Anda di halaman 1dari 8

CASE REPORT SESSION

EFUSI PLEURA
Oleh :
Fitrahadi Nugaraha H
130112140572
Tranggana N
130112140568
Anisha Shefina Priatna
130112140610
Indah PratiwI
130112140654
Preseptor :
Rachim Sobarna, dr., SpB., SpBTKV(K)

BAGIAN BEDAH THORAK-KARDIO VASKULER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2016

STATUS CASE REPORT SESSION


I.

KETERANGAN UMUM
Nama
: Ny.H
Usia
: 50 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: IRT
Alamat
: Bandung
Tanggal masuk RS : 06 Juni 2016
Tanggal Pemeriksaan : 14 Juli 2016

II.

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak nafas
Anamnesis Khusus
:
Sejak 1 bulan SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas.
Keluhan dirasakan pasien makin hari makin berat terutama 1
minggu terakhir. Sesak dirasakan pasien tidak dipengaruhi oleh
perubahan posisi tubuh maupun cuaca. Keluhan batuk, demam,
atau pun keringat malam disangkal pasien.
Sejak 6 bulan SMRS pasien mengeluh muncul benjolan
di leher kiri yang makin lama makin besar. Sejak 1 bulan pasien
mengeluh suara nya serak dah hilang. Karena keluhan nya tidak
juga membaik pasien berobat ke RSHS.
Riwayat merokok disangkal. Riwayat pengobatan TBC,
kontak dengan penderita TBC, serta keringat malam hari
disangkal. Penderita mengalami penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan hingga baju menjadi longgar selama 3
bulan terakhir. Keluhan tidak disertai dengan mengi, panas
badan dan batuk-batuk. Riwayat sesak yang bertambah berat
saat beraktifitas serta bengkak pada ekstremitas disangkal.
Keluhan sering terbangun pada malam hari karena sesak dan
ingin buang air kecil, disertai bengkak pada kelopak mata pada
pagi hari yang menghilang pada siang hari disangkal. Riwayat
sakit kuning disangkal. Riwayat trauma pada dada disangkal.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum :Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Kompos mentis
Tanda vital
: Tekanan darah: 100/70 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Suhu
: 36,5 C, afebris
Kepala
: konjungtiva anemis
sklera tidak ikterik
PCH (-), SPO (-)
Leher
:JVP 5 + 2 cmH20
KGB tak teraba
retraksi SS (-)
2

Thoraks
Pulmo

Jantung
Abdomen

Ekstremitas

: Bentuk dan gerak simetris,


retraksi inter kostal (-)
BPH sulit dinilai
: Hemithoraks sinistra :
mulai ICS II ke bawah VF menurun, dull,
VR menurun, VBS menurun
Rhonki (-), weezing (-)
Hemithorax dekstra dalam batas normal.
: BJ S1-S2 murni reguler. S3 (-), S4 (-)
: datar, lembut
hepar dan lien tidak teraba,
Ruang Traube kosong
bising usus (+) normal
: edema -/-, sianosis -/-

IV.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI : Foto Thoraks Tegak

V.

DIAGNOSIS KERJA
Efusi Pleura kiri ec Susp Malignancy + Susp Tumor
mediastinum + Tumor Coli Kiri + impending OSNA yang telah
dilakukan CTT Sinistra POD 5

VI.

USUL PEMERIKSAAN
- Lab :`Pemeriksaan darah (Hb, Leko, Ht, Trombo, LED,
SGOT/SGPT)
- Pemeriksaan makroskopis, sitologi, dan mikrobiologi cairan
pleura serta tes resistensi

VII.

PENATALAKSANAAN
Umum : O2 3-4 L/menit
Head lift 30o
Suction bila terdapat banyak dahak
Diet TKTP
Observasi WSD
Khusus :
R/ Rapid pleurodesis
Konfirmasi hasil sitologi cairan pleura
R/ ct scan thorax tgl 16 juni 2016
THT rencana tracheostomy menunggu jadwalOK
Th /
ceftriaxone 1 x 2 gr
Tramadol drip 2 x 100mg iv

VIII.

PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam

: ad bonam
: dubia ad bonam

PEMBAHASAN
Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga
pleura akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan
pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi
merupakan tanda suatu penyakit. Pada keadaan normal, rongga pleura
hanya mengandung sedikit cairan sebanyak kurang dari 10-20 ml yang
membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan
fungsi utama sebagai pelican gesekan antara permukaan kedua pleura
pada waktu pernafasan.
Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura
adalah tuberkulosis, infeksi paru non-tuberkulosis, keganasan, sirosis hati,
trauma tembus atau tumpul pada daerah Ada, infark paru, serta gagal
jantung kongestif. Di negara-negara barat, efusi pleura terutama
disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan
pneumonia bakteri, sementara di negara-negara yang sedang
berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi
tuberkulosis.
Fisiologi
Lubrikasi pleura berasal dari lapisan cairan yang sangat tipis,
adanya ultrafiltrasi dari plasma juga peran dari surfaktan. Normalnya,
terdapat pergerakan konstan cairan dari kapiler pleura parietalis ke dalam
rongga pleura dengan kecepatan 0,01 ml / kg berat badan / jam. Turnover
cairan rongga pleura dapat mencapai 1 liter perhari tetapi volume cairan
yang dapat ditolerir hanya 20-30 ml dalam satu waktu.
Faktor-faktor yang mencegah akumulasi cairan di rongga pleura
1. Fungsi pleura itu sendiri sebagai membran semipermeabel.
Fluks cairan ke rongga pleura adalah berdasarkan pertukaran
transkapiler Hukum Starling. Gradien hidrostatik dari kapiler pleura
parietalis menyebabkan cairan efluks ke rongga pleura. Tekanan
kapiler pleura visceralis lebih rendah sehingga cairan dapat
direabsorpsi.
2. Sistem limfatik
Cairan di rongga pleura dapat disalurkan kembali ke sirkulasi
melalui saluran limfe pleura parietalis. Saluran limfe mempunyai
kapasitas mengabsorb 20 kali lebih banyak dari produksi
normalnya.
Mekanisme Patofisiologi
Efusi pleura terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
mengganggu keseimbangan fisiologis antara pembentukan dan
pengeluaran cairan pleura yaitu :
1. Ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik

Jenis cairan biasanya adalah transudat. Permeabilitas kapiler tidak


terganggu tetapi terdapat peningkatan tekanan hidrostatik misalnya
karena gagal jantung atau penurunan tekanan onkotik plasma pada
kapiler karena defisiensi protein (hipoproteinemia) misalnya pada
sirosis hepatik dan sindroma nefrotik
2. Perubahan permeabilitas dari kapiler-kapiler pleura misalnya pada
infeksi yang menyebabkan kerusakan pada membran kapiler.
3. Gangguan aliran dari pembuluh limfe.
4. Aliran masuk yang abnormal ke rongga pleura seperti dari rongga
peritoneal melewati diafragma pada penderita asites.
DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Gejala yang berhubungan dengan efusi pleura adalah nyeri dan sesak
nafas. Pada nyeri pleuritik penderita merasa tidak nyaman sewaktu
inspirasi dalam atau batuk dan biasanya gejala ini berhubungan dengan
inflamasi pleura. Penimbunan cairan di rongga pleura dapat tanpa nyeri.
Sementara gejala sesak nafas hanya timbul jika efusi dalam jumlah yang
banyak.
Tidak ada tanda-tanda kelainan pemeriksaan fisik jika efusi dalam
jumlah yang sangat sedikit tetapi efusi dalam jumlah yang banyak pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
1. pergerakan dinding dada tertinggal pada hemithoraks yang terkena
dan terbatas jika ada nyeri
2. vocal fremitus, vocal resonance dan vocal breath sounds menurun
atau tidak ada
3. pada perkusi dada redup
4. trakea terdorong dan intercostal space akan menonjol (bulging)1,5.
Pemeriksaan Penunjang
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis)
Selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga dapat
dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat dilakukan
sebagai berikut: penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan
merangkul atau dile-takkan di atas bantal; jika tidak mungkin duduk,
aspirasi dapat dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang.
Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau
didaerah sedikit medial dari ujung skapula, atau pada linea aksilaris media
di bawah batas suara sonor dan redup. Setelah dilakukan anestesi secara
memadai, dilakukan penusukan dengan jarum berukuran besar, misalnya
nomer 18. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena penusukan
jarum terlampau rendah sehingga mengenai diafragma atau terlalu dalam
sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga
pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal. Untuk
tujuan diagnostik, cairan pleura diambil sebanyak 50-100 cc, sedangkan
untuk tujuan terapeutik dapat diambil jumlah yang lebih banyak yaitu 1500

cc. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan makroskopik (warna, kekeruhan,


bau, biokimia, Ph, protein, LDH, amilase, glukosa), dan sitologik (leukosit,
limfosit, mesotel, eritrosit, eosinofilik), dan bakteriologi (langsung: Gram,
BTA dan kultur) pada cairan yang diperoleh.
Tujuan pemeriksaan cairan yang diperoleh adalah untuk
membedakan jenis cairan pleura apakah transudat atau eksudat untuk
mengetahui penyebabnya
1. Efusi pleura transudatif
Terjadi perubahan faktor sistemik yang mempengaruhi
pembentukan dan absorpsi cairan pleura. Kandungan konsentrasi
protein rendah. Hitung jumlah sel < 1000/mm 3 yang terdiri dari
campuran limfosit, PMN dan mesotelial. Penyebabnya adalah :
Gagal jantung kongestif (pada 90% kasus)
Sirosis hepatis dengan asites
Sindrom nefrotik
Dialisis peritoneal
Atelektasis akut
Perikarditif konstriktiva
Obstruksi vena cava superior
Emboli pulmonal
2. Efusi pleura eksudatif
Terjadi perubahan faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan
dan absorbsi cairan pleura. Kandungan konsentrasi protein tinggi.
Penyebabnya adalah :
Tuberkulosis
Pneumonia (efusi parapneumonia)
Keganasan
Infeksi virus, jamur, riketsia dan parasit
Syndrome Meigs
Penyakit pankreas
Uremia
Atelektasis kronis
Chylothotax
Reaksi obat
Sarcoidosis
Sindrom post-miokard infark
Efusi pleura transudatif dan eksudatif harus dibedakan dengan
menilai kadar laktat dehidrogenase (LDH) dan level protein pada cairan
pleura.Efusi pleura eksudatif sekurang-kurangnya memenuhi salah satu
dari kriteria ini yaitu:
1. Rasio kadar protein cairan pleura/serum > 0,5
2. Rasio LDH cairan pleura/serum > 0,6
6

3. Kadar cairan LDH serum > 2/3 batas atas nilai normal serum
Efusi pleura transudatif tidak memenuhi semua kriteria di atas dan
25 % hasil dari kriteria di atas salah mengidentifikasi transudat sebagai
eksudat. Jika satu atau lebih kriteria di atas terpenuhi sedangkan secara
klinis penyebab dari efusi jelas adalah transudat maka yang harus
dilakukan adalah menghitung rasio albumin serum/pleura. Jika rasio
albumin serum/pleura > 12 g/L (1.2 g/dL), kriteria eksudat di atas dapat
diabaikan karena telah diyakini bahwa penderita mempunyai efusi pleura
transudatif.
Penderita dengan efusi pleura eksudatif, pemeriksaan selanjutnya
pada cairan pleura adalah deskripsi dari cairan, kadar glukosa, kadar
amilase, pH, hitung jenis sel, pemeriksaan mikrobiologi dan sitologi.
Gambaran Radiologik
Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam
menegakkan diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna
dalam menentukan faktor penyebabnya. Pada foto toraks
terlihat perselubungan homogen dengan batas atas yang
cekung atau datar, dan sudut kostofrenikus yang tumpul; cairan
dengan jumlah yang sedikit hanya akan memberikan gambaran
berupa penumpulan sudut kostofrenikus. Cairan berjumlah
kurang dari 100 ml tidak akan terlihat pada foto toraks yang
dibuat dengan teknik biasa. Bayangan homogen baru dapat
terlihat jelas apabila cairan efusi lebih dari 300 ml. Apabila
cairan tidak tampak pada foto postero-anterior (PA), maka dapat
dibuat foto pada posisi dekubitus lateral.
PENANGANAN
Penanganan ditujukan kepada penyebab dari efusi pleura. Tidak
mungkin dilakukan aspirasi cairan terus menerus tanpa
mengobati penyebabnya. Penanganan paliatif pada efusi pleura
dapat berupa aspirasi cairan, pleurodesis, dan pembedahan.
Tujuan tindakan ini adalah mengurangi dan mencegah
penimbunan kembali cairan pleura, menghindari komplikasi
akibat efusi pleura, dan mengembalikan fungsi normal pleuraparu .
Aspirasi cairan yang dihubungkan dengan Water Seal Drainage
(WSD) perlu diawasi setiap hari dan jika sudah tidak terlihat
undsulasi pada selang, maka cairan mungkin sudah habis dan
jaringan paru sudah mengembang. Untuk memastikan hal ini,
dapat dilakukan pembuatan foto toraks . Selang toraks dapat
dicabut jika produksi cairan harian kurang dari 100 ml dan jaringan paru telah mengembang, yang ditandai oleh
terdengarnya kembali suara nafas dan terlihat pengembangan
paru pada foto toraks. Selang dicabut pada waktu ekspirasi
maksimum.
Pleurodesis

Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseralis


dengan pleura parietalis, dengan jalan memasukkan suatu
bahan kimia atau kuman ke dalam rongga pleura sehingga
terjadi keadaan pleuritis obliteratif. . Bahan kimia yang lazim
digunakan adalah sitostatika, seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen
mustard, 5 fluorourasil, adriamisin dan doksorubisin. Setelah
cairan efusi dapat dikeluarkan sebanyak banyaknya, obat
sitostatika (misalnya, tiotepa 45 mg) diberikan dengan selang
waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu disertai
pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi
pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura, sehingga
mencegah penimbunan kembali cairan di dalam rongga
tersebut. Obat lain yang murah dan mudah diperoleh adalah
tetrasiklin. Pada pemberian obat ini, WSD harus dipasang dan
paru sudah dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg
dilarutkan ke dalam 30 50 ml larutan garam faal, kemudian
dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui selang toraks,
ditambah dengan larutan garam faal 1030 ml untuk membilas
selang serta 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri
yang ditimbulkan obat ini. Analgesik narkotik yang diberikan
11,5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga berguna
mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama
sekitar 6 jam dan posisi penderita diubah-ubah agar
penyebaran tetrasiklin merata di seluruh bagian rongga pleura.
Apabila dalam waktu 24 48 jam cairan tidak keluar lagi, selang
toraks dapat dicabut.

Anda mungkin juga menyukai