terjadi secara tiba-tiba. Kejadian ini berhubungan erat dengan adanya
trombus yang terbentuk akibat rupturnya plak ateroma. Selama berlangsungnya
proses agregasi, platelet melepaskan banyak ADP, tromboksan A2 dan serotonin.
Ketiga substansi ini akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah koroner yang
aterosklorotik. Apabila keadaan ini mengakibatkan oklusi serius pada arteri koroner,
maka terjadi infark miokard.
B.

Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan Acute Myocardial Infarction adalah

suplai darah oksigen ke miokard berkurang (aterosklerosis, spasme, arteritis, stenosis


aorta, insufisiensi jantung, anemia, hipoksemia), curah jantung yang meningkat
(emosi, aktivitas berlebihan, hipertiroidisme), dan kebutuhan oksigen miokard
meningkat (kerusakan miokard, hipertrofi miokard, hipertensi diastolik). Penyebab
yang paling sering adalah terjadinya sumbatan koroner sehingga terjadi gangguan
aliran darah.3 Sumbatan tersebut terjadi karena ruptur plak yang menginduksi
terjadinya agregasi trombosit, pembentukan trombus, dan spasme koroner. Penyebab
infark miokard yang jarang adalah penyakit vaskuler inflamasi, emboli (endokarditis,
katup buatan), spasme koroner yang berat (misal setelah menggunakan kokain),
peningkatan viskositas darah serta peningkatan kebutuhan O2 yang bermakna saat
istirahat.
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen,
antara lain:
1. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau
diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan
oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal
tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.

2. Infark miokard tipe 2


Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri
menurunkan aliran darah miokard.
3. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal
ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
4. a. Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya
troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous
coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.
b. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
5. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian
infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.
C. Epidemiologi
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering
di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih
dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju
mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 diantara 25 pasien
yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA. 4
Spektrum sindrom koroner akut terdiri dari angina pektoralis tidak stabil, IMA tanpa
elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.
D. Klasifikasi
Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi:

1)

Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner yang
menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium,
yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.

2)

Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri koroner
tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen
ST pada EKG.
E. Patofisiologi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktorfaktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar khusus, infark terjadi jika plak ateroskelosis mengalami
fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan okulasi arteri
koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami
ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI
gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi
dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivitas trombosit, yang melanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi
trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah
mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen
asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti Von Willebrand (vWF)
dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2
platelet yang berbeda secara stimulan, menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajaran tissue factor pada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi

trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner


yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat
trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sitemik.
F. Manifestasi Klinis
Keluhan yang khas ialah nyeri dada, nyeri dada tipikal (angina)
merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:
1.

Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial

2.

Sifat nyeri : seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih


barang berat.

3.

Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang


bawah gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan.

4.

Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat dan responsif terhadap nitrat.

5.

faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah
makan

6.

gejala yang menyertai dapat berupa mual, muntah, sulit bernapas, keringat
dingin, cemas dan lemas.

G. Diagnosis
ANAMNESIS

Pasien yang datang dengan keluhan perlu dilakukan anamnesis secara cermat,
apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri
dada berasal dari jantung perlu dibedakan nyerinya berasal dari koroner atau bukan.
Perlu dianamnesis apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor
resiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stres serta
riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI,
seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun
STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi
hari dan bebebrapa jam setelah bangun tidur.
NYERI DADA
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan
tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang
salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Seorang
dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan
nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan pertanda awal dalam pengelolaan
pasien IMA.
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :
-

Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.


Sifat Nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar,ditindi benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas dan dipelintir.

Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga keleher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan.

Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.

Faktor pencetus : latihan fisik, sters emosional, udara dingin dan sesudah makan.

Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan
lemas.
PEMERIKSAAN FISIK

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Sering kali
ektremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30menit
dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark
miokard mempunyai manifestasi hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan atau
hipotensi).
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolikatau late sitolik apikal yang bersifat sementara karena
disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai
38o C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.
PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAM
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan
nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan
segera dalam 1menit kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan
landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan
gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk
dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk
STEMI tetapi pasien paseien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI,
EKG serial dengan interval 5-10 menit ata pemantauan EKG 12 sadapan secara
kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen
ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harusdiambil untuk
mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel
kanan.
sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami
evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnyya didiagnosis infark miokard
gelombang Q, sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q.
Jika obstuksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya
mengalami angina pektoris tak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa
menunjukkan gelombang Q disebu infark non Q. Sebeumnya istilah infark miokard
transmural digunakan jika EKG menunjukan gelombang Q atau hilangnya gelombang

R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan
sementara segmen ST dan gelombang T, amun ternyata tidak selalu ada korelasi
gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural/trasmural) sehingga
terminologi IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/nontransmural.

Pemeriksaan Penunjang
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana
pasien STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi terapi repefusi.
PETANDA (BIOMARKER) KERUSAKAN JANTUNG
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac
specific troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakinan secara serial. cTn harus digunakan
sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertaai kerusakan otot skeletal,
karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan
elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak
tergantung pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim diatas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan
adanya nekrosis jantung(infark miokard).
-

CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan

kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.


cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak 10-24 jam dn cTn IT masih dapat dideteksi
setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu :

mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 48 jam
creatinine kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokarddan
mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

Lactic dehydrogenase (LDH) ; meningkat setlah 24-48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-10 hari.
Garis horizontal menunjukkan upper referance limit (URL) biomarker jantung
pada laboratorium kimia klinis. URL adalah nilai yang mempresentasikan 99th
percentile kelompok kontrol tanpa STEMI.
Reaksi non spesifik terhadap injure miokard adalah leukositosis
polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan
menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul.
H. Tata Laksana
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari
evidance based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus
berkembang ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman.
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah menghilangkan nyeri dada, penilaian
dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman dalam tatalaksana IMA dengan elevasi
ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun 2008. Walaupun demikian perlu
disesuaikan dengan kondisi dan sarana/fasilitas ditempat masing-masing senter dan
kemampuan ahli yang ada (khususnya dibidang kardiologi intervensi).
TATALAKSANA AWAL
Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Prognosis STEMI sebagia besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi
umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).
Elemen utama tatalaksana pra rumah sakit pada pasien yang dicurigai STEMI antara
lain :
-

Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.


Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi.

Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf
medis dokter dan perawat yang terlatih.

Melakukan terapi reperfusi.


Tatalaksana di Ruang Emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup :


mengurangi / menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan
kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien resiko rendah ke ruangan yang tepat di
rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
TATALAKSANA UMUM
Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.
Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada,
NGT dapat juga menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard
dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh
kolateral. Jika nyeri terus berlangsung dapat diberika NGT intravena. NGT intravena
juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.
Terapi nitrat dihindari pada pasien yang tekanan sistolik <90 mmHg atau pasien yang
dicurigai menderita infark ventrikel kanan.
Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam
tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat
diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang
perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar
melalui oenurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi
curah jantung dan tekanan arteri.
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal
dengan dosis 160-325 mg diruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral
dengan dosis 75-162 mg.
Beta Blocker

diberikan jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada. Metoprolol 5 mg tiap 2-5
menit sampai total 3 dosis dengan syarat frek jantung > 60 permenit, TD sistolik >
100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak boleh lebih dari 10 cm dari
diafragma.
Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.
1.

Percutaneous Coronary Intervention (PCI)


Lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang teroklusi. PCI
lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik, risiko perdarahan meningkat, atau gejala
sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan
kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis.

2.

Reperfusi farmakologis
Streptokinase, Tissue Plasminogen Activator (ateleptase, Tpa), reteleptase (retavase),
tenekteplase (TNKase)
Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Obat bekerja
dengan memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan
trombus fibrin.
TATALAKSANA DI RUMAH SAKIT
ICCU
Aktivitas : pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama.
Diet : karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus
puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup
lemak <30% kalori total dan kandungan kolesterol <300 mg/hari. Menu harus
diperkaya dengan makanan yang kaya serat, kalium, magnesium dan rendah natrium.
Bowels : Istirahat ditempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk menghilangkan
nyeri sering mengakibatkan konstipasi. Dianjurkan penggunaan kursi komod
disamping tempat tidur, diet tinggi serat dan penggunaan pancahar ringan secara rutin
seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200 mg/hari)

10

Sedasi : pasein memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode


inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5 mg, oksazepam 15-30 mg, atau lorazepam
0,5-2 mg, diberikan 3 atau 4 kali sehari biasanya efektif.

I. Prognosis
Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca IMA.
1.

Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3


gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik.

Kelas

Definisi

Mortalitas(%)

Tak ada tanda gagal jantung kongestif

II

+ S3 dan/atau ronki basah

17

III

Edema

30-40

Syok kardiogenik

60-80

IV
2.
2.

Tabel 1. Klasifikasi Killip pada IMA

Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung


dan Pulmonary Capillary Wedge Pressure (PCWP).
Tabel 2. Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut

Klas

Indeks Kardiak
(L/min/m2)

PCWP (mmHg)

Mortalitas (%)

I
II
III
IV

>2,2
>2,2
<2,2
<2,2

<18
>18
<18
>18

3
9
23
51

11

3.

TIMI risk score adalah sistem prognostik paling akhir yang


menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai
pada pasien STEMI yang mendapat terapi fibrinolitik.

Tabel 3. TIMI Risk Score untuk STEMI


Faktor Risiko (Bobot)
Usia 65-74 tahun (2 poin)
Usia >75 tahun (3 poin)
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin)
Tekanan darah sistolik <100mmHg (2 poin)
Frekuensi jantung >100 (2 poin)
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin)
Berat < 67 kg (1 poin)
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin)
Waktu ke reperfusi >4 jam (1 poin)
Skor risiko = total poin (0-14)

Skor Risiko /
Mortalitas 30 hari
(%)
0 (0,8)
1 (1,6)
2 (2,2)
3 (4,4)
4 (7,3)
5 (12,4)
6 (16,1)
7 (23,4)
8 ( 26,8)
>8 (35,9)

J. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering pada IMA adalah aritmia dan gagal jantung.
Komplikasi yang lain adalah syok kardiogenik, ruptur septum atau dinding ventrikel,
perikarditis, dan tromboemboli.
K. Pencegahan
Pencegahan dimulai dengan mengenal faktor-faktor resiko. Dengan mengontrol
faktor-faktor resiko yang ada dengan modifikasi gaya hidup.
* Hindari: merokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan,
obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya .
* Kurangi: kolesterol, lemak dalam makanan.
* Anjurkan konsumsi gizi yang seimbang dan berolahraga secara teratur.
* Kurangi berat badan bila overweigh atau obesitas.
* Kurangi stress.
Kesimpulan
Infark Miocard adalah proses rusaknya jaringan jantung karena adanya penyempitan

12

atau sumbatan pada arteri koroner sehingga suplai darah pada jantung berkurang yang
menimbulkan nyeri yang hebat pada dada.
Serangan jantung biasanya terjadi jika suatu sumbatan pada arteri koroner
menyebabkan terbatasnya atau terputusnya aliran darah ke suatu bagian dari jantung.
Jika terputusnya atau berkurangnya aliran darah ini berlangsung lebih dari beberapa
menit, maka jaringan jantung akan mati.
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan,
ditusuk, panas atau ditindih barang berat.
Diagnosis MCI biasanya dapat di diagnostik berdasar pada riwayat penyakit
sekarang, EKG, dan serangkaian enzim serum. Prognosis tergantung pada beratnya
obstruksi arteri dan dengan sendirinya banyaknya kerusakan jantung.
Penanganan rasa nyeri harus dilakukan sedini mungkin untuk mencegah aktivasi saraf
simpatis, karena aktifasi saraf simpatik ini dapat menyebabkan takikardi,
vasokontriksi, dan peningkatan tekanan darah yang pada tahap selanjutnya dapat
memperberat beban jantung dan memperluas kerusakan miokardium.
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung dan
untuk meninggkatkan suplai oksigen

13

Anda mungkin juga menyukai