Disusun Oleh:
Kelompok 2
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami kirimkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa , karena atas rahmat
dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “BENIGNA PROSTAT
HIPERPLASIA” .Pada makalah ini kami tampilkan hasil diskusi kami, kami juga mengambil
beberapa kesimpulan dari hasil diskusi yang kami lakukan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan laporan ini, diantaranya:
1. Yang terhormat Ibu Leni Merdawati. Ns.S.kep. M.kep selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II
2. Pihak-pihak lain yang ikut membantu dalam pelaksanaan maupun proses
penyelesaian makalah ini.
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi para
pembaca dan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam proses pembelajaran. Namun,
kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan maupun pembahasan dalam
makalah ini, sehingga belum begitu sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki kekurangan- kekurangan tersebut sehingga
laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II ISI
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................20
3.2 Saran........................................................................................................................................21
Daftar Pustaka................................................................................................................................22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Mengetahui definisi Benigna Prostat Hiperplasia
2. Mengetahui etiologi Benigna Prostat Hiperplasia
3. Mengetahui manifestasiklinis Benigna Prostat Hiperplasia
4. Mengetahui pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan diagnostikBenigna
Prostat Hiperplasia
5. Mengetahui penatalaksanaan medis dari keperawatan pada Benigna Prostat
Hiperplasia
6. Mengetahui komplikasi pada penyakit Benigna Prostat Hiperplasia
7. Mengetahui tentang Web Of Causation dari Benigna Prostat Hiperplasia
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber:https://www.edubio.info/2015/10/anatomi-organ-reproduksi-laki-laki.html?m=1
Kelenjar Prostat
Prostat adalah kelenjar seks tambahan terbesar pria yang ekresinya
berkontribusi pada cairan semen. Prostat terletak didalam rongga pelvis
ditembus oleh dua buah saluran, uretra dan ductus ejaculatorius.
Berbentuk seperti piramida terbalik dan mempunyai ukuran yang
bervariasi sekitar 4x3x2 sentimeter. Apex prostat merupakan bagian
paling bawah yang terletak di atas diapragma urogenitalis dan terletak satu
setengah sentimeter di belakang bagian bawah symfisis pubica. Basis
prostatae merupakan bagian atas prostat dan berhubungan dengan vesica
urinaria pada suatu bidang horizontal yang melalui bagian tengah
symphisis pubica. Konsistensinya keras, sebagian berupa kelenjar
sebagian berupa otot (Hendra Sutysna,2016).
2
Prostat terbungkus dalam sebuah kapsul jaringan ikat, kapsul ini
dilapisi lagi oleh fascia prostatica yang tebal (berasal dari fascia pelvica)
Prostat difiksasi oleh ligamentum puboprotaticum, fascia superior
diaphragmatis urogenitalis dan bagian depan musculus levator ani (Hendra
Sutysna,2016).
Sumber:https://sasetiawan.wo
rdpress.com/2014/06/20/kajian-histologi-anatomi-fisiologi-dan-patologi-prostat/amp/
3
dan membantu menetralkan suasana asam didalam vagina(Hendra
Sutysna,2016).
4
sumber: adultpediatricuro.com
5
jumlah reseptor androgen, dan mengurangi terjadinya kematian sel-sel
prostat (apoptosis).
c. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat
Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth
factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan
hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
d. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lamanya
hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori stem sel
Sel stem yang meningkat akan menyebabkan poliferasi sel transit dan
memicu terjadinya BPH.
6
beban kerja m. destrusor semakin berat dan pada akhirnya akan
mengalami dekompensasi.
c. Pembesaran prostat
Hal ini diketahui melalui rectal toucher (RT) anterior. Biasanya
didapatkan gambaran pembesaran prostat dengan konsistensi jinak.
d. Inkontinensia
Inkotinensia yang terjadi menunjukkan bahwa m. destrusor gagal
melakukan kontraksi. Dekompensasi yang berlangsung lama akan
mengiritabilitas serabut syaraf urinarius, sehingga control untuk
melakukan miksi hilang.
7
menimbulkan hidronefrosis yang lambat laun akan memperberat
fungsi ginjal dan pada akhirnya menjadi gagal ginjal.
4) PA ( Patologi Anatomi)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca
operasi. Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis
untuk mengetahui apakah hanya berseifat benigna atau maligna,
sehingga akan menjadi landasan treatment selanjutnya.
5) Catatan Harian Berkemih
Setiap hari perlu dilakukan evaluasi output urine, sehingga
akan terlihat bagaimana siklus rutinitas miksi dari pasien. Data ini
menjadi bekal untuk membandingkan dengan pola eleminasi urine
yang normal.
6) Urovloumetri
Dengan menggunakan alat pengukur, maka akan terukur
pancaran urine. Pada obstruksi dini seringkali pancaran melemah
bahkan meningkat.. hal ini disebabkan obstruksi dari kelenjar prostat
pada traktus urinarius. Selain itu, volume residu urine juga harus
diukur. Normalnya residual urine < 100ml. namun, residual yang
tinggi membuktikan bahwa vesika urinaria tidak mampu
mengeluarkan urine secara baik karena adanya obstruksi.
7) USG Ginjal dan Vesika Urinaria
USG ginjal bertujuan untuk melihat adanya komplikasi
penyerta dari BPH, misalnya hidronephrosis. Sedangkan USG pada
vesika urinaria akan memperliharkan gambaran pembesaran kelenjar
prostat.
8
obstruksi pada saluran kemih. Terapi simptosis ditujukan untuk
merelaksasi otot polos prostat, sehingga obstruksi akan berkurang. Jika
keluhan masih bersifat ringan, maka observasi diperlukan dengan
pengobatan simptosis untuk mengevaluasi perkembangan klien. Namun,
jika telah terjadi obstruksi / retensi urine, infeksi, vesikolithiasis,
insufiensi ginjal, maka harus dilakukan pembedahan (Eko Prabowo &
Andi Eka Pranata,2014).
1) Terapi Simptomatis
Menurut Schwartz 2000 dalam Prabowo 2014,Pemberian obat
golongan reseptor alfa-adrenegik inhibitor mampu merelaksasikan
otot polos prostat dan saluran kemih akan lebih terbuka. Obat
goloingan 5-alfa-reduktase inhibitor mampu menurunkan kadar
dehidrotesteron intraprostat, sehingga dengan turunnya kadar
testosterone dalam plasma maka prostat akan mengecil .
2) TUR – P (Transuretral Resection Prostatectomy)
Tindakan ini merupakan tindakan pembedahan non insisi, yaitu
pemotongan secara elektris prostat melalui meatus uretralis.
Jaringan prostat yang membesar dan menghalangi jalannya urine
akan dibuang melalui elektrokauter dan dikeluarkan melalui irigasi
dilator. Tindakan ini memiliki banyak keuntungan, yaitu
meminimalisir tindakan npembedahan terbuka, sehinggga masa
penyembuhan lebih cepat dan tingkat infeksi resiko bisa ditekan.
3) Pembedahan Terbuka (Prostatectomy)
Menurut Schwartz 2000 dalam Prabowo 2014 tindakan ini
dilakukan jika prostat terlalu besar diikuti oleh penyakit penyerta
lainnya, misalnya tumor vesika urinaria, vesikolithiasis, dan
adanya adenoma .
9
2.2.6 Komplikasi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
1. Gross hematuria dan Urinary traktus ingection (UTI).
2. Retensi urin akut dan involusi kontaksi kandung kemih.
3. Refluks kandung kemih, hidroureter,dan hidronefrosis
(Nursalam dan Fransisca,2009,Hal 137)
10
2.2.7 WOC Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
Degeneratif
Penurunan
Epidermal
Hiperpalasia
epitel & stroma
Peningkatan sel prostat
stem
BPH
Proliferasi sel
Kehilangan
Tekanan intravestika Disfungsi Seksual
kontrol miksi
meningkat
Inkontinensia
Refleks berkemih Sensistifitas
Urinarius Fungsional
meningkat meningkat
Hambatan
Urgensi Nyeri Akut
Retensi Urine
11
( Sumber : Eko Prabowo &
Andi Eka Pranata,2014,Hal :
134 )
2. Pemeriksaan Fisik
12
Peningkatan nadi dan tekanan darah (tidak signifikan, kecuali
ada penyakit yang menyertai). Ini merupakan bentuk
kompensasi dari nyeri akibat obstruksi meatus uretralis dan
adanya distensi bladder. Jika retensi urin berlangsung lama
akan ditemukan ditemukan tanda dari gejala urosespsis
(peningkatan suhu tubuh) .
Obstruksi kronis pada saluran kemih akibat BPH menimbulkan
retensi urin pada bladder hal ini akan memicu terjadinya
refluks urin dan terjadi hidronefrosis serta pyelonefrosis,
sehingga jika kita palpasi secara secara bimanual akan
ditemukan rabaan pada ginjal. Pada palpasi suprasimfisis akan
teraba distensi bladder
pada pemeriksaan penis, pada pemeriksaan ini uretra dan
skrotum tidak akan ditemukan kelainan kecuali penyakit ini
disertai oleh penyakit seperti stenosis meatus, stiktur uretralis,
uretralithiasis, kanker penis maupun epididimitis.
Pemeriksaan rectal toucher, pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan sederhgana dan paling mudah untuk menegakkan
BPH. Tujuannya adalah menentukan konsistensi system
persarafan unit resiko uretra dan besarntya prostat.
3. Riwayat Kesehatan
Penyakit BPH umumnya terjadi pada pasien laki-laki yang sudah tua,
kita mengkaji bagaimana persepsi pasien terhadap keluhan yang
dialaminya, apakah ketika pasien mengalami gangguan saat berkemih,
tidak bisa berkemih mencari bantuan ke pelayanan kesehatan atau mencoba
13
berbagai alternatif pilihan yang lain seperti mengkonsumsi obat tradisional,
mencari pengobatan alternatif dan bentuk layanan lainnya. Apakah pasien
mempersepsikan bahwa gejala dan tanda gangguan eliminasi sebagai
sesuatu yang normal karena proses menua. Apakah saat dirawat di RS
pasien memahami kondisi yang dialaminya, penyakit sekarang, dan
penyebab dari penyakit BPH.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek
penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari anastesi
pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual, muntah,
penurunan berat badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi masukan
dan pengeluaran baik cairan maupun nutrisinya.
c. Pola Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami
oleh pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam memulai
aliran urin, aliran urin berkurang, pengosongan kandung kemih inkomplit,
frekuensi berkemih, nokturia, disuria dan hematuria. Sedangkan pada
postoperasi BPH yang terjadi karena tindakan invasif serta prosedur
pembedahan sehingga perlu adanya observasi drainase kateter untuk
mengetahui adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi
warna urin, contoh: merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan
tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna keruh, gelap dengan
bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada kemugkinan
terjadinya konstipasi. Pada post operasi BPH, karena perubahan pola
makan dan makanan.
d. Pola Latihan-Aktivitas
Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi yang lemah dan
terpasang traksi kateter selama 6 - 24 jam. Pada paha yang dilakukan
perekatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan, pasien
14
juga merasa nyeri pada prostat dan pinggang. Pasien dengan BPH
aktivitasnya sering dibantu oleh keluarga
.
15
seksualnya, takut inkontinensia/ menetes selama hubungan intim,
penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri
tekan pada prostat.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada pasien dengan BPH
adalah :
1) Retensi Urin (00023)
a) Definisi : pengosongan kandung kemih tidak tuntas
b) Batasan Karakteristik :
- Tidak ada haluaran urin
- Distensi kandung kemih
- Urin menetes
- Sering berkemih
- Residu urin
- Sensasi kandung kemih penuh
16
- Berkemih sedikit
c) Factor yang Berhubungan :
- Sumbatan
- Tekanan ureter tinggi
(NANDA 2019-2020 , Hal 194 )
17
3) Disfungsi Seksual (00059)
a) Definisi : suatu kondisi yang ditandai dengan individu
mengalami perubahan fungsi seksual selama fase respon
seksual hasrat, terangsang dan/ atau orgasme, yang dipandang
tidak memuaskan, tidask bermakna, atau tidak adekuat.
b) Batasan Karakteristik
- Keterbatasan aktual akibat penyakit
- Perubahan dalam mencapai persepsi peran seks dan kepuasan
seksual
- Tidak mampu dalam mencapai kepuasan yang diharapkan.
- Persepsi perubahan pada rangsangan seksual
- Persepsi defiseinsi hasrat seksual
- Persepsi keterbatasan akibat penyakit
- Mengungkapkan masalah
c) Faktor yang Berhubungan
- Perubahan struktur tubuh (proses penyakit)
- Tidak ada privasi
- Model peran tidak adekuat
(NANDA 2019-2020, Hal 305)
Intervensi Keperawatan
1) Retensi Urin
Dx : Retensi Urin berhubungan dengan sumbatan, tekanan ureter
tinggi
NOC : 0503. Eliminasi Urin
Kriteria Hasil :
1. Tidak adanya retensi urin ( Diharapkan tidak ada,skala 5)
2. Pola eliminasi (Diharapkan tidak terganggu,skala 5)
18
3. Kantong kemih kosong dengan sepenuhnya (Diharapkan
tidak terganggu,skala 5)
4. Nyeri saat kencing (Diharapkan tidak ada, skala 5)
5. Mengenali keinginan untuk berkemih (Diharapkan tidak
terganggu, skala 5)
6. Inkontinensia urin (Diharapkan tidak ada, skala 5)
(NOC, Edisi 5 Hal 85)
19
2) Nyeri Akut
Dx : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera.
NOC : 1605. Kontrol Nyeri
Kriteria Hasil :
1) Mengenali kapan nyeri terjadi (Diharapkan secara
konsisten menunjukkan, skala 5)
2) Menggambarkan faktor penyebab (Diharapkan secara
konsisten menunjukkan, skala 5)
3) Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgetik
(Diharapkan secara konsisten menunjukkan, skala 5)
4) Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri
(Diharapkan secara konsisten menunjukkan, skala 5)
5) Melaporkan nyeri yang terkontrol (Diharapkan secara
konsisten menunjukkan, skala 5)
(NOC Edisi 5, Hal 386)
20
7) Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim
kesehatan lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri non-
farmakologi sesuai kebutuhan.
8) Gunakan tindakan pengontrol nyeri sebelum nyeri
bertambah berat.
9) Evaluasi keefektifan dan tindakan pengontrolan nyeri yang
dipakai selama pengkajian nyeri dilakukan.
10) Berikan individu penurunan nyeri yang optimal dengan
peresepan analgesic.
(NIC Edisi 6, Hal 198)
3) Disfungsi Seksual
Dx : Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur
tubuh (proses penyakit)
NOC : 0119 Sexual Functioning
Kriteria hasil:
1) Menunjukkan gairah seksual (Diharapkan secara kon
sisten menunjukkan, skala 5)
2) Menunjukkan orgasme (Diharapkan secara konsisten
menunjukkan, skala 5)
3) Beradaptasi dan menerapkan teknik adaptasi seksual
(Diharapkan secara konsisten menunjukkan, skala 5)
4) Menunjukkan kepuasan seksual dan kemampuan
berhubungan seksual (Diharapkan secara konsisten me
nunjukkan, skala 5)
5) Melaporkan adanya kepuasan dari pasangan seksual
(Diharapkan secara spontan menunjukkan, skala 5)
21
6) Memahami keterbatasan kondisi untuk melaksanakan
aktifitas seksual (Diharapkan secara spontan menun
jukkan, skala 5)
(NOC Edisi 5, Hal 93)
Aktifitas keperawatan :
22
BAB III
PENUTUP
3.2 Kesimpulan
Penderita BPH sendiri kondisinya seperti saat membuang urin masih ada yang
tersisa urin di kandung kemihnya, pancaran urinnya lemah, terasa sakit saat buang
akir kecil karna adanya pembesaran prostat, serta inkoninensia urin. Sedangkan untuk
memeriksa apakah seseorang tersebut menderita BPH atau tidaknya dapat dengan
menggunakan pemeriksaan : Urinalisis dan Kultur Urine, DPL (Deep Peritoneal
Lavage), Ureum, Elektrolit dan Serum Kreatinin, PA ( Patologi Anatomi), Catatan
Harian Berkemih, Urovloumetri dan USG Ginjal dan Vesika Urinaria.
23
beberapa terapi meskipun bersifat simptomatis. Contohnya dengan pemberian obat
golongan reseptor alfa-adrenegik inhibitor mampu merelaksasikan otot polos prostat
dan saluran kemih akan lebih terbuka.
3.3 Saran
Agar terhindar dari penyakit BPH sebaiknya pria yang sudah lanjut usia harus
bisa menjaga diri supaya bisa menhindar dan mecegah adanya penyakit BPH. Jika
ada tanda-tanda seperti : sering buang air kecil, tergesa-gesa untuk buang air kecil,
buang air kecil malam hari lebih dari satu kali, sulit menahan buang air kecil,
pancaran melemah, akhir buang air kecil belum terasa kosong, menunggu lama pada
permulaan buang air kecil, harus mengedan saat buang air kecil, buang air kecil
terputus-putus, dan waktu buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi retensi
urin dan terjadi inkontinen karena overflow segeralah periksakan kedokter untuk
peninjauan lebih lanjut agar penyakitnya tidak semakin parah.
24
DAFTAR PUSTAKA
25