Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transisi epidemiologi disebut dengan keadaan yang ditandai


dengan adanya perubahan angka mortalitas dan angka morbiditas akibat
penyakit infeksius menjadi penyakit non infeksius. Hal ini terjadi karena
adanya era globalisasi yang mengubah pola hidup di masyarakat.
Perubahan tersebut menimbulkan penyakit kronis salah satunya Diabetes
Mellitus (Smeltzer dan Bare, 2013).
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis dengan gejala yang
khas diantarnya polifagia, polidipsia, poliuria (3P), dimana kondisi ini
membutuhkan perawatan medis yang lama dan menghabiskan biaya yang
mahal. Ada empat jenis Diabetes Melitus, yaitu: Tipe I atau insulin
dependent diabetes, dan Tipe II atau non-insulin dependent diabetes,
Diabetes Gestasional dan diabetes melitus tipe lain (ADA, 2015 ; Fain,
2009 ; Kemenkes RI, 2016).
Secara epidemiologi, diperkirakan prevalensi kasus Diabetes
Melitus akan meningkat setiap tahunnya. Menurut International Diabetes
Federation (IDF, 2015), terdapat 415 juta orang mengalami Diabetes
Mellitus dan menyebabkan kematian 5 juta jiwa pada tahun 2015. Pada
tahun 2016, angka penderita Diabetes Mellitus meningkat menjadi 422
juta orang di semua penduduk (Kemenkes RI, 2016). Penderita Diabetes
Mellitus di Indonesia menempati urutan ke-7 di seluruh dunia dengan 8,5
juta jiwa dan urutan ke-6 untuk kasus kematian sebelum berusia 70 tahun
akibat Diabetes Mellitus (INFODATIN, 2017). Kini prevalensi Diabetes
Mellitus pada tahun 2018 berdasarkan umur > 15 tahun, mengalami
peningkatan menjadi 8,5% (Perkeni, 2011) dan 20,9% (Perkeni, 2015).
Jawa Timur menempati urutan ke-10 dengan jumlah terbanyak DM
di Indonesia (Riskesdas, 2015). Sedangkan menurut Kompas (2017),
Indonesia menempati urutan ke-7 pasien Diabetes Mellitus terbanyak di

1
dunia. Perkiraan tahun 2040 penderita Diabetes Mellitus akan meningkat
mencapai 642 juta orang (WHO, 2015).
Diabetes Mellitus merupakan penyebab hiperglikemia. Pada
Diabetes Mellitus gula menumpuk dalam darah sehingga gagal masuk ke
dalam sel. Kegagalan tersebut terjadi akibat hormon insulin jumlahnya
kurang atau cacat fungsi. Hormon insulin merupakan hormon yang
membantu masuknya gula darah (WHO, 2016).
Komplikasi yang terjadi pada penderita DM mengakibatkan
terjadinya angka mortalitas dan angkamorbiditas bukan hiperglikemia
(Pernama, 2013). Diabetes melitus biasa disebut dengan penyakit yang
mematikan karena menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan
keluhan (Trisnawati, 2013).Komplikasi pada penderita DM dapat
dilakukan pencegahan dengan melakukan kontrol kadar gula darah,
periksa rutin gula darah, konsumsi obat hipoglikemi, olahraga dan patuh
dalam diet (Riyadi dan Sukarmin, 2008).
Pengobatan Farmakologi yang diberikan pada penderita DM
disesuaikan dengan tipe DM, beberapa pengobatan yang diberikan
diantaranya : Insulin dan Obat Hipoglikemia Oral (OHO). Namun
pengobatan farmakologi DM ini membutuhkan biaya yang mahal, sebab
pengobatannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Sehingga
muncullah beberapa penelitian pengobatan DM secara nonfarmakologi,
dengan tujuan menurunkan kadar glukosa di dalam darah (Shigaki, et al,
2010).
Menurut Permenkes (2016), Obat herbal yang bisa digunakan
untuk menurunkan kadar glukosa yaitu brotowali, kayu manis, pare, dan
daun salam. Kayu manis (Cinnamomum burmanii) merupakan salah satu
rempah-rempah dengan aroma yang khas yang paling banyak digunakan
sejak dulu. Sebagian negara bahkan menyebut kayu manis sebagai “The
Taste of Life”. Kegunaannya yang terkenal bahkan sampai membuat
namanya masuk ke dalam kisah-kisah Alkitab dan kitab Talmud.
Kayu manismemiliki senyawa antioksidan tinggi berupa flavonoid
dari subkelas flavonol yang berpotensi sebagai agen hipoglikemik melalui

2
mekanisme penghambatan terhadap enzim amilase yang berperan dalam
pemecahan karbohidrat. Efek antidiabetik ekstrak Cinnamomum pada
model hewan dengan DM tipe II, pada dosis (50, 100, 150 dan 200 mg/kg
BB) selama 6 minggu dapat menurunkan kadar glukosa darah secara
bermakna (P<0.001) dengan hasil paling besar pada dosis 200 mg/kg BB.
Kadar insulin serum dan HDL-kolesterol meningkat secara bermakna
(P<0.01) dan kadar trigliserida, kolesterol total dan aktivitas alpha-
glycosidase intestinal menurun secara bermakna setelah6 minggu
(Permenkes, 2016).
Berdasarkan keterangan di atas kayu manis mengandung
antioksidan flavonoid. Hasil ini menandakan bahwa kayu manis berperan
mengatur kadar glukosa darah dan lipid. Sehingga kayu manis dianggap
mampu dimanfaatkan sebagai alternatif obat yang relatif (terapi
nonfarmakologi) terjangkau bagi masyarakat Indonesia. Kayu manis ini
diolah menjadi teh, sebab minum teh sudah menjadi tradisi di Indonesia.
Sehingga masyarakat Indonesia lebih mudah menerima trobosan terapi
nonfarmakologi ini. Berdasarkan uraian di atas, maka disusunlah karya
tulis ini dengan judul “Potensi Terapi Nonfarmakologi : Kandungan
Antioksidan Teh Cinnamomum Solusi Hiperglikemia, Menurunkan
Prevalensi Diabetes Melitus”.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Tujuan pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah menelaah dan
menganalisa kandungan antidiabetik pada kayu manis sebagai alternatif
terapi nonfarmakologi Diabetes Mellitus yang mudah dikonsumsi
masyarakat dan tentunya memiliki efek samping relatif kecil jika
dikonsumsi dengan tepat. Diharapkan dengan adanya terapi
nonfarmakologi ini, membantu penderita patuh minum obat untuk
menurunkan kadar glukosa darah dan menurunkan tingkat stress sebagai
etiologi DM karena pengeluaran yang mahal dalam pengobatan
farmakologi. Sehingga harapannya angka harapan hidup di Indonesia

3
meningkat dan pastinya prevalensi Diabetes Mellitus bisa diturunkan
setiap tahun.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui dan menganalisa kandungan kayu manis sebagai
terapi nonfarmakologi Diabetes Melitus.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa keefektifan kandungan kayu
manis dalam menurunkan kadar glukosa darah.
3. Untuk mengetahui cara memaksimalkan kayu manis sebagai teh
herbal antidiabetik pada Diabetes Mellitus.
4. Untuk mengatasi permasalahan prevalensi Diabetes Mellitus yang
semakin meningkat setiap tahunnya.

1.3 Manfaat

1. Bagi Penulis
Karya tulis ini sebagai wadah untuk menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai kandungan dan keefektifan dari Kayu manis Selain itu Penulis
juga dapat memberikan sumbangsih berupa pemikiran, yaitu pemanfaatan
Kayu manis dalam bentuk teh herbal sebagai terapi nonfarmakologi
Diabetes Melitus.
2. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan tentang terapi nonfarmakologi yang berasal dari
Kayu manis dan diharapkan mampu membuat teh herbal dari Kayu manis
untuk meminimalkan pengeluaran yang mahal dalam membeli obat
farmakologi dan pastinya menurunkan kadar glukosa darah.
3. Bagi Pemerintah
Memberi masukan bagi pemerintah agar lebih memperhatikan kalangan
menengah ke bawah sehingga masyarakat mampu menjalani pengobatan
secara teratur yang pastinya mudah dijangkau dan mampu menyembuhkan
masyarakat.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Mellitus

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang terjadi


karena pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur
gula darah), atau bila tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin
yang dihasilkan (World Health Organization [WHO], 2016). Diabetes
melitus merupakan masalah kesehatan yang serius di dunia dan sampai
saat ini diabetes melitus masih diderita banyak orang dan prevalensinya
terus mengalami peningkatan (Michel, 2011).
Klasifikasi Diabetes Mellitusberdasarkan penyebab dibagi menjadi 4
jenis, yaitu: Tipe I atauInsulin-Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan
Tipe II atau Non Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM, diabetes
gestasional dan diabetes melitus tipe lain (Fain, 2009). Sekitar 10% orang
yang mengidap diabetes memiliki Diabetes Mellitus Tipe I atau Diabetes
Mellitus yang bergantung pada insulin dan Diabetes Mellitus tipe 2
dialami sekitar 80 – 90% dari jumlah seluruh penyandang diabetes melitus
(Fadillah, dkk., 2014).
Tubuh penderita DM Tipe I, tidak mampu memproduksi insulin dan
karenanya dibutuhkan suntikan insulin. Gangguan produksi insulin pada
DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β Pulau Langerhans
yang disebabkan oleh reaksi autoimun. Namun ada pula yang disebabkan
oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella,
CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya.Sedangkan, Tubuh penderita DM
Tipe II, mampu memproduksi sejumlah insulin, tetapi tidak mencukupi
atau cacat. Ketidakcukupan insulin pada DM Tipe 2 disebabkan oleh
multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor
genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar, antara lain : obesitas, diet
tinggi lemak, stress, rendah serat, serta kurang gerak badan (Kemenkes,
2016).

5
Kadar glukosa darah normal di dalam tubuh pada waktu puasa dan 2
jam setelah makan adalah 100 mg/dL dan 140 mg/dL. Pada toleransi
glukosa yang terganggu menyebabkan keadaan hiperglikemia dengan
kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan yaitu 100-125 mg/dL
dan 140-199 mg/dL. Hiperglikemia yang berkepanjangan dapat
menyebabkan produksi radikal bebas berlebih sehingga menimbulkan stres
oksidatif (Ferry, Y, 2013).
Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah
poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah
(fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit). Sedangkan pada
DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe
2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai
beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan
komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah
terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk,
dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga
komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf (Guo X et al, 2017).
Diabetes Melitus apabila tidak ditangani dengan baik akan
mengakibatkan berbagai penyakit menahun, semakin meningkatnya angka
kejadian penderita DM yang besar berpengaruh peningkatan komplikasi.
Menurut Govinndapa (2015) komplikasi DM terjadi pada semua organ
dalam tubuh yang dialiri pembuluh darah kecil dan besar, dengan
penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat
gagal ginjal. Namun komplikasi pada penderita DM dapat dilakukan
pencegahan dengan melakukan kontrol kadar gula darah, periksa rutin gula
darah, konsumsi obat hipoglikemi, olahraga dan patuh dalam diet (Riyadi
dan Sukarmin, 2008).
Berdasarkan konsensus PERKENI tahun (2011), penatalaksanaan
diabetes yang ada di Indonesia secara umum diarahkan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien Diabetes Mellitus, dengan pemberian
terapi farmakologi maupun non farmakologi. Penatalaksanaan awal
(jangka pendek) dilakukan untuk menghilangkan keluhan dan tanda DM,

6
mempertahankan rasa nyaman dan mencapai target pengendalian glukosa
darah. Penatalaksanaan berikutnya (jangka panjang) yaitu mencegah dan
menghambat proses progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati
dan neuropati.
Menurut Inna M dkk, (2010) penatalaksanaan diabetes mempunyai
tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, yang
secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu :
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal
2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya
komplikasi diabetes.

2.1 Konsep Kayu Manis

Kayu manis atau (Cinnamomum) masuk dalam kelas Magnoliopsida


dan suku Lauraseae yang memiliki bau khas aromatik (Zhu R, et al.,
2017). Pada pengamatan makroskopis, potongan kulit berbentuk
gelondong, agak menggulung, membujur, agak pipih, panjang sampai 1 m,
tebal kulit 1 nm sampai 3 nm atau lebih (Yulianis dkk, 2011).
Terdapat sekitar 250 spesies yang termasuk genus Cinnamomum.
Empat spesies yang utama adalah Cinnamomum zeylanicum (C. verum:
‘True cinnamon’, Sri Lanka atau Ceylon cinnamon), C. loureirii (Saigon
atau Vietnamese cinnamon), C. burmanni (Korintje atau Indonesian
cinnamon) dan Cinnamomum aromaticum (Cassia or Chinesecinnamon).
Cinnamomum burmanii merupakan jenis kayu manis yang berasal dari
Indonesia (Wardatun S dkk, 2017).
Vanessa R dkk, (2014) berhasil mengumpulkan sejumlah literatur
dan me-list 419 spesies dari 133 famili tumbuhan yang memiliki aktifitas
antidiabetes. Salah satu spesies tumbuhan ini yaitu kayu manis
(Cinnamomum zeylanicum). Sedangkan di Indonesia,spesies kayu manis
yang ditemukan diantaranya Cinnamomum burmannii yang juga memiliki
aktifitas hipoglikemia.
Tjahjani S dkk (2014) menyatakan bahwa hasil ekstraksi kulit batang
Cinnamomum burmanii mengandung senyawa antioksidan utama berupa

7
polifenol (tanin, danmethylhydroxychalcone polymer atau MHCP).
MHCPmerupakan suatu polifenol (flavonoid) yang mempunyai kerja
seperti insulin.Flavonoidbekerja dengan meningkatkan protein reseptor
insulin pada sel, sehingga dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan
menurunkan kadar glukosa darah mendekati normal. Polifenol kayu manis
(Cinnamon polyphenols / CP) meningkatkan jumlah reseptor insulin β
(insulin receptor β / IRβ) dan peningkatan GLUT-4 sehingga glukosa
dapat masuk ke dalam sel(Tjandrawinata RR, 2016).
Al-Dhubiab (2012) menyebutkan komponen kimia terbesar pada
cinnamomum burmannii adalah alkohol sinamat, koumarin, asam sinamat,
sinamaldehid, antosinin dan minyak atsiri. Kandungan utama minyak
atsiri kayu manis adalah senyawa trans-cinnamaldehida,eugenol dan
koumarin. Komponen mayor minyak atsiri yang terkandung pada daun
Cinnamomum burmanii adalah transsinamaldehid (60,17%), eugenol
(17,62%) dan koumarin (13,39%). Trans-Cinnamaldehida dengan
mekanisme kerja sebagai anti inflamasi, antioksidan, potensial
hipoglikemik serta hipolipidemik. Koumarin berfungsi sebagai
hepatotoksisitas (Nisa LC dan Triastuti R, 2014).
Hasil penelitian Ngadiwiyana dkk. (2011) menunjukkan bahwa kayu
manis dapat menurunkan glukosa darah. Hal ini diperkuat dengan kontrol
positif (glibenklamid) yang menurunkan glukosa darah. Glibenklamid
merupakan obat antidiabetik oral dari golongan sulfonilurea, yang bekerja
dengan menstimulasi sekresiinsulin, namun memiliki risiko hipoglikemia.
Pada penelitiannyakayu manis dosis 20,8 mg/kgBB/hari tidak berbeda
signifikan dengan kontrol positif (glibenklamid), ini berarti kayu manis
dosis 20,8 mg/kgBB/hari sama efektifnya dengan glibenklamid dalam
menurunkan glukosa darah.
Mekanisme aktifitas antidiabetes dari cinnamon berpengaruh pada
beberapa jalur sinyal insulin yaitu pada reseptor insulin, glucose
transporter 4 (GLUT 4), glucose transporter-1 (GLUT-1), glucagon - like
peptide - 1 (GLP-1), Peroxisomeproliferator activator receptor (PPAR),

8
aktifitas α glucosidase, pengaruh pada glukoneogenesis, dan pengosongan
lambung (Medagama, 2015).

Gambar 1. Mekanisme cinnamonpada aktifitas hipoglikemia.

Insulin menjadi terapi farmakologi bagi penderita DM. Namun


perlu disadari insulin juga mengandung bahan kimia, pengaruh yang
dirasakan :
a. Terdapat efek samping dari obat kimia, karena bahan kimia bersifat
anorganik dan murni sementara tubuh bersifat organik dan kompleks.
Maka bahan kimia bukan bahan yang benar-benar cocok untuk tubuh.
b. Sering kurang efektif untuk penyakit tertentu. Beberapa penyakit
memang belum ada obatnya, obat yang ada hanya bersifat simptomatik
dan harus diminum seumur hidup.
c. Harganya mahal.
Solusi tepat yang banyak digunakan oleh para penderita Diabetes
Melitus sesuai dengan anjuran dokter yaitu menggunakan obat-obatan
herbal. WHO (2016) merekomendasikan pula penggunaan obat tradisional
termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan
dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit
degeneratif dan kanker. Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai

9
lebih aman dari pada obat kimia modern. Hal ini disebabkan obat
tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit.
Sehingga, potensi kayu manis (Cinamomum burmannii) sebagai
pengobatan herbal bagi Diabetes Mellitus menjadi titik terang bagi dunia
pengobatan di Indonesia yang pastinya bisa dijangkau oleh semua
kalangan masyarakat. Bahwasanya kandungan antioksidan polifenol
(Flavonoid)bekerja dengan meningkatkan protein reseptor insulin pada sel,
sehingga dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan menurunkan kadar
glukosa darah mendekati normal. Serta kandungan minyak atsiri pada
Trans-Cinnamaldehida dengan mekanisme kerja sebagai anti inflamasi,
antioksidan, potensial hipoglikemik serta hipolipidemik.Jika penggunaan
kayu manis secara luas diterapkan dapat menurunkan prevalensi Diabetes
Mellitus di Indonesia sebab ketersediaan kayu manis yang melimpah di
Indonesia.

2.3 Strategi Penerapan Teh Kayu Manis

Cara meramu kayu manis ini agar dapat digunakan sebagai teh herbal
untuk alternatif terapi nonfarmakologi Diabetes Mellitus, dengan cara:
1. Penyortiran.Bahan baku teh herbal (kayu manis) harus dipilih dalam
kondisi bersih, tidak berjamur dan kulit yang mulus.
2. Pencucian. Kayu manis yang telah disortir perlu di cuci agar
menghilangkan mikroorganisme dan kotoran yang menempel.
3. Pengeringan. Setelah dicuci, kayu manis di tiriskan dan ditaruh di
wadah loyang. Tutupi wadah loyang dengan plastik wrap, agar ketika
di jemur tidak ada kotoran yang menempel pada kayu manis.
4. Penggilingan. Jika sudah kering merata, kayu manis digiling (produksi
besar) atau di tumbuk (produksi kecil).
5. Pengemasan. Bubuk kayu manis bisa di kemas pada toples kaca.
6. Takaran penyajian teh herbal ini disesuaikan dengan BB penderita
DM. (20,8 mg X kg BB/hari). Sehingga pengkonsumsian teh ini perlu
pendampingan tenaga kesehatan dan rajin kontrol Gula Darah.
7. Teh ini diseduh dengan air panas (seperti pembuatan teh biasa).

10
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Kandungan antioksidan polifenol (Flavonoid)pada Cinnamomum


Burmannii bekerja dengan meningkatkan protein reseptor insulin pada sel,
sehingga dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan menurunkan kadar
glukosa darah mendekati normal. Serta kandungan minyak atsiri pada
Trans-Cinnamaldehida dengan mekanisme kerja sebagai anti inflamasi,
antioksidan, potensial hipoglikemik serta hipolipidemik. Kayu manis dosis
20,8 mg/kgBB/hari tidak berbeda signifikan dengan kontrol positif
(glibenklamid), ini berarti kayu manis dosis 20,8 mg/kgBB/hari sama
efektifnya dengan glibenklamid dalam menurunkan glukosa darah.

3.2 Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan


Terapi komplementer teh kayu manis untuk penderita Diabetes
Mellitus ini dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa untuk
menambah wawasan dan diharapkan dapat dikembangkan lagi.
2. Bagi Pelayanan Keperawatan
Dengan adanya terapi komplementer teh kayu manis ini dapat
dijadikan terapi yang dilakukan oleh perawat sebagai tindakan mandiri
sebagai pelengkap terapi farmakologis.
3. Bagi Fasilitas Kesehatan
Terapi ini dapat dijadikan alternative pilihan dalam memberikan
pelayanan kepada pasien selain terapi farmakologis.

11
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). 2015. Diagnosis And Classifications Of


Diabetes Mellitus. American Diabetes Care. Vol 38, pp: 8-16.
Fadillah RU. 2014. Antidiabetic Effect of Morinda Citrifolia L. As A Treatment
of Diabetes Mellitus. Jurnal Majority Volume 3 Nomor 7.
Ferry Y. 2013. Prospek Pengembangan Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii L)
di Indonesia. SIRINOV, Vol 1, No 1, April 2013 ( Hal : 11 – 20)
International Diabetes Federation. 2015. IDF Diabetes Atlas Seventh Edition
2015. Dunia: IDF.
Govindappa M. 2015. A Review on Role of Plant(s) Extracts and its
Phytochemicals for the Management of Diabetes. Journal Diabetes Metab
2015, 6:7.
Guo X et al . 2017. Effect of Cinnamaldehyde on Glucose Metabolism and Vessel
Function. Medical Science Monitor. 2017; 23: 3844– 3853.
Inna M dkk. 2010. Potential Use of Cinnamomum burmanii Essential Oil-based
Chewing Gum as Oral Antibiofilm Agent: Literature Review. Journal of
Dentistry Indonesia 2010, Vol. 17, No. 3, 80-86
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Pusat Data Dan Informasi.
Kemenkes RI.
Medagama AB. 2015. The glycaemic outcomes of Cinnamon, a review of the
experimental evidence and clinical trials. Jurnal Online. Nutrition Journal
2015 14:108.
Ngadiwiyana dkk. 2011. Potensi Sinamaldehid Hasil Isolasi Minyak Kayu Manis
Sebagai Senyawa Antidiabetes. Majalah Farmasi Indonesia, 22 (1), 9 – 14.
Nisa LC dan Triastuti R. 2014. Aktivitas Antibakteri Kulit Kayu Manis
(Cinnamomum Burmanni) Dengan Cara Ekstraksi Yang Berbeda
Terhadap Escherichia Coli Dan Staphylococcus Aureus. Naskah Publikasi.
Smeltzer & Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC.

12
Pernama. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II Di Puskesmas
Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah
Kesehatan.
Riyadi & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Endokrin & Eksokrin Pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Shigaki, et al, 2010. Lacure Notes Patofisiologi Klinik. Alih Bahasa Andry
Hartono. Jakarta: Binarupa Aksara.
Trisnawati. 2013. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Tjandrawinata RR. 2016. Patogenesis Diabetes Tipe 2: Resistensi Insulin Dan
Defisiensi Insulin. A Working Review Paper. Dexa Laboratories of
Biomolecular Sciences (DLBS) Dexa Medica Group.
Tjahjani S dkk. 2014. Efek Ekstrak Etanol Kayu Manis (Cinnamomum
burmannii) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah. Online.
http://repository.maranatha.edu/12623/10/11 10110_Journal.pdf.
Vanessa R dkk. 2014. Pemanfaatan Minuman Serbuk Instan Kayu Manis
(Cinnamomum burmanii Bi.) Untuk Menurunkan Kadar Kolesterol Total
Darah Tikus Putih (Rattus Norvegicus). Online.
http://ejournal.uajy.ac.id/5385/1/JURNAL.pdf
Wardatun S dkk. 2017. Study Effect Type of Extraction Method And Type of
Solvent To Cinnamaldehyde and Trans-Cinnamic Acid Dry Extract
Cinnamon (Cinnamomum burmanii [Nees & T, Nees]Blume) . J Young
Pharm, 2017;9(1) Suppl: s49-s51
World Health Organization. Diabetes. 2015.
World Health Organization. Diabetes. 2016.
World Health Organization. Diabetes. 2018.
Yulianis dkk. 2011. Penetapan Kadar Kumarin dari Kulit Manis (Cinnamomum
burmanii Bl.) dengan Metoda Kromatografi Gas. Jurnal Sains dan
Teknologi Farmasi, Vol. 16, No.2, 2011, halaman 203-208.
Zhu R et al. 2017. Review Cinnamaldehyde In Diabetes: A Review of
Pharmacology, Pharmacokinetics and Safety. Jurnal Online.
Pharmacological Research Volume 122, Pages 78-89.

13
14

Anda mungkin juga menyukai