Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom Klinefelter sekarang sedang hangat-hangatnya
dibicarakan di berbagai media, khususnya media online. Banyaknya
media membicarakan gejala Sindrom Klinefelter dan pengobatannya
ini berawal dari adanya kasus tuntutan yang dilayangkan oleh
keluarga Jane Deviyanti kepada Alterina Hofnan karena dituduh
memalsukan identitas kelaminnya. Maksudnya, apa itu Sindrom
Klinefelter?

Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik yang biasanya banyak


terjadi pria. Pria dengan kelainan ini, tidak mengalami perkembangan
seks sekunder yang normal seperti penis dan testis yang tidak
berkembang, perubahan suara (suara lebih berat tidak terjadi), bulu-
bulu di tubuh tidak tumbuh; biasanya tidak dapat membuahkan (tidak
subur) tanpa menggunakan metoda-metoda penyuburan khusus.
Mereka mungkin mempunyai masalah-masalah lain, seperti sedikit
dibawah kemampuan inteligensia, perkembangan bicara yang
terhambat, kemampuan verbal yang kurang dan masalah-masalah
emosional dan tingkah laku. Meskipun demikian ada juga yang
memiliki intelegensia diatas rata-rata dan tidak ada perkembangan
emosional atau masalah-masalah tingkah laku. Sekitar 1 pada 500
sampai 1 pada 1000 bayi-bayi laki-laki yang dilahirkan mengidap
sindrom Klinefelter.

1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana penyakit sindrom Klinefelter dan asuhan keperawatannya?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Sindrom Klinefelter.
2. Untuk mengetahui etiologi dari Sindrom Klinefelter.
3. Untik mengetahui patofisiologi dari Sindrom Klinefelter.
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari Sindrom Klinefelter.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari Sindrom
Klinefelter.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Sindrom Klinefelter.
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Sindrom Klinefelter.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Mahasiswa dapat lebih memahami dan mengerti definisi Parkinson
disease, dan lebih mengetahui patofisiologi dari penyakit Parkinson
ini.
1.4.2 Manfaat Praktisi
Dapat menjadi sumber informasi tentang Parkinson disease, dan dapat
menjadi bahan referensi serta tolok ukur dalam pengklasifikasian
Parkinson disease.

2
3
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Sindrom Klinefelter (SK) merupakan kelainan akibat adanya


kromosom seks tambahan (47,XXY) yang menyebabkan
hipergonadotropik hipogonadisme, dan infertilitas. Penampilan
pasien SK hampir tidak berbeda dengan mereka yang berkariotip
normal, tanpa gejala klinis yang khas selama masa anak, sehingga
diagnosis ditegakkan setelah usia remaja atau dewasa muda.
Keterlambatan dalam penegakkan diagnosis dapat menyebabkan
hilangnya kesempatan tata laksana untuk memperbaiki
hipogonadisme, gangguan kognitif, dan faktor-faktor psikososial.
Dilaporkan kasus anak laki-laki 13 tahun dengan keluhan
ginekomastia. Pada pemeriksaan fisis ditemukan bentuk tubuh
eunokoid, volume testis yang kecil dan teraba keras. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan peningkatan kadar LH dan FSH,
dengan kadar testosteron yang masih dalam rentang normal.
Diagnosis SK ditegakkan melalui pemeriksaan analisis kromosom
dengan hasil 47, XXY. (Sari Pediatri 2009;10(6):373-7).

2. 2 Sejarah
Laporan pertama mengenai sindrom klinefelter dipublikasikan
oleh Harry Klinefelter danrekannya di Rumah Sakit Massachusetts,
Boston. Ketika itu tercatat 9 pasien laki-laki yangmemiliki payudara
membesar, rambut pada tubuh dan wajah sedikit, testis mengecil,
danketidakmampuan memproduksi sperma. Pada akhir tahun 1950-an,
para ilmuwan menemukan bahwa sindrom yang dialami 9 pasien
tersebut dikarenakan kromosom X tambahan pada lelaki sehingga

4
mereka memiliki kromosom XXY. Pada tahun 1970-an, para ilmuwan
menyatakan bahwa kelainan klinefelter merupakan salah satu kelainan
genetik yang ditemui pada manusia,yaitu 1 dari 500 hingga 1 dari
1.000 bayi laki-laki yang dilahirkan akan menderita sindrom ini.

2.3 Etiologi
Laki-laki biasanya mempunyai satu kromosom X dan satu
kromosom Y; mereka yang mengidapsindrom Klinefelter mempunyai
kurang lebih satu tambahan kromosom X. Untuk alasan itu,mereka
mungkin digambarkan sebagai pria dengan XXY atau pria dengan
sindrom XXY. Padakasus-kasus yang jarang, beberapa pria dengan
sindrom Klinefelter memiliki sebanyak tiga atauempat kromosom X
atau satu atau lebih tambahan kromosom Y.Kelebihan kromosom X
pada laki-laki terjadi karena terjadinya nondisjungsi meiosis
( meioticnondisjunction ) kromosom seks selama terjadi
gametogenesis (pembentukan gamet) pada salahsatu orang tua.
Nondisjungsi meiosis adalah kegagalan sepasang kromosom seks
untuk memisah(disjungsi) selama proses meiosis terjadi. Akibatnya,
sepasang kromosom tersebut akanditurunkan kepada sel
anaknya,sehingga terjadi kelebihan kromosom seks pada anak.
Sebesar 40% nondisjungsi meiosis terjadi pada ayah, dan 60%
kemungkinan terjadi pada ibu. Sebagian besar penderita sindrom
klinefelter memiliki kromosom XXY, namun ada pula yang
memilikikromosom XXXY, XXXXY, XXYY, dan XXXYY.

2.4 Manifestasi Klinis


Mental
Anak laki-laki dengan kromosom XXY cenderung memiliki
kecerdasan intelektual IQ di bawahrata-rata anak normal. Sebagian
penderita klinefelter memiliki kepribadian yang kikuk,
pemalu,kepercayaan diri yang rendah, ataupun aktivitas yang

5
dilakukan dibawah level rata-rata(hipoaktivitas). Pada sebagian
penderita sindrom ini juga terjadi autisme. Hal ini terjadi
karena perkembangan tubuh dan neuromotor yang abnormal.
Kecenderungan lain yang dialami penderita klinefelter adalah
keterlambatan dan kekurangan kemampuan verbal, sertaketerlambatan
kemampuan menulis. Sifat tangan kidal juga lebih banyak ditemui
pada penderita sindrom ini dibandingkan dengan manusia normal.
Pada pasien dewasa, kemampuan seksualnyalebih tidak aktif
dibandingkan laki-laki normal.

Fisik
Kiri: Gejala perbesaran payudara (ginekomastia) salah satu ciri
sindrom klinefelter.Gejala klinis dari sindrom klinefelter ditandai
dengan perkembangan ciri-ciri seksual yangabnormal atau tidak
berkembang, seperti testis yang kecil dan aspermatogenesis
(kegagalanmemproduksi sperma). Testis yang kecil diakibatkan oleh
sel germinal testis dan sel selitan (interstital cell) gagal berkembang
secara normal. Sel selitan adalah sel yang ada di antara selgonad dan
dapat menentukan hormon seks pria. Selain itu, penderita sindrom ini
juga mengalamidefisiensi atau kekurangan hormon androgen, badan
tinggi, peningkatan level gonadotropin, danginekomastia. Penderita
klinefelter akan mengalami ganguan koordinasi gerak badan,
sepertikesulitan mengatur keseimbangan, melompat, dan gerakan
motor tubuh yang melambat. Dilihatdari penampakan fisik luar,
penderita klinefelter memiliki otot yang kecil, namun
mengalami perpanjangan kaki dan lengan.Mereka mungkin
mempunyai masalah-masalah lain, seperti sedikit dibawah
kemampuaninteligensia, perkembangan bicara yang terhambat,
kemampuan verbal yang kurang danmasalah-masalah emosional dan
tingkah laku. Meskipun demikian ada juga yang memilikiintelegensia
diatas rata-rata dan tidak ada perkembangan emosional atau masalah-

6
masalahtingkah laku. Sekitar 1 pada 500 sampai 1 pada 1000 bayi-
bayi laki-laki yang dilahirkanmengidap sindrom Klinefelter.

2.5 Diagnosis

DiagnosisSindrom Klinefelter biasanya baru terlihat tanda-tandanya


setelah penderita memasuki masa pubertas, untuk mendiagnosis
biasanya dokter menggunakan karyotipe berdasarkan hasil
analisisyang diambel dari sample darah. Hasil analisis akan
menunjukkan karyotipe kromosom penderitayang memiliki kelebihan
kromosom seks X.

Sindrom Klinefelter juga dapat didiagnosis selama kehamilan


seorang wanita. Dokter dapatmencari kelainan kromosom dalam sel
yang diambil dari cairan ketuban yang mengelilingi
janin(amniosentesis), atau dari plasenta (chorionic villus sampling
(CVS)).Walaupun gangguan ini biasa, banyak pria dengan sindrom
Klinefelter tidak menyadari merekamengidapnya dan hidup secara
normal. Mereka tidak menyadari kelainan tanda-tanda fisik,emosional
atau mental dari gangguan ini. Oleh karena itu banyak ahli kesehatan
lebih suka untuk menyebutkan pria dengan tambahan kromosom X ini
sebagai pria XXY. Ini menghilangkan beberapa hal negatif yang
menyangkut istilah sindrom.Tanda-tanda dari sindrom Klinefelter
berbeda dari satu orang dengan orang lain. Perbedaantersebut
umumnya bergantung pada jumlah dari tambahan kromosom X pada
sel-sel dan berapa banyak sel-sel yang telah terpengaruh. Mereka yang
memiliki lebih dari satu kromosom Xumumnya mempunyai beberapa
gejala-gejala berat, termasuk keterbelakangan mental.Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil
analisa kromosom(kariotip).Diagnosis bisa ditegakkan pada berbagai
keadaan:# Bayi masih berada dalam kandungan.Diagnosis ditegakkan

7
melalui pemeriksaan amniosintesis (analisa cairan ketuban).Prosedur
ini tidak dilakukan secara rutin, tetapi hanya dilakukan jika terdapat
riwayat keluargadengan kelainan genetik atau jika usia ibu lebih dari
35 tahun.# Pada awal masa kanak-kanak.Diduga suatu sindroma
Klinefelter jika seorang anak laki-laki terlambat berbicara
danmengalami kesulitan dalam membaca serta menulis. Anak laki-laki
dengan XXY tampak lebihtinggi dan kurus, serta pasif dan pemalu.#
Remaja.Remaja laki-laki merasa malu ketika menyadari bahwa
payudaranya agak membesar, karena itumereka berobat ke dokter.#
Dewasa.Diagnosis biasanya merupakan akibat dari adanya
kemandulan. Pada pemeriksaan fisik, testis tampak lebih kecil. Untuk
memperkuat diagnosis sindroma ini, dilakukan pemeriksaan
kadar hormon gonadotropin.

2.6 Pencegahan
Gejala klinefelter pada janin jarang sekali terdeteksi, kecuali bila
menggunakan deteksi sebelum-kelahiran (prenatal detection). Sindrom
ini kadang-kadang dapat diturunkan dari ayah penderita klinefelter ke
anaknya, oleh karena itu perlu dilakukan deteksi sebelum-kelahiran.
Sebagian kecil penderita klinefelter dapat tetap fertil dan memiliki
keturunan karena adanya mosaiksisme (mosaicism), yaitu adanya
campuran sel normal dan sel klinelfelter sehingga sel normal tetap
memiliki kemampuan untuk berkembang biak. Semakin cepat
dideteksi, penderita klinefelter dapat lebih cepat ditangani dengan
terapi farmakologi dan terapi psikologi sebelum memasukidunia
sekolah. Tindakan pencegahan lain yang harus dilakukan adalah uji
kemampuanmendengar dan melihat, dan terapi fisik untuk mengatasi
masalah motorik dan keterlambatan bicara. Terapi hormon testoteron
pada usia 11-12 tahun merupakan salah satu tindakan pencegahan
keterbelakangan perkembangan karakteristik seksual sekunder pada
pria penderitaklinefelter.

8
2.7 Pengobatan
Sindrom Klienefelter biasanya tidak pernah terdiagnosa sebelum
usia mendekati remaja (sekitar usia 11 sampai 12 tahun), ketika pria
mulai masuk masa puber. Pada tahap ini, testis anak tersebut gagal
berkembang seperti yang terlihat normal pada masa puber. Testis
tersebut tidak mencapai ukuran orang dewasa, tidak dapat untuk
menghasilkan testoteron yang cukup, dantidak dapat menghasilkan
sperma yang cukup bagi seseorang untuk menjadi seorang ayah
bagianaknya. Efek yang utama dari sindroma Klinefelter adalah pada
fungsi testis. Testis menghasilkanhormon pria testosteron dan jumlah
hormon ini pada penderita sindroma Klinefelter menurun.
Pada saat penderita berusia 10-12 tahun, perlu dilakukan pengukuran
testosteron dalam darahnyasecara periodik (misalnya setiap tahun).
Jika kadarnya rendah (sehingga tidak terjadi perubahanseksual yang
seharusnya dialami setiap anak laki-laki pada masa pubertas) atau jika
timbul gejalayang disebabkan oleh gangguan metabolisme hormon,
maka dilakukan pengobatan dengan pemberian hormon
testosteron.Yang paling sering digunakan adalah depotestosteron,
yang merupakan hormon testosteronsintetis, disuntikkan 1 kali/bulan.
Sejalan dengan pertambahan umur penderita, secara bertahapdosisnya
perlu ditingkatkan dan diberikan lebih sering.Hasil dari pengobatan
adalah perkembangan fisik dan seksual yang normal, yaitu
berupa pertumbuhan rambut kemaluan, penambahan ukuran penis dan
skrotum (kantung zakar), pertumbuhan janggut, suara menjadi lebih
dalam serta otot lebih berisi dan lebih kuat.
Keuntungan lain yang diperoleh dari terapi testosteron adalah:
- Pikiran lebih jernih
- Lebih bertenaga
- Tremor tangan berkurang
- Pengendalian diri yang lebih baik

9
- Dorongan seksual lebih besar
- Lebih mudah menyesuaikan diri di sekolah dan tempat bekerja
- Lebih percaya diri.
Pria dewasa mampu menjalani fungsi seksual yang normal (ereksi dan
ejakulasi), tetapi tidak mampu menghasilkan sperma dalam jumlah
yang normal.Pembedahan : jika ginekomastia mennyebabkan masalah
kosmetik, dapat dilakukan masektomi.

2.8 Prognosis Sindrom Klinefelter


Studi awal pria dengan sindrom Klinefelter XXY
menghasilkan temuan yang mengganggu peningkatan risiko gangguan
kejiwaan, kriminalitas, dan keterbelakangan mental. Hasil ini
dianggap sangat dipertanyakan karena tak sesuai dengan analisis awal.
Bayi dengan bentuk XXY sedikit berbeda dari anak-anak
sehat. Hasil dari satu penelitian Kohort pada bayi XXY nonmosaic
muda dari 2 tahun menemukan bahwa neonatus XXY paling
dilaporkan memiliki genitalia eksterna normal dan tinggi dan berat
badan dalam kisaran normal dan tidak dismorfik. Indikasi untuk
karyotyping pascakelahiran termasuk ambulasi tertunda dan
keterampilan berbicara. Temuan ini bersama dengan fitur klinis dan
biologis dilaporkan sebelumnya menunjukkan bahwa deteksi dini
sindrom Klinefelter sangat penting dalam memantau masalah
perkembangan potensial.
Meskipun anak laki-laki dengan 47, kariotipe XXY mungkin
berjuang melalui masa remaja dengan sukses akademis terbatas,
banyak frustrasi, dan, dalam beberapa kasus, kesulitan emosional atau
perilaku yang serius, langkah yang paling menuju kemerdekaan penuh
dari keluarga mereka saat mereka memasuki masa dewasa. Beberapa
telah menyelesaikan pendidikan sarjana dan dalam tingkat normal.
Temuan dari studi termasuk 87 pria Australia dengan sindrom
Klinefeltermenyimpulkan bahwa orang dewasa didiagnosis dengan

10
penyakit ini di kemudian hari mengalami kesulitan pribadi dan
psikososial yang sama dibandingkan dengan mereka yang didiagnosis
di usia muda. Orang-orang ini akan mendapat manfaat dari deteksi
dini dan intervensi.
Masa hidup diduga normal. Hipogonadisme, libido rendah, dan
masalah psikososial dapat dibantu dengan pengobatan testosterone
sementara ginekomastia dapat dikoreksi dengan mastektomi.

2.9 Patofisiologi
Pada kondisi normal manusia memiliki 46 kromosom, terdiri
dari 44 kromosom tubuh dan 2 kromosom seks. Kromosom seks ini
akan menentukan apakah anda laki-laki atau perempuan. Normalnya
laki-laki memiliki kromosom seks berupa XY sedangkan wanita XX.
Pada proses pembentukan gamet terjadi reduksi jumlah kromosom
yang mulanya berjumlah 46 menjadi 23.
Pada tahap tersebut juga terjadi pemisahan kromosom seks,
misalnya pada pria XY berpisah menjadi X dan Y begitupun dengan
wanita XX menjadi X dan X. Jika terjadi pembuahan pria maupun
wanita akan menyumbangkan satu kromosom seksnya begitupun
dengan kromosom tubuhnya sehingga terbentuk individu baru dengan
46 kromosom.
Pada sindrom klinefelter terjadi gagal pisah pada pria dan atau
wanita. Jika yang gagal berpisah adalah kromosom seks dari pria
maka gamet yang dia sumbangkan memiliki kromosom seks XY yang
nantinya akan menyatu dengan kromosom X dari wanita dalam proses
pembuahan sehingga yang terjadi adalah bentuk abnormal 47,XXY
(bentuk ini adalah bentuk yang umumnya terjadi pada sindrom
klinefelter).
Ataupun bila wanita menyumbangkan XX dan pria
menyumbangkan Y. Atau bentuk lain yang terjadi akibat pria

11
menyumbangkan XY dan wanita menyumbangkan XX sehingga yang
terjadi adalah sindrom klinefelter berbentuk 48,XXXY.
Selain dapat terjadi akibat gagal berpisah pada saat
pembentukan gamet, sindrom klinefelter juga dapat disebabkan oleh
gagal berpisah pada tahap mitosis setelah terjadinya pembuahan
membentuk mosaik klinefelter 46,XY/47,XXY. Biasanya bentuk
gejala klinis pada bentuk mosaik ini lebih ringan dari pada bentuk
klasiknya tetapi hal ini tergantung dari sebanyak apapun mosaiknya.

2. 10 Pathway Klinefelter
Kromosom XY
Kegagalan pemisahan kromosom XY
Hasil kromosom yang abnormal XXY
Kegagalan pembentukan organ
Perkembangan abnormal pd neuromotor
Kecerdasan IQ
Keterlambatan berbicara
Kesulitan berbicara
Sulit mengekspresikan pikiran
MK : Hambatan interaksi sosial
Perkembangan yang abnormal pada sel selitan dan sel germial
Tidak terbentuknya hormon seks pria
Hormon testosteron
Pengecilan testis
Kegagalan produksi sperma
Infertil
MK : HDR
MK : DISFUNGSI SEKSUAL

12
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. anamnese
1. identitas pasien
Nama: An.z
Usia : 7 tahun
Alamat : Jl.cokroaminoto No.21
Pekerjaan Orang tua : Petani
Agama :islam
Suku bangsa : Jawa
2. Keluhan Utama
Orang tua pasien mengatakan bahwa kelamin anak menggelembung
3. Riwayat penyakit saat ini
Orang tua klien mengatakan bahwa terjadi keterlambatan dalam
berbicara
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
Dalam keluarga klien ada yang memiliki riwayat sindrom klinelfelter
6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya,perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat,dan
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat.

b. pemeriksaan fisik
1. TTV
TD : 120/80mmHg
N : 60 x/ menit
RR : 22x/menit

13
S : 365 C
KU : Baik
Kesadaran : CM
2. pemeriksaan kepala : normal
Pemeriksaan leher : meningeal sign (-), bruzinski I (-)
Toraks : tidak ada kelainan
3. Pemeriksaan fungsi serebri
Status mental : penurunan status kognitif,penurunan
persepsi,dan penurunan memori baik jangka pendek dan memori
jangka panjang
4 . Sistem motorik
Inspeksi gaya berjalan,tremor kelemahan
Keseimbangan dan koordinasi,ditemukan mengalami gangguan
karena adanya kelemahan otot,kelelahan,perubahan pada gaya
berjalan,tremor dan kaku pada seluruh gerakan
5. sistem reproduksi
Adanya pengecilan testis

3.2 Analisa data


Analisa data Etiologi Masalah Keperawatan
Ds : . Abnormal perkembangan HDR
Ds : sel selitan dan
Testis terlalu kecil sel germinal

Tidak terbentuknya
hormon seks pria

testosteron
Ds : Abnormal perkembangan Disfungsi seksual
Do : sel selitan dan

14
Testis terlalu kecil sel germinal
infertil
Tidak terbentuknya
hormon seks pria
testosteron

kegagalan produksi
sperma
Ds : Perkembangan abnormal Hambatan interaksi
orang tua mengatakan neuromotor sosial
keterlambatan dalam
berbicara Kecerdasan IQ
Do :
Sulit berbicara
Sulit mengutarakan Keterlambatan bicara
jawaban dari pertanyaan
yang di berikan

3.3 Diagnosa keperawatan


1. Harga diri rendah b.d kegagalan produksi sperma.
2. Disfungsi seksual b.d keabnormanalan perkembangan sel selitan
dan sel germinal.
3. Hambatan interaksi sosial b.d penurunan kecerdasan IQ

3.4 Planning
No Diagnose Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Harga diri Mengungkapkan Membantu pasien untuk
rendah penerimaan diri secara verbal meningkatkan penilaian
Menceritakan keberhasilan penghargaan terhadap
dalam pekerjaan, sekolah, dan diri

15
atau kelompok sosial
2 Disfungsi Menunjukkan Mandiri :
seksual perkembangan anak Konseling seksual:
Menggambarkan gunakan cara cara
perkembangan seksual interaktif yang berfokus
Mengungkapkan pada kebutuhan untuk
kenyamanan dengan identitas membuat penyesuaian
seksualnya dalam praktik seksual
atau untuk meningkatkan
koping terhadap masalah
atau gangguan seksual
Kolaborasi:
Dukung
kelanjutankonseling
setelah pemulangan,
Konseling seksual
3. Hambatan Tujuan : Peningkatan sosialisasi:
interaksi Menunjukkan partisipasi fasilitasi kemampuan
sosial bermain seseorang untuk
Menunjukkan keterampilan berinteraksi dengan
interaksi sosial orang lain
Menunjukkan perkembangan
anak dengan senang
berinteraksi

16
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kelainan genetik yang terbanyak pada pria. Pria dengan
kelainan ini, tidak mengalami perkembangan seks sekunder yang
normal seperti penis dan testis yang tidak berkembang, perubahan
suara (suara lebih berat tidak terjadi), bulu-bulu di tubuh tidak
tumbuh; biasanya tidak dapat membuahkan (tidak subur) tanpa
menggunakan metoda-metoda penyuburan khusus.
4.2 Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa mampu
melakukan asuhan keperawatan pada pasien Sindrom klinefelter dan
mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

17
DAFTAR PUSTAKA

Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC


Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC
Rudolph, Abraham M. 2006. Buku Ajar Pediatri RUDOLPH Volum 2.
Jakarta : EGC

18

Anda mungkin juga menyukai