Anda di halaman 1dari 23

ASKEP HIRSCHSPRUNG PADA ANAK

Disusun Oleh :
1. Nur Hanifah (1501037)
2. Priskila Gressela M (1501039)
3. Puspita Suryaningtyas (1501040)
4. Putu Dian Yunita S (1501041)
5. Riany Andan S (1501042)
6. Ribkha Riastuti (1501043)
7. Sawita (1501045)
8. Scholastica Dhania (1501046)
9. Siswantoro Dwi P (1501047)

STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA


2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan
karuniaNya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini kami tujukan untuk teman sejawat kami sesama mahasiswa D III semester
lima Stikes Bethesda Yakkum Yogyakarta sebagai referensi tentang HIRSCHSPRUNG. Tugas
ini kami buat juga untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Keperawatan Anak.
Ucapan terima kasih kami haturkan untuk teman-teman dalam kelompok kami, atas
kerjasama yang telah terjalin sehingga makalah ini bisa terselesaikan. Tak lupa kami ucapkan
terima kasih kepada dosen pengampu atas bimbingannya.

Yogyakarta, 12 Oktober 2017

Kelompok 6
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit Hirschsprung (Megakolon) merupakan kelainan bawaanpenyebab gangguan
pasase usus (obstruksi ileus).Tersering pada neonatus,dan kebanyakan terjadi pada bayi
aterm dengan berat lahir kurang lebih 3 Kg,dan lebih banyak terjadi pada laki-laki dari
pada perempuan. Pasien denganpenyakit Hirschprung pertama kali dilaporkan pada
tahun1961 oleh Frederick Ruysch, namun seorang dokter anak bernama Harold
Hirschprung pada tahun1886 yang mempublikasikan penjelasan klasik mengenai
megakolonkon genital ini. Penyakit Hirschprung ini ditandai oleh tidak adanya sel
myenteric dan ganglion submukosal (pleksus Auerbach dan Meissner)disepanjang traktus
digestif distal. Penyakit ini menyebabkan penurunanmotilitas pada segmen usus yang
terkena, kurangnya gelombang peristaltik menuju kolon yang aganglion, dan relaksasi
abnormal pada segmen ini.Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah
suatupenyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena
sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yangmengendalikan kontraksi ototnya Usus
besar.Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapiberkisar 1
diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat
kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiaptahun akan lahir 1400 bayi dengan
penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat20 - 40 pasien penyakit Hirschprung yang
dirujuk setiap tahunnya ke RSUPNCiptoMangunkusomo Jakarta. (Kartono,
2002)Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-
laki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensifaktor keturunan pada
penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga).Beberapa kelainan kongenital dapat
ditemukan bersamaan dengan penyakitHirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang
memiliki angka yang cukupsignifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan
urologi (3%). Hanya 2 saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan nurologi
sepertirefluks vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan vesicaurinaria (mencapai1/3
kasus). (Swenson, dkk, 2003)Mortalitas dari kondisi ini dapat dikurangi dengan
peningkatan dalamdiagnosis, perawatan intensif neonatus, teknik pembedahan, dan
diagnosisdan penatalaksanaan penyakit Hirschprung dengan enterokolitis.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang di maksud dengan Hirschprung?
2. Bagaimanakah etiologi hirschprung?
3. Bagaimanakah manifestasi klinis hirschprung?
4. Apa sajakah komplikasi hirschprung?
5. Bagaimanakah penatalaksanan hirschprung?
6. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Hirschprung?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian hirschprung.
2. Untuk mengetahui etiologi hirschprung.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis hirschprung.
4. Untuk mengetahui komplikasi hirschprung
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan hirschprung
6. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Hirschprung.
BAB II

LANDASAN TEORI

1. DEFINISI
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglionparasimpatik pada
usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah,1997;139).Hirschprung atau
megacolon adalah kelainan bawaan penyebabgangguan pasase usus tersering pada neonatus,
dan kebanyakan terjadi padabayi dengan berat badan lahir 3 Kg, lebih banyak laki-laki dari
padaperempuan ( Arief Mansjoeer : 2000).Penyakit hirschprung disebut juga congenital
aganglionosis ataumegakolon (aganglionik megakolon) yaitu tidak adanya sel ganglion
dalamrectum dan sebagian tidak ada dalam kolon(Suriadi, 2001).Penyakit hirschprung
atau megakolon congenital adalah tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum atau
bagian rektosigmoid kolon. (Cecily L. Betz,2002; 196)
Hirschprung atau Megakolon adalah penyakit yang tidak adanya sel –  sel ganglion dalam
rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus
spontan( Betz,Cecily& amp; Sowden : 2010 ).Penyakit hirschprung disebut juga
congenital aganglionosis ataumegakolon (aganglionik megakolon) yaitu adanya sel
ganglion parasimpatik,mulai dari spingter ani interna kearah proksimal dengan panjang
yangbervariasi, dapat dari kolon sampai pada usus halus.Jadi penyakit hirschprung adalah
suatu kelainan bawaan di mana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatik, mulai dari
spingter ani interna kearahproksimal dengan panjang yang bervariasi, dapat dari kolon
sampai pada usus halus. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari 4anus kearah atas) yang tidak
mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi kelumpuhan usus besar dalam menjalankan
fungsinya sehingga usus menjadi membesar (mega kolon).
2. ETIOLOGI
a. Penyakit hirschsprung diduga sebagai defek congenital familia.
b. penyakit hirschsprung terjadi akibat kegagalan perpindahan kraniokaudaldari
precursor sel saraf ganglion sepanjang saluran GI antara minggukelima dan kedua
belas gestasi.
c. Sering terjadi pada anak dengan down syndrome.
d. Megakolon pada hirschprung primer disebabkan oleh gangguan
peristaltik dibagian usus distal dengan defisiensi ganglion .
e. Tidak diketahui secara pasti kemungkinan factor genetic dan factorlingkungan.
f. Mungkin terdapat suatu kegagalan migrasi sel-sel dari puncak neuralembrionik ke
dinding usus atau kegagalan dari pleksus-pleksusmienterikus dan submukosa
untuk bergerak ke kraniokaudal dalam dindingusus tersebut
3. PATOFISIOLOGI
a. Tidak adanya sel ganglion parasimpatik otonom pada satu segmen
kolonmenyebabkan kurangnya persarafan di segmen tersebut.
b. Kurangnya persarafan menyebabkan tidak adanya gerakan
mendorong,menyebabkan akumulasi isi intestinal dan distensi usus proksimal
terhadapdefek.
c. Semua ganglion pada intramural pleksus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltic secara normal.
d. Penyempitan pada lumen usus, tinja dan gas akan berkumpul dibagianproksimal
dan terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian kolon tersebutmelebar
(megakolon).
e. Enterokolitis, inflamasi usus halus dan kolon, merupakan penyebab
utamakematian pada anak-anak dengan penyakit Hirschprung. Hal itu
terjadisebagai akibat dari distensi intestin dan iskemia (sekunder) akibat
distensidinding usus.

4. GAMBARAN KLINIS
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayidengan Penyakit
Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagaiberikut. Obstruksi total saat lahir
dengan muntaah, distensi abdomendan ketidak adaan evakuasi mekonium. Keterlambatan
evakuasi meconiumdiikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan
berupakonstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksiusus
akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dandemam. Adanya feses
yang menyemprot pas pada colok dubur merupakantanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis
nikrotiskans terjadi distensiabdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah
( Nelson, 2002 :317 )
A. Bayi baru lahir
Kegagalan mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah lahir,malas minum,
distensi abdomen,dan emesis yang mengandung empedu.(Gambar 2)

B. Bayi
Gagal tumbuh, kontipasi, distensi abdomen, muntah, dan diare episodic
C. Anak-anak yang lebih besar
Anoreksia, konstipasi kronis feses berbau busuk dan berbentuk pita,distensi abdomen,
peristalsis yang dapat terlihat, massa feses dapat dipalpasi, malnutrisi atau
pertumbuhan yang buruk, tanda-tandaanemia, dan hipoproteinemia.
Tanda-tanda yang memburuk yang menandakan enterokolitis antaralain diare hebat
yang tiba-tiba, diare bercampur darah, demam, dan kelelahan yang parah.

 
5. KOMPLIKASI
a. Gawat pernafasan akut
b. Enterokolitis akut
c. Triktura ani pasca bedah
d. Inkontinensia jangka panjang
e. Obstruksi usus
f. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
g. Konstipasi

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
A. Foto Polos Abdomen (BNO)
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus denganpenumpukan
udara di daerah rektum. Pada foto polos abdomen dapat dijumpaigambaran
obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus
dan usus besar. Bayangan udara dalam kolon padaneonatus jarang dapat bayangan
udara dalam usus halus. Daerah rektosigmoidtidak terisi udara. Pada foto posisi
tengkurap kadang-kadang terlihat jelas bayangan udara dalam rektosigmoid
dengan tanda-tanda klasik penyakit Hirschsprung.

 
B. Enema Barium
Barium enema Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan
diagnosa Hirschsprung adalah Barium Enema, dimana akan dijumpai 3 tanda
khas:a.Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimalyang
panjangnya bervariasi.b.Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah
penyempitankearah daerah dilatasi.c.Terdapat daerah pelebaran lumen di
proksimal daerah transisi.Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-
tanda khas,maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah
24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces.Gambaran khasnyaadalah
terlihatnya barium yang membaur denganfeces kearah proksimalkolon.
Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertaidengan
obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dansigmoid.

 
C. Biopsi isap
yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alatpenghisap dan mencari sel
ganglion pada daerah submukosa
D. Biopsi otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah
narkose. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
E. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap.Pada
penyakit ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin esterase.
F. Pemeriksaan aktivitas norepineprin dari jaringan biopsi usus.
G. Anal manometri (balon ditiupkan dalam rektum untuk mengukur tekanandalam
rektum)
Sebuah balon kecil ditiupkan pada rektum. Ano-rektal manometrimengukur
tekanan dari otot sfingter anal dan seberapa baik seorang dapatmerasakan
perbedaan sensasi dari rektum yang penuh. Pada anak-anak yangmemiliki
penyakit Hirschsprung otot pada rectum tidak relaksasi secaranormal. Selama tes,
pasien diminta untuk memeras, santai, dan mendorong.Tekanan otot spinkter anal
diukur selama aktivitas. Saat memeras, seseorangmengencangkan otot spinkter
seperti mencegah sesuatu keluar.Mendorong, seseorang seolah mencoba seperti
pergerakan usus. Tes ini biasanyaberhasil pada anak-anak yang kooperatif dan
dewasa.

7. PENATALAKSANAAN
A. Medik
Bila belum dapat dilakukan operasi, biasanya (merupakan tindakansementara)
dipasang pipa rectum, dengan atau tanpa dilakukan pembilasandengan air garam
fisiologis secara teratur
Bayi dengan obstruksi akut
1) Pemeriksaan rectal atau memasukkan pipa rectal sering dapatmemperbaiki
keadaan sementara waktu
2) Mengosongkan rectum tiap hari dengan cairan NaCl 0,9 %
3) Pengobatan enterokolitis.
 

B. Bedah
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portionaganglionik di usus besar
untuk membebaskan dari obstruksi danmengembalikan motilitas usus besar
sehingga normal dan juga fungsispinkter ani internal. Pembedahan yang
dilakukan yaitu
1) Kolostomi sementara pada bagian transisi segera setelah
dipastikandiagnosis, dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
histologysehinggaakan mengurangi adanya enterolitis.
2) Anastomosis definitive bagian yang mempunyai ganglion dengansaluran
anus, dilakukan pada umur 9 sampai 12 bulan atau 6 bulansetelah
kolostomi pada anak yang lebih besar
a) Prosudur Swenson
Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-
mulamemperkenalkan operasi tarik terobos (pull-through)
sebagaitindakan bedahdefinitif pada penyakit Hirschsprung. Pada
dasarnya,operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi
denganpreservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm
rektum distaldari linea dentata, sebenarnya adalahmeninggalkan
daerahaganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca operasi
masih seringdijumpai spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh
sebab itu Swensonmemperbaiki metode operasinya (tahun 1964)
dengan melakukanspinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya
menyisakan 2 cmrektum bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum
posterior5.Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra
abdomen,melakukan biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke
bawahhingga dasar pelvik dengan cara diseksi serapat mungkin ke
dindingrektum, kemudian bagian distal rektum diprolapskan
melewatisaluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi
terbalik,selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang
tentunyatelah direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar
melaluisaluran anal. Dilakukan pemotongan rektum distal pada 2
cm darianal verge untuk bagian anterior dan 0,5-1 cm pada bagian
posterior,selanjunya dilakukan anastomose end to end dengan
kolonproksimal yang telah ditarik terobos tadi. Anastomose
dilakukandengan 2lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler.Setelah
anastomose selesai, usus dikembalikan ke kavumpelvik / abdomen.
Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi, dankavum abdomen
ditutup.
b) Prosedur DuhamelProsedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956
untuk mengatasi kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson.
Prinsipdasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang
ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang
aganglionik,menyatukan dinding posterior rektum yang
aganglionik dengandinding anterior kolon proksimal yang
ganglionik sehinggamembentuk rongga baru dengan anastomose
end to side Fonkalsruddkk,1997).Prosedur Duhamel asli memiliki
beberapa kelemahan,diantaranya sering terjadi stenosis,
inkontinensia dan pembentukanfekaloma di dalam puntung rektum
yang ditinggalkan apabila terlalupanjang. Oleh sebab itu dilakukan
beberapa modifikasi prosedurDuhamel, diantaranya
i. .Modifikasi Grob (1959) : Anastomose dengan pemasangan
2 buah klem melalui sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm,
untuk mencegah inkontinensia.
ii. Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa
pemakaianstapler untuk melakukan anastomose side to side
yang panjang
iii. Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk
melakukananastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari
kemudian
iv. Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang
ditarik transanal dibiarkan prolaps sementara. Anastomose
dikerjakansecara tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14
pasca bedahdenganmemotong kolon yang prolaps dan
pemasangan 2 buahklem keduaklem dilepas 5 hari
berikutnya. Pemasangan klemdisini lebih dititikberatkan
pada fungsi hemostasi.
c) Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan
Rehbeintahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi
anorektal letak tinggi.Namunoleh Soave tahun 1966 diperkenalkan
untuk tindakanbedah definitive Hirschsprung. Tujuan utama dari
prosedur Soave ini adalah membuang mukosarektum yang
aganglionik,kemudianmenarik terobos kolon proksimal
yangganglionik masuk kedalam lumen rektum yang telah dikupas
tersebut.
d) Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection,
dimanadilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik
denganrectumpada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal
verge),menggunakan jahitan1 lapis yang dikerjakan
intraabdominalekstraperitoneal. Pasca operasi,sangat penting
melakukan businasisecara rutin guna mencegah stenosis.
3. Keperawatan
a. Kaji, dan laporkan dengan segera setiap tanda-tanda enterokolitis.
b. Tingkatkan hidrasi yang adekuat.
c. Kaji fungsi usus.
d. Kaji pasase mekonium pada neonatus.
e. Perhatikan dan catat frekuensi dan karakteristik feses pada bayidan anak yang lebih besar.
f. Ukur lingkar abdomen secara periodik untuk mengkaji adanyapeningkatan distensi
4. Tingkatkan nutrisi yang adekuat sesuai dengan usia anak dan kebutuhannutrisi (Beri
makan sedikit tapi sering).
5. Berikan enema, sesuai program untuk mengatasi konstipasi. 
6. Hindari mengukur suhu melalui rectum karena berpotensi merusak mukosa yang lembut.
7. Beri obat-obatan yang diprogramkan, dapat mencakup
a. Nak mereka, jika sesuai.Antibiotik sistemik diberikan denganenema untuk
mengurangi flora intestinal.
b. Pelunak feses diberikan untuk mengatasi konstipasi
8. Turunksn ketidaknyamanan akibat dari distensi abdomen
a. Tinggikan kepala tempat tidur.
b. Ubah posisi anak dengan sering.
c. Kaji adanya kesulitan bernapas dikaitkan dengan distensi.
9. Dukung anak dan orang tua.a.
a. Anjurkan anak dan orang tua untuk mengungkapkan perasaan dankekhawatirannya.
b. Anjurkan orang tua untuk mengunjungi dan berpartisipasi dalamperawatan
10. Persiapkan anak dan orang tua untuk setiap prosedur dan pengobatan,yang mencakup
a. Dilatasi anus secara manual, penatalaksanaan diet danpembersihan dengan enema sampai
anak mempu menoleransipembedahan.
b. Pembedahan untuk mengangkat segmen kolon aganglionik yangtidak berfungsi, dilanjutkan
dengan anastomosis dalam tiga tahap:
1) Kolostomi sementara sebelum pembedahan definitif untuk mengistirahatkan
usus dan meningkatkan berat badananak.
2) Reanastomosis dengan menggunakan teknik penarikanabdominoperineal sekitar 9
sampai 12 bulan kemudian.
3) Penutupsn kolostomi sekitar 3 bulan kemudian setelahprosedur penarikan
abdominoperineal.
c. Tanggung jawab perawat untuk asuhan praoperasi antara lain :
1) Membantu dengan terapi simtomatik untuk memperbaikistatus fisik anak
dalam menghadapi pembedahan. Terapidapat mencakup enema ; diet rendah
serat, tinggi kalori,tinggi protein ; dan tidak jarang, penggunaan
nutrisiparenteral total (TPN,totall parenteral nutrion).
2) Mempersiapkan usus untuk pembedahan dengan enemasalin yang berulang-ulang,
antibiotik sistemik, dan irigasiantibiotik kolonik untuk menurunkan flora usus.
Persiapanusus tidak diperlukan untuk bayi baru lahir karenaususnya masih
steril
d. Tanggung jawab perawat untuk perawatan pascaoperatif antaralain
1) Tetap mempuaskan anak selama periode pascaoperasiawal.
2) Memantau asupan dan haluatan cairan, termasuk drainaseslang nasogastrik.
3) Menjauhkan popok anak dar pakaian untuk mencegahkontaminasi.
4) Mengawali pemberian cairan oral sewaktu fungsi ususpulih, biasanya setelah
bising usus dapat diidentifikasi.
5) Memberikan perawatan ostomi jika diindikasikan. Hal inimencakup persiapan kulit,
penggunaan alat pengumpulfeses, perawatan alat-alat, pengendalian bau,
danmemantau masalah-masalah seperti feses berbentuk pita,diare berlebihan,
perdarahan, prolaps, dan kegagalanuntuk mengeluarkan feses atau flatus.
6) Memberikan informasi pada keluarga mengenai perawatandi rumah,
mencakup perawatan ostomi dan sumber-sumber yang ada

11. Beri pendidikan kesehatan untuk dan keluarga


a. Jelaskan prosedur dan penanganan, seperti enema, pelunak feses,dan diet rendah serat atau rendah sisa
( misal, memberikan dagingyang lunak, daging unggas, ikan, roti tawar, sup yang
bening, dantidak memberikan makanan yang berbumbu, buah dan jus buah,sayuran mentah, dan
sereal gandum serta roti.
b. Diskusikan dan jawab pertanyaan mengenai diagnosis,pembedahan, perawatan
praoperasi dan pascaoperasi, danperawatan kolostomi, jika dapat dilakukan.
c. Rencanakan konsultasi denga perawat ostomi untuk membantumemberikan
penyuluhan, sesuai indikasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN MEGA KOLON
PADA KASUS “HIRSPRUNG”

1. Pengkajian
Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, tanggal
pengkajian, pemberi informasi. Antara lain :

a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi
abdomen, kembung, muntah.
b. Keluhan utama Klien
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan
pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen,
kembung, muntah.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir,
distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.Tanyakan sudah berapa lama gejala
dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien mengatasi masalah tersebut.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan
dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
e. Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.
f. Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan
rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.
g. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita
Hirschsprung.
h. Riwayat social
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam mempertahankan
hubungan dengan orang lain.
i. Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
j. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary
refil, warna kulit, edema kulit.
b. Sistem respirasi Kaji
apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal,
frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem penglihatan Kaji
adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung
pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah)
adanya keram, tendernes.

3. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
a. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak
adanya daya dorong.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat.
c. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Post operasi
a. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan
b. Nyeri b/d insisi pembedahan
c. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan
kolostomi.
4. Intervensi Keperawatan

Pre operasi
No Dx Tujuan Intrvensie
1. Konstipasi Setelah dilakukan 1.   Bowel management
berhubungan tindakan -    Catat BAB terakhir
dengan mekanik : keperawatan 3x 24 -    Monitor tanda konstipasi
megakollon jam di harapkan -    Anjurkan keluarga untuk mencatat
BAB lancar, dengan warna, jumlah, frekuensi BAB.
kriteria : -    Berikan supositoria jika perlu.
-     Faeses lunak
-     Anak tidak 2.  Bowel irrigation
kesakitan saat BAB. -    Jelaskan tujuan dari irigasi rektum.
-    Tindakan operasi -    Check order terapi.
colostomi -    Jelaskan prosedur pada orangtua
pasien.
-    Berikan posisi yang sesuai.
-     Cek suhu cairan sesuai suhu tubuh.
-     Berikan jelly sebelum rektal
dimasukkan.
-     Monitor effect dari irigasi.

3.  Persiapan preoperatif
-    Jelaskan persiapan yang harus
dilakukan.
-     lakukan pemeriksaan laboratorium:
darah rutin, elektrolit, AGD.
-     transfusi darah bila perlu.
2. Cemas Setelah dilakukan 1. Anxiety reduction
berhubungan tindakan -   jelaskan semua prosedur  yang akan
dengan perubahan keperawatan 3x 24 dilakukan.
dalam status jam di harapkan -   kaji pemahaman orangtua terhadap
kesehatan anak Cemas keluarga kondisi anak, tindakan yang akan
pasien tertangani dilakukan pada anak.
dengan kriteria: -   anjurkan orang tua untuk berada dekat
-     Ibu terlihat lebih dengan anak.
tenang -   bantu pasien mengungkapkan
-     Ibu dapat ketegangan dan kecemasan.
bertoleransi dengan
keadaan anak.
3. Defisit Setelah dilakukan 1. teaching: proses penyakit
pengetahuan tindakan -   Kaji pengetahuan pasien tentang
berhubungan keperawatan 3x 24 penyakit.
dengan tidak jam di harapkan -    Jelaskan tentang penyakit, prosedur
mengenal dengan Orang tua tahu tindakan dan cara perawatan bersama
sumber informasi mengenai perawatan dengan dokter.
anak dengan kriteria: -   Informasikan jadwal rencana operasi:
-     Mampu waktu, tanggal, dan tempat operasi,
menjelaskan lama operasi.
penyakit, prosedur -   Jelaskan kegiatan praoperasi : anestesi,
operasi diet, pemeriksaan lab, pemasangan
     mampu infus, tempat tunggu keluarga.
menyebutkan -    Jelaskan medikasi yang diberikan
tindakan sebelum operasi: tujuan, efek samping.
keperawatan yang
harus dilakukan.
2.  health education:
    Mampu
-    jelaskan tindakan keperawatan yang
menyebutkan cara
akan dilakukan.
perawatan. -    Jelaskan mengenai penyakit,prosedur
tindakandancara perawatan dengan
dokter.
-    Lakukan diskusi dengan keluarga
pasien dengan penyakit yang sama.
-    Jelaskan cara perawatan post operatif.
4. KetidakseimbangaStatus nutrisi baik, -   Kaji nafsu makan,
n nutrisi kurang dengan kriteria: lakukanpemeriksaan abdomen,adanya
dari kebutuhan
-     Diet seimbang, distensi, hipoperistaltik.
tubuh berhubungan intake adekuat. -    Ukur intake dan output, berikan per
dengan penurunan     BB normal. oral / cairan intravenasesuai program
absorbsi usus.      Nilai lab darah (hidrasi adalah masalah yang paling
normal: HB, penting selama masa anak-anak).
Albumin, GDR. -    Sajikan makanan favorit anak, dan
berikan sedikit tapi sering.
-    Atur anak pada posisi yang nyaman
(fowler)
-   Timbang BB tiap hari pada skala
yang sama.
5. Gangguan koping Meknisme koping -    Kenalkan keluarga untuk mengenal
keluarga keluarga efektif, staf/perawat yang merawat
berhubungan dengan kriteria: -    Gambarkan kegiatan rutin di RS
dengan krisis     Keluarga yang mempengaruhi anak.
situasional, menunjukkan bisa -   Anjurkan keluarga untuk
ancaman fungsi menyesuaikan menyesuaikan dengan lingkungan
peran, perubahan dengan lingkungan yang baru dan asing.
lingkungan. rumah sakit. -   Informasikan tentang area di luar
-     Anggota keluarga unit yang mungkinmereka perlukan.
aktif bertanya. -   Ciptakan kondisi yang
mendukunguntuk bertanya,
mengungkapkan kekecewaan dan
perasaannya.
-   Hadirkan keluarga  terdekat dengan
pasien.
-   Jaga privasi, awasi tanda-tanda
ketegangan keluarga.
6. Kekurangan Status hidrasi: 1. manajemen cairan
volume cairan b.d Kriteria: timbang berat badan tiap hari
kehilangan volume     menunjukkan urine kelola catatan intake dan output
caian secara aktif output normal monitor status hidrasi  (membran
     menunjukkan TD, mukosa, nadi adekuat, ortostatik
nadi dan suhu dbn TD)
     turgor kulit, monitor hasil laboratorium yang
kelembaban mukosa menunjukkan retensi cairan
dbn. monitor keadaan  hemodinamik
     Mampu monitor vital sign
menjelaskan yang
monitor tanda-tanda kelebihan atau
dapat dilakukan
kekurangan volume cairan
untuk mengatasi
administrasi terapi Intra  vena
kehilangan cairan
monitor status nutrisi
berikan cairan dan intake oral.

2.   monitor cairan


-     kaji jumlah dan jenis  intake cairan
dan kebiasaan eliminasi
-    kaji faktor resiko  terjadinya
ketidakseimbangan cairan
-    monitor intake dan output
-    monitor serum, dan elektrolit
-    jaga keakurtan pencatatan intake
dan output
-    administrasi pemberian  cairan
3.  managemen hipovolemi
-    monitor status cairan termasuk
intake dan output
-    jaga kepatenan terpi intra vena
-    monitor kehilangan cairan
-    monitor hasil laboratorium
-    hitung kebutuhan cairan
-    administrasi pemberian cairan
hipotonik/isotonik
-   observasi indikasi dehidrasi
-    kelola pemberian intake oral
-    monitor tanda dan gejala over
hidration

Post Op.
No Dx Tujuan dan Kriteria Intervesi
hasil
1. Nyeri akut Level nyeri berkurang 1. Management nyeri
berhubungan dengan dengan kriteria : -   Kaji nyeri meliputi
agen injuri fisik -     anak tidak rewel karakteristik, lokasi,
-     ekspresi wajah dan durasi, frekuensi,
sikap tubuh rileks kualitas, dan faktor
-     tanda vital dbn presipitasi.
-   Observasi
ketidaknyamanan non
verbal
-   Berikan posisi yang
nyaman
-   Anjurkan ortu untuk
memberikan pelukan
agar anak merasa
nyaman dan tenang.
-    Tingkatkan istirahat
2   Teaching
-    Jelaskan pada ortu
tentang proses
terjadinya nyeri
-    Pertahankan
imobilisasi bagian
yang sakit
-   Evaluasi keluhan nyeri
atau ketidaknyamanan
-    Perhatikan lokasi
nyeri.
3.  Administrasi analgetik
-    Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat.
-    Cek program medis
tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi
pemberian
-    Ikuti 5 benar sebelum
memberikan obat
-    Cek riwayat alergi
-    Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian obat
-    Dokumentasikan
pemberian obat

2. Resiko infeksi Resiko infeksi terkontrol 1. Infektion control


berhubungan dengan dengan kriteria : -    Terapkan
prosedur invasif -     bebas dari tanda-tanda kewaspadaan universal
infeksi cuci tangan sebelum
-     tanda vital dalam dan sesudah
batas normal melakukan tindakan
-     hasil lab dbn keperawatan.
-   Gunakan sarung
tangan setiap
melakukan tindakan.
-    Berikan personal
hygiene yang baik.
2.  Proteksi infeksi
-    monitor tanda-tanda
infeksi lokal maupun
sistemik.
-    Monitor hasil lab:
wbc, granulosit dan
hasi lab yang lain.
-    Batasi pengunjung
-    Inspeksi kondisi luka
insisi operasi.
3.  Ostomy  care
-    bantu dan ajarkan
keluarga pasien untuk
melakukan perawatan
kolostomi
-    Monitor insisi stoma.
-    Pantau dan dampinggi
keluarga saat merawat
kolostomi
-   Irigasi stoma sesuai
indikasi.
-   Monitor produk stoma
-   Ganti kantong
kolostomi setiap kotor.
4.  Medikasi terapi
-    Beri antibiotik sesuai
program
-    Tingkatkan nutrisi
-    Monitor keefektifan
terapi.
5.   Health education
- Ajarkan pada orang tua
tentang tanda-tanda
infeksi.
-Ajarkan cara mencegah
infeksi.
-Ajarkan cara perawatan
colostomi
3. Kekurangan volume Status hidrasi: - manajemen cairan
cairan b.d kehilangan Kriteria: timbang berat badan tiap
volume caian secara -     menunjukkan urine hari
aktif output normal - kelola catatan intake dan
-     menunjukkan TD, output
nadi dan suhu dbn - monitor status hidrasi
-     turgor kulit, (membran mukosa,nadi
kelembaban mukosa dbn. adekuat, ortostatik TD)
-     Mampu menjelaskan - monitor hasil
yang dapat dilakukan laboratorium yang
untuk mengatasi menunjukkan retensi
kehilangan cairan cairan
- monitor keadaan
hemodinamik
- monitor vital sign
- monitor tanda-tanda
kelebihan atau
kekurangan volume
cairan
- terapi Intra vena
monitor
- status nutrisi berikan
cairan dan intake oral.
- monitor cairan
- kaji jumlah dan jenis
intake cairan dan
kebiasaan eliminasi
- kaji faktor resiko
terjadinya
ketidakseimbangan
cairan
- monitor intake dan
output
- monitor serum, dan
elektrolit
- jaga keakurtan
pencatatan intake dan
output

5. Evaluasi
Pre operasi Hirschsprung
1.      Pola eliminasi berfungsi normal
2.      Kebutuhan nutrisi terpenuhi
3.      Kebutuhan cairan dapat terpenuhi
4.      Nyeri pada abdomen teratasi
Post operasi Hirschsprung
1.      Integritas kulit lebih baik
2.      Nyeri berkurang atau hilang
3.      Pengetahuan meningkat tentang perawatan pembedahan terutama pembedahan kolon

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah
fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak
dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang
mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan
menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai
penyakit hisprung harus difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis
maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja
sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya
dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi

B. SARAN
Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit
hsaprung. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA

Asep Setiawan, et all,Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik (Pediatric Nursing) Edisi 3,


Jakarta : EGC
Asep Setiawan, et all, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Chris Brooker. (2008). Ensiklopedia Keperawtan alih Bahasa Oleh Estu Tiar.
 Jakarta : EGC
Doengoes, Marilynn. E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Engram, Barbara. (1990).Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume2. Jakarta :
EGC
Richard E. Behrma, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Alih Bahasa A. Samik Wahab Edisi 15. Jakarta : ECGR.
Sjamsuhidayat dan Wim de jong. (1997).Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Swearingan, Pamela. L (2001).Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai