Anda di halaman 1dari 15

TERAPI CAIRAN

PADA SYOK HIPOVOLEMIK

REFERAT

Pembimbing:
Ruli Herman S., dr., Sp.AnK

Oleh:
Dyana Safitri Velies C1103218
Pipit Pitriani C1103219
Sarojeni Devi C1103801
Daut Yusuf Situmorang C11050154

BAGIAN ANESTESI DAN REANIMASI


FKUP/RS. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2006
TERAPI CAIRAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK

I. PENDAHULUAN
Cairan merupakan hal terpenting dalam segala bentuk kehidupan.
Cairan membantu mempertahankan suhu tubuh, bentuk sel, serta membantu
mentransport nutrisi, gas, dan zat sisa. Gangguan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan volume, komposisi atau keduanya. Gangguan cairan dan
penanggulangannya yang akan dibahas dalam referat ini adalah gangguan
cairan yang disebabkan oleh syok.
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi
sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi
jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan
penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan
homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke
jaringan, sehingga syok dapat didefinisikan sebagai ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan oksigen. Syok merupakan keadaan gawat yang
membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-
menerus di unit terapi intensif.
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti
berikut:
a. Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan
arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih.
b. Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.
c. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta
pengisian kapiler yang jelek.
Syok adalah gangguan sistemik yang akan mempengaruhi multipel
organ sistem. Berdasarkan penyebabnya, syok dapat dibagi menjadi syok
hipovolemik, syok kardiogenik, syok distributif, dan syok obstruktif.
Penanganan syok secara tepat sangat mempengaruhi prognosis pasien
selanjutnya. Pendekatan paling tepat untuk merancang intervensi terapeutik
untuk pasien syok adalah pengetahuan yang luas tentang fisiologi

2
hemodinamik dasar dan dokumentasi patofisiologi yang sedang terjadi dengan
menggunakan teknik pemantauan yang tersedia.
Penanggulangan syok pada dasarnya bertujuan untuk memperbaiki
perfusi jaringan. Oleh karena itu, selain menemukan penyebab syok, sangat
penting untuk menstabilkan aliran darah. Salah satu cara sebagai terapi inisial
untuk syok adalah terapi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan volume
darah sehingga diharapkan dapat mengkoreksi sistem sirkulasi tubuh. Referat
ini khusus akan membahas mengenai terapi cairan pada syok hipovolemik.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Fisiologis Cairan Tubuh


II.1.1. Volume Cairan Tubuh
Cairan merupakan bagian terbesar dalam tubuh manusia, dimana
dalam tubuh laki-laki dewasa, 60% dari berat badannya terdiri dari cairan.
Sedangkan pada tubuh wanita, 50% dari berat badannya.
Tubuh menyimpan cairan dalam dua kompartemen, yaitu dalam sel
(cairan intraseluler) dan diluar sel (cairan ekstraseluler) yang dipisahkan oleh
membran sel. Cairan ekstraseluler dipisahkan lagi menjadi dua bagian, yaitu
cairan intravaskuler dan cairan interstitial. Cairan interstitial mencakup semua
cairan yang berada diluar sel dan diluar endotel vaskular.

Body
100 %

Water Tissue
60 % 40 %

Intracellular Extracellular
40 % 20 %

Interstitial Intravascular
15 % 5%

3
Distribusi volume cairan tubuh bervariasi menurut umur, sebagaimana
tercantum dalam tabel di bawah ini:
BAYI BARU BAYI 3
JENIS CAIRAN DEWASA ORANGTUA
LAHIR BLN
Intraseluler 40 % 40 % 40 % 27 %
Ekstraselule Plasma 5% 5% 5% 7%
r Interstitial 35 % 25 % 15 % 18 %
Total 80 % 70 % 60 % 52 %

II.1.2. Komposisi Ion


Cairan tubuh mengandung elektrolit, yaitu:
 Zat-zat bukan ion : Dextrosa, Ureum, Kreatinin
 Zat-zat ion (garam) : Kation (Na+, K+, Ca2+, Mg2+), Anion (HCO3-,
Cl-, fosfat, protein, dan asam organik).
Elektrolit dan protein merupakan zat yang menentukan besarnya
tekanan osmotik. Pada cairan intraseluler, K+ merupakan kation utama dan
PO43- merupakan anion utama. Pada cairan ekstraseluler, Na+ merupakan
kation utama dan Cl- merupakan anion utama.

KATION ANION
CAIRAN + + 2+ 2+
Na K Ca Mg Cl Phospor HCO3- Protein
-

Plasma 145 4 3 2 105 2 24 7


Ekstraseluler
Interstitial 142 4 3 2 110 2 28 2
Intraseluler 10 140 <1 50 4 75 10 16

II.1.3. Keseimbangan Cairan Tubuh


Cairan tubuh dan zat-zat terlarut didalamnya berada dalam mobilitas
yang konstan. Ada proses menerima dan mengeluarkan cairan yang terus
menerus. Untuk mempertahankan keseimbangannya, maka jumlah cairan yang
masuk ke dalam tubuh dalam sehari harus sebanding dengan jumlah cairan
yang keluar dari tubuh.

4
Masukan (ml/24 jam) Keluaran (ml/24 jam)
Tidak Tidak
Tampak Tampak
Tampak tampak
Minum 1500 Kulit 600
Makan 800 Paru 400
Hasil Oksidasi 300 Ginjal (urin) 1500
Intestis (feses) 100
TOTAL 1500 1100 1600 1000
Diambil dari Sheri Innerarity, et al. Fluids and Electrolytes made Incredibly Easy 2nd Edition.
Springhouse Corp. Pennsylvania:2002

Tidak semua cairan yang keluar dari tubuh dapat diukur. Cairan yang
keluar dari tubuh dan dapat diukur disebut sensible loss, berupa urin, feses,
maupun luka terbuka. Cairan yang keluar dari tubuh dan tidak dapat diukur
disebut insensible loss, termasuk penguapan melalui kulit dan uap air yang
terkandung bersama udara pernafasan.

II.1.4. Pergerakan Cairan Tubuh


Komposisi dan volume cairan relatif stabil, merupakan suatu keadaan
yang disebut keseimbangan dinamis atau homeostatis. Perpindahan air dan zat
terlarut diantara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme transport aktif
dan pasif. Mekanisme transport aktif memerlukan energi, sedangkan transport
pasif tidak memerlukan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme
transport pasif. Sedangkan mekanisme transport aktif berhubungan dengan
pompa Na-K yang membutuhkan energi dari Adenosin Triphospat (ATP).

II.2. Pengertian Syok Hipovolemik


II.2.1. Definisi dan Penyebab Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik mengacu pada suatu kondisi kehilangan cairan
tubuh secara cepat yang mengakibatkan kegagalan berbagai fungsi organ
karena perfusi jaringan yang kurang adekuat. Seringkali, syok hipovolemik
disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:

5
a. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir
keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik
terganggu.
b. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung
kehilangan darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan
500 – 1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000 – 1500 ml
perdarahan.
c. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan
protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
 Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
 Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
 Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat
berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya
pelepasan oksigen ke dalam jaringan.

II.2.2. Patofisiologi Kehilangan Darah


Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh,
sebagai contoh adalah vasokonstriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi
viseral (dalam rongga perut) untuk menjamin arus darah ke ginjal, jantung,
dan otak. Karena ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah
yang akut adalah peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga
output jantung. Pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan
tahanan pembuluh – darah perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah
diastolik dan mengurangi tekanan nadi, tetapi hanya sedikit membantu
peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga
dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin,
bardikinin, beta endorfin, dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin
lain. Substansi ini berdampak besar pada mikrosirkulasi dan permeabilitas
pembuluh darah.

6
Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit
mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume
darah di dalam sistem vena, namun tidak banyak membantu memperbaiki
tekanan sistemik. Cara yang paling efektif dalam memulihkan cardiac output
dan perfusi organ adalah dengan pengembalian darah ke batas normal dengan
memperbaiki volumenya.
Pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat
tidak mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme
aerobik normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadinya
kompensasi dengan berpindah ke metabolisme anaerobik, sehingga
mengakibatkan pembentukan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah
dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-
Giesecke, 1991), sehingga menyebabkan asidosis metabolik. Bila syoknya
berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk pembentukan ATP
(adenosine triphosphate) tidak memadai, maka membran sel tidak dapat lagi
mempertahankan intergritasnya dan gradien elektrik normal hilang.
Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus
perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen
yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan
dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan
prioritas utama.

II.2.3. Gejala dan Tanda Klinis


Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia,
kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya
berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis
respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi
kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan
takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat,
meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga
dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.

7
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan
hipovolemia, penurunan tekanan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera
kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda
syok, yaitu:
a. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian
kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
b. Takikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons
homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran
darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
c. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah
sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang
esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah
otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri rata-rata tidak turun hingga
kurang dari 70 mmHg.
d. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.
Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia
akan menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti:
(1) Turunnya turgor jaringan
(2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering
(3) Bola mata cekung.

II.2.4. Pembagian syok hipovolemi berdasarkan ATLS


Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan darah < 750 cc 750-1000 cc 1500-2000cc > 2000 cc
Kehilangan darah
> 15% 15 – 30 % 20 – 40% > 40%
(% vol darah)
Denyut jantung < 100 > 100 > 120 > 140
Tekanan sistolik Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi Normal / ↑ Menurun Menurun Menurun
Cappilary refill Normal (+) (+) (+)
Respirasi 14-20 20 –30 30 – 40 < 35
Urin > 30 20 –30 5 – 25 Anuria
Status mental Slightly Mildly Anxious dan Confused dan

8
anxious anxious confused letargi
Kristaloid dan Kristaloid dan
Terapi cairan kristaloid kristaloid
darah darah

II.2.5. Pemeriksaan Laboratorium – Hematologi


Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar
hemoglobin dan nilai hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh
ditunda menunggu hasil pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok
hipovolemik mungkin rendah, normal, atau tinggi, tergantung pada penyebab
syok.

II.3. Terapi Cairan pada Syok Hipovolemik


II.3.1. Tujuan Terapi Cairan pada Syok Hipovolemik
Pemberian cairan intravena pada syok hipovolemik merupakan bentuk
terapi medis yang paling efektif dan paling baik untuk mengembalikan volume
darah. Pada syok, tujuan terapi cairan adalah untuk mengembalikan perfusi
jaringan dan pengiriman oksigen ke sel. Sehingga dengan demikian
mengurangi iskemi jaringan dan kemungkinan kegagalan organ.
Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat
berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input
cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air
dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan
cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.
Titik akhir terapi yang dipilih harus mempertimbangkan bukti adanya
perbaikan aliran jaringan, perfusi jaringan, dan juga bahaya atau kerugian bila
terapi tersebut diteruskan. Salah satu tantangan terbesar bagi klinikus adalah
memperkirakan cukup tidaknya curah jantung. Sementara nilai-nilai mutlak
lebih besar dari 3,5 dan 4,0 liter per menit seringkali memadai, perhatian pada
indeks-indeks lain dapat memberi informasi atau memaksa membuat
pertimbangan lebih lanjut. Indeks-indeks tersebut sangatlah jelas bagi klinikus
dan mencakup jumlah urin keluar, kesadaran, pengisian kapiler, warna kulit,

9
suhu, dan laju nadi. Evaluasi lebih lanjut mungkin mencakup status asam-
basa, kadar laktat, pemakaian oksigen dan saturasi oksigen vena campur.
Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok
hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar
dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan
kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan
akibat syok.

II.3.2. Jenis Cairan


a. Larutan Kristaloid
Dari semua jenis cairan kristaloid, ringer laktat paling banyak digunakan.
Laktat dirubah menjadi bikarbonat yang dapat membantu memperbaiki
asidosis metabolik.
b. Larutan Koloid
 Darah
Transfusi sebaiknya menggunakan darah yang sesuai meskipun harus
diperoleh dalam waktu yang cukup lama (45 menit atau lebih). Pada
keadaan yang mendedsak, transfusi dapat menggunakan darah golongan O
(donor universal) walaupun secara teoritis dapat menyebabkan kesulitan
penentuan darah karena terjadi isoimunisasi.
 Plasma atau Larutan Albumin
Kedua jenis larutan tersebut efektif sebagai volume ekspander tetapi pada
syok berat atau berlanjut (prolonged shock), mungkin kedua cairan dapat
memperberat edema interstisial karena keluar dari ruang intravaskular
akibat kebocoran endotel kapiler. Karena itu banyak yang menganjurkan
untuk menunda pemberian plasma atau albumin sampai 24 jam setelah
syok dapat diatasi. Perlu juga dipertimbangkan kemungkinan kontaminasi
virus hepatitis pada pemberian plasma.
 Penggantian Plasma (plasma subtitutes)
Pengganti plasma pernah digunakan pada awal syok hipovolemik,
walaupun banyak yang tidak menganjurkan. Dekstran 40 dan 70 mungkin

10
menyebabkan gangguan fungsi retikuloendotelial. Dekstrtan 70 dapat
menyulitkan penentuan golongan darah karena bersifat menyelubungi
eritrosit (coated). Dekstran 40 dapat menyebabkan diatesis hemoragik
karena bersifat menyelubungi trombosit, hal ini juga terjadi dengan
Hetastarch (Hespan).

II.3.3. Kontroversi Kristaloid Versus Koloid


Pemilihan cairan kristaloid atau koloid yang paling tepat untuk
resusitasi, merupakan sumber perdebatan selama beberapa puluh tahun. Secara
umum, resusitasi kristaloid menyebabkan ekspansi ruang interstisial,
sedangkan koloid intravena yang bersifat hiperonkotik, karena tekanan
onkotik, cenderung untuk menyebabkan ekspansi volume intravaskuler
dengan “meminjam“ cairan dari ruang interstisial. Koloid iso-onkotik dapat
mengisi ruang intravaskuler tanpa mengurangi cairan di ruang interstisial. Dari
tabel berikut dapat dilihat perbandingan cairan kristaloid dan koloid.

KRISTALOID KOLOID
Efek volume Lebih baik (efisien, volume lebih kecil,
-
intravaskuler menetap lebih lama)
Efek volume
Lebih baik -
interstisial
DO2 sistemik - Lebih tinggi
Edema paru Keduanya sama-sama potensial menyebabkan edema paru
Edema perifer Sering Jarang
Koagulopati - Dekstran > kanji hidrokdietil
Aliran urin Lebih besar GFR menurun
Reaksi-reaksi Tidak ada Jarang
Albumin mahal
Harga Murah
Non-albumin sedang

Dari pertimbangan fisiologis terlihat bahwa kristaloid menyebabkan


lebih banyak edema daripada koloid. Ini mungkin buruk. Pada keadaan
peningkatan permeabilitas, koloid mungkin merembes ke ruang intertisial, dan
akhirnya koloid meningkatkan tekanan onkotik plasma. Ini akan menghambat

11
kehilangan cairan selanjutnya dari sirkulasi dan kemungkinan hal ini
menguntungkan. Agaknyya, mikrovaskulator masih mempunyai kemampuan
untuk mempertahankan gradien protein walaupun terdapat gangguan
permeabilitas yang berat.
Kelebihan koloid dalam respon metabolik adalah dapat meningkatkan
DO2 dan VO2 serta menurunkan laktat serum. Parameter-parameter tersebut
merupakan indikator penting untuk mengetahui apakah pasien akan tetap
hidup atau meninggal.

II.3.4. Cairan Kristaloid dan Koloid yang Tersedia di Pasaran dan Sering
Digunakan
a. Cairan Kristaloid
Nama Osmolaritas Kemasan
Na+ Cl- K+ Ca2+ Asetat Laktat
Produk (mOsm/L) (ml)
500,
Otsu-RL 273 130 109 4 3 - 28
1000
500,
Otsu-NS 300 154 154 - - - -
1000
RINGER’S 310 147 155,5 4 4,5 - - 500
ASERING 273 130 109 4 3 28 - 500

b. Cairan Koloid
 Gelofusin
Setiap 1000 ml mengandung :
- Succinylated Gelatin (modified fluid gelatin) 40,0 g
- Weight average molecular weight (Mw) 30,000
- Number average molecular weigt (Mn) 23,200
- Sodium Chlorida 7,01 gr
- Sodium Hydroxyda 1,36 gr
- Water for inj 1000 ml
Elektrolit
- Na 154 mmol/L
- Cl 120 mmol/L

12
- Ph 7,1-7,7
- Osm 274 mOsm/L
 HES 6 %
Setiap 1000 ml mengandung :
- 0-(2-hydroxyethyl)-amylopektin hydrolisate 60,0 g
- HES Mw 200.000 (Substitution degree 0,5-0,55)
- Sodium Chloride 6,90 g
- Potasium Chloride 0,30 g
- CaClH2O 0,22 g
- Sodium Laktat sol (50%) 4,48 g
Elektrolit
- Na 138 mmol/L
- K 4 mmol/L
- Ca 1,5 mmol/L
- Cl 125
- Laktat 20 mmol/L
 Expafusin
Tiap 1000 ml larutan mengandung :
- Hydroxyethyl Starch/HES (BM 40000) 60 g
- Na 138 mEq
-K 4 mEq
- Ca 3 mEq
- Cl 125 mEq
- Laktat 20 mEq

III. PENUTUP
Banyak ahli yang menyimpulkan secara sederhana, bahwa karena tidak
jelas berbeda dalam hasil pada pasien yang telah mendapat resusitasi kristaloid
dan koloid, maka hendaknya dipakai cairan yang paling murah, yaitu tentu saja
kristaloid. Argumentasi harga ini perlu dikaji lebih dalam karena biaya resusitasi

13
cairan pada pasien yang memerlukan prosedur resusitasi kompleks hanya
merupakan suatu fraksi saja dari biaya keseluruhan.
Posisi ekstrim dalam kontroversi tidak dapat dibenarkan. Pemilihan cairan
lebih banyak ditentukan oleh pasien ketimbang oleh dokter yang mungkin pro
atau kontra jenis cairan tertentu. Perlu dipertimbangkan kompartemen mana yang
membutuhkan resuisitasi cairan. Bila hanya kekurangan cairan intravaskuler,
maka cairan yang lebih cocok adalah koloid atau darah. Bila terjadi defisit cairan
interstitial maka kristaloid seperti larutan RL yang lebih cocok. Mungkin perlu
memberikan koloid dan kristaloid bila terjadi defisit di ruang intravaskuler dan
interstitial.
Penggunaan optimum cairan dalam resusitasi pada pasien dengan syok
memerlukan pertimbangan kondisi pasien sebelum sakit, penyebab syok,
pengetahuan fisiologi kardiovaskuler yang baik dan pemahaman sifat-sifat cairan
yang tersedia. Terapi cairan hendaknya disesuaikan untuk setiap pasien. Terapi
cairan adalah suatu proses dinamik dan respon terhadap terapi harus dinilai secara
kontinyu karena akan menentukan tindakan selanjutnya. Seperti halnya
penggantian cairan yang tidak adekuat dapat mengakibatkan kegagalan organ dan
kematian, kelebihan cairan juga dapat mengakibatkan morbiditas yang cukup
tinggi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Muhiman, Muhardi dr.,dkk. Editor. Anestesiologi. 1989. Jakarta:CV Infomedika


Pt Otsuka Indonesia. Pedoman Cairan Infus. Edisi Revisi VII. 2003
Sunatrio, S., dr., SpAn.KIC, Resusitasi Cairan. 2000. Jakarta:Media Aesculapius
Wayne E. Wingfield, MS, DVM. Fluid and Electrolyte Therapy. 1998.
http://www.cvmbs.colostate.edu/clinsci/wing/fluids/fluids.htm
Kolecki, Paul.MD. Shock Hypovolemic. 2005. www.emedicine.com
en.erg/topic532.htm

15

Anda mungkin juga menyukai