Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagaimana kita ketahui,sebagian besar tubuh manusia terdiri atas cairan yang
jumlahnya berbeda-beda tergantung usia dan jenis kelamin serta banyaknya lemak di
dalam tubuh. Dengan makan dan minum tubuh mendapatkan air, elektrolit serta nutrien-
nutrien yang lain. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit yang masuk setara
dengan jumlah yang keluar. Pengeluaran cairan dan elektrolit dari tubuh dapat berupa
urin, tinja, keringan dan uap air pada saat bernapas.
Terapi cairan dibutuhkan bila tubuh tidak dapat memasukka air, elektrolit serta zat-zat
makanan ke dalam tubuh secara oral misalnya pada saat pasien harus berpuasa lama,
karena pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia
berat, mual muntah dan lain-lain. Dengan terapi cairan kebutuhan akan air da elektrolit
akan terpenuhi. Selain itu terapi cairan juga dapat digunakan untuk memasukkan obat dan
zat makanan secara rutin atau juga digunakan untuk menjaga keseimbangan asam basa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian cairan tubuh?
2. Bagaimana Fisiologi cairan tubuh dan elektrolit
3. Perubahan cairan tubuh?
4. Bagaimana Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan?
5. Apa Terapi cairan ?
6. Apa saja Jenis cairan dan indikasinya?
7. Dimanakah Jalur pemberian terapi cairan?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian cairan tubuh
2. Mengetahui Fisiologi cairan tubuh dan elektrolit
3. Mengetahui Perubahan cairan tubuh
4. Mengetahui Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan
5. Mengetahui Terapi cairan
6. Mengetahui Jenis cairan dan indikasinya
7. Mengetahui Jalur pemberian terapi cairan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Cairan Tubuh
Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk multiseluler seperti
manusia atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.
B. Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit
 Distribusi cairan tubuh
Air adalah pelarut (solven) terpenting dalam komposisi cairan makhluk hidup.
Persentase air tubuh total (Total Body Water) terhadap berat badan berubah sesuai
umur, menurun cepat pada awal kehidupan. Pada saat lahir, TBW 78% berat
badan. Pada beberapa bulan pertama kehidupan, TBW turun cepat mendekati
kadar dewasa 55-60 % berat badan pada saat usia 1 tahun. Pada masa pubertas,
terjadi perubahan TBW selanjutnya. Karena lemak mempunyai kadar air yang
lebih rendah, persentase TBW terhadap berat badan lebih rendah pada wanita
dewasa yang mempunyai lebih banyak lemak tubuh (55%) daripada laki-laki,
yang mempunyai sedikit lemak. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam
kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular.
1. Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada
orang dewasa, sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di
intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat
badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari
berat badannya merupakan cairan intraselular. Cairan intraseluler terlibat
dalam proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal dari
nutrien-nutrien dalam cairan tubuh
2. Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan
ekstraseluler berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi,
mensuplai nutrient ke dalam sel, dan membuang zat sisa yang bersifat
toksik. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia.
Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan
ekstraselular.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi
- Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar
11- 12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume
interstitial.
-Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L
dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah
merah, sel darah putih dan platelet.
-Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu
seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan
sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan
transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak
dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.
 Komponen cairan tubuh
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.
-Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah
kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).
- Kation :
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation
utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
-Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di
dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-
145mEq/liter.12 Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-
180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari
= 100mEq (6-15 gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun
ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium
(muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan
dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma
akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan
cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume
plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.
-Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan
penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium
dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan
yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam
sel.
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler.
Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10
mEq/liter.
-Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan
lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada
intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat
dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis.
Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel
- Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan +
10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
- Anion: Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion
fosfat (PO43-).
- Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil
akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali
bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-
paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
- Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat
lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
 Proses Pergerakan Cairan Tubuh
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak
membutuhkan energy sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi.
Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme
transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP. Proses
pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
- Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju
larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan
kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh
kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui
air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein. Tekanan
osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik
kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat).
Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades),
sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.
- Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak
dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik
pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut.
Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
- Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion
natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion
kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk
mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.
-Asupan dan ekskresi cairan dan elektrolit fisiologis
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh
stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera
pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal.Pada keadaan normal, seseorang
mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan
maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata rata 250 ml dari feses, 800-
1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari
(insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.
C. Perubahan cairan tubuh
Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :
1.Perubahan volume
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling
umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat
muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa
kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis,
obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan
menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan
cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang
berat terjadi.
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium menjadi
isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L).
Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi
hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.
Dehidrasi isotonis (isonatremik): terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan
konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam
kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan
natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium
serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular,
sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.15
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan
natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium
tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga
meminimalkan penurunan volume intravaskular.15
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic (pemberian
cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian
cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat
insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10 Kelebihan
cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau
berkurang.10
2. Perubahan konsentrasi
a. Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah dapat dibilang
hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi,
iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul
gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi
psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika),
hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125
mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan, sedangkan
untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat
menggunakan rumus :
Na= Na1 – Na0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
b. Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika kadar natrium > 160
mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah.
Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes
insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini
adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}:
140.12
c. Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan
ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan
gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST
segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi
hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan),
infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus
potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia
berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).13 Rumus untuk
menghitung defisit kalium18 :
K = K1 – K0 x 0,25 x BB
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
d. Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang
membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya
terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular
(disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida
10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik,
hemodialisis.
3. Perubahan komposisi
a. Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi
alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat
termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen
atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan
koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu.
Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.
b. Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada
fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari
penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari
termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan
koreksi defisit potasium yang terjadi.
c. Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat.
Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil, diabetik
ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan
depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin
yang berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan
yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan
hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.
d. Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan
diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah
hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah
sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual
selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.
II. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada
pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan postoperatif.
A. Faktor-faktor preoperatif
1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres akibat
operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat menyebabkan
ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis
osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan elektrolit
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari traktus
gastrointestinal.
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6. Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan sekitar 300-
500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau adanya
kehilangan abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
B. Faktor-faktor intraoperatif
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif karena
hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.
2. Kehilangan darah yang abnormal
3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan
ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang besar
dan prosedur operasi yang berkepanjangan)
C. Faktor-faktor postoperatif
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Peningkatan katabolisme jaringan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4. Risiko atau adanya ileus postoperatif
III. Terapi Cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas
fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara
intravena.
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi,
dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.
Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh atau
ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada
keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus
Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-
60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang dewasa
rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2
mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan
yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan
pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.
Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat atau infus
yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat
adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer’s dextrose, dll. Sedangkan larutan
rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit
cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam
hipovolemik.
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena seperti sudah
dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya.
Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan
harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke
luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :
• 6-8 ml/kg untuk bedah besar
• 4-6 ml/kg untuk bedah sedang
• 2-4 ml/kg untuk bedah kecil
.

BAB III
KESIMPULAN
Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh didalamnya
terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel, sehingga amat
penting dalam menunjang kehidupan.
Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan ditambah
lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit
merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor
preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau mengembalikan volume dan
komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia
dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk terapi
cairan adalah cairan kristaloid dan cairan koloid.
 
 
DAFTAR PUSTAKA
Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan. In:
Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed 15, jilid 2.
Jakarta: EGC; 258-266
Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi Klinik dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Hasan F. Terapi Cairan. 2008. Di unduh dari http://drfhasan.blogspot.com/2008/01/referat-
terapi-cairan.html.
Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan. Ed.Kedua.
Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.

Anda mungkin juga menyukai