DEMAM NEUTROPENIA
Pembimbing :
dr. Wahyu Djatmiko, Sp.PD
Disusun oleh :
Regina Wahyu Apriani
G4A015159
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
DEMAM NEUTROPENIA
Disusun Oleh :
Regina Wahyu Apriani
G4A015159
Juni 2016
Mengetahui,
Pembimbing
I.
PENDAHULUAN
menunjukkan pentingnya kewaspadaan dan tindakan cepat serta tepat pada pasien
demam neutropenia (Dillman dan Oldham, 2009).
A. Definisi
1. Neutrofil
Neutrofil merupakan salah satu dari tipe sel darah putih. Ada lima tipe sel darah
putih, yaitu neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit dan monosit. Beberapa sel darah
putih disebut granulosit, yang dipenuhi oleh granul-granul yang tiap kantong kecil
mengandung enzim. Neutrofil, eosinofil dan basofil merupakan granulositgranulosit yang merupakan bagian dari inisiasi sistem imun. Mereka tidak merespon
secara eksklusif terhadap antigen spesifik, sama halnya dengan limfosit-B dan
limfosit-T. Neutrofil mengandung enzim yang membantu sel membunuh dan
mengolah mikroorganisme yang dikenal dengan fagosit. Neutrofil yang matur
memiliki nukleus yang bersegmen-segmen. Sedangkan neutrofil yang immature
memiliki nukleus yang berpita. Neutrofil diproduksi di sumsum tulang dan
dilepaskan ke saluran darah. Neutrofil memiliki waktu hidup selama 3 hari
(Kannangara, 2014).
Neutrofil merupakan sistem pertahan seluler yang utama dalam tubuh untuk
melawan bakteri dan jamur. Neutrofil juga membantu penyembuhan luka dan
memakan sisa-sisa benda asing. Pematangan neutrofil dalam sumsum tulang
memerlukan waktu selama 2 minggu. Setelah memasuki aliran darah, neutrofil
mengikuti sirkulasi selama kurang lebih 6 jam, mencari organisme penyebab infeksi
dan benda asing lainnya. Jika menemukannya, neutrofil akan pindah ke dalam
jaringan, menempelkan dirinya kepada benda asing tersebut dan menghasilkan
bahan
racun
yang
membunuh
dan
mencerna
benda
asing
tersebut.
Reaksi ini bisa merusak jaringan sehat di daerah terjadinya infeksi (Kannangara,
2014).
Keseluruhan proses ini menghasilkan respon peradangan di daerah yang
terinfeksi, yang tampak sebagai kemerahan, pembengkakan dan panas. Neutrofil
biasanya merupakan 70% dari seluruh sel darah putih, sehingga penurunan jumlah
sel darah putih biasanya juga berarti penurunan dalam jumlah total neutrofil.
Jika jumlah neutrofil mencapai kurang dari 1.000 sel/mm3, kemungkinan terjadinya
infeksi sedikit meningkat; jika jumlahnya mencapai kurang dari 500 sel/ sel/mm3,
resiko terjadinya infeksi akan sangat meningkat. Tanpa kunci pertahan neutrofil,
seseorang bisa meninggal karena infeksi (Sharma dan Lokeshwar, 2014).
WBC disebut WBC differential. Absolute Neutrofil Count (ANC) ditentukan dari
produk WBC dan fraksi neutrofil terhadap sel darah putih disebut sebagai analisis
differensial WBC. Sebagai contoh, jika WBC 10000 per mikroliter dan sebanyak
70% adalah neutrofil, maka jumlah ANC adalah 7000 per mikroliter. (Kannangara,
2014).
Adapun klasifikasi neutropenia (Sharma dan Lokeshwar, 2014).
a. Mild, jika jarak jumlah ANC dari 1000-1500 sel/mm3
b. Moderate, jika ANC 500-1000 sel/mm3
c. Severe, jika ANC kurang dari 500 sel/mm3
2. Demam Neutropenia
Neutropenia adalah keadaan menurunnya jumlah neutrofil dalam darah,
kurang dari 500 sel/mm3 atau kurang dari 1000 sel/mm3 dengan kecenderungan
menurun hingga 500 sel/mm3. Neutropenia dapat terjadi akibat infiltrasi sel ganas
dan juga dapat terjadi akibat dari efek samping suatu pengobatan, misalnya yang
paling sering terjadi pada kemoterapi penyakit kanker. Sistem imun pada pasien
dengan kanker ganas ditekan oleh dua hal, yaitu obat anti kanker secara tidak
langsung melalui efek sampingnya dan secara langsung oleh kanker ganas itu
sendiri. Penurunan sistem imun tubuh menyebabkan tubuh mudah sekali terkena
infeksi. Kemoterapi juga menurunkan kemampuan fagositosis dan bakterisidal
neutrophil (Hughes et al., 2012 ; Nathan, 2013).
Berdasarkan consensus dari Immunicompromised Host Society, bahwa
demam neutropenia secara umum didefinisikan sebagai kenaikan suhu aksila >
38,5oC untuk sekali pengukuran, atau suhu > 380C untuk pengukuran sebanyak 3
kali, dalam periode 24 jam, diambil paling sedikit dengan interval 4 jam.
Sedangkan untuk neutropenia didefinisikan jumlah neutrofil absolut yang kurang
dari 500/L atau 1000/L dengan perkiraan
menurun
menjadi 500/L
(Kannangara, 2014).
B. Etiologi
Demam neutropenia sering terjadi selama kemoterapi, 80% dari pasien dengan
keganasan hematologi akan mengalami demam selama lebih 1 siklus kemoterapi
terkait dengan neutropenia. Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya
demam neutropenia pada pasien dengan kanker dalam pengobatan kemoterpi, yaitu
(Kannangara, 2014) :
1. Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan sumsum tulang tidak dapat
bekerja dengan baik/ mendepresi sumsum tulang.
2. Kanker mempengaruhi sumsum tulang secara langsung, termasuk leukimia,
limfoma dan myeloma atau metastase dari kanker.
3. Radioterapi juga mempengaruhi sumsum tulang terutama bila mengenai
beberapa tempat di tubuh, pelvis, abdomen, kaki dan dada.
C. EPIDEMIOLOGI
Demam neutropenia terjadi pada 10-50% pasien setelah kemoterapi dengan
tumor yang padat. Dan lebih dari 80% setelah kemoterapi pada pasien dengan
2.
3.
4.
5.
Pasien tidak memilki nyeri abdomen, kelembekan perianal, atau diare yang
berdarah
6.
7.
10
berada
di
bagian
dalam
bagian
dari
sel
darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan tubuh, untuk menyerang bakteri,
virus, jamur. Sehingga ketika terjadi depresi sumsum tulang akibat kemoterapi,
produksi netrofil menurun, tubuh menjadi mudah terkena infeksi. Neutropenia ialah
sebab yang paling utama terjadinya demam dan yaitu disebabkan oleh kemoterapi
antikanker . contoh obat kemoterapi yang sangat terkait dengan neutropenia ialah
aktinomisin, Asparaginase, Busulfan, Cisplatin, Doksorubisin, Daunorubisin,
Etoposide, Fluorouracil, ifosfamid dan Methotrexate (Heather, 2011).
Jadi pada pasien dengan neutropenia, hanya demam yang dapat
memperingatkan kita untuk memberikan antibiotik secara empirik yang dapat
mengatasi penyebab infeksi. Angka rata-rata kejadian infeksi dan kesakitannya
berbanding terbalik secara langsung dengan ANC. Rendahnya ANC dihubungkan
dengan lebih seringnya dan beratnya infeksi, dan begitu pula sebaliknya tingginya
nilai ANC dihubungkan dengan jarang dan ringannya infeksi. Pasien dengan ANC <
500 sel/mm3 secara mencolok dapat terlihat lebih besar resiko terhadap infeksi
dibandingkan pasien dengan ANC < 1000 sel/mm3. Hal serupa juga terlihat pada
pasien dengan ANC < 100 sel/mm3 lebih besar lagi resikonya terhadap infeksi
dibandingkan pasien dengan ANC < 500 sel/mm3. Lamanya neutropenia juga
penting untuk menentukan resiko terjadinya infeksi. Pasien dengan ANC yang
rendah dan neutropenia yang lama (misalnya > 10 hari) lebih besar resiko
terjadinya infeksi (Heather, 2011).
11
F. Penegakkan diagnosis
Gejala pada pasien demam neutropenia adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
G. Penatalaksanaan
Penundaan pemberian antibiotik pada pasien demam neutopenia sampai
adanya pembuktian bahwa infeksi telah benar terjadi pasien tersebut menyebabkan
angka kematian pasien tersebut meningkat. Pemberian terapi antibiotik secara
empirik pada pasien demam neutropenia telah mulai dilakukan sejak 1970,
pendekatan terapi dengan cara ini telah menurunkan angka kesakitan dan kematian,
yang menunjukkan pentingnya kewaspadaan dan tindakan cepat serta tepat pada
pasien demam neutropenia (Heather, 2011).
Segala pasien dengan kanker harus dipikirkan untuk memiliki resiko besar
terjadinya infeksi dan sekali terjadi demam harus segera mendapat terapi antibiotik,
tanpa harus menunggu bukti klinis yang mendukung telah terjadi infeksi (Heather,
2011).
12
ganda/
kombinasi
dari
aminoglikosida
dengan
penisilin
menggunakan
carbapenem,
cefepime,
ceftazidime
atau
13
14
15
16
17
H. Prognosis
Prognosis demam neutropenia tergantung dari respons klinis, hal ini sangat
tergantung dari penyembuhan pasien dari neutropenia. Namun pada umumnya
prognosis memburuk disebabkan oleh penyakit dasarnya (Dockrell dan Lewis, 2012).
18
IV.
KESIMPULAN
1. Demam neutropenia adalah satu dari komplikasi radioterapi dan kemoterapi yang
19
DAFTAR PUSTAKA
Claudio, V., and Elio, C. 2013. Treatment of febrile neutropenia. Curr Opin Infect Dis ;
15 : 377-382.
Dillman, R.O., and Oldham, R.K. 2009. Principles oc Cancer Biotherapy. Springer.
P:575
Dockrell dan Lewis. 2012. Patients with neutropenia & fever. Dalam: Current
diagnosis & treatment in infectious diseases. Edisi pertama. New york, Toronto
; Langr med books/ McGraw-Hill. h. 347-55
Gert JT et al. 2012. Cefpirome as empirical treatment for febrile neutropenia in patients
with hematologic malignancies. Heamatologica 90 :1005-1006.
Hathorn, J. 2013. Emperical treatment of febrile neutropenia of current therapeutics
approaches. Clin Infect Dis ; 24 : 256-266.
Heather L. 2011. Outpatient management of febrile neutropenia : concern for the future.
J Support Oncol. 6 : 217-218.
Hughes, W.T, Armstrong D, Bodey GP, Bow EJ, Brown AE, Calandra T. 2012.
Guidelines for the use of antimikrobial agents in neutropenic patients with
cancer. Clinical Infectious Diseases, Oxford Journals. 34 : 730-51.
Kannangara, S. 2014. Management of febrile neutropenia. Community Oncology. 3 :
585-591.
Klastersky J. Schimpff Stephen C. Senn Hans-Jorg. 2011. Supportive Care in Cancer :
A Handbook for Oncologist. Springer. P : 14-26.
Nathan, D.G. 2013. Phagocyte system. Hematology of Adults. Edisi ke-15. Philadelphia:
Lippincott Williams & Walkins. 1239-1245.
Rolston, K. 2014. Risk Asessment and The Management of Neutropenia and Fever.
Springer. P:15-23
20
21