PEMERIKSAAN NEUROLOGI
Disusun Oleh:
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
A. Pemeriksaan Neurologi
Gambar 1. Lokasi nervi cranialis (diadaptasi dari Yale Center for Instructional
Media, 1998)
Dua belas pasang nervi cranialis menghubungkan end organ dengan pusat
sistem saraf. Sistem saraf ini menerima informasi dari dunia luar termasuk
dari viscera. Fungsi motorik yang diatur oleh nervi cranialis ditujukan pada
pengaturan fungsi organ-organ khusus, yaitu vokalisasi, mastikasi, gerakan
menelan makanan dan kontrol reflek pernafasan dan visceral.
Berikut ini teknik pemeriksaan 12 nervi cranialis:
1
Gambar 2. Epitel olfaktorius
b. Tujuan
1) Untuk mengenali bau-bauan.
2) Mendeteksi adanya gangguan menghidu.
c. Syarat Pemeriksaan :
1) Jalan nafas harus dipastikan bebas dari penyakit.
2) Bahan yang dipakai harus dikenal oleh penderita.
3) Bahan yang dipakai bersifat non iritating.
d. Catatan:
2
Bahan yang cepat menguap tidak boleh digunakan dalam
pemeriksaan ini sebab bahan tersebut dapat merangsang nervus
trigeminus (N V) dan alat-alat pencernaan.
e. Prosedur Pemeriksaan Nervus Olfaktorius (N I)
1) Memberitahukan kepada penderita bahwa daya penciumannya akan
diperiksa.
2) Melakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada sumbatan atau
kelainan pada rongga hidung.
3) Meminta penderita untuk menutup salah satu lubang hidung.
4) Meminta penderita untuk mencium bau-bauan tertentu (misalnya:
ekstrak kopi, ekstrak jeruk, vanili, atau tembakau) melalui lubang
hidung yang terbuka.
5) Meminta penderita menyebutkan jenis bau yang diciumnya.
6) Pemeriksaan yang sama dilakukan juga untuk lubang hidung
kontralateral.
3
merupakan salah satu tanda yang mendukung adanya neoplasma pada
lobus frontalis cerebrum.
3) Anosmia yang bersifat bilateral tanpa ditemukan adanya kelainan
pada rongga hidung merupakan salah satu tanda yang mendukung
adanya meningioma pada cekungan olfaktorius pada cerebrum. Hal
ini dapat terjadi sebagai akibat dari trauma ataupun pada meningitis.
Pada orang tua dapat terjadi gangguan fungsi indra penciuman ini
dapat terjadi tanpa sebab yang jelas. Gangguan ini dapat berupa
penurunan daya pencium (hiposmia). Bentuk gangguan lainnya dapat
berupa kesalahan dalam mengenali bau yang dicium, misalnya
minyak kayu putih tercium sebagai bawang goreng, hal ini disebut
parosmia.
4) Selain keadaan di atas dapat juga terjadi peningkatan kepekaan
penciuman yang disebut hiperosmia, keadaan ini dapat terjadi akibat
trauma kapitis, tetapi kebanyakan hiperosmia terkait dengan kondisi
psikiatrik yang disebut konversi histeri. Sensasi bau yang muncul
tanpa adanya sumber bau disebut halusinasi olfaktorik. Hal ini dapat
muncul sebagai aura pada epilepsi maupun pada kondisi psikosis
yang terkait dengan lesi organik pada unkus.
4
Gambar 5. Skema Nervus Optikus
5
kornea, peradangan pada mata (iritis, uveitis), glaukoma,
korpus alienum.
Pemeriksa berada pada jarak 1- 6 meter dari penderita.
Meminta penderita untuk menutup mata sebelah kiri untuk
memeriksa mata sebelah kanan.
Meminta penderita untuk menyebutkan jumlah jari pemeriksa
yang diperlihatkan kepadanya.
Jika penderita tidak dapat menyebutkan jumlah jari dengan
benar, maka pemeriksa menggunakan lambaian tangan dan
meminta penderita menentukan arah gerakan tangan
pemeriksa.
Jika penderita tidak dapat menentukan arah lambaian tangan,
maka pemeriksa menggunakan cahaya lampu senter dan
meminta penderita untuk menunjuk asal cahaya yang
disorotkan ke arahnya.
Menentukan visus penderita.
Melakukan prosedur yang sama untuk mata sebelah kiri.
6
Meminta penderita menutup mata kirinya dengan tangan
untuk memeriksa mata kanan.
Meminta penderita melihat hidung pemeriksa
Pemeriksa menggerakkan jari tangannya dari samping kanan
ke kiri dan dari atas ke bawah.
Meminta penderita untuk mengatakan bila masih melihat
jari-jari tersebut.
Menentukan hasil pemeriksaan.
Mengulangi prosedur pemeriksaan untuk mata sebelah kiri
dengan menutup mata sebelah kanan.
7
Nervus okularis terdiri dari dua komponen dengan fungsi yang berbeda,
yaitu:
1) Motor Somatik, menginervasi empat dari enam otot-otot ekstraokular
dan muskulus levator palpebra superior. Komponen ini berfungsi
mengontrol kontraksi otot ekstraokuler dalam melihat dan fiksasi
objek penglihatan.
2) Motor viseral, memberikan inervasi parasimpatis pada muskulus
konstriktor pupil dan muskulus siliaris. Komponen ini
bertanggungjawab dalam refleks akomodasi pupil sebagai respon
terhadap cahaya.
b. Tujuan
Berfungsi sebagai penggerak kelopak mata, ukuran pupil, dan
reaktivitas terhadap cahaya.
c. Pemeriksaan Nervi Okularis Meliputi Tiga Hal, yaitu:
1) Pemeriksaan gerakan bola mata
2) Pemeriksaan kelopak mata
3) Pemeriksaan pupil.
d. Prosedur
1) Pemeriksaan Gerakan Bola Mata :
Memberitahukan penderita bahwa akan dilakukan pemeriksaan
terhadap gerakan bola matanya.
Memeriksa ada tidaknya gerakan bola mata di luar kemauan
penderita (nistagmus).
Meminta penderita untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa
yang digerakkan ke segala jurusan.
Mengamati ada tidaknya hambatan pada pergerakan matanya
(hambatan dapat terjadi pada salah satu atau kedua mata).
Meminta penderita untuk menggerakkan sendiri bola matanya.
8
Gambar 7. Nervi Okularis (N III, N IV dan N VI)
9
3) Prosedur Pemeriksaan Pupil :
Melihat diameter pupil penderita (normal 3 mm).
Membandingkan diameter pupil mata kanan dan kiri (isokor atau
anisokor).
Melihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.
Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya direk :
Menyorotkan cahaya ke arah pupil lalu mengamati ada
tidaknya miosis dan mengamati apakah pelebaran pupil
segera terjadi ketika cahaya dialihkan dari pupil.
Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya indirek :
Mengamati perubahan diameter pupil pada mata yang tidak
disorot cahaya ketika mata yang satunya mendapatkan
sorotan cahaya langsung.
10
Mengamati gerakan bola mata dan perubahan diameter pupil
penderita (pada keadaan normal kedua mata akan bergerak
ke medial dan pupil menyempit).
11
c. Prosedur
1) Pemeriksaan Fungsi Motorik :
Tujuan
Untuk menilai kekuatan otot temporal dan masseter.
Prosedur
Meminta penderita untuk merapatkan gigi sekuat kuatnya.
Pemeriksa mengamati muskulus masseter dan muskulus
temporalis (normal : kekuatan kontraksi sisi kanan dan kiri
sama).
Meminta penderita untuk membuka mulut.
Pemeriksa mengamati apakah dagu tampak simetris dengan
acuan gigi seri atas dan bawah (apabila ada kelumpuhan, dagu
akan terdorong ke arah lesi).
12
Melakukan pemeriksaan sensasi suhu dengan kapas yang
dibasahi air hangat pada daerah dahi, pipi, dan rahang bawah.
13.
Gambar 13. Pemeriksaan refleks kornea (diadaptasi dari Buckley, et al,
1980)
13
Gambar 14. Pemeriksaan refleks masseter (diadaptasi dari Buckley, et al,
1980)
14
Gambar 15. Skema Serabut eferen dan aferen N. Facialis (diadaptasi
dari Buckley, et al, 1980)
b. Prosedur
1) Pemeriksaan Fungsi Nervus V II Meliputi:
Pemeriksaan motorik nervus fasialis
Pemeriksaan viserosensorik dan viseromotorik nervus
intermedius.
15
apakah kekuatannya sama. Bila ada kelumpuhan maka angin
akan keluar dari bagian yang lumpuh.
16
a. Pengertian
1) Nervus Akustikus (N VIII) Terdiri dari Dua Berkas Syaraf,
yaitu:
Nervus kokhlearis yang bertanggungjawab menghantarkan
impuls pendengaran.
Nervus vestibularis yang bertanggung jawab
menghantarkan impuls keseimbangan.
17
Pemeriksaan Rinne :
Tujuan untuk membandingkan pendengaran melalui tulang
dan udara dari penderita.
Pada telinga sehat, pendengaran melalui udara di dengar lebih
lama daripada melalui tulang.
Garputala ditempatkan pada planum mastoid sampai penderita
tidak dapat mendengarnya lagi, kemudian garpu tala
dipindahkan ke depan meatus eksternus. Jika pada posisi yang
kedua ini masih terdengar dikatakan tes positif, pada orang
normal atau tuli persepsi, tes Rinne ini positif. Pada tuli
konduksi tes Rinne negatif.
Pemeriksaan Schwabach :
Tujuan membandingkan hantaran tulang penderita dengan
hantaran tulang pemeriksa (dengan anggapan pandengaran
pemeriksa adalah baik)
Garputala yang telah digetarkan ditempatkan di prosesus
mastoideus penderita. Bila penderita sudah tidak mendengar
lagi suara garputala tersebut, maka segera garputala
dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa.
Bila hantaran tulang penderita baik, maka pemeriksa tidak
akan mendengar suara mendenging lagi. Keadaan ini
dinamakan Schwabach normal.
Bila hantaran tulang si penderita kurang baik, maka pemeriksa
masih mendengar suara getaran garputala tersebut. Keadaan
ini dinamakan Schwabach memendek.
18
perubahan temperatur air dingin dan hangat ini tidak
menimbulkan reaksi.
Pemeriksaan dengan Past Ponting Test :
Penderita diminta untuk menyentuh ujung jari pemeriksa
dengan jari telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup
penderita diminta untuk mengulangi, normal penderita harus
dapat melakukannya.
19
1) Branchial motor (eferen viseral khusus) yang bertanggung jawab
terhadap koordinasi otot-otot volunter faring, sebagian besar laring,
dan salah satu otot ekstrinsik lidah.
2) Viseral motor (eferent viseral umum) yang bertanggung jawab
terhadap inervasi parasimpatik otot-otot dan kelenjar faring, laring,
dan viseral thoraks dan abdomen.
3) Viseral sensori (eferen viseral umum) yang memberikan informasi
sensorik viseral dari laring, esophagus, trachea, dan visera abdominal
dan thorakal, serta membawa informasi dari reseptor tekanan dan
kemoreseptor aorta.
4) Sensori umum (aferen somatik umum), memberikan informasi
sensorik umum dari kulit belakang daun telinga, meatus acusticus
eksterna, permukaan luar membrana tympani dan faring.
5) Sensori khusus, merupakan cabang minor dari nervus vagus yang
bertanggungjawab menimbulkan sensasi rasa dari daerah epiglotis.
b. Prosedur
1) Prosedur pemeriksaan Nervus Vagus :
Buka mulut penderita, bila terdapat kelumpuhan maka akan
terlihat uvula tidak di tengah tetapi tampak miring tertarik ke sisi
yang sehat.
Refleks faring / refleks muntah tidak ada.
Untuk memeriksa plica vokalis diperlukan laryngoscope. Bila
terdapat kelumpuhan satu sisi pita suara, maka pita suara tersebut
tidak bergerak sewaktu fonasi atau inspirasi dan pita suara akan
menjadi atonis dan lama kelamaan atopi, suara penderita menjadi
parau.
Bila kedua sisi pita suara mengalami kelumpuhan, maka pita
suara itu akan berada di garis tengah dan tidak bergerak sama
sekali sehingga akan timbul afoni dan stridor inspiratorik.
20
a. Pengertian
Nervus aksesorius tersusun atas komponen kranial dan spinal yang
merupakan serabut motorik. Kedua komponen tersebut menginervasi otot
yang berbeda, yaitu:
1) Branchial motor (komponen kranial) yang bertanggung jawab
memberikan inervasi otot-otot laring dan faring.
2) Branchial motor (komponen spinal) yang bertanggung jawab
memberikan inervasi otot-otot trapezius dan sternokleidomastoideus.
b. Prosedur
1) Prosedur pemeriksaan Nervus Asesorius :
Untuk mengetahui adanya paralisis m. sternokleidomastoideus :
Penderita diminta menolehkan kepalanya kearah sisi yang sehat,
kemudian kita raba m. sternokleidomastoideus. Bila terdapat
paralisis N. XI di sisi tersebut, maka akan teraba m.
sternokleidomastoideus itu tidak menegang.
Untuk mengetahui adanya paralisis m. trapezius : Pada inspeksi
akan tampak :
Bahu penderita di sisi yang sakit adalah lebih rendah
daripada di sisi yang sehat.
Margo vertebralis skapula di sisi yang sakit tampak lebih ke
samping daripada di sisi yang sehat.
21
Akibat gangguan pergerakan lidah, maka perkataan-perkataan
tidak dapat diucapkan dengan baik, disebut dengan disartria.
Dalam keadaan diam, lidah tidak simetris, biasanya bergeser ke
daerah sehat karena tonus di sini menurun.
Bila lidah dijulurkan, lidah akan berdeviasi ke sisi sakit.
22
Dengan rangsang nyeri (tekan pada syaraf 2
supraorbita atau kuku jari)
Tidak ada reaksi (dengan rangsang nyeri 1
pasien tidak buka mata)
Respon Bicara Baik dan tidak disorientasi (dapat 5
Verbal menjawab dengan kalimat yang baik dan
tahu dimana ia berada, tahu waktu, hari)
Kacau/confused (dapat bicara dalam 4
kalimat, namun ada disorientasi waktu dan
tempat)
Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata, 3
namun tidak berupa kalimat dan tidak
tepat)
Mengerang (tidak mengucapkan kata, 2
hanya mengerang)
Tidak ada jawaban 1
Respon Motorik Menurut perintah (suruh angkat lengan) 6
Mengetahui lokasi nyeri (dirangsang nyeri 5
dengan menekan supraorbita. Bila pasien
mengangkat tangannya sampai melewati
dagu untuk menepis rangsang berarti ia
tahu lokasi nyeri)
Reaksi menghindar 4
Reaksi fleksi/dekortikal ( rangsangan nyeri 3
dengan menekan supraorbita timbul reksi
fleksi sendi siku pergelangan tangan
Reaksi ekstens ( dengan menekan 2
supraorbia timbul reaksi ekstensi pada
sendi siku disertai fleksi spastik
pergelangan tangan )
Tidak ada reaksi 1
23
dengan cara menyebutkan nilai dari masing-masing komponen, misal E4,
V5, M6, artinya respon membuka mata 4, verbal 5, dan motorik 6.
Tingkat kesadaran pasien :
Composmentis : jika nilai GCS 15
Somnolen atau letargis : jika nilai GCS 13-14
Soporo komatus : jika nilai GCS 8-12
Koma : jika nilai GCS 3-7
24
6 – 12 bulan 11
1 – 2 tahun 12
2 – 5 tahun 13
Lebih dari 5 tahun 14
C. Kesimpulan Video
Dari video tersebut didapatkan kesimpulan :
1. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran
- Observasi kondisi pasien dan lingkungan
- Beri rangsangan suara(tanyakan nama, lokasi, waktu)
- Minta pasien berjabat tangan, jika ada kelemahan ekstermitas, minta
pasien membuka mulut dan menjulurkan lidah
- Beri nilai respon terbaik, E(buka mata), M(motorik), V(verbal)
- Beri rangsangan nyeri jika pasien tidak dapat membuka mata setelah diberi
rangsangan suara, dengan menggunakan pulpen penlight
- Identitas nyeri naik secara bertahap hingga maks 10 detik atau mencapai
respon terbaik
- Rangsaan nyeri dengan mencubit otot trapezius jika pasien tdi dapat
membuka mata dengan rangsangan biasa
- Bila pasien belum menunjukkan respon terbaik, tekan takik supraorbita
dengan ibu jari,
Nilai M=5, diberikan jika pasien dapat menjangkau stimulus sampai
melewati klavikula
Nilai M=4 jika pasien menjangkau stimulus nyeri namun tidak
melewati klavikula
Nilai M=3 jika terdapat fleksi abnormal eksterminas atas dan ekstensi
ekstermitas bawah
Nilai M=2 jika terjadi ekstensi ektermitas atas dan bawah
Nilai M= 1 jika tdk terdapat respon motoric
Nilai V=5 jika pasien dpt menjawab nanyanya, tempat dan waktu
Nilai V=4, jika pasien menjawab pertanyaan, tp tidak sesuai dgn
pertanyaan pemeriksa
25
Nilai V=3 jika pasien hanya jika mengeluarkan kata kata yg tdi
berorientasi
Nilai V=2 jika pasien hanya mengeluarkan siara erangan
Nilai V=1 jika pasien sama sekali tdk mengeluarkan respon verbal
2. Pemerikasaan Rangsang Meningeal
- Kaku Kuduk
Menolehlan leher pasien kiri ke kanan
Angkat bahu pasien, memastikan tdk ada kekakuan pada otot leher
Pemeriksa meletakkan tangan kiri di bwh leher pasien, dan tangan
kanan menahan dada pasien, lalu leher pasien di fleksikan ke arah
dada, periksa ada atau tidak ada tahanan
- Brudzinski neck sign
Pasien berbaring, tangan kiri pemeriksa di bwh leher pasien, tangan
kanan menahan dada pasien, leher pasien di fleksikan ke dada,
pemeriksaan memastikan adanya fleksi pd sudut panggul dan lutut
terangkat
Hasil pemeriksaan positif , Jika dikatakan fleksi pada sudut panggul
dan lutut
- Pemeriksaan kernigue
Pasien berbaring
Pasien meng fleksikan pada salah satu sendi panggul pasien hinggal
posisi vertikal
Scr perlahan sendi lutut diektensi kan
Hasil positif jika lutut pasien tidak dpt di ekstensikan dgn sudut
melebihi 135 derajatpada sendi panggul yg sudah fleksi
26
Lakukan pemeriksaan ini pada sisi kontra lateral
27
- pemeriksa mengamati otot mata pasien dalam keadaan istirahat, lalu
inspeksi kesimetrisan wajah, tonus otot, dan gerakan infoluter, dan kerutan
dahi saat istirahat, turunkan dahi, lalu periksa kerutan dahi pasien
- pasien diminta memejamkan mata sekuat mata, pasti kan apakah mata
dapat tertutup dengan rapat, berikan tahanan dan dorong area alis ke arah
atas, amati kekuatan otot
- minta pasien tersenyum lebar, amati kesimetrisan pipi pasien,
- minta pasien menggembungkan pipi pasien, lalu tekan pipi pasien,
sehingga udara keluar dari mulut pasien, amati adanya kebocoran udara
pada salah satu sudut mulut
- pasien diminta mengatupkan rahang atas dan bawah, dan menarik sudut
bibirnya utk memunculkan muskulus lapisma
28
- Pemeriksaan Tonus umum ekstremintas bawah
Gerakkan pergelangan kaki pasien secara pasif, dengan gerakan fleksi,
ekstensi dan rotasi
Lakukan juga pada sendi lutut dan sendi panggul, rasakan adanya
tahanan
29
pasien.pemeriksaan juga dilakukan dengan arah sebaliknya dengan
cara ekstensi tungkai. Lakukan pemeriksaan kedua sisi.
Kekuatan otot sendi lutut
- Pasien diminta untuk menfleksikan lututnya,pemeriksa berusaha
menekstensikan dengan menarik pergelangan kaki pasien dan pasien
diminta menahan sekuat mungkin. Nilailah kekuatan otot
pasien,pemeriksaan juga dilakukan pada arah sebaliknya.
Pemeriksaan otot sendi pergelangan kaki
- Pasien diminta untuk melakukan gerakan plantar fleksi,pemeriksa
memberikan tahanan dengan mendorong telapak kaki kearah kranial.
Nilailah kekeuatan otot tersebut,pemeriksaan juga dilakukan untuk
gerakan dorsofleksi dan lakukanlah pada kedua sisi.
30
- Untuk stimulus dingin dapat digunakan tabung reaksi berisi air dingin
dengan suhu 5-10derjat celcius,untuk stimulus panas dapat digunakan
tabung reaksi berisi air hangat dengan suhu 40-45 derjat celcius.
Pemeriksaan rasa vibrasi
- Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dikerjakan,pasien diminta
memejamkan matanya,getarkan garputala frekuensi 128 atau 256,
letakkan pada area tonjolan tulang atau sendi pasien.
- Pasien diminta untuk merasakan gerakan garputala,pemeriksa
merasakakan gerakan garputala yang dipegangnya,apabila pemeriksa
masih merasakan gerakan garputala lebih dari 10 detik maka rasa
fibrasi pasien dianggap tidak normal.
- Apabila pasien tidak merasakakan gerakan garputala pindahkan
garputala ke sendi yang lebih proksimal atau sendi homolog
kontralateral.
- Mintalah pasien membandingkan keduanya, pemeriksaan dapat
dilakukan pada beberapa tempat tonjolan tulang seperti sendi
intelfalangealproksimal ibujari kaki sendi metatarsofolangeal,aleolus
medial,tuberositas tidia.
31
- Pemeriksa meletakkan ibu jari telunjuknya diatas tendon bisep yang
akan diperiksa, tekan dengan lembut, ketuk dengan palu reflex,dan anti
respon yang timbul,
- periksa perluasan zona reflex,lakukan pemeriksaan pada kedua sisi.
32
- Pemeriksa menggoreskan palu reflex pada area bawah ujung palu
lateral menyusuri sisi lateral punggung kaki hingga berakhir di jari
kelingking,
- respon positif berupa dorsofleksi ibu jari dan abduksi jari lainnya.
Pemeriksaan tanda Oppenheim
- Pemeriksa menekan mulai dari area patella menyusuri anteromedia
fidia hingga pergelangan kaki pasien menggunakan kuku jari telunjuk
dan jari tengah,
- respon positif berupa ibu jari dan abduksi jari lainnya.
Pemeriksaan tanda scaffer
- Berikan tekanan yang cukup kuat pada tendon akilen pasien, respon
positif berupa ibu jari dan abduksi jari lainnya.
33
- Pasien diminta berdiri pada alas yang datar dengan kedua kaki berada
pada satu garis dengan posisi ibu jari kaki berada dibelaknag tumit
kaki lainnya, kedua lengan menyilang di dada dengan mata terbuka,
- observasi selama 20 detik dengan memperhatikan pasien bergoyang
atau jatuh, pasien diminta untuk memejamkan kedua matanya,
observasi selama 30 detik,
- perhatikan kemampuan pasien untuk memepertahankan posisinya agar
tetap tegak.
Pemeriksaan fokuda stepping test
- Pasien diminta berdiri dengan kedua lengan ekstensi serta terjulur
kedepan,
- kemudian pasien diminta berjalan ditempat dengan mata terbuka
dengan sebanyak 50 langkah dengan mata tertutup sambil berhitung
dengan suara keras,
- perhatikan apakah pasien jatuh atau posisi berdiri mengalami depiasi
lebih dari 45 derjat dari posisi awal pasien.
Pemeriksaan past pointing test
- Pasien diminta mengekstensikan lengannya keatas dengan jari telunjuk
ekstensi, pemeriksa meletakkan jari telunjuknya didepan pasien,
- kemudian pasien diminta mengarahkan jari telunjuknya ke jari telunjuk
pemeriksa, lakukan hal tersebut dengan beberapa kali dengan mata
terbuka,
- gerakan diulang kembali dengan mata tertutup, perhatikan apakah
terdapat defiasi jari pasien dari target.
Tes telujuk hidung
- pemeriksa meletakkan jari telunjuknya didepan pasien, kemudian
pasien diminta mengarahkan jari telunjuknya ke jari telunjuk
pemeriksa, lalu menyatukan jari telunjuknya ke ujung hidungnya,
- pasien diminta melakukan hal tersebut beberapa kali sampa mata
terbuka,
34
- pemeriksa dapat mengubah letak jari telunjuknya dengan berbagai
kuadran, berbagai jarak dan berbagai kecepatan, perhatikan kehalusan
akurasi, kecepatan gerakan dan tremor yang terlihat.
Tes tumit lutut
- Pasien diminta berbaring telentang, mintalah pasien mengangkat
tungkainya dan letakkan tumit kakinya pada lutut kontalateral,
- kemudian mintalah pasien menggerakkan tumitnya untuk menyusuri
tuberositas fidia sampai ibu jari kaki,
- pasien diminta untuk melakukan gerakan tersebut beberapa kali,
perhatikan kehalusan akurasi, kecepatan gerakan dan tremor yang
terlihat.
Pemeriksaan rapid alternating movements (RAM) eksternitas atas
- Pasien diminta untuk menggerakkan kedua tangannya ke posisi pronasi
diikuti supinasi berulang-ulang dan secepat mungkin,
- gerakan dapat dilakukan dengan tangan bertumpu pada paha atau
dorsomanus.
Pemeriksaan fenomena Rebound
- Pasien diminta menfleksikan siku dan menadduksikan lengan bawah
kearah bahu, telapak tangan supinasi, dan telapak tangan posisi
menggepal,
- pemeriksa menarik lengan bawah pasien dengan pergelangan
- tangannya dan pasien diminta melawannya seperti halnya panco,
perhatikan apakah pasien dapat mengendalikan tangannya atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
35
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2015/08/Manual-CSL-
IV-Pemeriksaan-Fungsi-Saraf-Kranial-Bagian-I.pdf
http://fk.unsoed.ac.id/wpcontent/uploads/modul%20labskill/modul
%20B3/Modul%20B3%20-%20Pemeriksaan%20Saraf%20Kranialis.pdf
Laboratorium Ketrampilan Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Skills Lab pendidikan
ketrampilan keperawatan program B semester I. Yogyakarta : Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2002; 28-
38.
https://fk.uns.ac.id/static/file/GABUNGAN_MANUAL_SEMESTER_3-
2012-ED.pdf
36