Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN PRATIKUM

PEMERIKSAAN NEUROLOGI

Disusun Oleh:

Annisa Mulia ( 1811312008 )

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
A. Pemeriksaan Neurologi

Gambar 1. Lokasi nervi cranialis (diadaptasi dari Yale Center for Instructional
Media, 1998)
Dua belas pasang nervi cranialis menghubungkan end organ dengan pusat
sistem saraf. Sistem saraf ini menerima informasi dari dunia luar termasuk
dari viscera. Fungsi motorik yang diatur oleh nervi cranialis ditujukan pada
pengaturan fungsi organ-organ khusus, yaitu vokalisasi, mastikasi, gerakan
menelan makanan dan kontrol reflek pernafasan dan visceral.
Berikut ini teknik pemeriksaan 12 nervi cranialis:

1. Pemeriksaan Nervus Olfaktorius (N I)


a. Pengertian
Nervus olfaktorius tersusun atas sel-sel nervus olfaktorius yang
terdapat pada mukosa rongga hidung bagian atas. Serabut saraf yang
keluar dari badan sel saraf ini membentuk 20 berkas serabut saraf pada
setiap sisi rongga hidung. Serabut-serabut ini menembus lamina
kribriformis ossis ethmoidalis dan serabut-serabut sarafnya bersinaps di
neuron-neuron bulbus olfaktorius. Terdapat dua jenis sel yang menyusun
bulbus olfaktorius yaitu sel mitral dan sel berjambul (tufted cells).
Serabut-serabut saraf yang keluar dari kedua jenis sel tersebut
membentuk berkas saraf yang disebut traktus olfaktorius.

1
Gambar 2. Epitel olfaktorius

Sensasi bau timbul akibat hantaran impuls oleh serabut-serabut


saraf yang keluar dari badan sel mitral ke korteks lobus piriformis dan
amigdala, sedangkan sel berjambul menghantarkan impuls olfaktorik ke
hipotalamus untuk membangkitkan reflek olfaktorik- kinetik, yaitu
timbulnya salivasi akibat mencium bau tertentu.

Gambar 3. Skema Nervus Olfaktorius

b. Tujuan
1) Untuk mengenali bau-bauan.
2) Mendeteksi adanya gangguan menghidu.
c. Syarat Pemeriksaan :
1) Jalan nafas harus dipastikan bebas dari penyakit.
2) Bahan yang dipakai harus dikenal oleh penderita.
3) Bahan yang dipakai bersifat non iritating.
d. Catatan:

2
Bahan yang cepat menguap tidak boleh digunakan dalam
pemeriksaan ini sebab bahan tersebut dapat merangsang nervus
trigeminus (N V) dan alat-alat pencernaan.
e. Prosedur Pemeriksaan Nervus Olfaktorius (N I)
1) Memberitahukan kepada penderita bahwa daya penciumannya akan
diperiksa.
2) Melakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada sumbatan atau
kelainan pada rongga hidung.
3) Meminta penderita untuk menutup salah satu lubang hidung.
4) Meminta penderita untuk mencium bau-bauan tertentu (misalnya:
ekstrak kopi, ekstrak jeruk, vanili, atau tembakau) melalui lubang
hidung yang terbuka.
5) Meminta penderita menyebutkan jenis bau yang diciumnya.
6) Pemeriksaan yang sama dilakukan juga untuk lubang hidung
kontralateral.

Gambar 4. Pemeriksaan N I (diadaptasi dari Buckley, et al., 1980)


f. Interpretasi Hasil Pemeriksaan :
1) Terciumnya bau-bauan secara tepat menandakan fungsi nervus
olfaktorius kedua sisi adalah baik.
2) Hilangnya kemampuan mengenali bau-bauan (anosmia) yang bersifat
unilateral tanpa ditemukan adanya kelainan pada rongga hidung

3
merupakan salah satu tanda yang mendukung adanya neoplasma pada
lobus frontalis cerebrum.
3) Anosmia yang bersifat bilateral tanpa ditemukan adanya kelainan
pada rongga hidung merupakan salah satu tanda yang mendukung
adanya meningioma pada cekungan olfaktorius pada cerebrum. Hal
ini dapat terjadi sebagai akibat dari trauma ataupun pada meningitis.
Pada orang tua dapat terjadi gangguan fungsi indra penciuman ini
dapat terjadi tanpa sebab yang jelas. Gangguan ini dapat berupa
penurunan daya pencium (hiposmia). Bentuk gangguan lainnya dapat
berupa kesalahan dalam mengenali bau yang dicium, misalnya
minyak kayu putih tercium sebagai bawang goreng, hal ini disebut
parosmia.
4) Selain keadaan di atas dapat juga terjadi peningkatan kepekaan
penciuman yang disebut hiperosmia, keadaan ini dapat terjadi akibat
trauma kapitis, tetapi kebanyakan hiperosmia terkait dengan kondisi
psikiatrik yang disebut konversi histeri. Sensasi bau yang muncul
tanpa adanya sumber bau disebut halusinasi olfaktorik. Hal ini dapat
muncul sebagai aura pada epilepsi maupun pada kondisi psikosis
yang terkait dengan lesi organik pada unkus.

2. Pemeriksaan Nervus Optikus (N II)


a. Pengertian
Nervus optikus tersusun atas serabut-serabut axon saraf yang
berasal dari sel-sel ganglionik di retina. Axon saraf yang berasal dari sel-
sel saraf tersebut bersinaps dengan serabut-serabut dendrit sel-sel saraf
pada area corpus geniculatum lateralis, pulvinar dan collilus superior
membentuk pusat visual primer.
Axon saraf yang berasal dari sel-sel saraf pada corpus geniculatum
lateralis, pulvinar dan collilus superior membawa impuls ke pusat visual
di korteks yang terletak pada cuneus. Perjalanan serabut saraf yang
membentuk nervus optikus dapat dilihat pada skema berikut ini.

4
Gambar 5. Skema Nervus Optikus

Fungsi nervus optikus dapat di periksa dengan beberapa teknik


pemeriksaan. Pada bagian latihan akan dibatasi pada pemeriksaan visus
dan lapangan pandang (visual field) sedangkan funduskopi akan
dilatihkan pada topik Ophtalmologi.
b. Tujuan
Bekerja pada indra penglihatan lapang pandang, kemampuan melihat,
reaksi pupil terhadap cahaya, kemampuan akomodasi mata.
c. Prosedur
1) Pemeriksaan Daya Penglihatan (Visus).
Pemeriksaan visus pada bagian neurologi pada umumnya tidak
dikerjakan menggunakan kartu Snellen tetapi dengan melihat
kemampuan penderita dalam mengenali jumlah jari-jari, gerakan
tangan dan sinar lampu.
 Prosedur Pemeriksaan Daya Penglihatan (Visus) :
 Memberitahukan kepada penderita bahwa akan diperiksa daya
penglihatannya.
 Memastikan bahwa penderita tidak mempunyai kelainan pada
mata misalnya, katarak, jaringan parut atau kekeruhan pada

5
kornea, peradangan pada mata (iritis, uveitis), glaukoma,
korpus alienum.
 Pemeriksa berada pada jarak 1- 6 meter dari penderita.
 Meminta penderita untuk menutup mata sebelah kiri untuk
memeriksa mata sebelah kanan.
 Meminta penderita untuk menyebutkan jumlah jari pemeriksa
yang diperlihatkan kepadanya.
 Jika penderita tidak dapat menyebutkan jumlah jari dengan
benar, maka pemeriksa menggunakan lambaian tangan dan
meminta penderita menentukan arah gerakan tangan
pemeriksa.
 Jika penderita tidak dapat menentukan arah lambaian tangan,
maka pemeriksa menggunakan cahaya lampu senter dan
meminta penderita untuk menunjuk asal cahaya yang
disorotkan ke arahnya.
 Menentukan visus penderita.
 Melakukan prosedur yang sama untuk mata sebelah kiri.

2) Pemeriksaan Lapangan Pandang.


Pemeriksaan lapangan pandang bertujuan memeriksa batas-batas
penglihatan bagian perifer. Pemeriksaan ini dapat dikerjakan dengan 3
teknik, yaitu:
 Test konfrontasi dengan tangan
 Test dengan kampimeter
 Test dengan perimeter.
Dalam latihan pemeriksaan nervus cranialis ini jenis test
pertama yang akan dilatihkan, sedangkan test kedua dan ketiga
akan dilatihkan pada topik ophtalmologi.
 Prosedur pemeriksaan lapangan pandang (test konfrontasi
dengan tangan)
 Meminta penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa
pada jarak 1 meter.

6
 Meminta penderita menutup mata kirinya dengan tangan
untuk memeriksa mata kanan.
 Meminta penderita melihat hidung pemeriksa
 Pemeriksa menggerakkan jari tangannya dari samping kanan
ke kiri dan dari atas ke bawah.
 Meminta penderita untuk mengatakan bila masih melihat
jari-jari tersebut.
 Menentukan hasil pemeriksaan.
 Mengulangi prosedur pemeriksaan untuk mata sebelah kiri
dengan menutup mata sebelah kanan.

Gambar 6. Test konfrontasi (diadaptasi dari Buckley, et al,


1980)

 Jenis-jenis kelainan lapangan pandang (visual field defect) :


 Total blindness : tidak mampu melihat secara total.
 Hemianopsia : tidak mampu melihat sebagian lapangan
pandang (temporal; nasal; bitemporal; binasal)
 Homonymous hemianopsia
 Homonymous quadrantanopsia

3. Pemeriksaan Nervi Okularis (N III, IV, VI)


a. Pengertian

7
Nervus okularis terdiri dari dua komponen dengan fungsi yang berbeda,
yaitu:
1) Motor Somatik, menginervasi empat dari enam otot-otot ekstraokular
dan muskulus levator palpebra superior. Komponen ini berfungsi
mengontrol kontraksi otot ekstraokuler dalam melihat dan fiksasi
objek penglihatan.
2) Motor viseral, memberikan inervasi parasimpatis pada muskulus
konstriktor pupil dan muskulus siliaris. Komponen ini
bertanggungjawab dalam refleks akomodasi pupil sebagai respon
terhadap cahaya.

b. Tujuan
Berfungsi sebagai penggerak kelopak mata, ukuran pupil, dan
reaktivitas terhadap cahaya.
c. Pemeriksaan Nervi Okularis Meliputi Tiga Hal, yaitu:
1) Pemeriksaan gerakan bola mata
2) Pemeriksaan kelopak mata
3) Pemeriksaan pupil.
d. Prosedur
1) Pemeriksaan Gerakan Bola Mata :
 Memberitahukan penderita bahwa akan dilakukan pemeriksaan
terhadap gerakan bola matanya.
 Memeriksa ada tidaknya gerakan bola mata di luar kemauan
penderita (nistagmus).
 Meminta penderita untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa
yang digerakkan ke segala jurusan.
 Mengamati ada tidaknya hambatan pada pergerakan matanya
(hambatan dapat terjadi pada salah satu atau kedua mata).
 Meminta penderita untuk menggerakkan sendiri bola matanya.

8
Gambar 7. Nervi Okularis (N III, N IV dan N VI)

Gambar 8. Pemeriksaan gerakan bola mata (diadaptasi dari Buckley, et


al, 1980)

2) Prosedur Pemeriksaan Kelopak Mata :


 Meminta penderita untuk membuka kedua mata dan menatap
kedepan selama satu menit.
 Meminta penderita untuk melirik ke atas selama satu menit.
 Meminta penderita untuk melirik ke bawah selama satu menit.
 Pemeriksa melakukan pengamatan terhadap celah mata dan
membandingkan lebar celah mata (fisura palpebralis) kanan dan
kiri.
 Mengidentifikasi ada tidaknya ptosis, yaitu kelopak mata yang
menutup.

9
3) Prosedur Pemeriksaan Pupil :
 Melihat diameter pupil penderita (normal 3 mm).
 Membandingkan diameter pupil mata kanan dan kiri (isokor atau
anisokor).
 Melihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.
 Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya direk :
 Menyorotkan cahaya ke arah pupil lalu mengamati ada
tidaknya miosis dan mengamati apakah pelebaran pupil
segera terjadi ketika cahaya dialihkan dari pupil.
 Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya indirek :
 Mengamati perubahan diameter pupil pada mata yang tidak
disorot cahaya ketika mata yang satunya mendapatkan
sorotan cahaya langsung.

Gambar 10. Pemeriksaan refleks pupil (diadaptasi dari Buckley et al,


1980)
 Memeriksa refleks akomodasi pupil.
 Meminta penderita melihat jari telunjuk pemeriksa pada
jarak yang agak jauh.
 Meminta penderita untuk terus melihat jari telunjuk
pemeriksa yang digerakkan mendekati hidung penderita.

10
 Mengamati gerakan bola mata dan perubahan diameter pupil
penderita (pada keadaan normal kedua mata akan bergerak
ke medial dan pupil menyempit).

4. Pemeriksaan Nervus Trigeminus (N V)


a. Pengertian
Nervus trigeminus merupakan nervus cranialis V berfungsi
menginervasi bagian muka dan kepala. Nervus ini mempunyai 3 cabang,
yaitu cabang yang menginervasi dahi dan mata (ophthalmic V1), pipi
(maxillary V2), dan muka bagian bawah dan dagu (mandibular V3).
Ketiga cabang nervus V ini bertemu pada satu area yang disebut ganglion
Gasery, yang selanjutnya menuju batang otak melalui pons menuju
badan-badan sel nukleus nervi trigemini. Dari sini informasi yang
diterima diolah untuk selanjutnya dikirim ke korteks serebri untuk
menimbulkan kesadaran akan sensasi fasial.
Nervus trigeminus bertanggungjawab terhadap sensasi raba, nyeri,
dan temperatur pada muka. Selain itu nervus ini juga mengontrol gerakan
otot yang berperan dalam mengunyah makanan. Perlu diingat bahwa
nervus ini tidak berperan dalam pengaturan gerakan wajah yang diatur
oleh nervus VII.

Gambar 11. Skema N. Trigeminus dan area inervasinya.

b. Alat dan Bahan


Kapas dan air hangat

11
c. Prosedur
1) Pemeriksaan Fungsi Motorik :
 Tujuan
Untuk menilai kekuatan otot temporal dan masseter.
 Prosedur
 Meminta penderita untuk merapatkan gigi sekuat kuatnya.
 Pemeriksa mengamati muskulus masseter dan muskulus
temporalis (normal : kekuatan kontraksi sisi kanan dan kiri
sama).
 Meminta penderita untuk membuka mulut.
 Pemeriksa mengamati apakah dagu tampak simetris dengan
acuan gigi seri atas dan bawah (apabila ada kelumpuhan, dagu
akan terdorong ke arah lesi).

Gambar 12. Pemeriksaan kekuatan


muskulus masseter dan
muskulus temporalis
(diadaptasi dari Buckley, et
al, 1980)

2) Pemeriksaan Fungsi Sensorik :


 Tujuan
Untuk penilaian sensasi wajah
 Prosedur
 Melakukan pemeriksaan sensasi nyeri dengan jarum pada daerah
dahi, pipi, dan rahang bawah.

12
 Melakukan pemeriksaan sensasi suhu dengan kapas yang
dibasahi air hangat pada daerah dahi, pipi, dan rahang bawah.

3) Melakukan Pemeriksaan Refleks Kornea :


 Menyentuh kornea dengan ujung kapas (normal penderita akan
menutup mata/ berkedip).
 Menanyakan apakah penderita dapat merasakan sentuhan
tersebut.

13.
Gambar 13. Pemeriksaan refleks kornea (diadaptasi dari Buckley, et al,
1980)

4) Melakukan Pemeriksaan Refleks Masseter :


 Meminta penderita untuk sedikit membuka mulutnya.
 Meletakkan jari telunjuk kiri pemeriksa di garis tengah dagu
penderita.
 Mengetok jari telunjuk kiri pemeriksa dengan jari tengah tangan
kanan pemeriksa atau dengan palu refleks.
 Mengamati respon yang muncul : kontraksi muskulus masseter
dan mulut akan menutup.

13
Gambar 14. Pemeriksaan refleks masseter (diadaptasi dari Buckley, et al,
1980)

5. Pemeriksaan Nervus Facialis (N VII)


a. Pengertian
Nervus facialis (N VII) mempunyai komponen somatosensorik
eferen dan aferen dengan fungsi yang dapat dibedakan, yaitu:
1) Branchial motor (special visceral efferent), yang menginervasi otot-
otot fasialis, otot digastrik bagian belakang, otot stylohyoideus dan
stapedius.
2) Viseral motor (general visceral efferent), yang memberikan inervasi
parasimpatik pada kelenjar lakrimal, submandibular dan sublingual;
serta mukosa menginervasi mukosa nasofaring, palatum durum dan
mole.
3) Sensorik khusus (special afferent), yaitu memberikan sensasi rasa
pada 2/3 anterior lidah dan inervasi palatum durum dan mole.
4) Sensorik umum (general somatic afferent), menimbulkan sensasi
kulit pada konka, auricula dan area di belakang telinga.
Serabut syaraf yang membentuk branchial motor merupakan
komponen N. VII yang paling dominan, sedangkan ketiga komponen
serabut lainnya menggabung menjadi satu terpisah dari branchial
motor. Gabungan dari ketiga serabut terakhir membentuk nervus
intermedius.

14
Gambar 15. Skema Serabut eferen dan aferen N. Facialis (diadaptasi
dari Buckley, et al, 1980)
b. Prosedur
1) Pemeriksaan Fungsi Nervus V II Meliputi:
 Pemeriksaan motorik nervus fasialis
 Pemeriksaan viserosensorik dan viseromotorik nervus
intermedius.

2) Prosedur Pemeriksaan Nervus Fasialis


 Pemeriksaan Motorik
 Meminta penderita untuk duduk dengan posisi istirahat (rileks).
 Pemeriksa mengamati muka penderita bagian kiri dan kanan
apakah simetris atau tidak.
 Pemeriksa mengamati lipatan dahi, tinggi alis, lebar celah mata,
lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut.
 Meminta penderita menggerakkan mukanya dengan cara sbb:
Mengerutkan dahi, bagian yang lumpuh lipatannya tidak
dalam.
Mengangkat alis.
Menutup mata dengan rapat, lalu pemeriksa mencoba
membuka dengan tangan.
Memoncongkan bibir atau nyengir.
Meminta penderita menggembungkan pipinya, lalu
pemeriksa menekan pipi kiri dan kanan untuk mengamati

15
apakah kekuatannya sama. Bila ada kelumpuhan maka angin
akan keluar dari bagian yang lumpuh.

Gambar 16. Pemeriksaan motorik N. VII (diadaptasi dari Buckley, et


al., 1980)

 Pemeriksaan Viseromotorik (Parasimpatis)


 Memeriksa kondisi kelenjar lakrimalis, basah atau kering
 Memeriksa kelenjar sublingualis
 Memeriksa mukosa hidung dan mulut.
 Pemeriksaan Sensorik
 Meminta pemeriksa menjulurkan lidah.
 Meletakkan gula, asam garam, atau sesuatu yang pahit pada
sebelah kiri dan kanan dari 2/3 bagian depan lidah.
 Meminta penderita untuk menuliskan apa yang dirasakannya
pada secarik kertas.
Catatan: Pada saat dilakukan pemeriksaan hendaknya:
 lidah penderita terus menerus dijulurkan keluar
 penderita tidak diperkenankan bicara
 penderita tidak diperkenankan menelan.

6. Pemeriksaan Nervus Akustikus (NVIII)

16
a. Pengertian
1) Nervus Akustikus (N VIII) Terdiri dari Dua Berkas Syaraf,
yaitu:
 Nervus kokhlearis yang bertanggungjawab menghantarkan
impuls pendengaran.
 Nervus vestibularis yang bertanggung jawab
menghantarkan impuls keseimbangan.

Gambar. 17 Nervus vestibulokokhlearis

b. Alat dan Bahan


Garputala
c. Prosedur
Prosedur pemeriksaan nervus akustikus/vestibulokokhlearis (N.
VIII) Pemeriksaan nervus.VIII meliputi :
1) Pemeriksaan Fungsi Pendengaran.
 Pemeriksaan Weber :
 Tujuan untuk membandingkan daya transport melalui tulang
di telinga kanan dan kiri penderita.
 Garputala diletakkan di dahi penderita.
 Pada keadaan normal kiri dan kanan sama keras (penderita
tidak dapat menentukan di mana yang lebih keras).
 Bila terdapat tuli konduksi di sebelah kiri, misal oleh karena
otitis media, pada tes Weber terdengar kiri lebih keras. Bila
terdapat tuli persepsi di sebelah kiri, maka tes Weber
terdengar lebih keras di kanan.

17
 Pemeriksaan Rinne :
 Tujuan untuk membandingkan pendengaran melalui tulang
dan udara dari penderita.
 Pada telinga sehat, pendengaran melalui udara di dengar lebih
lama daripada melalui tulang.
 Garputala ditempatkan pada planum mastoid sampai penderita
tidak dapat mendengarnya lagi, kemudian garpu tala
dipindahkan ke depan meatus eksternus. Jika pada posisi yang
kedua ini masih terdengar dikatakan tes positif, pada orang
normal atau tuli persepsi, tes Rinne ini positif. Pada tuli
konduksi tes Rinne negatif.
 Pemeriksaan Schwabach :
 Tujuan membandingkan hantaran tulang penderita dengan
hantaran tulang pemeriksa (dengan anggapan pandengaran
pemeriksa adalah baik)
 Garputala yang telah digetarkan ditempatkan di prosesus
mastoideus penderita. Bila penderita sudah tidak mendengar
lagi suara garputala tersebut, maka segera garputala
dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa.
 Bila hantaran tulang penderita baik, maka pemeriksa tidak
akan mendengar suara mendenging lagi. Keadaan ini
dinamakan Schwabach normal.
 Bila hantaran tulang si penderita kurang baik, maka pemeriksa
masih mendengar suara getaran garputala tersebut. Keadaan
ini dinamakan Schwabach memendek.

2) Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan


 Pemeriksaan dengan Tes Kalori :
Bila telinga kiri dimasukkan air dingin timbul nistagmus ke
kanan. Bila telinga kiri dimasukkan air hangat akan timbul
nistagmus ke kiri. Bila ada gangguan keseimbangan, maka

18
perubahan temperatur air dingin dan hangat ini tidak
menimbulkan reaksi.
 Pemeriksaan dengan Past Ponting Test :
Penderita diminta untuk menyentuh ujung jari pemeriksa
dengan jari telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup
penderita diminta untuk mengulangi, normal penderita harus
dapat melakukannya.

7. Pemeriksaan Nervus Glosofaringeus (N IX)


a. Pengertian
Nervus Glosofaringeus terdiri dari serabut-serabut motorik dan
sensorik. Serabut motoriknya sebagian bersifat somatomotorik dan
sebagian lainnya bersifat sekretomotorik.
b. Prosedur
1) Prosedur pemeriksaan Nervus Glosofaringeus :
 Penderita diminta untuk membuka mulutnya.
 Dengan penekan lidah, lidah hendaknya ditekan ke bawah,
sementara itu penderita diminta untuk mengucapkan ’a-a-a’
panjang.
 Maka akan tampak bahwa langit-langit yang sehat akan bergerak
ke atas. Lengkung langit-langit di sisi yang sakit tidak akan
bergerak ke atas.
 Adanya gangguan pada m. stylopharingeus, maka uvula tidak
simetris tetapi tampak miring tertarik ke sisi yang sehat.
 Adanya gangguan sensibilitas, maka jika dilakukan perabaan
pada bagian belakang lidah atau menggores dinding pharyng
kanan dan kiri, refleks muntah tidak terjadi.

8. Pemeriksaan Nervus Vagus (N X)


a. Pengertian
Nervus vagus terdiri dari 5 komponen dengan fungsi yang berbeda.
Kelima komponen tersebut adalah:

19
1) Branchial motor (eferen viseral khusus) yang bertanggung jawab
terhadap koordinasi otot-otot volunter faring, sebagian besar laring,
dan salah satu otot ekstrinsik lidah.
2) Viseral motor (eferent viseral umum) yang bertanggung jawab
terhadap inervasi parasimpatik otot-otot dan kelenjar faring, laring,
dan viseral thoraks dan abdomen.
3) Viseral sensori (eferen viseral umum) yang memberikan informasi
sensorik viseral dari laring, esophagus, trachea, dan visera abdominal
dan thorakal, serta membawa informasi dari reseptor tekanan dan
kemoreseptor aorta.
4) Sensori umum (aferen somatik umum), memberikan informasi
sensorik umum dari kulit belakang daun telinga, meatus acusticus
eksterna, permukaan luar membrana tympani dan faring.
5) Sensori khusus, merupakan cabang minor dari nervus vagus yang
bertanggungjawab menimbulkan sensasi rasa dari daerah epiglotis.

b. Prosedur
1) Prosedur pemeriksaan Nervus Vagus :
 Buka mulut penderita, bila terdapat kelumpuhan maka akan
terlihat uvula tidak di tengah tetapi tampak miring tertarik ke sisi
yang sehat.
 Refleks faring / refleks muntah tidak ada.
 Untuk memeriksa plica vokalis diperlukan laryngoscope. Bila
terdapat kelumpuhan satu sisi pita suara, maka pita suara tersebut
tidak bergerak sewaktu fonasi atau inspirasi dan pita suara akan
menjadi atonis dan lama kelamaan atopi, suara penderita menjadi
parau.
 Bila kedua sisi pita suara mengalami kelumpuhan, maka pita
suara itu akan berada di garis tengah dan tidak bergerak sama
sekali sehingga akan timbul afoni dan stridor inspiratorik.

9. Pemeriksaan Nervus Aksesorius (N XI)

20
a. Pengertian
Nervus aksesorius tersusun atas komponen kranial dan spinal yang
merupakan serabut motorik. Kedua komponen tersebut menginervasi otot
yang berbeda, yaitu:
1) Branchial motor (komponen kranial) yang bertanggung jawab
memberikan inervasi otot-otot laring dan faring.
2) Branchial motor (komponen spinal) yang bertanggung jawab
memberikan inervasi otot-otot trapezius dan sternokleidomastoideus.
b. Prosedur
1) Prosedur pemeriksaan Nervus Asesorius :
 Untuk mengetahui adanya paralisis m. sternokleidomastoideus :
Penderita diminta menolehkan kepalanya kearah sisi yang sehat,
kemudian kita raba m. sternokleidomastoideus. Bila terdapat
paralisis N. XI di sisi tersebut, maka akan teraba m.
sternokleidomastoideus itu tidak menegang.
 Untuk mengetahui adanya paralisis m. trapezius : Pada inspeksi
akan tampak :
 Bahu penderita di sisi yang sakit adalah lebih rendah
daripada di sisi yang sehat.
 Margo vertebralis skapula di sisi yang sakit tampak lebih ke
samping daripada di sisi yang sehat.

10. Pemeriksaan Nervus Hipoglossus (N XII)


a. Pengertian
Nervus hipoglosus hanya mempunyai satu komponen motor
somatik. Nervus ini menginervasi semua otot intrinsik dan sebagian besar
otot ekstrinsik lidah (genioglosus, styloglosus dan hyoglosus).
b. Prosedur
1) Prosedur pemeriksaan Nervus Hipoglossus :
Kelumpuhan pada N. Hipoglossus akan menimbulkan gangguan
pergerakan lidah.

21
 Akibat gangguan pergerakan lidah, maka perkataan-perkataan
tidak dapat diucapkan dengan baik, disebut dengan disartria.
 Dalam keadaan diam, lidah tidak simetris, biasanya bergeser ke
daerah sehat karena tonus di sini menurun.
 Bila lidah dijulurkan, lidah akan berdeviasi ke sisi sakit.

B. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran


1. Pengertian
Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang
mencerminkan pengintegrasian impuls eferen dan aferen. Dalam menilai
kesadaran harus dibedakan antra tingkat kesadaran dan isi kesadaran.
Tingkat kesadaran menunjukkan kewaspadaan atau reaksi seseorang
dalam menaggapi rangsangan dari luar yang ditangkap oleh panca indera.
Sedangkan isi kesadaran berhubungan dengan fungsi kortikal seperti
membaca, menulis, bahasa, intelektual, dan lain-lain.
Tingkat kesadaran yang menurun biasanya diikuti dengan
gangguan isi kesadaran. Sedangkan gangguan isi kesadaran tidak selalu
diikuti dengan penurunan tingkat kesadaran. Penurunan tingkat
kesadaran di ukur dengan Glasqow Coma Scale.
2. Tujuan
Untuk mengukur tingkat kesadaran pada pasien yang mengalami cedera
kepala saja, namun saat ini digunakan juga untuk memberikan
pertolongan medis darurat.
3. Indikasi
Pasien yang mengalami cidera kepala.
4. Prosedur

Pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS)

Nilai Membuka Spontan 4


Mata
Terhadap bicara (suruh pasien membuka 3
mata)

22
Dengan rangsang nyeri (tekan pada syaraf 2
supraorbita atau kuku jari)
Tidak ada reaksi (dengan rangsang nyeri 1
pasien tidak buka mata)
Respon Bicara Baik dan tidak disorientasi (dapat 5
Verbal menjawab dengan kalimat yang baik dan
tahu dimana ia berada, tahu waktu, hari)
Kacau/confused (dapat bicara dalam 4
kalimat, namun ada disorientasi waktu dan
tempat)
Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata, 3
namun tidak berupa kalimat dan tidak
tepat)
Mengerang (tidak mengucapkan kata, 2
hanya mengerang)
Tidak ada jawaban 1
Respon Motorik Menurut perintah (suruh angkat lengan) 6
Mengetahui lokasi nyeri (dirangsang nyeri 5
dengan menekan supraorbita. Bila pasien
mengangkat tangannya sampai melewati
dagu untuk menepis rangsang berarti ia
tahu lokasi nyeri)
Reaksi menghindar 4
Reaksi fleksi/dekortikal ( rangsangan nyeri 3
dengan menekan supraorbita timbul reksi
fleksi sendi siku pergelangan tangan
Reaksi ekstens ( dengan menekan 2
supraorbia timbul reaksi ekstensi pada
sendi siku disertai fleksi spastik
pergelangan tangan )
Tidak ada reaksi 1

Pemeriksaan GCS didasarkan pada pemeriksaan respon dari mata,


bicara dan motorik. Cara penilaiannya adalah dengan menjumlahkan nilai
dari ketiga aspek tersebut di atas. rentang nilainya adalah 3 (paling jelek)
sampai dengan 15 (normal). Pelaporan nilai GCS dapat juga dilakukan

23
dengan cara menyebutkan nilai dari masing-masing komponen, misal E4,
V5, M6, artinya respon membuka mata 4, verbal 5, dan motorik 6.
 Tingkat kesadaran pasien :
 Composmentis : jika nilai GCS 15
 Somnolen atau letargis : jika nilai GCS 13-14
 Soporo komatus : jika nilai GCS 8-12
 Koma : jika nilai GCS 3-7

Adapun untuk pasien anak-anak pemeriksaan tingkat kesadaran


dapat menggunakan modifikasi GCS yang disebut dengan Pediatric
Coma Scale (PCS) . Perbedaan penilaiannya adalah pada unsur
verbalnya karena biasanya anak kecil belum dapat beebicara dengan
jelas. Unsur penilaian PCS adalah sebagai berikut :

Pediatric Coma Scale (PCS)

Membuka mata Spontan membuka mata 4


Terhadap rangsang suara membuka 3
mata
Terhadap rangsang nyeri membuka 2
mata
Menutup mata terhadap semua jenis 1
ragsang
Respon verbal Terorientasi 5
Kata-kata 4
Suara 3
Menangis 2
Tidak ada suara sama sekali 1
Respon motorik Menurut perintah 5
Lokalisasi nyeri 4
Fleksi terhadap nyeri 3
Ekstensi terhadap nyeri 2
Tidak ada gerakan sama sekali 1
Penilaian tingkat kesadaran pada anak dengan PCS juga masih
dibedakan menurut rentang umur, yaitu :

Umur Nilai normal


Lahir – 6 bulan 9

24
6 – 12 bulan 11
1 – 2 tahun 12
2 – 5 tahun 13
Lebih dari 5 tahun 14

C. Kesimpulan Video
Dari video tersebut didapatkan kesimpulan :
1. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran
- Observasi kondisi pasien dan lingkungan
- Beri rangsangan suara(tanyakan nama, lokasi, waktu)
- Minta pasien berjabat tangan, jika ada kelemahan ekstermitas, minta
pasien membuka mulut dan menjulurkan lidah
- Beri nilai respon terbaik, E(buka mata), M(motorik), V(verbal)
- Beri rangsangan nyeri jika pasien tidak dapat membuka mata setelah diberi
rangsangan suara, dengan menggunakan pulpen penlight
- Identitas nyeri naik secara bertahap hingga maks 10 detik atau mencapai
respon terbaik
- Rangsaan nyeri dengan mencubit otot trapezius jika pasien tdi dapat
membuka mata dengan rangsangan biasa
- Bila pasien belum menunjukkan respon terbaik, tekan takik supraorbita
dengan ibu jari,
 Nilai M=5, diberikan jika pasien dapat menjangkau stimulus sampai
melewati klavikula
 Nilai M=4 jika pasien menjangkau stimulus nyeri namun tidak
melewati klavikula
 Nilai M=3 jika terdapat fleksi abnormal eksterminas atas dan ekstensi
ekstermitas bawah
 Nilai M=2 jika terjadi ekstensi ektermitas atas dan bawah
 Nilai M= 1 jika tdk terdapat respon motoric
 Nilai V=5 jika pasien dpt menjawab nanyanya, tempat dan waktu
 Nilai V=4, jika pasien menjawab pertanyaan, tp tidak sesuai dgn
pertanyaan pemeriksa

25
 Nilai V=3 jika pasien hanya jika mengeluarkan kata kata yg tdi
berorientasi
 Nilai V=2 jika pasien hanya mengeluarkan siara erangan
 Nilai V=1 jika pasien sama sekali tdk mengeluarkan respon verbal
2. Pemerikasaan Rangsang Meningeal
- Kaku Kuduk
 Menolehlan leher pasien kiri ke kanan
 Angkat bahu pasien, memastikan tdk ada kekakuan pada otot leher
 Pemeriksa meletakkan tangan kiri di bwh leher pasien, dan tangan
kanan menahan dada pasien, lalu leher pasien di fleksikan ke arah
dada, periksa ada atau tidak ada tahanan
- Brudzinski neck sign
 Pasien berbaring, tangan kiri pemeriksa di bwh leher pasien, tangan
kanan menahan dada pasien, leher pasien di fleksikan ke dada,
pemeriksaan memastikan adanya fleksi pd sudut panggul dan lutut
terangkat
 Hasil pemeriksaan positif , Jika dikatakan fleksi pada sudut panggul
dan lutut

- Brudzinski contralateran reflek sign


 Pasien berbaring
 Pemeriksa meng fleksikan sudut panggul dan lutut salah satu tungkai
pasien
 Hasil positif jika dikatakan fleksi sudut panggul dan lutut lateral

- Pemeriksaan kernigue
 Pasien berbaring
 Pasien meng fleksikan pada salah satu sendi panggul pasien hinggal
posisi vertikal
 Scr perlahan sendi lutut diektensi kan
 Hasil positif jika lutut pasien tidak dpt di ekstensikan dgn sudut
melebihi 135 derajatpada sendi panggul yg sudah fleksi

26
 Lakukan pemeriksaan ini pada sisi kontra lateral

3. Pemeriksaan Nervus Kranialis, N3, 4 Dan 6


- Pemeriksaan Pupil
 Pemeriksa melakukan inspeksi terhadap bentuk, posisi, kesimetrisan
dan ukuran pupil pasien
 Pemeriksaan reflek secara langsung, dgn cahaya ke arah pupil, Liat
perubahan pupil yg terjadi
 Pemeriksaan Reflek tdk langsung, amati perubahan diameter pupil pada
mata yg tidak disoroti cahaya, ketika pata yg lainnya disoroti cahaya
langsung
 Pemeriksaan Reflek akomodasi, pemeriksa meletakkan jari telunjuk
sejajar dengan mata pasien, lalu gerakkan jari menjauh dan mendekat
ke arah pasien, pasien diminta mengikuti gerakan jari pemeriksa,
perhatikan perubahan pupil yg terjadi
- Pemeriksaan bola mata
 Pemeriksa melakukan inspeksi posisi bola mata, perhatikan
kesimetrisan bola mata
 Pasien mengikuti gerakan jari pemeriksa membentuk huruf A,
perhatikan hambatan saat pasien mengikuti gerakan jari
 Pemeriksaan Konvergensi, pemeriksaan menggerakan jari telunjuk
menjauh dna mendekat ke arah pasien, pasien mengikuti gerakan jati
tersebut, perhatikan gerakan konvergensi kedua mata pasien,
pemeriksaan ini dilakukan bersamaan dgn pemeriksaan akomodasi

- Pemeriksaan Kelopak mata


 Pemeriksa. Mengukur lebar celah mata kanan dan kiri
 Pasien diminta utk menutuo dan membuka mata, tanpa ada tahanan
 Perhatikan ada tidaknya toksis selama pemeriksaan

4. Pemeriksaan Motorik nervus fasialis N 6

27
- pemeriksa mengamati otot mata pasien dalam keadaan istirahat, lalu
inspeksi kesimetrisan wajah, tonus otot, dan gerakan infoluter, dan kerutan
dahi saat istirahat, turunkan dahi, lalu periksa kerutan dahi pasien
- pasien diminta memejamkan mata sekuat mata, pasti kan apakah mata
dapat tertutup dengan rapat, berikan tahanan dan dorong area alis ke arah
atas, amati kekuatan otot
- minta pasien tersenyum lebar, amati kesimetrisan pipi pasien,
- minta pasien menggembungkan pipi pasien, lalu tekan pipi pasien,
sehingga udara keluar dari mulut pasien, amati adanya kebocoran udara
pada salah satu sudut mulut
- pasien diminta mengatupkan rahang atas dan bawah, dan menarik sudut
bibirnya utk memunculkan muskulus lapisma

5. Pemeriksaan nervus hipoglosus


- Pasien diminta membuka mulut, amati trofi , gerakan, dan posisi lidah
pasien, dna julurkan lidah ke depan, perhatikan apakah lidah terdeviasi ke
salah satu sisi, ada tremor, minta gerkakan lidah kiri kanan atas dna bawah
secara cepat dna perlahan
- Minta pasien menekan dinding dalam pipi dengan ujung lidah, lalu
melawan tekanan yg di berikan pemeriksa dari luar pipi, bandingkan
motorik lidah sisi kanan dan kiri

6. ‌Pemeriksaan motorik umum


- Trofi otot
 Inspeksi otot wajah, bahu dan eksteremitas
 Pasien diminta menjulurkan kedua tangan dalam posisi supinasi dan
merapatkan kedua lengan, perhatikan otot tangan, dan ukur
 Lakukan pada otot tungkai
- Pemeriksaan Tonus umum ekstremitas atas
 Gerakkan tangan pasien secara pasif, dgn gerakan fleksi, ekstensi dan
rotasi, lakukan perlahan hingga cepat
 Lalukan pada sendi siku dan bahu, rasakan ada tidaknya tahanan

28
- Pemeriksaan Tonus umum ekstremintas bawah
 Gerakkan pergelangan kaki pasien secara pasif, dengan gerakan fleksi,
ekstensi dan rotasi
 Lakukan juga pada sendi lutut dan sendi panggul, rasakan adanya
tahanan

7. Pemeriksaan Kekuatan motorik ekstremitas atas


- Pemeriksaan Kekuatan otot sendi bahu
 Pasien diminta melakukan gerakan abduksi lengan atas, hingga sejajar
dgn bahu, pemeriksa memberikan tahanan dengan mendorong lengan
pasien ke arah bawah, minta pasien menahan sekuat mungkin, nilai
kekuatan otot pasien, lakukan pada arah sebaliknya
- Pemeriksaan kekuatan otot sendi siku
 Fleksi kan lengan pasien dan lalukan gerakan adduksi, pemerikasan
memberikan tahanan, lalu pasien menahan sekuat mungkin, lalu nilai
kekuatan pasien
- Pemeriksaan Otot sendi pergelangan tangan
 Minta pasien mengepalkan dan meng ekstensikan kepalan tangan,
pemeriksa memberikan tahanan pada kepalan tangan pasien dgn
mendorong ke arah berlawanan, minta pasien menahan sekuat
mungkin, lalu beri nilai
- Pemeriksaan Sendi jari tangan
 Ekstensikan jari, lalu pemeriksa mengfiksasi dengan menggenggam
pergelangan tangan pasien, beri tahanan dengan mendorong jari jari
pasien, minta pasien menahan sekuat mungkin, beri nilai

8. Kekuatan Motorik Ekstremitas Bawah


 Kekuatan otot sendi panggul
- Pasien diminta untuk menfleksikan tungkainya pada sendi panggul
- Pemeriksa memberikan tahanan dengan mendorong kebawah, pasien
diminta untuk menahan sekuat mungkin. Nilailah kekuatan otot

29
pasien.pemeriksaan juga dilakukan dengan arah sebaliknya dengan
cara ekstensi tungkai. Lakukan pemeriksaan kedua sisi.
 Kekuatan otot sendi lutut
- Pasien diminta untuk menfleksikan lututnya,pemeriksa berusaha
menekstensikan dengan menarik pergelangan kaki pasien dan pasien
diminta menahan sekuat mungkin. Nilailah kekuatan otot
pasien,pemeriksaan juga dilakukan pada arah sebaliknya.
 Pemeriksaan otot sendi pergelangan kaki
- Pasien diminta untuk melakukan gerakan plantar fleksi,pemeriksa
memberikan tahanan dengan mendorong telapak kaki kearah kranial.
Nilailah kekeuatan otot tersebut,pemeriksaan juga dilakukan untuk
gerakan dorsofleksi dan lakukanlah pada kedua sisi.

9. Pemeriksaan sonorik umum


 Pemeriksaan raba halus
- Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dikerjakan,pasien diminta
memejamkan matanya,usapkan kapas atau ujung jari pemeriksa pada
area kulit pasien,
- lakukan pada beberapa area kulit sesuai tujuan pemeriksaan,tanyakan
pada pasien apakah stimulus yang diberikan dapat dirasakan sama.
 Pemeriksaan rasa nyeri
- Jelaskan kepada pasien prosedur yang akan dikerjakan,mintalah pasien
menutup matanya, tusukkan ujung tusuk gigi pada area kulit pasien,
lakukan beberapa pada area kulit sesuai tujuan pemeriksaan, tanyakan
pada pasien apakah stimulus yang diberikan dapat dirasakan sama.
 Pemeriksaan rasa suhu
- Jelaskan kepada paseien prosedur yang akan dikerjakan, pasien
kemudian diminta memejamkan matanya,pemeriksa menyentuhkan
stimulus dingin dan stimulus hangat secara bergantian dengan jeda 2
detik pada beberapa area kulit pasien, , tanyakan pada pasien apakah
stimulus yang diberikan dapat dirasakan sama.

30
- Untuk stimulus dingin dapat digunakan tabung reaksi berisi air dingin
dengan suhu 5-10derjat celcius,untuk stimulus panas dapat digunakan
tabung reaksi berisi air hangat dengan suhu 40-45 derjat celcius.
 Pemeriksaan rasa vibrasi
- Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dikerjakan,pasien diminta
memejamkan matanya,getarkan garputala frekuensi 128 atau 256,
letakkan pada area tonjolan tulang atau sendi pasien.
- Pasien diminta untuk merasakan gerakan garputala,pemeriksa
merasakakan gerakan garputala yang dipegangnya,apabila pemeriksa
masih merasakan gerakan garputala lebih dari 10 detik maka rasa
fibrasi pasien dianggap tidak normal.
- Apabila pasien tidak merasakakan gerakan garputala pindahkan
garputala ke sendi yang lebih proksimal atau sendi homolog
kontralateral.
- Mintalah pasien membandingkan keduanya, pemeriksaan dapat
dilakukan pada beberapa tempat tonjolan tulang seperti sendi
intelfalangealproksimal ibujari kaki sendi metatarsofolangeal,aleolus
medial,tuberositas tidia.

 Pemeriksaan rasa posisi


- Pasien diminta memejamkan matanya,pemeriksa memegang ujung jari
tangan pada sisi lateralnya, jari tangan yang akan diperiksa tidak boleh
bersentuhan dengan jari-jari disebelahnya,
- Pemeriksa menggerakkan jari tangan pasien kearah atas dan bawah
secara berulang-ulang, pasien diminta menyebutkan arah jari-jarinya
pad asetiap gerakan, lakukan hal serupa pada keempat ekstremitas.

10. Pemeriksaan reflex fisiologis


 Pemeriksaan reflex bisep
- Lengan bawah pasien diposisikan semifleksi dan sedikit pronasi,

31
- Pemeriksa meletakkan ibu jari telunjuknya diatas tendon bisep yang
akan diperiksa, tekan dengan lembut, ketuk dengan palu reflex,dan anti
respon yang timbul,
- periksa perluasan zona reflex,lakukan pemeriksaan pada kedua sisi.

 Pemeriksaan reflex trisep


- Lengan pasien diposisikan semifleksi dengan lengan bawah pasien
disangga oleh pemeriksa atau tangan pasien memegang siku lateral,
- ketuk palu reflex pada tendon trisep yang instrepsi yang letaknya
sedikit diatas tendon,
- amati respon yang timbul.
 Pemeriksaan reflex patella (berbaring)
- Pasien diminta berbaring telentang,pemeriksa menyangga sendi lutut
pasien dengan lengan kirinya agar lutut pasien sedikit fleksi dan rileks,
- ketukkan palu reflex pada tendon patella trisep dan amati respon yang
timbul.
 Pemeriksaan reflex Achilles
- Pasien diminta berbaring telentang,posisikan tungkai abduksi,palpasi
eksternal dan lutut induksi, tangan kiri pemeriksa memegang plantar
penis pasien dan sedikit menekannya keatas,
- tangan kanan pemeriksa mengetukkan palu reflex pada tendon
Achilles, amati respon reflex berupa gerakan planta fleksi.

11. Pemeriksaan reflex patologis


 Pemeriksaan tanda Babinski
- Pemeriksa menggoreskan ujung palu reflex pada kulit telapak kaki
pasien, mulai dari tumit menyusuri sisi lateral dan meta tarsal planta
fedis hingga berakhir di area bawah ibu jari, respon positif berupa
dorsofleksi ibu jari dan ardorsi lainnya.
 Pemeriksaan tanda chadock

32
- Pemeriksa menggoreskan palu reflex pada area bawah ujung palu
lateral menyusuri sisi lateral punggung kaki hingga berakhir di jari
kelingking,
- respon positif berupa dorsofleksi ibu jari dan abduksi jari lainnya.
 Pemeriksaan tanda Oppenheim
- Pemeriksa menekan mulai dari area patella menyusuri anteromedia
fidia hingga pergelangan kaki pasien menggunakan kuku jari telunjuk
dan jari tengah,
- respon positif berupa ibu jari dan abduksi jari lainnya.
 Pemeriksaan tanda scaffer
- Berikan tekanan yang cukup kuat pada tendon akilen pasien, respon
positif berupa ibu jari dan abduksi jari lainnya.

 Pemeriksaan tanda Gordon


- Pemeriksa meremas otot gastronemeus pasien, respon positif berupa
ibu jari dan abduksi jari lainnya.

12. Pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi


 Pemeriksaan Romberg
- Pasien diminta berdiri pada alas yang datar dengan kedua kaki rapat
dan kedua lengan berada di sisi tubuh atau menyelang di dada, mata
pasien tetap terbuka, pasien sebaiknya tidak memakai alas kaki saat
melakukan pemeriksaan.
- Pemeriksa berdiri disebelah pasien dengan tangan menjulur kedepan
agar bisa menangkap pasien jika pasien terjatuh, observasi selama 20
detik, perhatikan apakah pasien bergoyang atau jatuh,
- Pasien diminta untuk memejamkan kedua matanya, observasi selama
30 detik, perhatikan kemampuan pasien untuk memepertahankan
posisinya agar tetap tegak.
 Pemeriksaan Romberg dipertajam

33
- Pasien diminta berdiri pada alas yang datar dengan kedua kaki berada
pada satu garis dengan posisi ibu jari kaki berada dibelaknag tumit
kaki lainnya, kedua lengan menyilang di dada dengan mata terbuka,
- observasi selama 20 detik dengan memperhatikan pasien bergoyang
atau jatuh, pasien diminta untuk memejamkan kedua matanya,
observasi selama 30 detik,
- perhatikan kemampuan pasien untuk memepertahankan posisinya agar
tetap tegak.
 Pemeriksaan fokuda stepping test
- Pasien diminta berdiri dengan kedua lengan ekstensi serta terjulur
kedepan,
- kemudian pasien diminta berjalan ditempat dengan mata terbuka
dengan sebanyak 50 langkah dengan mata tertutup sambil berhitung
dengan suara keras,
- perhatikan apakah pasien jatuh atau posisi berdiri mengalami depiasi
lebih dari 45 derjat dari posisi awal pasien.
 Pemeriksaan past pointing test
- Pasien diminta mengekstensikan lengannya keatas dengan jari telunjuk
ekstensi, pemeriksa meletakkan jari telunjuknya didepan pasien,
- kemudian pasien diminta mengarahkan jari telunjuknya ke jari telunjuk
pemeriksa, lakukan hal tersebut dengan beberapa kali dengan mata
terbuka,
- gerakan diulang kembali dengan mata tertutup, perhatikan apakah
terdapat defiasi jari pasien dari target.
 Tes telujuk hidung
- pemeriksa meletakkan jari telunjuknya didepan pasien, kemudian
pasien diminta mengarahkan jari telunjuknya ke jari telunjuk
pemeriksa, lalu menyatukan jari telunjuknya ke ujung hidungnya,
- pasien diminta melakukan hal tersebut beberapa kali sampa mata
terbuka,

34
- pemeriksa dapat mengubah letak jari telunjuknya dengan berbagai
kuadran, berbagai jarak dan berbagai kecepatan, perhatikan kehalusan
akurasi, kecepatan gerakan dan tremor yang terlihat.
 Tes tumit lutut
- Pasien diminta berbaring telentang, mintalah pasien mengangkat
tungkainya dan letakkan tumit kakinya pada lutut kontalateral,
- kemudian mintalah pasien menggerakkan tumitnya untuk menyusuri
tuberositas fidia sampai ibu jari kaki,
- pasien diminta untuk melakukan gerakan tersebut beberapa kali,
perhatikan kehalusan akurasi, kecepatan gerakan dan tremor yang
terlihat.
 Pemeriksaan rapid alternating movements (RAM) eksternitas atas
- Pasien diminta untuk menggerakkan kedua tangannya ke posisi pronasi
diikuti supinasi berulang-ulang dan secepat mungkin,
- gerakan dapat dilakukan dengan tangan bertumpu pada paha atau
dorsomanus.
 Pemeriksaan fenomena Rebound
- Pasien diminta menfleksikan siku dan menadduksikan lengan bawah
kearah bahu, telapak tangan supinasi, dan telapak tangan posisi
menggepal,
- pemeriksa menarik lengan bawah pasien dengan pergelangan
- tangannya dan pasien diminta melawannya seperti halnya panco,
perhatikan apakah pasien dapat mengendalikan tangannya atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA

35
 https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2015/08/Manual-CSL-
IV-Pemeriksaan-Fungsi-Saraf-Kranial-Bagian-I.pdf
 http://fk.unsoed.ac.id/wpcontent/uploads/modul%20labskill/modul
%20B3/Modul%20B3%20-%20Pemeriksaan%20Saraf%20Kranialis.pdf
 Laboratorium Ketrampilan Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Skills Lab pendidikan
ketrampilan keperawatan program B semester I. Yogyakarta : Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2002; 28-
38.
 https://fk.uns.ac.id/static/file/GABUNGAN_MANUAL_SEMESTER_3-
2012-ED.pdf

36

Anda mungkin juga menyukai