PENDAHULUAN
1
BAB II
LANDASAN TEORI
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan
tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah,
maka resiko penderita menjadi lebih besar.
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular
dan kompartemen ekstraselular. Selanjutnya kompartemen ekstraselular dibagi
menjadi cairan intravaskular dan intersisial.
2
a) Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di dalam sel disebut cairan intraselular. Pada
orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di
intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat
badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari cairan
tubuhnya merupakan cairan intraselular.
b) Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir,
sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia
1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari
volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan
berat rata-rata 70 kg.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi:
i. Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial,
sekitar 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam
volume interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah
sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa5.
ii. Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah
(contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa
sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari
sel darah merah, sel darah putih dan platelet5.
iii. Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu
seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular
dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan
transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak
dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler5.
3
Gambar 1. Distribusi Cairan Tubuh
(Sumber : Guyton AC, Hall J.E. 2007)
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.
a. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus
listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif
4
(anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur
dalam miliekuivalen)5.
i. Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+),
sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+).
Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar
sodium dan potassium ini.
ii. Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular
adalah ion fosfat (PO43-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan
cairan interstitial pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma
mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak
mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
i) Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan
paling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar
natrium plasma: 135-145mEq/liter. Kadar natrium dalam plasma diatur
lewat beberapa mekanisme:
Left atrial stretch reseptor
Central baroreseptor
Renal afferent baroreseptor
Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
Atrial natriuretic factor
Sistem renin angiotensin
Sekresi ADH
Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body
Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana ±70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-
5
180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan
setiap hari adalah 100mEq (6-15 gram NaCl). 4
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan
interstitial maupun ke dalam dan ke luar sel. Apabila tubuh banyak
mengeluarkan natrium (muntah, diare) sedangkan pemasukkan
terbatas, maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan
natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti
dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan
cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila
volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan
sirkulasi. 4
ii) Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan
ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan
air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB
dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat
berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. 4
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3
mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan
konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90
mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.4
iii) Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-
90% dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah
pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan
endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-
kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, dan hipofisis. Sebagian
besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.4
Magnesium
6
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan
untuk pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan
feses.4
Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh
sebagai salah satu hasil akhir daripada metabolisme. Kadar
bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang
akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru
dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.4
b. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam
cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.5
7
b) Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah.
Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi
melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan
konsentrasi dan tekanan hidrostatik.4,6
c) Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa
ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa
ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah
untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.4,5,6
8
paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastointestinal (100-200
ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di
traktus gastrointestinal), third-space loses.5
Tabel 2. Rata-rata Harian Asupan dan Kehilangan Cairan pada Orang Dewasa
9
hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L).
Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%),
sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10%
dari kasus.8
Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan
hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan
cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen
intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular. 8
10
air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen
ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.8
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan
cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih
banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi,
air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular,
sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.8
11
Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit
cairan, cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang
berlangsung disesuaikan8. Salah satu cara rehidrasi :
i. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang
diberikan
ii. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40
cc/kgBB/24 jam atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)
iii. Pemberian cairan :
6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M (menurut Guillot )
18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M (menurut
Guillot)
Untuk terapi cairan perioperatif dapat digunakan formula M O P,
dengan keterangan sebagai berikut9,10,11.
M : Maintenance, dapat dihitung menggunakan rumus Holyday Zegar
untuk anak-anak, dan rumus 421 untuk dewasa.
O : Prediksi cairan yang hilang selama operasi dapat dihitung dari
jenis operasi x BB.
Operasi kecil : 4-6 ml x BB
Operasi sedang : 6-8 ml x BB
Operasi besar : 8-10 ml x BB
P : Lamanya puasa dihitung dari jumlah jam puasa x Maintenance
Perhitungan cairan menggunakan rumus :
Jam I : M+O+½P
Jam II-III : M+O+¼P
Jam IV : M+O
2. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi
akibat iatrogenik (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang
menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena
glukosa yang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat
12
insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung
kongestif2,3.
Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan
cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
3. Perubahan konsentrasi
a. Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi,
gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan,
sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang,
koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH,
polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare,
muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).
Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L)
atau NaCl 3% sebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-
2,5 mg/kg2,3.
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan
scara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif.
Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat
menggunakan rumus2,3:
Na= Na 1 – Na 0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
b. Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala
berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah.
Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare,
muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan
air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah
13
penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-
140) x BB x 0,6}: 140. 2,3
c. Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari
redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular
atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan
gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG
(QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,
kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi
hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis,
hipomagnesemia, obat-obatan), infus potasium klorida sampai 10
mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium
klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk
hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan
otot yang hebat).
d. Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena
insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium
(NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan
gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia,
kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan
EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium
klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq
dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis2,3.
14
E. Cairan Perioperatif
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang
umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif2,3,9.
Faktor-faktor preoperative3,9 :
a. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat
diperburuk oleh stres akibat operasi.
b. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker
intravena dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang
tidak normal karena efek diuresis osmotik.
c. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi
eksresi air dan elektrolit
d. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan
air dan elekrolit dari traktus gastrointestinal.
e. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
f. Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat
kehilangan cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat
meningkat jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan
abnormal cairan.
g. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari
anestesi. Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan
hipovolemia preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi
seperti takikardia dan vasokonstriksi.
h. Kehilangan darah yang abnormal
15
Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space
(contohnya kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus
saat operasi)
i. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada
luka operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.
Faktor postoperatif3,9:
a. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
b. Peningkatan katabolisme jaringan
c. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
d. Risiko atau adanya ileus postoperatif
Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi
perioperatif adalah3,9:
a. Hiperkalemia
b. Asidosis metabolik
c. Alkalosis metabolik
d. Asidosis respiratorik
e. Alkalosis repiratorik
F. Patofisiologi
Trauma, pembedahan dan anestesi akan menimbulkan perubahan-
perubahan pada keseimbangan air dan metabolisme yang dapat berlangsung
sampai beberapa hari pasca trauma atau bedah. Perubahan-perubahan tersebut
terutama sebagai akibat dari3,9,11:
a. kerusakan sel di lokasi pembedahan
b. Kehilangan dan perpindahan cairan baik lokal maupun umum
c. Pengaruh puasa pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah
d. Terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan dan fase
penyembuhan
16
a. Kadar adrenalin dan non adrenalin meningkat sampai hari ketiga pasca
bedah atau trauma. Sekresi hormon monoamin ini kebih meningkat lagi
bila pada penderita tampak tanda-tanda sepsi, syok, hipoksia dan
ketakutan.
b. Kadar glukagon dalam plasma juga meningkat
c. Sekresi hormon dari kelenjar pituitaria anterior juga mengalami
peningkatan yaitu growth hormone dan adrenocorticotropic hormone
(ACTH). Trauma atau stres akan merangsang hipotalamus sehingga
dikeluarkan corticotropin releasing factor yang merangsang kelenjar
pituitaria anterior untuk mensekresi ACTH.
d. Peningkatan kadar ACTH dalam sirkulasi menyebabkan glukokortikoid
plasma meningkat sehingga timbul hiperglikemia, glikolisis dan
peninggian kadar asma lemak.
e. Kadar hormon antidiuretik (ADH) mengalami peningkatan yang
berlangsung sampai hari ke 2-4 pasca bedah/trauma. Respon dari trauma
ini akan mengganggu pengaturan ADH yang dalam keadaan normal
banyak dipengaruhi oleh osmolalitas cairan ekstraseluler.
f. Akibat peningkatan ACTH, sekresi aldosteron juga meningkat. Setiap
penurunan volume darah atau cairan ektraseluler selalu menimbulkan
rangsangan untuk pelepasan aldosteron.
g. Kadar prolaktin juga meninggi terutama pada wanita dibandingkan dengan
laki-laki.
Derajat perubahan-perubahan tersebut di atas sangat bervariasi bagi setiap
individu tergantung dari beberapa faktor3,9,11:
a. rasa sakit dan kualitas analgesi dan rasa takut dan sedasi yang diberikan
b. komplikasi penyulit pasca bedah/trauma (syok, perdarahan, hipoksia atau
sepsis)
c. keadaan umum penderita
d. berat dan luasnya trauma
17
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam
pemberian cairan perioperatif, yaitu:
a. Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan ± 30-35 ml/kgBB/hari
dan elektrolit utama Na+ =1-2 mmol/kgBB/haridan K+ = 1
mmol/kgBB/hari. Secara umum kebutuhan cairan rumatan dapat dilihat
pada tabel 6. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang
akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit)
dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.
Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak
dibandingkan elektrolit).3,9,11
b. Defisit cairan dan elektrolit pra bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada
penderita bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang
seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare,
diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan trauma),
kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi,
demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini
harus segera diganti sebelum dilakukan pembedahan.3,9,11
c. Kehilangan cairan saat pembedahan
a) Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari : botol
penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah
(suction pump) dengan cara menimbang kasa yang digunakan
sebelum dan setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran
4x4 cm) mengandung ± 10 ml darah, sedangkan tampon besar
(laparatomy pads) dapat menyerap darah ± 100-10 ml. Dalam
prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa
ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak)
dan keadaan klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan
pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit berulang-ulang
18
(serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih
menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah
perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada luka
operasi digunakan cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah
yang mengenai kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.
3,9,11
19
h. Ginjal tidak mampu mengekskresikan “free water” atau untuk
menghasilkan urin hipotonis.
20
cairan ekstra sel. Cairan pengganti juga harus disesuaikan dengan komposisi
cairan tubuh yang hilang selama perawatan. Selama pembedahan, pemberian
cairan didasarkan pada (1) jumlah cairan untuk menggantikan darah yang keluar
yaitu cairan NaCl 0.9% atau ringer laktat sebanyak lebih kurang 3 kali jumlah
perdarahan, (2) perkiraan defisit cairan yang belum sepenuhnya terkoreksi
misalnya (misalnya defisit cairan 5 liter, diberikan resusitasi cairan awal 3 liter
dan kekurangan 2 liter dibagi menjadi: 1 liter diberikan dalam 8 jam sedangkan 1
liter sisanya diberikan dalam 16 jam), (3) cairan rumatan selama pembedahan
bergantung pada jenis operasinya, berkisar antara 2,5 mL/kg/jam (untuk operasi
pada superfisial) hingga 15 mL/kg/jam (untuk operasi pembukaan rongga
abdomen). 3,4,9,11
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan
kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan
(perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang
diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang
hilang. 3,9,11
i.Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya
bedah mata (ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja
selama pembedahan.
ii.Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat
diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar
ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan.
Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam
seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
iii.Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk
pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.
Tabel 6. Rates of Fluid Administration to Replace Third Space Losses
21
(Sumber : Hartanto WW, 2007)
e. Penggantian darah yang hilang
Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood
Volume = taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi
dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh ini akan menurun pada
seseorang yang akan mengalami pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala
tersebut seringkali tidak begitu tampak karena depresi komponen vasoaktif. 3,4,9
Tabel 7. Perkiraan volume darah
22
e. Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan
f. Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan
hematokrit.
g. Usia penderita
Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah3,9,11:
- 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar
hemoglobin sebesar 1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.
- Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin
3gr% Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya
sehingga diuresis ± 1 ml/kgBB/jam.
23
Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau
muntah.
Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui
trakeostomi dan humidifikasi.
c. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama
pembedahan yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr
%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut
oksigen.
d. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan
tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi
tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil,
jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
24
hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan
tersebut akan mengalami metabolisme dihati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid
lainnya yang sering digunakan adalah nacl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih
dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis)
dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida karena
perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid
sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitial. Selain itu,
pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan
meningkatnya tekanan intra cranial. 3,4,5
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma
substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau
pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang
banyak (misal luka bakar). 3,4,5
25
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam
untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
Prekallikrein activators (Hageman’s factor fragments) seringkali terdapat dalam
fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian
infus dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler. 3,4,5
Tabel 9. Jenis Cairan Koloid
26
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi
mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran
mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness,
menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran
darah. 3,4,5
Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross
match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu. 3,4,5
2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 – 1.000.000, rata-
rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin
dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum
amilase (walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-
Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5
kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya
sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan
tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk
resusitasi cairan pada penderita gawat. Kerugian dari plasma expander yaitu
mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat
menyebabkan gangguan pada “cross match”. 3,4,5
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul
rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin,
yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
27
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita
gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari
golongan urea linked gelatin.
28
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Tn. IB
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 55 kg
29
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Petani
Alamat : Jalan Lagarutu
No. Rekam Medik : 472175
B. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama : Sakit perut kiri bawah
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk RSUD Undata Palu dengan keluhan sakit perut bagian
kiri bawah. Sakit perut hanya terdapat pada perut bagian kiri bawah. Sakit
perut dirasakan sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu. Sakit yang dirasakan
makin lama makin sering dirasakan. Sekarang sakit yang dirasakan disertai
perut kembung dan terasa tegang pada perut. Beberapa hari yang lalu
pasien mengeluhkan BAB bercampur dengan darah dan lendir serta
kebiasaan BAB yang berubah-ubah, terkadang feses encer dan kadang-
kadang susah BAB. Pasien mengalami muntah > 5 kali dan diare 4 kali
sehari sebelum masuk rumah sakit. Pasien sebelumnya sudah periksa ke
puskesmas, dan disarankan untuk berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter
spesialis bedah. Deman, pusing dan mual disangkal.
3. Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi disangkal
- Riwayat penyakit asma disangkal
- Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
- Riwayat diabetes melitus disangkal
- Riwayat trauma atau kecelakaan disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Lemah
30
Kesadaran : Compos mentis, GCS: E4V5M6
Vital Sign
- TD : 100/70 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- RR : 24 x/menit
- Suhu : 36,5 ºC
2. Pemeriksaan Kepala
- Mata : Mata cekung (-/-), Conjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor diameter ±
3 mm.
- Telinga : Discharge (-)
- Hidung : Discharge (-), epistaksis (-)
- Mulut : Sianosis (-) bibir kering (+), mukosa
membran kering (+), pembesaran tonsil (-), skor Mallampati 1.
3. Pemeriksaan leher : simetris, tidak ada deviasi trakea, pembesaran
kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
4. Pemeriksaan Dada
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Pengembangan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor kiri sama dengan kanan
Auskultasi :Bunyi napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),
Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (S)
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 dan S2 murni regular, bising (-)
5. Abdomen :
Inspeksi : Cembung, tidak terdapat jejas
31
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : Bunyi : Timpani
Asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan kuadran kiri bawah abdomen (+),
hepatomegali (-), splenomegali (-).
6. Ekstremitas : akral hangat, pucat (-), edema (-), turgor < 3 detik, CRT 3
detik
7. Genitalia : terpasang kateter
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.0 L: 13-17, P: 11-15 g/dl
Leukosit 5.9 4.000-10.000 /mm3
Eritrosit 4.28 L: 4.5-6.5 P: 3.9-5.6 Juta/ul
Hematokrit 37.6 L: 40-54 P: 35-47 %
Trombosit 246.000 150.000-500.000 /mm3
Waktu
3’00” 1-6 m.det
perdarahan/CT
Waktu
7’45” 4-10 m.det
perdarahan/BT
32
E. PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAF
Synus rhythm, Heart rate 100 x/menit, gelombang P normal, axis normal, PR
interval 0,16 detik, LVH (-)
33
Pemantauan tanda-tanda vital selama operasi sebagai berikut:
Pukul (WITA) Tekanan Darah (mmHg) Nadi (kali/menit)
13.15 110/80 70
13.20 110/80 74
13.25 120/80 80
13.30 110/80 76
13.35 110/80 76
13.40 100/70 82
13.45 110/70 90
13.50 120/90 93
13.55 70/40 85
14.00 100/60 89
14.05 110/70 90
14.10 120/80 94
14.15 130/80 98
14.20 120/70 90
14.25 120/70 93
14.30 100/70 93
14.35 110/80 90
14.40 100/90 92
14.45 110/90 97
14.50 150/100 95
14.55 120//80 90
15.00 130/90 86
15.05 130/90 88
15.10 130/80 90
15.15 120/70 96
15.20 120/70 90
15.25 110/70 95
15.30 120/70 98
34
15.35 120/80 98
15.40 120/80 100
15.45 120/80 100
15.50 110/70 98
15.55 110/70 90
Manajemen Cairan
- Pre operatif
Rehidrasi cairan (dehidrasi derajat sedang):
8% x BB = 8% x 55 = 4,4 L (4400 ml yang dibagi menjadi 2200 ml
dalam 8 jam pertama dan 2200 ml untuk 16 jam berikutnya)
Cairan rehidrasi diberikan sebanyak 1200 ml selama kurang lebih 8 jam
sebelum dilakukan operasi Sehingga masih tersisa 3200 cc untuk
pemberian 16 jam berikutnya, yang akan ditambahkan pada cairan pasca
operasi.
- Perioperatif
Cairan maintenance: 10 kg pertama : 10 kg x 4 cc = 40 cc
10 kg kedua : 10 kg x 2 cc = 20 cc
Sisa berat badan : 35 kg x 1 cc = 35 cc
Total 95 ml/jam (2280 ml/24 jam)
Penggantian Puasa
Lama jam puasa (17 jam) x Maintenace (95 ml) = 1615 ml
Saat mulai puasa sampai pasien akan diberikan cairan rehidrasi,
pasien mendapatkan cairan 1000 ml dan ini dianggap sebagai
pengganti puasa sehingga sisa cairan untuk pengganti puasa 615
ml.
Stress operasi
35
Untuk pengganti cairan sequwstra diberikan sesuai derajat operasi.
Pada kasus ini termasuk operasi besar karena merupakan operasi
laparotomi.
8 cc x 55 kg = 440 ml
- Post operatif
Kebutuhan cairan pasien dalam 24 jam post operasi
= 50 cc/kg BB/24 jam
= 2750 cc
Total cairan yang harus diberikan pasca operatif adalah:
= rehidrasi + perioperatif + kebutuhan pascaoperatif (24 jam)
= 3200 cc + 1765 cc + 2750 cc
= 7715 cc
36
BAB IV
PEMBAHASAN
37
harus memperhatikan posisi kepala dan juga kemungkinan terjadi aspirasi saat
operasi berlangsung.
TERAPI CAIRAN
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, presentasenya
dapattergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Terapi
cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan
yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga. Seluruh cairan
tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen
ekstraselular. Selanjutnya kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan
intravaskular dan interstisial.
I. Penatalaksanaan Preoperatif
Pada pasien ini terjadi dehidrasi akibat perubahan volume yang
diakibatkan muntah yang dialami > 5 kali sebelum masuk rumah sakit dan
diare 4 kali sehari. Pada pasien ini, kitadapat menentukan kategori dehidrasinya
berdasarkan gejala klinis yang muncul dan bukan berdasarkan kadar elektrolit
karena pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan elektrolit. Gejala klinis
yang muncul pada pasien yaitu lemas, capillary refill time 3 detik, mukosa
membran kering, mata cekung, dan output urin menurun, sehingga dapat
dikategorikan sebagai dehidrasi derajat sedang.
Rehidrasi cairan (dehidrasi derajat sedang): 8% x BB = 8% x 55 kg =
4,4 L (4400 ml). Pemberian cairan ini dibagi dalam 8 jam pertama sebanyak
2200 ml dan 16 jam berkutnya sebanyak 2200 ml. Pada kasus ini sebelum
operasi telah dimasukkan cairan sebanyak 1200 selama kurang lebih 8 jam.
Sehingga masih tersisa 3200 cc untuk pemberian 16 jam berikutnya, yang akan
ditambahkan pada cairan pasca operasi.
38
Pemberian cairan durante operasi awalnya diberikan cairan rehidrasi
yang belum diberikan sebelum operasi dimulai. Diberikan secara cepat dengan
memberikan cairan sebanyak 20 ml/kg BB/30 menit. Hal ini diulangi sebanyak
satu kali sehingga jumlah cairan yang diberikan pada saat resusitasi cepat
sebanyak 2200 ml. Setelah pemberian ini cairan untuk rehidrasi masih tersisa
sebanyak 1700 ml yang akan diberkan post-operatif. Berikut perhitungan pada
saat operasi:
Cairan maintenance: 10 kg pertama : 10 kg x 4 cc = 40 cc
10 kg kedua : 10 kg x 2 cc = 20 cc
Sisa berat badan : 35 kg x 1 cc = 35 cc +
Total 95 ml/jam (2280 ml/24 jam)
Penggantian Puasa
Lama jam puasa (17 jam) x Maintenace (95 ml) = 1615 ml
Saat mulai puasa sampai pasien akan diberikan cairan rehidrasi,
pasien mendapatkan cairan 1000 ml dan ini dianggap sebagai
pengganti puasa sehingga sisa cairan untuk pengganti puasa 615
ml.
Stress operasi
Untuk pengganti cairan sequestra diberikan sesuai derajat operasi.
Pada kasus ini termasuk operasi besar karena merupakan operasi
laparotomi.
Operasi kecil : 4 ml x kg BB
Operasi sedang : 6 ml x kg BB
Operasi besar : 8 ml x kg BB
8 cc x 55 kg = 440 ml
39
Jam II : M + O + ¼ P 95 + 615 + ¼ (440) = 820 cc
Jadi total cairan yang harus diberikan durante operasi jam I dan II
yaitu 1750 ml. Pada saat durante operasi, jumlah cairan yang
diberikan adalah sejumlah 1650 ml, sehingga sisa cairan yang akan
diberikan pada post operatif yaitu 100 ml
Perdarahan
Jumlah perdarahan pada pasien ini sebanyak 350 cc. Pada pasien
ini tidak diberikan darah sebagai pengganti, sehingga diberikan
cairan kristaloid dengan perbandingan 3:1. Jadi total cairan
kristaloid yang diberikan adalah 1050 ml.
EBV laki-laki dewasa: 70cc/kg BB = 70 x 55 = 3850 cc
Sehingga didapatkan % jumlah perdarahan (%EBV) :
%EBV = 350/3850 x 100% = 9%
40
masih dipuasakan setelah operasi maka cairan sisa akan dimasukkan secara
parenteral.
Untuk mengoreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan
terapi cairan tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama
meliputi tekanan darah, frekuensi napas, suhu tubuh dan warna kulit.
Pemberian cairan postoperatif yang tidak sesuai jumlah sebenarnya, sudah
dapat membuat pasien teresusitasi dengan baik sehingga pada pemberian terapi
cairan tidak harus sepenuhnya sesuai dengan jumlah yang sebenarnya karena
tubuh setiap orang memiliki perbedaan dalam melakukan kompensasi terhadap
gangguan cairan yang terjadi. Respon tubuh tergantung status fisik, umur dan
lain sebagainya. Tetapi kita harus memonitoring tanda vital dan tanda yang
lainnya agar dapat menentukan apakah resusitasi cairan sudah dapat dihentikan
atau tidak untuk mencegah edema paru yang akan terjadi jika cairan berlebih
diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerjemah:
Rachman L.Y. et al. Edisi 11. EGC. Jakarta.
2. Pandey CK, Singh RB. 2003. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh.
47(5):380-387.
3. Hartanto WW. 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian
Farmakologi Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran.
4. Latief AS, dkk. 2007. Petunjuk praktis anestesiologi: Terapi cairan pada
pembedahan. Ed. Ketiga. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.
41
5. Heitz U, Horne MM. 2005. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri: Elsevier-mosby. p3-227.
6. Mayer H, Follin SA. 2002. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd
ed. Pennsylvania: Springhouse. 3-189.
7. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center
for Veterinary Health. 2006. [http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.htm
(online) diakses tanggal 22 September 2012].
8. Ellsbury DL, George CS. 2006. Dehydration. eMed J.
[http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm (online) diakses pada 20
September 2012].
9. Sjamsuhidajat, R., De Jong, W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
10. Woo A. 2007. An Introduction to Fluid Therapy. British Journal of Hospital
Medicine. April 2007. 68 (4).
11. Brandstrup B. 2006. Fluid Therapy for the Surgical Patient. J Elsevier. Best
Practice and Research Clinical Anastesiologi. 20 (2) : p 265-283
[http://www.journals.elsevierhealth.com/periodicals/ybean/article/
PIIS1521689605000807 (online) diakses pada 20 November 2013]
42