Disusun Oleh :
Kelas/Semester : D / V
Kelompok : 4
1. Yeni Nur Azizah (201501138)
2. Annisa Dwi Nur Azizah (201501140)
3. Agung Tri Anugrah (201501146)
4. Rozalina Hartianty (201501148)
5. Miftachul Chusnah (201501156)
6. Ahmad Rifqi Masyhuri (201501173)
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah Sistem
Perkemihan ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan BPH
(Benigna Prostat Hiperplasia)” tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah
ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak.
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
1
makan-makanan berserat dan kebiasaan merokok. Sedangkan faktor-faktor risiko
yang tidak berpengaruh terhadap BPH adalah riwayat obesitas, kebiasaan
berolahraga, riwayat penyakit Diabetes Mellitus, kebiasaan minum-minuman
beralkohol. Probabilitas untuk individu untuk terkena BPH dengan semua faktor
risiko diatas adalah sebesar 93,27 %. Faktor risiko terjadinya pembesaran prostat
jinak adalah umur, riwayat keluarga, kurangnya makan-makanan berserat dan
kebiasaan merokok (Amalia, 2010).
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan BPH (Benigna Prostat Hiperplasia).
2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada
pasien dengan BPH (Benigna Prostat Hiperplasia).
b. Mahasiswa mampu membuat pathways keperawatan pada pasien
dengan BPH (Benigna Prostat Hiperplasia).
c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan BPH (Benigna Prostat Hiperplasia).
d. Mahasiswa mampu membuat perencanaan keperawatan pada pasien
dengan BPH (Benigna Prostat Hiperplasia).
e. Mahasiswa mampu melakukan pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien dengan BPH (Benigna Prostat Hiperplasia).
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien
dengan BPH (Benigna Prostat Hiperplasia).
1.3 Manfaat
Penulisan makalah ini sangat diharapkan bermanfaat bagi seluruh pembaca
dan penyusun untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang konsep dasar
dan asuhan keperawatan pada pasien dengan BPH (Benigna Prostat Hiperplasia).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.
Faktor lain yang erat kaitannya dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan.
Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
a. Dihydrotestosteron
3
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
b. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
c. Interaksi stroma-epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan
epitel.
d. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma
dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori sel stem
Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam
sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal 74-75). Sel stem yang meningkat
mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).
4
1. Pada Grade I (congestif)
a. Mula-mula pasien berbulan-bulan atau bertahun-tahun susah kencing
dan mulai mengedan
b. Kalau miksi merasa tidak puas
c. Urine keluar menetes dan puncuran lemah
d. Nocturia
e. Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal
f. Pada Citoscopy kelihatan hiperemia dan orifreum urether internal
lambat laun terjadi varises akhirnya bisa terjadi pendarahan (blooding)
2. Pada Grade 2 (residual)
a. Bila miksi terasa panas
b. Nocturi bertambah berat
c. Tidak dapat buang air kecil (kencing tidak puas)
d. Bisa terjadi infeksi karena sisa air kencing
e. Tejadi panas tinggi dan bisa meninggal
f. Nyeri pada daerah pinggang dan menjalar ke ginjal
3. Pada Grade 3 (retensi urine)
a. Ischuria paradorsal
b. Incontinential paradorsal
4. Pada Grade 4
a. Kandung kemih penuh
b. Penderita merasa kesakitan
c. Air kencing menetes secara periodik (overflow incontinential)
d. Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk meraba
ada tumor kerena bendungan hebat
e. Dengan adanya infeksi penderita bisa meninggal dan panas tinggi
sekitar 40-41 oC
f. Kesadaran bisa menurun
g. Selanjutnya penderita bisa koma
Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan
dalam empat (4) derajat gradiasi sebagai berikut :
5
Deraja Sisa Volume
Colok Dubur
t Urine
I Penonjolan prostat, batas atas mudah < 50 ml
II diraba. 50 – 100 ml
Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat
III mudah dicapai. > 100 ml
IV Batas atas prostat tidak dapat diraba Retensi urine
Batas atas prostat tidak dapat diraba total
Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH,
mempunyai tanda dan gejala:
1. Hemorogi
a. Hematuri
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. Bingung
b. Agitasi
c. Kulit lembab
d. Anoreksia
e. Mual
f. Muntah
2.4 Patofisiologi
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron
estrogen, karena produksi testoteron menurun dan terjadi konversi testoteron
menjadi estrogen pada jaringan adiposa diperifer. Bila perubahan mikroskopik ini
terus berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomik. Pada tahap awal
6
setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah prostat
meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor kedalam
kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut
tuberkulasi. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding.
Apabila kedaan ini berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi berkontraksi sehingga terjadi
retensi urine.
Biasanya ditemukan gejala obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi
karena detrusor gagal berkontraksi sehingga kontraksi menjadi terputus. Gejala
iritasi terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna saat miksi
atau pembesaran prostat yang menyebabkan rangsangan pada kandung kemih,
vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Apabila vesika menjadi
dekompensasi, akan terjadi retensi urine sihingga pada akhir miksi masih
ditemukan sisa urine dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada
akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan
total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi.
Karena produksi urine terus terjadi maka vesika tidak mampu lagi
menampung urine sehingga tekanan intra vesika terus meningkat melebihi tekanan
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga menimbulkan inkontinensia paradoks.
Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko-ureter, hidroueter, hidronefrosis dan
gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat apabila terjadi infeksi. Sisa urine
yang terjadi selama miksi akan menyebabkan terbentuknya batu endapan yang
dapat menyebabkan hematuria, sistisis dan pielonefritis.
7
2.5 Pathway
Hormon estrogen & Faktor usia Sel prostat umur panjang Prolikerasi abnormal sel strem
testosteron tidak seimbang
Sel stroma pertumbuhan Sel yang mati kurang Produksi stroma dan epitel
berpacu berlebihan
9
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Soeparman (2000), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan
pada pasien dengan BPH adalah :
a. Laboratorium
1. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran
kemih.
2. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kumanterhadap beberapa antimikroba yang diujikan. b.
Pencitraan1). Foto polos abdomenMencari kemungkinan adanya batu
saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan
buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.
3. IVP ( Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter
atau hidronefrosis,memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada
buli-buli.
4. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur
sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
5. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan
pada pasien dengan BPH adalah :
1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran
kemih.
b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
2. Pencitraan
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan
kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang
merupakan tanda dari retensi urin.
b. IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter
10
atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada
buli-buli.
c. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur
sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
11
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh
dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang
terdapat nyeri tekan supra simfisis.
2.10 Prognosis
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap
individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak
segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi
kanker prostat. Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh
nomer 2 pada pria setelah kanker paru-paru5. BPH yang telah diterapi juga
menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi penderita.
2.11 Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat
menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
1. Inkontinensia Paradoks
2. Batu Kandung Kemih
3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pielonefritis
6. Retensi Urin Akut Atau Kronik
7. Refluks Vesiko-Ureter
8. Hidroureter
9. Hidronefrosis
10. Gagal Ginjal
2.12 Pencegahan
Kini, sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi
pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan
utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan
sejenis minyak, yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat menghambat
kerja enzim 5-alpha reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan hormon
testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH) 5. Hasilnya, kelenjar
prostat tidak bertambah besar.
12
Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat di
antaranya adalah :
1. Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah
pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat
berkembang menjadi kanker prostat.
2. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain
tidak terlalu berat.
3. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan
pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal.
4. L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran
rangsangan ke susunan syaraf pusat.
5. Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas
sperma.
Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain:
1. Mengurangi makanan kaya lemak hewan
2. Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam
makanan laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)
3. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari
4. Berolahraga secara rutin
5. Pertahankan berat badan ideal
BAB III
13
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Epidemiologi
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang
ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami
peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada
peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an.
Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan
hyperplasia.
Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat
benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan
kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasa muncul pada klien BPH pasca TURP
adalah nyeri yang berhubungan dengan spasme buli-buli. Pada saat
mengkaji keluhan utama perlu diperhatikan faktor yang mempergawat atau
meringankan nyeri (provokative/paliative), rasa nyeri yang dirasakan
(quality), keganasan/intensitas (saverity) dan waktu serangan, lama,
kekerapan (time).
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengeluh sulit BAK, mengejan saat BAK dan terasa tidak tuntas.
Urine masih menetes setelah BAK. Rasa sakit saat kencing,
ketidakmampuan untuk benar-benar mengosongkan kandung kemih.
Penderita biasanya merasa ragu untuk berkemih karena urine terasa
sedikit sehingga mereka menunda untuk berkemih.
Perlu ditanyakan mengenai permulaan timbulnya keluhan, hal-hal
yang dapat menimbulkan keluhan dan ketahui pula bahwa munculnya
gejala untuk pertama kali atau berulang.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan
keadaan penyakit sekarang perlu ditanyakan, misalnya Diabetes
Mellitus, Hipertensi, PPOM, Jantung Koroner, Dekompensasi Kordis
dan gangguan faal darah dapat memperbesar resiko terjadinya penyulit
14
pasca bedah. Ketahui pula adanya riwayat penyakit saluran kencing dan
pembedahan terdahulu.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit pada anggota keluarga yang sifatnya menurun
seperti : Hipertensi, Diabetes Mellitus, Asma perlu digali.
4. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Setiap penderita pasca TURP harus di cek kadar hemoglobinnya dan
perlu diulang secara berkala bila urin tetap merah dan perlu di periksa
ulang bila terjadi penurunan tekanan darah dan peningkatan nadi. Kadar
serum kreatinin juga perlu diulang secara berkala terlebih lagi bila
sebelum operasi kadar kreatininnya meningkat. Kadar natrium serum
harus segera diperiksa bila terjadi sindroma TURP. Bila terdapat tanda
septisemia harus diperiksa kultur urin dan kultur darah.
a. Uroflowmetri yaitu pemeriksaan untuk mengukur pancar urin.
Dilakukan setelah kateter dilepas.
b. Analisa dan sintesa data
Setelah data dikumpulkan, dikelompokkan dan dianalisa
kemudian data tersebut dirumuskan ke dalam masalah keperawatan .
Adapun masalah yang mungkin terjadi pada klien BPH pasca TURP
antara lain : nyeri, retensi urin, resiko tinggi infeksi, resiko tinggi
kelebihan cairan, resiko tinggi ketidakefektifan pola napas, resiko
tinggi kekurangan cairan, kurang pengetahuan, inkontinensia dan
resiko tinggi disfungsi seksual .
anda vital, kesadaran, nyeri abdomen, akral dingin, output urine menurun
(terutama dala keadaan syok).
5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan didasarkan pada sistem-sistem tubuh antara lain :
1) Keadaan umum
Setelah operasi klien dalam keadaan lemah dan kesadaran baik,
kecuali bila terjadi shock. Tensi, nadi dan kesadaran pada fase awal (6
jam) pasca operasi harus dimonitor tiap jam dan dicatat. Bila keadaan
tetap stabil interval monitoring dapat diperpanjang misalnya 3 jam
sekali.
2) B1 (Breathing)
Inspeksi : bentuk dada normal dan simetris, tidak ada lesi
15
Palpasi : vocal fremitus kanan kiri sama, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler, tidak ada suara wheezing/ronchi
3) B2 (Blood)
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : PMI teraba,irama jantung normal/reguler
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1, S2 bunyi tunggal
4) B3 (Brain)
Inpeksi : Pada penderita uretritis adanya mukosa merah udematus.
Terdapat cairan eksudat purulen. Ada ulserasi diuretra
Adanya pus. Peradangan akut uretra.
Palpasi : Ada nyeri tekan pada genetalia karena adanya inflamasi
Auskultasi : Adanya gangguan kontraksi otot polos uretra sehingga
terjadi kesulitan miksis
5) B4 (Bowel)
Inspeksi : tidak ada benjolan, bentuk abdomen simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : Ada suara timpani
Auskultasi : bising usus normal 16x/menit
6) B5 (Bladder)
Inspeksi : penonjolan pada daerah supra publik-retensi urine
Palpasi : ada nyeri tekan pada genetalia. Akan terasa adanya
ballotement dan akan menimbulkan pasien ingin BAK.
7) B6 (Bone)
Kanan Kiri
16
6. Retensi urine b.d adanya hambatan uretra, kelemahan otot detrusor
7. Ansietas b.d perubahan status kesehatan terhadap tindakan pembedahan
3.3 Intervensi
1. Gangguan eliminasi urine b.d efek pembedahan pada spinter kandung
kemih akibat pascaprostatectomy
Tujuan dan KH:
a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien menjadi kontinen.
b. Kriteria Hasil:
- Kontinensia urine
- Eliminasi urine tidak terganggu
- Berkemih >150 cc setiap kali
Intervensi:
1) Dorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam.
R/ : Meminimalkan retensi urine berlebihan pada kandung kemih
2) Observasi aliran urine. Perhatikan ukuran dari kekuatan.
R/ : Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pulihan intervensi
3) Awasi dan catat waktu, jumlah tiap berkemih. Perhatikan penurunan
pengeluaran urine dan perubahan berat jenis.
R/ : Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan
bagian atas yang dapat mempengaruhi ginjal
4) Anjurkan klien untuk minum air 3000 ml/hari.
R/ : Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan
membersihkan ginjal, kandung kemih dari pertumbuhan bakteri
5) Lakukan katerisasi dan perawatan parianal.
R/ : Menurunkan resiko infeksi asendens
6) Kolaborasi pemberian obat antispasmodik, suoasitoria rektal, antibiotik.
R/ : Menghilangkan spasme kandung kemih, sedangkan antibiotik
untuk melawan infeksi
17
R/ : Mengobservasi keadaan diluar batas normal
3) Pantau intake dan output
R/ : Memantau keseimbangan cairan tubuh
4) Latih bladder training
R/ : Melatih kemampuan berkemih mandiri saat pelepasan selang
kateter
5) Ajarkan posisi semifowler
R/ : Memberikan rasa aman dan nyaman
6) Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi dan nafas dalam
R/ : Memberikan pengalihan rasa nyeri terhadap hal yang
menyenangkan dan terapi pernafasan adekuat
7) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
R/ : Membantu mengurangi rasa nyeri
3. Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan sebagai efek sekunder dari prosedur
pembedahan
Tujuan dan KH:
a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
b. Kriteria Hasil:
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi,
jumlah leukosit dalam batas normal
- Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda vital
R/ : Mengobservasi keadaan diluar batas normal
2) Observasi tanda dan gejala infeksi
R/ : Mengawasi proses penyembuhan
3) Observasi suhu klien tiap 4 jam
R/ : Untuk mengetahui suhu klien
4) Catat dan laporkan nilai laboratorium (leukosit, protein, serum,
albumin)
R/ : Untuk mengetahui kadar air dalam tubuh pasien
5) Perawatan sirkulasi: insufisiensi arteri
R/ : Meningkatkan sirkulasi arteri
6) Perawatan luka insisi
R/ : Membersihkan, memantau dan memfasilitasi proses
penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan
7) Perawatan luka
18
R/ : Mencegah terjadinya komplikasi pada luka dan memfasilitasi
proses penyembuhan luka
8) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
R/ : Mengontrol perkembangan bakteri tubuh dan meminimalisir
resiko infeksi
19
3) Cek hematokrit dan urine pasien
R/ : untuk mengetahui adanya protein dalam urine
4) Dorong pasien untuk memperbanyak cairan
R/ : Memantau kebutuhan cairan klien
5) Dorong keluarga dalam memonitor status cairan pada pasien
R/ : Agar kebutuhan cairan terpenuhi dengan baik
6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pasien
R/ : Mempercepat proses penyembuhan
20
Tujuan dan KH:
a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan pasien tidak gelisah.
b. Kriteria Hasil:
- Pasien tampak rileks
- Penurunan rasa takut dan perasaannya
Intervensi:
1) Berikan informasi tentang prosedur dan apa yang terjadi, contoh kateter,
iritasi kandung kemih
R/ : Membantu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan
mengurangi masalah karena ketidaktahuan
2) Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur atau menerima
pasien
R/ : Menyatakan penerimaan dan menghilangkan rasa malu pasien
3) Dorong pasien orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan
R/ : Mendefinisikan masalah, memberikan kesempatan untuk
menjawab pertanyaan dan solusi pemecahan masalah
4) Beri informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya
R/ : Memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan
menguatkan kepercayaan pada pemberi perawatan atau informasi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering
diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Penyebab BPH belum
diketahui secara pasti, tetapi sampai saat ini berhubungan dengan proses
penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama
21
testosteron. Hormon Testosteron dalam kelenjar prostat akan diubah
menjadi Dehidrotestosteron (DHT). DHT inilah yang kemudian secara
kronis merangsang kelenjar prostat sehingga membesar. Faktor lain yang
mempengaruhi BPH adalah latar belakang kondisi penderita misalnya
usia, riwayat keluarga, obesitas, meningkatnya kadar kolesterol darah, pola
makan tinggi lemak hewani, olah raga, merokok, minuman beralkohol,
penyakit Diabetes Mellitus, dan aktifitas seksual (Amalia, Rizki, 2007).
4.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini penyusun menyadari tentu banyak
kekurangan dan kejanggalan baik dalam penulisan maupun penjabaran
materi serta penyusunan atau sistematik penyusunan.
Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca semua.Dan penyusun juga berharap semoga
makalah ini dapat member manfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
22
Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar – Dasar Urologi. Malang: CV Infomedika.
Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan proses
keperawatan. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Padjajaran..
23
24
25
26