Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG
Penanganan suportif pada pasien kanker dengan pemberian kemoterapi telah
mengalami kemajuan dalam dua dekade terakhir. Kontribusi dari kemajuan dari substansi,
termasuk pemahaman patofisiologi dari efek samping, meningkatnya pengetahuan dan
meningkatnya perhatian pada resiko dan ketersediaan dari agen baru terhadap pencegahan
dan penanganan efek samping. Efek samping dari penanganan kanker yang sistemik dapat
akut, sembuh sendiri, mild, kronik, permanen dan berpotensi mengancam nyawa. Meskipun
banyak kemajuan telah terjadi tetapi manajemen berlanjut sepenuhnya terletak pada
kemampuan untuk bertoleransi terhadap terapi dan efek terhadap kualitas hidup.
1,3,10

Febrile neutropenia merupakan sebuah komplikasi yang sering terjadi pada pasien
dengan kanker dan telah diteliti lebih dari 30 tahun. Ini merupakan wilayah kanker dengan
progresivitas dalam menggunakan terapi suportif sehingga dapat mengurangi morbiditas dan
mortalitas dari infeksi. Sejumlah besar pasien telah mendapat keuntungan dari terapi anti
neoplasma yang spesifik dan bahkan dalam jumlah lebih banyak lagi mendapat keuntungan
dari pencegahan infeksi atau dari gejala klinis yang berkurang sebagai hasil dari efektivitas
profilaksis atau strategi terapi yang adekuat.
1,3,10
Antibiotik spektrum luas secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas dari komplikasi kemoterapi. Assessment yang cepat dan pemberian antibiotik
yang adekuat adalah sebuah hal yang sangat penting. Seorang pasien yang akan dikemoterapi
seharusnya tidak menunggu dalam jangka waktu yang lama di UGD untuk assessment.
Sebuah sistem secara ideal dapat digunakan untuk identifikasi secara cepat dari pasien yang
berpotensi febrile neutropenia.
1,6,9,10,14
Neutrofil melindungi dari sejumlah bakteri dan jamur yang patogen. Akan tetapi
frekuensi dan keganasan infeksi yang disebabkan oleh organisme ini meningkat pada pasien
dengan neutropenia. Pada semua pusat terapi kanker, bakteri gram positif lebih sering
terisolasi pasien dengan neutropenia dengan infeksi bakterial yang terdokumentasi daripada
bakteri gram negatif. Candida sp dan Aspergillus sp tetap merupakan jamur patogen yang
paling sering ditemukan.
1,3,10

Kemoterapi dan demam kadangkala berhubungan karena demam juga dapat
ditemukan pada pasien yang mendapat kemoterapi dan terapi biologi pada flu-like syndrome.
Febris yang berhubungan dengan flu-like syndrome biasanya suhunya mencapai 40
0
C dan
sering menurun seteleah menggigil. Jadi sangat penting pada pasien yang mendapat terapi
biologi harus waspada terhadap demam setelah pemberian terapi.
1,2,3,5






2

I.2 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada kita sebagai
dokter bedah untuk memahami manajemen febrile neutropenia. Sehingga untuk selanjutnya, kita
dapat memperoleh penanganan yang tepat.
























3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Febrile neutropenia (FN) adalah suatu keadaan pasien ketika suhu tubuhnya melalui
temperatur oral mencapai >38,5
o
C atau >38,0
o
C selama 2 jam dan jumlah hitung neutrofil
<500 sel/mm
3
atau <1000 sel/mm
3
yang diprediksi akan menurun sampai <500 sel/mm
3
.
Febrile neutropenia merupakan suatu perkembangan dari demam, sering disertai tanda-tanda
infeksi, seperti neutropenia, dengan jumlah hitung abnormal rendah dari granulosit neutrofil
(tipe sel darah putih).
1,3,4,5,6,10,11
Neutrofil merupakan salah satu dari tipe dari sel darah putih. Ada lima tipe sel darah
putih, yaitu neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit dan monosit. Beberapa sel darah putih
disebut granulosit, yang dipenuhi oleh granul-granul yang tiap kantong kecil mengandung
enzim. Neutrofil, eosinofil dan basofil merupakan granulosit-granulosit yang merupakan
bagian dari inisiasi sistem imun. Mereka tidak merespon secara eksklusif terhadap antigen
spesifik, sama halnya dengan limfosit-B dan limfosit-T. Neutrofil mengandung enzim yang
membantu sel membunuh dan mengolah mikroorganisme yang dikenal dengan fagosit.
Neutrofil yang matur memiliki nukleus yang bersegmen-segmen. Sedangkan neutrofil yang
immature memiliki nukleus yang berpita. Neutrofil diproduksi di sumsum tulang dan
dilepaskan ke saluran darah. Neutrofil memiliki waktu hidup selama 3 hari.
1,3,10

White blood cell count (WBC) sejumlah seldarah putih dalam 1 volume darah. Jarak
normal WBC bervariasi antara 4300 dan 10800 sel per mikroliter atau milimeter kubik. WBC
sama halnya dengan jumlah hitung leukosit dan dapat dengan satuan Internasional Unit 4,3 x
10
9
sampai 10,8 x 10
9
sel per liter. Jumlah persentase dari tipe-tipe sel darah putih yang
berbeda dari WBC disebut WBC differential. Absolute Neutrofil Count (ANC) ditentukan
dari produk WBC dan fraksi neutrofil terhadap sel darah putih disebut sebagai analisis
differensial WBC. Sebagai contoh, jika WBC 10000 per mikroliter dan sebanyak 70% adalah
neutrofil, maka jumlah ANC adalah 7000 per mikroliter. Jika ANC kurang dari 1500 per
mikroliter, maka disebut sebagai neutropenia. Adapun klasifikasi neutropenia.
3,10
1. Mild, jika jarak jumlah ANC dari 1000-1500/ mikroLiter
2. Moderate, jika ANC 500-1000/ mikroLiter
3. Severe, jika ANC kurang dari 500/ mikroLiter
Hasil neutropenia merupakan meningkatnya kerentanan terhadap terjadinya infeksi
bakteri. Derajat resiko terjadinya neutropenia tergantung dari penyebab dan kegawatan dari
neutropenia, kondisi medis pasien, ada atau tidaknya pemmeriksaan sumsum tulang dan
cadangan dari produksi neutrofil. Infeksi yang paling sering terjadi disebabkan oleh bakteri
yang tempat normalnya adalah di kulit. (Stphylococcus Aureus) atau dari traktus
gastrointestinal dan traktus urinarius. Infeksi jamur juga sering terjadi pada pasien dengan
4

neutropenia. Infeksi terbatas di daerah mulut, genital dan kulit atau dapat menyebar lewat
saluran darah sampai ke paru atau organ lain.
10
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya neutropenia pada pasien dengan
kanker dalam pengobatan dengan kemoterapi, yaitu :
3,4,5
1. Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan sumsum tulang tidak dapat bekerja
dengan baik menyebabkan menurunnya produksi neutrofil
2. Kanker mempengaruhi sumsum tulang secara langsung, termasuk leukimia,
limfoma dan myeloma atau metastase dari kanker
3. Radioterapi juga mempengaruhi sumsum tulang terutama bila mengenai beberapa
temapat di tubuh, atau pelvis, abdomen, kaki dan dada
Pada 50% kasus dimana infeksi sudah terdeteksi, bakteremia dapat terjadi sebanyak
20% dari semua kasusnya. Febris neutropenia merupakan sebuah kedaruratan medis.
Penggunaan antibiotik yang broad spektrum secara signifikan mengurangi morbiditas dan
mortalitas dari komplikasi kemoterapi. Penegakkan diagnosis yang cepat dan pemberian
antibiotik yang akurat merupakan hal yang sangat penting. Pasien kemoterapi seharusnya
tidak menunggu dalam waktu yang lama di ruang gawat darurat hanya untuk penegakkan
diagnosis.
3

Pasien dengan keganasan hematologik memiliki risiko yang tinggi terjadi neutropenia.
Febris neutropenia merupakan kegawatdaruratan onkologi yang mengancam nyawa yang
perlu intervensi antibiotik segera dan evaluasi sepsis. Pasien yang pernah mengalami febris
neutropenia setelah kemoterapi, maka akan menjadi risiko tinggi dan seharusnya mendapat
CSF (Colony-Stimulating Factor) selama siklus kemoterapi kecuali dosis kemoterapi
dikurangi. Bagaimanapuan juga CSF tidak menunjukkan keuntungan dalam menghilangkan
penyakit atau keselamatan nyawa.
3,4

Hubungan antara neutropenia dan frekuensi dan beratnya infeksi pertama kali
ditemukan oleh Bodey dkk 40 tahun yang lalu. Pasien dengan febris neutropenia dapat
menumbuhkembangkan dengan cepat infeksi dan komorbid yang serius, sehingga diperlukan
terapi antimikroba yang agresif dan suportif, termasuk monitoring yang ketat di rumah sakit.
Telah lama diketahui bahwa tidak semua pasien dengan neutropenia memiliki risiko yang
sama untuk mengembangkan infeksi yang serius dan/atau komplikasinya. Kemampuan untuk
mengetahui episode febris onset awal saat ini sangat terbatas, yang akhirnya mengarah pada
kebijakan pemberian terapi antimikroba empiris pada semua pasien dengan febris
neutropenia.
3

Sindrom febris neutropenia telah berkembang dan menjadi sangat mungkin untuk
mengidentifikasi pasien risiko rendah dengan keakuratan onset dari episode febris. Kemajuan
dari perawatan suportif, termasuk perkembangan obat dan sistem antar telah membuat tenaga
medis untuk memikirkan kembali bahwa bukan hanya kemampuan terapi antimikroba
empiris saja yang diberikan pada pasien (regimen kombinasi atau monoterapi) dengan febris
5

neutropenia, tapi jalur pemberian obat (parenteral, oral) dan tempat terapi (rumah sakit,
rumah) juga perlu diperhatikan.
1
II.1.1 Pola Demam
Demam sejak lama sangat berhubungan dengan keganasan dan tetap menjadi masalah
yang sering terjadi pada pasien dengan kanker. Dengan datangnya terapi sitotoksik, demam
pada pasien dengan kanker telah sangat berhubungan dengan infeksi, terutama ketika pasien
dengan granulositopenia. Karena demam dapat merupakan satu-satunya gejala infeksi pada
pasien dengan neutropenia, tampaknya mengharuskan serial diagnostik dan terapi secara
empiris (tanpa mengetahui secara pasti penyebab infeksi). Pendekatan ini berbeda dengan
yang biasanya direkomendasikan pada pasien dengan demam tanpa neutropenia. Pertama,
sangat penting untuk memutuskan demam yang disebabkan oleh infeksi atau yang lainnya.
Kedua, lokasi infeksi dan patogenesis dicari dengan menggunakan teknik mikrobiologi.
Ketiga, jika pemeriksaan klinik dan pemeriksaan mikrobiologi yang tepat tersedia, maka
pilihan terapi rasional dapat dibuat. Tergantung dari keadaan penyakit akut, langkah
diagnostik ini dapat dipercepat, dan kadang-kadang terapi yang hanya dengan perkiraan
diberikan pada pasien tanpa neutropenia.
3

Jika pemeriksaan untuk diagnostik adalah negatif dan demam tetap ada lebih dari 7
hari, dapat disebut sebagai fever unknown origin (FUO). Pola demam ini biasanya tidak
penting untu membuat penyebab diagnosis. Pada pasien dengan kanker, seperti pada pasien
yang tidak terdapat keganasan, demam biasanya merupakan konsekuensi dari infeksi.
Demam, bagaimanapun juga dapat disebabkan oleh kanker itu sendiri tumor dengan nekrosis,
perdarahan, atau pirogen, tapi hal itu semua penyebab paling rendah daripada infeksi.
Demam sering dianggap sebagai FUO karena hubungan penyebab langsung antara tumor dan
demam tidak jelas.
3,12
Pada infeksi yang disebabkan oleh jamur terdokumentasi sekitar 5% pasien
neutropenia sebagai penyebab inisial dari episode demam, jumlah itu tidak berubah banyak
selama beberapa tahun. Infeksi bakteri dan jamur dapat tumbuh bersama pada pasien
neutropenia dan infeksi jamur dapat lebih banyak dan lebih sulit terdata daripada infeksi
jamur. Manifestasi infeksi jamur masih tetap ada walapun dilakukan eradikasi terhadap
bakteri dengan antibiotik. Telah banyak digunakan amfoterisin B pada pasien dengan
granulositopenia dengan demam beberapa hari walaupun dengan pemberian terapi
antimikroba dan tidak terdapat bakteremia. Neutropenia terus ada, resiko infeksi jamur
meningkat, banyak pasien demam dengan neutropenia disebabkan oleh infeksi jamur.
2,3,6,8
Infeksi virus jarang ditemukan pada pasien dengan neutropenia tanpa imunosupresan
setelah transplantasi sumsum tulang. Virus Herpes Simpleks merupakan pengecualian karena
menyebabkan demam di awal setelah transplantasi. Biasanya pada episode demam pertama,
oleh karena itu pada pusat kesehatan yang melakukan transplantasi sumsum tulang diberikan
aciklovir profilaksis untuk mencegah infeksi HSV. Aciklovir juga dapat mencegah
cytomegalovirus (CMV), walaupun obat yang paling tepat adalah gansiklovir.
Cytomegalovirus dapat menyebabkan infeksi, manifestasi yang paling sering dalah
pneumonitis interstitial difus. Manifestasi ini biasa terjadi ketika pasien sudah tidak demam
lagi tapi masih terjadi imunosupresi yang berat. Demam pada pasien ini biasanya
6

berhubungan dengan gejala pulmoner, dan merupakan sebuah indikasi untuk Bronchoalveolar
Lavage (BAL) dan terapi berikutnya setelah pemeriksaan lainnya. Pada banyak pusat
kesehatan penanganan pasien dengan transplantasi sumsum tulang, telah menjadi suatu hal
yang lazim dilakukan BAL setelah 30 hari setelah transplantasi bahkan pada pasien
asimptomatik. Deteksi yang sensitif untuk infeksi CMV dan Pneumocystis Carinii
Pneumonia (PCP) telah maju oleh karena penggunaan polymerase chain reaction (PCR) dan
pencarian CMV antigenemia, meskipun pemeriksaan BAL merupakan teknik yang paling
sensitif. Jika pemeriksaan BAL tidak tersedia atau layak, CMV, P. Carinii harus diberikan
gansiklovir pada keduanya dan cotrimoxazole pada pasien dengan imunocompromised dan
defek pulmo yang luas.
2,3,8,

Tabel 1. Mikrobiologi Natural pada Febrile Neutropenia
I III V XI
Bakteremia/episode
tanpa demam
145/453 (32%) 141/582 (24%) 213/749 (28%) 227/958 (23%)
Bakteremia gram
negatif
103 (71%) 83 (59%) 78 (37%) 61 (26%)
Bakteremia gram
positif
42 (29%) 58 (41%) 135 (63%) 138 (74%)
Sumber : Supportive Care in Cancer, A Handbook for Oncologists
II.1.2 Demam oleh Kanker
Neoplasma dilaporkan sebagai penyebab tersering timbulnya demam pada pasien
kanker, bagaimanapun juga kanker itu sendiri tidak selalu menjadi sumber penyebab demam.
Neutropenia dan obstruksi merupakan faktor yang terpenting berhubungan dengan kanker
dan terapi yang dapat menyebabkan infeksi dan secara tidak langsung bertanggungjawab
terhadap kanker yang menyebabkan demam.
3,12

Demam yang disebabkan langsung oleh tumor itu sendiri sebenarnya jarang
ditemukan pada pasien neutropenia usia muda dengan leukemia dan limfoma. Pada penelitian
yang sama 25% demam terjadi pada pasien tumor padat nongranulositopenia. Pada dua
penelitian terdahulu, melaporkan FUO yang memanjang pada 83 pasien kanker, yang
kebanyakan tanpa neutropenia. Sekitar 50% febrile disebabkan oleh infeksi. Pada pasien
dengan limfoma, tumor bertanggungjawab terhadap febrile yang memanjang sebanyak 69%
dengan 17% pada pasien dengan leukimia dan biasanya terjadi neutropenia.
3,12










7

Tabel 2. Episode Febrile Non Infeksius yang disebabkan oleh Kanker
Limfoma
Hodgkins disease
Non Hodgkin limfoma
18/26 (69%)
12/18
6/8
Leukimia
Limfositik akut
Granulositik akut
Limfositik kronik
Granulositik kronik
5/29 (17%)
3/7
2/13
0/4
0/5
Tumor solid
Payudara
Kepala leher
Paru
Ginekologi
Rhabdomiasarkoma
Melanoma
Ginjal
Prostat
13/28 (46%)
7/12 (58%)
2/5
0/4
2/3
1/1
0/1
1/1
0/1
Sumber : Supportive Care in Cancer, A Handbook for Oncologists

Berbagai tumor solid dapat menyebabkan FUO, jumlah setiap kategori kecil dan tidak
ada kesimpulan yang bisa dibuat. Meskipun begitu, demam yang disebabkan oleh tumor
ditemukan 7 dari 12 pasien kanker payudara dan hanya 2 dari 9 dengan tumor di paru atau
kepala leher. Sebuah ciri yang menyolok dari pasien dengan demam neoplastik adalah
ekstensi dan agresivitas dari tumor. Semua limfoma tampak viseral dan atau nodul baru.
Semua kasus leukemia adalah relaps. Tumor solid metastase luas dan sering berhubungan
dengan keterlibatan ekstensi ke hepar. Keterlibatan hepar sebagai penyebab demam
neoplastik telah dilaporkan dahulu, bagaimanapun juga mekanismenya tidak diketahui.
3

Bagaimana cara limfoma, renal carcinoma dan beberapa tumor menyebabkan demam
tidaklah jelas. Meskipun sering disebutkan inflamasi dan nekrosis pada tumor
bertanggungjawab terhadap pireksia pada kebanyakan pasien dengan demam neoplastik.
Tampaknya sebuah penjelasan tampak tidak valid pada banyak pasien. Pada kasus ini demam
dimediasi oleh sitokin yang sama sebagai pireksia yang lain. Produksi pirogen endogen
(interleukin-1) telah dicurigai pada pasien demam dengan Hodgkins Disease, namun
bagaiman dan cara substansi ini diproduksi masih belum terjawab.
3

Sangat sulit untuk menentukan demam disebabkan oleh neoplasia. Karakteristik
klinik mungkin berguna untuk membedakan antara infeksius dan demam neoplastik, pasien
yang terinfeksi sering sakit atau bahkan toksik, dengan menggigil, takikardi, dan
kemungkinan hipotensi. Pada kasus demam yang berhubungan dengan neoplasia, menggigil
dan takikardi sangat minimal terjadi, pasien mungkin merasa baik dan menjadi tidak waspada
terhadap pireksia, yang sering intermiten. Bagaimanapun juga kriteria ini tidak cukup untuk
menegakkan diagnosis.
3
Meskipun diagnosis infeksi melalui pemeriksaan mikrobiologi mengalami kemajuan,
tetap membutuhkan waktu dan banyak pasien febrile dengan kanker terutama jika disertai
neutropenia, mendapatkan terapi empiris pada infeksi yang tersembunyi, selagi pemeriksaan
mikrobiologi sedang dilakukan.
3
8

Tabel 3. Penyebab demam pada origin yang tidak diketahui
1961
(n=100)
1973
(n=80)
1982
(n=105)
1984
(n=133)
1992
(n=100)
Infeksi 36 34 30 31 23
Neoplasma 20 19 31 18 7
Penyakit
multisistem
17 10 10 14 21
Drug-related 1 1 0 0 3
Factitious 3 3 3 4 3
Lain-lain 15 9 8 10 17
Tidak ada
diagnosis
9 25 16 22 26
Sumber : Supportive Care in Cancer, A Handbook for Oncologists

II.1.3 Non neoplastik Non infeksius menyebabkan demam pada pasien kanker
Spektrum FUO tidak berubah signifikan selama lebih dari 40 tahun. Selain ifksi dan
neoplasma , yang merupakan penyebab tersering FUO, penyakit multisistem (Sistemik Lupus
Eritematosus, Stills disease, arteritis temporal dan vasculitides, penyakit granulomatosa)
terhitung 10-20% kasus pada beberapa studi. Demam yang disebabkan obat dan pireksia
faktitius dilaporkan 1-3% dan 3-5% kasus.
3,12

Perkembangan kemoterapi merupakan sebuah langkah yang tepat untuk melawan
kanker. Kebanyakan regimen kemoterapi menimbulkan beberapa derajat myelosupresi,
mengarah kepada dua komplikasi yang paling umum terjadi yang berhubungan dengan
kemoterapi, seperti perdarahan karena trombositopenia dan infeksi sekunder karena
neutropenia. Perkiraan sekitar 15-50% pasien dengan tumor padat dan > 80% pasien dengan
keganasan hematologi akan menimbulkan sedikitnya satu episode demam. Pada penelitian
dengan otopsi menunjukkan bahwa pasien dengan keganasan hematologi, infeksi merupakan
penyebab kematian yang paling sering. Infeksi ini sering tidak diketahui dan tidak diobati,
sehingga menghilangkan keuntungan dari terapi antineoplasma.
1

II.1.4 Biologic Response Modifiers
Pembedahan, kemoterapi dan radioterapi merupakan tiga cara yang paling sering
dipakai untuk penatalaksanaa kanker. Bioterapi atau penggunaan biologic response modifiers
(BMRs) merupakan modalitas terapi tradisional keempat untuk penatalaksanaan kanker.
BMRs bekerja dengan berbagai variasi untuk memodifikasi respon imun agar sel kanker
menjadi rusak, mati dicegah agar tidak membelah. Ketegori ini termasuk antibodi, sitokin,
atau substansi lain yang dapt menstimulasi sistem imun (faktor pertumbuhan hemopostic),
yang akhir-akhir ini melesat perkembangannya untuk mengikutsertakan terapi gen dan agen
imunomodulating, seperti vaksin.
7

9

Biologic response modifiers dapat :
7
1. Memiliki antitumor yang bekerja langsung atau membantu sel kanker menjadi
mudah dikenal sebagai benda asing sehingga host sistem imun dapat membunuh
sel kanker.
2. Menyimpan, menambah, memodulasi host sistem imun seperti menghambat
infeksi virus dan mengaktivasi natural killer dan sel limfosit-activating killer.
3. Membantu kemampuan normal host ntuk memperbaiki atau mengganti sel yang
rusak (dirusak oleh kemoterapi atau radioterapi)
4. Interfensi dengan differensiasi sel tumor, transformasi atau metastase
Sitokin merupakan substansi yang dilepaskan dari aktivasi limfosit dan termasuk
interferon (IFNs), interleukin (ILs), faktor tumor nekrosis (TNF), dan colony-stimulating
factor (CSFs). BRMs yang lain adalah monoklonal antibodi ((MoAbs atau Mabs) dan vaksin.
Interferon berlangsung secara natural di dalam tubuh dan tempat sitokin pertamakali diteliti.
Interferon dapat dipecah menjadi dua, yaitu :
7
1. Tipe 1 : mengikat reseptor sel permukaan pada sel efektor. IFNs tipe 1 termasuk
IFN- dan IFN- mengikat sel reseptor dengan sel efektor
2. Tipe 2 : IFN mengikat sel permukaan reseptor
Interferon pada kedua tipe membantu meregulasi sistem imun meningkatkan
kemampuan untuk menyerang mikroorganisme dan menghentikan proliferasi sel tapi setiap
grup interferon memiliki fungsi spesifik.
7
IFN- distimulasi oleh sel kanker dan virus. Aktifitas antiviral memiliki lebih besar
daripada aktifitas antiproliferasi. Ada 20 subtipe IFN-. IFN- juga distimulasi oleh virus,
memiliki antivirus yang sama kekuatannya antiproliferasi dan efek antiimunomodulator. Ada
20 subtipe IFN-. IFN distimulasi oleh cell-mediated immune response dan IL-2.,
dilepaskan dari aktivasi Limfosit T dan natural killer cell . IFN 2a digunakan untuk terapi
hairy-cell leukimia, AIDS berhubungan dengan sarkoma kapossi, leukimia myelogen kronik,
hepatitis C kronis dan malignant melanoma dengan terapi adjuvant. IFN- 2b untuk
condyloma aquiminata, hepatitis B dan C, leukimia hairy-cell, melanoma maligna resiko
tinggi, AIDS yang berhubungan dengan sarkoma kaposi. Efek samping yang paling sering
terjadi adalah flu like sindrom, anoreksia dan fatique.
7
Faktor yang menstimulasi koloni termasuk faktor pertumbuhan hematopoetik.
Mereka terjadi secara natural di tubuh dan membantu elemen sel darah imatur menjadi matur,
sel darah putih efektif, sel darah merah dan platelet. Fungsi faktor pertumbuhan dibolehkan
untuk meningkatkan dosis kemoterapi yang diberikan secara benar. Filgastrim, atau faktor
menstimulasi granulosit-koloni (G-CFS) terbukti dapat mencegah infeksi yang disebabkan
oleh febrile neutropenia setelah pemberian kemoterapi yang mensupresi sumsum tulang. Ini
disebut profilaksis primer dan dimulai setelah siklus pertama kemoterapi. Profilaksis
sekunder adalah ketika faktor pertumbuhan digunakan untuk mencegah rekurensi febrile
10

neutropenia pada pasien yang tidak menggunakan faktor pertumbuhan di waktu lampau dan
terapi ini digunakan ketika faktor pertumbuhan digunakan pada waktu neutropenia atau
pasien dengan febrile neutropenia resiko tinggi, seperti dengan sindrom sepsis, pneumonia,
atau infeksi jamur (Barbour dan Crawford, 2007)
7
Dalam rangka untuk menyediakan petunjuk dan rekomendasi untuk evidence-based
practice, American Society of Clinical Oncology (ASCO) menerbitkan petunjuk fungsi dari
faktor menstimulasi koloni. Pada tahun 2006, rekomendasi ASCO terbaru untuk kegunaan
faktor pertumbuhan sel darah putih menciptakan pedoman berbasis evidence based. Pedoman
tersebut menekankan terhadap reduksi febrile neutropenia bahwa sebuah hasil klinis yang
penting membenarkan kegunaan dari CSFs tanpa memperhatikan imbas dari faktor yang lain,
ketika resiko dari febrile neutropenia 20% atau lebih dan tidak ada regimen antikanker yang
efektif yang sama dengan ketiadaan CSFs. Sebagai contoh, regimen antikanker payudara
yang biasa digunakan dengan 20% atau dengan insiden febrile neutropenia yang lebih besar
adalah adriamycin dan cytoxan diikuti oleh taxol. Faktor-faktor pasien dan komorbid juga
meningkatkan resiko dari febrile neutropenia, termasuk riwayat neutropenia yang gawat
dengan kemoterapi yang sama, kemoterapi dahulu yang panjang, status gizi yang kurang usia
lebih dari 65 tahun, tumor yang menyebar ke sumsum tulang, luka terbuka, dan penyakit
hati.
1,3,9

Pedoman NCCN tahun 2010 menyarankan pasien dengan tumor yang padat atau
keganasan nonmyeloid harus dievaluasi resiko febrile neutropenia pada kemoterapi siklus
pertama dahulu, regimen kemoterapi (dosis tinggi, dosis pekat dan dosis standar), faktor
resiko pasien (usia 65 tahun atau lebih, riwayat neutropenia), tujuan terapi (menyembuhkan,
kontrol, paliatif). Jika resiko febrile neutropenia tinggi (>20%), CSF merupakan profilaksis
yang harus digunakan. Jika resiko intermediet (10-20%), pertimbangkan CSF. Dan jika resiko
rendah (<10%) CSF tidak boleh digunakan. Pada siklus pertama kemoterapi dan siklus
berikutnya, jika terjadi febrile neutropenia atau terjadi neutropenia dengan kadar terbatas, dan
G-CSF digunakan pada siklus pertama, maka pertimbangkan pengurangan dosis atau
perubahan regimen terapi. Jika G-CSF tidak digunakan pada siklus pertama, pertimbangkan
profilaksis sekunder dengan CSF. Jika tidak ada febrile atau terjadi neutropenia dalam kadar
rendah, maka nilai kembali setelah setiap siklus terapi berikutnya. Febrile neutropenia adalah
keadaan bila suhu tubuh 38,3
o
C (101
o
F) per oral atau 38
o
C (100
o
F) lebih dari 1 jam.
Sedangkan neutropenia adalah < 500 neutrofil/mm
3
dengan penurunan 500 sel/mm
3
lebih
dari 48 jam.
4,5
Pedoman NCCN tahun 2010 merekomendasikan penggunaan CSF pada pasien
dengan febrile neutropenia, jika pasien sebelumnya mendapatkan G-CSF (contoh: pilgastrim
atau sargamostrim), maka lanjutkan pemberian G-CSF. Jika pasien mendapatkan profilaksis
pilgastrim, maka jangan diberi tambahan G-CSF lagi. Jika pasien tidak mendapatkan
profilaksis CSF dan mempunyai resiko untuk terjadi komplikasi infeksi (contoh: sindrom
sepsis, usia > 65 tahun, neutropenia berat dengan ANC < 100 /mm
3
, neutropenia yang
diharapkan terjadi lebih dari 10 hari ke depan, pneumonia, infeksi jamur invasif, dirawat
11

karena demam, riwayat febrile neutropenia sebelumnya, dan infeksi lainnya), maka
pertimbagkan pemberian G-CSF.
4

II.2 EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi pasien dengan neutropenia dan infeksi mengalami perubahan secara
periodik dan sering karena faktor geografi dan institusi kesehatan. Perkiraan setengah dari
pasien dengan demam dan neutropenia akan mengalami episode demam yang tidak dapat
dijelaskan, yang merupakan infeksi secara klinis tapi tanpa temuan infeksi pada pemeriksaan
mikrobiologi dan serologi. Perkiraan 20-30% infeksi akan terdokumentasi.
1

II.3 INSIDEN
Febris neutropenia terjadi pada 10-50% pasien setelah kemoterapi dengan tumor yang
padat. Dan lebih dari 80% setelah kemoterapi pada pasien dengan keganasan hematologi.
Perkiraan 30% pasien dengan regimen kemoterapi kombinasi, dapat terjadi jumlah hitung
neutrofil yang absolut rendah (<500 sel/mm
3
) atau febris neutropenia selama kemoterapi
yang pertama. Infeksi terjadi 20-40% pada pasien dengan febris neutropenia; infeksi yang
sering timbul dapat merupakan infeksi di aliran darah, infeksi gastrointestinal, penumonia,
infeksi kulit. Bakteremia terjadi 10-25% pasien. Mortalitas pada pasien dengan tumor yang
padat dengan febris neutropenia sekitar 5%. Rata-rata 1% pasien yang risiko rendah.
Mortalitas meningkat pada pasien dengan keganasan hematologi sekitar 11%. Mortalitas
pasien dengan infeksi gram negatif sekitar 18% dan infeksi gram positif sekitar 5%.
1,3,6

II.4 ETIOLOGI
Febrile neutropenia dapat timbul dari semua bentuk neutropenia. Tapi pada umumnya
dikenal sebagai komplikasi dari kemoterapi ketika terjadi myelosuppresif (supresi sumsum
tulang untuk memproduksi sel darah). Faktor-faktor seperti tipe kanker, defisit imunologi,
durasi neutropenia, rusaknya kulit karena pembedahan, pemakaian kateter, mukositis karena
agen sitotoksik, umur, defisiensi nutrisi, komorbid seperti COPD atau diabetes, dapat
merupakan faktor-faktor penyebab yang dapat digunakan untuk penentuan kriteria risiko
rendah, intermediet atau tinggi. Pencegahan, diagnosis, dan penatalaksanaan komplikasi
infeksi yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diatas.
2,9


Tabel 3. Etiologi Infeksi pada Pasien dengan Kanker
Faktor Defek Tipe infeksi
Malignansi
Leukimia akut Neutropenia Bakteri, jamur, virus
Defek kualitatif
Leukimia limfositik kronik Imunitas humoral Streptococcus pneumoniae
Multipel myeloma Haemofilus influenza
12

Neiseriae meningitidis
Limfoma Hodgkin Imunitas seluler Viral, fungal
Limfoma non Hodgkin
Penatalaksanaan
Kemoterapi myelosupresif Neutropenia Bakteri, jamur, virus
Barier mukosa berubah Kolonisasi gram negatif
Radiasi Neutropenia Bakteri, jamur, virus
Integritas kulit berubah Kolonisasi gram negatif
Barier mukosa berubah
Kortikosteroid Imunosupresi Bakteri, jamur, virus
Pneumocistis jirovecii
Transplantasi sumsum tulang Neutropenia Bakteri, jamur, virus
Imunosupresi Citomegalovirus
Pneumocistis jirovecii
Malnutrisi kalori-protein Imunosupresi
Splenektomi Imunitas humoral Streptococcus pneumoniae
Haemofilus influenza
Neiseriae meningitidis
Nosokomial
Tunnel central venous
catheter, presedur invasif
Integritas kulit berubah Staphylococcus koagulase
negatif
Staphylococcus aureus
Makanan Kolonisasi organisme
eksogen
E. coli, Salmonella, Listeria,
Campylobacter jejuni
Tanah, material organik Spora jamur udara Aspergillus

Sumber : Cancer symptom management
II.5 MASCC Risk Index
The Multinational Association for Supportive Care in Cancer (MASCC) Risk Index
dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko rendah (skor 21) untuk
komplikasi berat febrile neutropenia (kematian, masuk ICU, komplikasi jantung, gagal nafas,
gagal ginjal, hipotensi, perdarahan atau komplikasi medis yang berat lainnya). Skor tersebut
dibuat untuk menyeleksi pasien untuk pemberian terapi yang nyaman atau efektifitas biaya.
4,5

II.6 PEMERIKSAAN KLINIS
Anamnesis yang lengkap tentang gejala yang baru, terpapar infeksi dan tipe kanker.
Pemeriksaan yang lengkap dengan perhatian khusus terhadap :
4,5
1. Status kardiovaskular untuk gejala dari dehidrasi dan sepsis
2. Traktus respiratorius atas untuk otitis media dan sinusitis
13

3. Orofaring untuk abses gigi dan mukositis
4. Traktus respiratorius bawah untuk gejala dari pneumosistis jirovesi (PCP) pneumonia
(batuk, takipneu, hipoksia, infiltrat interstitial pada rontgent thorak)
5. Abdomen untuk gejala dari Colitis clostridium difficle (seluruh perut teraba supel)
dan typhlitis (tenderness pada caecum)
6. Kulit untuk selulitis atau lesi vesikular
7. Perineum dan perianal untuk fissura anal, selulitis atau abses
8. Central venous access device (CVAD) untuk infeksi dari saluran
9. Gejala anemia atau trombositopenia
Gejala respiratori :
1. Rontgent thorak (mungkin tidak ada perubahan selama neutropenia)
2. Swab tenggorokan jika trombositopenia
3. Pemeriksaan sputum pada anak-anak yang lebih besar
Diare :
1. Pemeriksaan tinja dan virus
2. Pemeriksaan tinja untuk toksin Clostridium difficile jika menggunakan antibiotik
Kulit, CVAD, atau lesi mulut :
1. Swab bakteri
2. Swab virus dari lesi vesikular dan ulkus di mulut untuk virus PCR
CNS :
1. CT-Scan otak dan pungsi lumbal mungkin dapat diindikasikan jika terdapat gejala
baru dari CNS
2. Koreksi dari trombositopenia dan atau koagulopati dapat terjadi pada pungsi lumbal

II.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan. Adapun pemeriksaan
laboratorium yang harus diperiksa :
1
1. Leukosit
2. Transaminase, bilirubin dan alkalin phospatase
3. Elektrolit
4. Kreatinin dan urea
5. Kultur darah : aerob dan anaerob
6. Urinalisis dan kultur urin
7. Sputum
14

8. Pungsi lumbal dan cairan serebrospinal
Pemeriksaan radiologi : rontgent thorak tetap harus dilakukan meskipun tidak ada
gejala klinis dari paru. Infiltrat di paru tidak akan terbentuk sampai neutropenia mulai pulih.
CT Scan thorak belum dapat menunjukkan hasil yang memuaskan bila tidak terdapat
abnormalitas gejala klinis paru, namun dapat dipertimbangkan bila terdapat gejala klinis yang
abnormal tapi rontgent thorak normal.
1,9

II.8 TERAPI
Pada umumnya pasien dengan febris neutropenia diterapi dengan antibiotik empiris
sampai jumlah hitung neutrofil membaik (jumlah hitung neutrofil > 500/mm
3
dan demam
mereda. Jika jumlah hitung neutrofil tidak naik, pengobatan mungkin dapat dilanjutkan
selama 2 minggu atau lebih. Jika terjadi berulang atau demam yang menetap maka antijamur
harus diberikan.
4,5,13,14
Berikut langkah-langkah dalam penanganan terhadap pasien yang diduga mengalami
febrile neutropenia :
13,14
Cek suhu badan, tekanan darah, nadi, pernafasan dan saturation oksigen (sebaiknya di
lakukan secara manual)
Beritahu team medisnya
Kultur darah baik secara peripheral atau dari CVDA sebelum memberikan anti-
piretik)
Pemeriksaan darah FBC and UEC
Urinalisis dan sampel sputum
Swab pada CVAD atau dari luka jika ada
Rontgent thorak
Obat antipiretik seperti paracetamol
Monitor vital sign 2-4 jam sekali atau sesuai dengan kondisi pasien
Monitor keseimbangan cairan tubuh
Antibiotik setelah pengambilan Kultur ( Cefepime 2 g BD and Gentamycin 3
mg/kg/hari)






15






Ambulatory or Hospitalization
Home care











Amoxicilin/Clavulanate Monoterapi IV Terapi kombinasi Terapi kombinasi
plus ciprofloxacin PO dengan dengan
or Ceftriaxone Glicopeptide Aminoglicoside
plus Amikacin IV atau GM-CSF




Sumber : Cancer symptom management
Febrile Neutropenia
Low Morbidity Expected Yes No
Short Neutropenia Expected
Pasien stable No infectius focus
Gram
negatif
suspected
Gram
positif
suspected
Yes
Yes
No
No
Follow daily and reasses after 72 hours
16








Continue for 7 days



Adjust to sensitivity - Repeat cultures, perform chest CT,
Look for abscess serology, and BAL
Add G-/GM-CSF - Add amfoterisin, Metronidazole,
Antiviral and/or G-/GM-CSF
Look for non infectious causes of fever
Sumber : Cancer symptom management










Follow daily and reasses after 72 hours
Clinical Response
Patogen Isolated
Yes No
Yes No
17

BAB III
KESIMPULAN

Febrile neutropenia (FN) adalah suatu keadaan pasien ketika suhu tubuhnya melalui
temperatur oral mencapai >38,5
o
C atau >38,0
o
C selama 2 jam dan jumlah hitung neutrofil
<500 sel/mm
3
atau <1000 sel/mm
3
yang diprediksi akan menurun sampai <500 sel/mm
3
.
Febrile neutropenia merupakan suatu perkembangan dari demam, sering disertai tanda-tanda
infeksi, seperti neutropenia, dengan jumlah hitung abnormal rendah dari granulosit neutrofil
(tipe sel darah putih).
Neutrofil merupakan salah satu dari tipe dari sel darah putih. Ada lima tipe sel darah
putih, yaitu neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit dan monosit. Beberapa sel darah putih
disebut granulosit, yang dipenuhi oleh granul-granul yang tiap kantong kecil mengandung
enzim. Neutrofil, eosinofil dan basofil merupakan granulosit-granulosit yang merupakan
bagian dari inisiasi sistem imun.
Demam sejak lama sangat berhubungan dengan keganasan dan tetap menjadi masalah
yang sering terjadi pada pasien dengan kanker. Dengan datangnya terapi sitotoksik, demam
pada pasien dengan kanker telah sangat berhubungan dengan infeksi, terutama ketika pasien
dengan granulositopenia. Karena demam dapat merupakan satu-satunya gejala infeksi pada
pasien dengan neutropenia, tampaknya mengharuskan serial diagnostik dan terapi secara
empiris (tanpa mengetahui secara pasti penyebab infeksi). Pendekatan ini berbeda dengan
yang biasanya direkomendasikan pada pasien dengan demam tanpa neutropenia. Pertama,
sangat penting untuk memutuskan demam yang disebabkan oleh infeksi atau yang lainnya.
Kedua, lokasi infeksi dan patogenesis dicari dengan menggunakan teknik mikrobiologi.
Ketiga, jika pemeriksaan klinik dan pemeriksaan mikrobiologi yang tepat tersedia, maka
pilihan terapi rasional dapat dibuat.
Sangat sulit untuk menentukan demam disebabkan oleh neoplasia. Karakteristik klinik
mungkin berguna untuk membedakan antara infeksius dan demam neoplastik, pasien yang
terinfeksi sering sakit atau bahkan toksik, dengan menggigil, takikardi, dan kemungkinan
hipotensi. Pada kasus demam yang berhubungan dengan neoplasia, menggigil dan takikardi
sangat minimal terjadi, pasien mungkin merasa baik dan menjadi tidak waspada terhadap
pireksia, yang sering intermiten. Bagaimanapun juga kriteria ini tidak cukup untuk
menegakkan diagnosis.
Febris neutropenia terjadi pada 10-50% pasien setelah kemoterapi dengan tumor yang
padat. Dan lebih dari 80% setelah kemoterapi pada pasien dengan keganasan hematologi.
Perkiraan 30% pasien dengan regimen kemoterapi kombinasi, dapat terjadi jumlah hitung
neutrofil yang absolut rendah (<500 sel/mm
3
) atau febris neutropenia selama kemoterapi
yang pertama. Infeksi terjadi 20-40% pada pasien dengan febris neutropenia; infeksi yang
sering timbul dapat merupakan infeksi di aliran darah, infeksi gastrointestinal, penumonia,
infeksi kulit. Bakteremia terjadi 10-25% pasien. Mortalitas pada pasien dengan tumor yang
18

padat dengan febris neutropenia sekitar 5%. Rata-rata 1% pasien yang risiko rendah.
Mortalitas meningkat pada pasien dengan keganasan hematologi sekitar 11%. Mortalitas
pasien dengan infeksi gram negatif sekitar 18% dan infeksi gram positif sekitar 5%.
Anamnesis yang lengkap tentang gejala yang baru, terpapar infeksi dan tipe kanker.
Pemeriksaan yang lengkap dengan perhatian khusus terhadap : status kardiovaskular, traktus
respiratorius atas, orofaring, traktus respiratorius bawah untuk gejala dari pneumosistis
jirovesi (PCP) pneumonia, abdomen, kulit, perineum dan perianal, central venous access
device (CVA) dan gejala anemia atau trombositopenia.
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan : rontgent thorak, swab tenggorokan jika
trombositopenia dan pemeriksaan sputum pada anak-anak yang lebih besar, pemeriksaan tinja
dan virus, pemeriksaan tinja untuk toksin Clostridium difficile jika menggunakan antibiotik,
swab bakteri, swab virus dari lesi vesikular dan ulkus di mulut untuk virus PCR, CT-Scan
otak dan pungsi lumbal mungkin dapat diindikasikan jika terdapat gejala baru dari CNS,
koreksi dari trombositopenia dan atau koagulopati dapat dilakukan dengan pungsi lumbal.
Berikut langkah-langkah dalam penanganan terhadap pasien yang diduga mengalami
febrile neutropenia : cek suhu badan, tekanan darah, nadi, pernafasan dan saturation oksigen
(sebaiknya di lakukan secara manual), beritahu team medisnya, kultur darah baik secara
peripheral atau dari CVDA sebelum memberikan anti-piretik), pemeriksaan darah FBC and
UEC, urinalisis dan sampel sputum, swab pada CVAD atau dari luka jika ada, rontgent
thorak, obat antipiretik seperti paracetamol, monitor vital sign 2-4 jam sekali atau sesuai
dengan kondisi pasien, monitor keseimbangan cairan tubuh, dan antibiotik setelah
pengambilan Kultur ( Cefepime 2 g BD and Gentamycin 3 mg/kg/hari).











19

DAFTAR PUSTAKA

1. Rolston Kenneth V.I. : Risk Asessment and The Management of Neutropenia and
Fever. Springer. P:15-23
2. Laura J. Zitella, MS, RN, ACNP-BC, AOCN: Infection. Springer. 2001
3. Klastersky J. Schimpff Stephen C. Senn Hans-Jorg : Supportive Care in Cancer : A
Handbook for Oncologist. Springer. P:14-26. 1999
4. Wilkes Gail M. : 2013 Oncology Nursing Drug Handbook. Springer. P:347. 2012
5. Rolston Kenneth V.I., Rubenstein Edward B. : TextBook of Febrile Neutropenia.
Taylor & Francis. 2001
6. Ettinger David S. : Supportive Care in Cancer Therapy. Springer. P:174-179. 2009
7. Dillman Robert O., Oldham Robert K. : Principles oc Cancer Biotherapy. Springer.
P:575. 2009
8. Isaacs David : Evidence-Based Pediatric Infectious Disease. Wiley. P:117-119. 2008
9. Safdar Amar : Principles and Practise of Cancer Infectious Diseases. Springer.
P:104-105. 2011
10. Yarbro Connie Henke, Wujcik Debra, Gobel Barbara Holmes : Cancer Simptom
Management : Jones & Bartlett. P:131-135. 2013
11. Berger Ann M., Shuster John L. jr, Van Roenn Jamie H. : Principles and Practice of
Palliative Care and Supportive. Wolters Kluwers Health. Lippincott William &
Wilkins. P:234-240. 2012
12. Cunha Burke A. : Fever Unknown Origin : CRC : P:37-40. 2013
13. Katzung Bertram, Master Susan, Trevor Anthony : Basic and Clinical Pharmacology
12/E: Lange. P:593-599. 2011
14. Baddour Larry M., Gorbach Sherwood L. : Therapy of Infectious Disease. Saunders.
P: 397-401. 2003

Anda mungkin juga menyukai