Anda di halaman 1dari 19

5

2) Katup pulmonal dan aorta mempunyai struktur yang hampir


sama terdiri atas tiga lembar daun katup, bagian membran
halus yang berwarna kekuningan yang membuka ke atas.
Katup ini tidak memungkinkan aliran darah kembali.
3) Katup mitral dan trikuspid jauh lebih kompleks dan rumit
walaupun mereka mempunyai kemiripan struktur dan juga
mempunyai dua katup. Pada katup mitral terdapat dua lembar
daun, sementara katup trikuspid mempunyai tiga lembar daun
katup.
b. Kerja jantung
Sebagaimana mestinya darah akan terus beredar di dalam tubuh.
Darah kembali ke paru-paru lewat pembuluh balik paru-paru
(pulmonal) dengan cadangan zat asam (oksigen) yang
diperbaharui masuk ke dalam serambi kiri jantung, ketika serambi
kiri berkontraksi maka darah di lepas masuk kedalam bilik melalui
katup mitral. Ketika bilik kiri berkontraksi, maka katup mitral ini
menutup dan katup aorta membuka. Darah dilepas masuk ke
dalam aorta, kemudian di alirkan keseluruh pembuluh nadi menuju
seluruh tubuh untuk membagikan zat asam (oksigen) ke jaringan-
jaringan.
c. Fungsi jantung
Tugas jantung sebagai pompa darah dengan dua sistem sirkulasi
yang terpisah. Sistem sirkulasi yang lebih besar meliputi seluruh
jaringan tubuh, sehingga untuk itu jantung memompakan darah ke
pembuluh nadi lewat aorta, sedangkan sistem sirkulasi yang lebih
kecil meliputi sirkulasi darah ke paru-paru (pulmonal), tempat
dimana terjadinya pertukaran udara (oksigenasi) (Kose Iranto,
2014).
6

3. Klasifikasi
Beberapa varian atomis dan kelainan yang berkaitan dengan tetralogi
Fallot antara lain:
a. Tetralogi Fallot dengan atresia pulmonal Lesi ini memiliki derajat
deviasi septum yang paling berat, dimana pasien memiliki atresia
pulmonal, bukan stenosis, sehingga tidak terdapat aliran darah
sama sekali dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis.
b. Tetralogi Fallot tanpa katup pulmonal pada beberapa kasus yang
jarang, bagian leaflet dari katup pulmonal tidak bersifat stenotik
maupun atretik, melainkan tidak terbentuk atau tidak hadir. Hal ini
menyebabkan celah antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis
tidak terhalang oleh adanya katup. Hal ini menyebabkan
penumpukan volume secara kronis pada ventrikel kanan berpindah
ke arteri pulmonalis. Pada kasus berat, hal ini dapat menyebabkan
penekanan pada saluran pernapasan.
c. Tetralogi Fallot dengan ventrikel kanan dengan jalan keluar ganda
(VKAJKG, double outlet right ventricle / DORV) VKAJKG
merupakan salah satu penyakit jantung bawaan dimana kedua
arteri besar keluar dari ventrikel kanan, masing – masing dengan
konusnya; kedua arteri besar ini tidak menunjukkan kontinuitas
dengan katup mitral. Dengan adanya over-riding aorta, maka aorta
semakin lebih terhubung dengan ventrikel kanan, dibandingkan
kiri.
d. Tetralogi Fallot dengan defek septum atrioventrikuaris Defek
septum atrioventrikularis ditemukan pada sekitar 2% kasus
tetralogi Fallot. Hal ini memang tidak secara signifikan mengubah
terapi inisial terhadap pasien, namun terapi pembedahan dan
rawatan praoperasi menjadi lebih kompleks (Aspiani, 2017).
7

4. Etiologi
Pada sebagian besar kasus penyebab penyakit jantung bawaan tidak
diketahui secara pasti.Diduga karena adanya faktor endogen dan
eksogen.
a. Faktor Endogen
1) Berbagai jenis penyakit genetik: Kelainan kromosom
2) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung
bawaan.
3) Adanya penyakit tertentu dalam keluarga, seperti diabetes
melitus, hiperensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan
b. Faktor Eksogen
1) Riwayat kehamilan ibu.
2) Sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-
obatan tanpa resep dokter (talidamid, dektroanfetamin,
aminopterin, ametopterin, jamur).
3) Ibu menderita penyakit infeksi rubella.
4) Pajanan terhadap sinar X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen
tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung
bawaan. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab
harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena
pada minggu kedelapan kehamilan pembentukan jantung janin
sudah selesai (Aspiani, 2017).

5. Patofisiologi
Tetralogi of fallot merupakan kelainan “empat sekawan” yang terdiri
atas defek septum ventrikel, overriding aorta, stenosis infundibuler
dan hipertrofi ventrikel kanan. Secara anatomis sesungguhnya
tetralogi of fallot merupakan suatu defek ventrikel subaraortik yang
disertai deviasi ke anteriol septum infundibular (bagian basal dekat
dari aorta). Deviasi ini menyebabkan akar aorta bergeser ke depan
(deksrtoposisi aotra), sehingga terjadi overriding aorta terhadap
8

septum interventrikuler, stenosis pada bagian infundibular ventrikel


kanan dan hipoplasia arteri pulmonal. Pada tetralogi of fallot
overriding aorta biasanya tidak melebihi 50%. Apabila overriding
aorta melebihi 50%, hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya
suatun outlet ganda ventrikel kanan.
Deviasi septum infundibuler ke arah anterior ini sesungguhnya
merupakan bagian yang paling esensial pada tetralogi of fallot. Itu
sebabnya suatu defek septum ventrikel dan over riding aorta yang
disertai stenosis pulmonal valvuler, misalnya tidak dapat disebut
sebagai tetralogi of fallot apabila tidak terdapat deviasi septum
infundibular ke anterior. Terkadang tetralogi of fallot disertai pada
adanya septum antrium sekunder dan kelompok kelainan ini disebut
sebagai tetralogi of fallot.
Adanya obstruksi infundibuler menyebabkan tekanan dalam ventrikel
kanan meningkat, tetapi dengan adanya defek septum ventrikel pada
tetralogi of fallot tekanan dalam ventrikel kanan, ventrikel kiri dan
aorta relatif menjadi sama. Oleh sebab itu pada tetralogi of fallot
jarang terjadi jantung kongestif, berbeda denga stenosis pulmonal
yang berat tanpa disertain defek septum ventrikel, gagal jantung
kongestif dapat saja melebihi tekana sistemik.
Sianosis merupakan gejala tetralogi of fallot yang utama. Berat
ringannya sianosis ini tergantung tingkat keparahan stenosis
infundibular yang terjadi pada tetralogi of fallot dan arah piral
interventrikuler. Sianosis dapat timbul semenjak lahir dan ini
menandakan adanya suatu stenosis pulmonal yang berat atau bahkan
atresia pulmonal atau dapat pula sianosis timbul beberapa bulan pada
stenosis pulmonal yang ringan. Sianosis biasanya berkembang
perlahan-lahan dengan bertambahnya usia dan ini menandakan adanya
peningkatan hipertrofi infundibuler pulmonal yang memperberat
obstruksi pada bagian itu.
Stenosis infundibuler merupakan beban tekanan berlebih yang kronis
bagi ventrikel kanan, sehingga semakin lama ventrikel kanan
9

mengalami hipertrofi. Di samping itu dengan meningkatnya usia dan


meningkatnya tekanan dalam ventrikel kanan, kolateralisasi aorta
pilmonal sering tumbuh luas pada tetralogi of fallot, melalui cabang
mediastinal, brongkial, esofagus, subklavia dan anomali arteri lainnya.
Kolateralisasi ini disebut MAPCA (major aorta pulmonary collateral
arteries) (Aspiani, 2017).

6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang muncul pada penderita tetralogi of fallot adalah
sebagai berikut :
a. Sianosis
Sianosis merupakan manifestasi tetralogi paling nyata, mungkin
tidak ditemukaan saat lahir. Obstruksi aliran keluar ventrikel
kanan mungkin tidak berat dan bayi tersebut memiliki pintasan
kiri ke kanan yang besar bahkan munkin terdapat gagal jantung
kongestif
b. Dispnea
Dispnea terjadi jika penderita melakukan aktivitas fisik. Bayi dan
anak yang mulai belajar berjalan akan bermain aktif untuk waktu
singkat kemudian akan duduk atau berbaring. Anak yang lebih
besar mungkin mampu berjalan sejauh kurang lebih 1 blok
sebelum berhenti untuk beristirahat. Derajat kerusakan yang
dialami jantung pada penderita tercermin oleh intensitas sianosis
yang terjadi. Secara khas anak akan mengambil sikap berjongkok
untuk meringankan dan menghilangkan dispnea yang terjadi
akibat aktivitas fisik, biasanya anak tersebut dapat melanjutkan
aktivitasnya kembali dalam beberapa menit.
c. Serangan dispnea paroksismal (serangan anoksia “biru”)
Manifestasi ini merupakan masalah selama 2 tahun pertama
kehidupan penderita. Bayi menjadi dispnea dan gelisah, sianosis
yang terjadi menjadi bertambah hebat dan penderita mulai sulit
bernafas.Serangan tersebut paling sering terjadi pada pagi hari.
10

d. Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan


Gangguan pertumbuhan tinggi badan terutama pada anak gizi
kurang dari kebutuhan normal, pertumbuhan otot dari jaringan
subkutan terlihat kendur dan lunak, masa pubertas terlambat.
e. Bising sistolok
Bising sistolok yang ditemukan kadang terdengar keras dan kasar,
bising tersebut menyebar luas, tetapi paling besar intensitasnya
pada tepi kiri tulang dada. Bising sistolik terjadi di atas lintasan
aliran keluar ventrikel kanan serta cenderung kurang menonjol
pada obstruksi berat dan pintasan dari kanan ke kiri. Bunyi
jantung ke dua terdengar tunggal dan ditimbulkan oleh penutupan
katup aorta. Bising sistolik tersebut jarang diikuti oleh bising
diastolik, bising yang terus menerus ini dapat terdengar pada
setiap bagian dada, baik di anterior maupaun posterior, bising
tersebut dihasilkan oleh pembuluh darah kolateral brongkus yang
melebar atau terkadang oleh suatu duktus arteriosus menetap
(Aspiani, 2017).

7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penderita tetralogi of
fallot adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan laboratorium
Adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit akibat saturasi
oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan
16-18 gr/dl dan hematrokit antara 50-65%. Nilai gas darah arteri
menunjukan peningkatan tekanan parsial karbondioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2), dan penurunan nilai Hb
dan Ht normal atau rendah pada klien munkin menderita defisiensi
besi.
11

b. Radiologi
Pemeriksaan sinar X pada thorak menunjukan penurunan aliran
darah pulmonal, tidak ada pembesaran jantung, gambaran khas
jantung tanpak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
Selain itu didapatkan arkus aorta di sebaelah kanan, aorta
asendens melebar, konus pulmonalis, afek terangkat, dan
vaskularitas paru berkurang.
c. Elektrokardiogram
Pada pemeriksaan EKG didapatkan hasil sumbu QRS hampir
selalu berdefiasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel
kanan.
d. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi
ventrikel kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis dan
penurunan aliran darah ke paru.
e. Kateterisasi
Kateterisasi diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk
mengetahui defek septum ventrikel multipel, mendeteksi kelainan
arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer.
Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan
tekanan ventrikel kanan dengan tekanan pulmonalis normal atau
rendah (Aspiani, 2017).

8. Penatalaksanaan
Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi
ditujukan untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain
dengan sebagai berikut.
a. Penatalaksanaan Farmakologi
1) Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM, atau IV untuk menekan
pusat pernapasan dan mengatasi takpnea.
2) Natrium dikarbonat 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi
asidosis.
12

3) Oksigen dapat diberikan walaupun pemberian pada kondisi ini


tidak begitu tepat karena permasalahan bukan karena
kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah keparu
menurun.
Dengan usaha di atas diharapkan anak tidak lagi mengalami
takpnea, sianosis berkurang, dan anak menjadi tenang. Bila hal
tersebut tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian :
a) Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk
menurunkan denyut jantung sehingga serangan dapat
diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam
spuit, dosis awal diberikan ½ nya, bila serangan belum
teratasi sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit
berikutnya.
b) Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan.
Obat ini bekerja meningkatkan resistensi vaskuler sistemik
dan juga sedatif. Penambahan volume cairan tubuh dengan
infus cairan dapat efektif dalam penanganan serangan
sianotik.
c) Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah
jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambah dan
aliran darah sistemik dibawa oksigen keseluruh tubuh juga
meningkat
b. Penatalaksanaan Non Farmakologi
1) Mengatur posisi fowler
4) Menekuk lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah.
(Aspiani, 2017).

9. Komplikasi
a. Trombosis serebri
Biasanya terjadi dalam sinus duralis dan terkadang dalam arteri
serebrum, lebih sering ditemukan pada polisitemia hebat. Dapat
juga dibangkitkan oleh dehidrasi. Trombosis lebih sering
13

ditemukan pada usia dibawah 2 tahun. Penderita ini paling sering


mengalami anemia defisiensi besi dengan kadar hemoglobin dan
hematokrit dalam batas normal.
b. Abses otak
Komplikasi abses otak biasanya dialami pada pasien yang telah
mencapai usia di atas 2 tahun. Awitan penyakit seringkali
tersembunyi disertai demam derajat rendah. Mungkin ditemukan
nyeri tekan setempat pada kranium.Laju endap darah dan hitung
jenis leukosit dapat meningkat. Penderita juga dapat mengalami
serangan seperti epilepsi. Tanda neurologis yang terlokalisasi
tergantung dari tempat dan ukuran abses tersebut.
c. Endokarditis bakterialis
Komplikasi ini terjadi pada penderita yang tidak mengalami
pembedahan, tetapi lebih sering ditemukan pada anak yang
menjalani prosedur pembuatan pintasan selama masa bayi
d. Gagal jantung kongestif
Gagal jantung kongestif dapat terjadi pada bayi yang mengalami
atresia paru dan memiliki aliran darah kolateral yang besar.
Kondisi ini hampir tanpa pengecualian akan mengalami penurunan
selama bulan pertama kehidupan dan penderita menjadi sianosis
akibat sirkulasi paru yang menurun.
e. Hipoksia
Hipoksia terjadi akibat stenosis pulmonal yang menyebabkan
aliran darah dalam paru menurun (Aspiani, 2017).

10. Epidemiologi
Penyakit ini merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang paling
umum terjadi.Secara umum, tetralogi Fallot dijumpai pada tiga dari
sepuluh ribu bayi baru lahir hidup dan merupakan lebih kurang 10%
dari seluruh kejadian penyakit jantung bawaan. 3,7 Insidensi 3,26%
tiap 10.000 kelahiran hidup, atau sekitar 1.300 kasus baru setiap
tahunnya di Amerika Serikat (Aspiani, 2017).
14

11. Pencegahan
a. Menjaga kesehatan saat hamil
Menjaga kesehatan selama masa kehamilan sangat penting untuk
menjaga kesehatan janin dalam kandungan. Untuk mengurangi
resiko terjadinya penyakit Tetralogi of Fallot sebaiknya
menghindari konsumsi obat-obatan yang tidak disarankan oleh
dokter. Paparan radiasi selama masa kehamilan juga dapat
meningkatkan resiko terjadinya kelainan penyakit jantung bawaan.
b. Melakukan vaksin lengkap
Melakukan skrening virus TORCH (Toksoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus, dan Herpes) merupakan upaya pencegahan
terkena infeksi virus yang dapat menyebabkan kondisi kelainan
jantung pada bayi.
c. Melihat riwayat kesehatan keluarga
Ibu hamil perlu memperhatikan konsumsi gula, agar kadar gula
darah selalu dalam batas normal selama masa kehamilan. Selain
itu, usia ibu diatas 40 tahun beresiko lebih besar untuk melahirkan
anak dengan kelaianan jantung bawaan. Faktor lain yang perlu
diperhatikan adalah riwayat penyakit dalam keluarga adalah
diabetes, kelaianan genetik down sindrom, dan penyakit jantung
dalam keluarga.
d. Melakukan skrening Fetomaternal
Melakukan skrening fetomaternal berfungsi untuk mengenali
kelaianan jantung pada janin melalui USG.
https://www.smarterhealth.id/penyakit-kondisi/tetralogy-of-fallot/
diakses pada: 26 Oktober 2020 pukul 16.00WIB

A. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas (Data Biografi)
Tetralogi of fallot sering ditemukan pada anak-anak. Manifestasi
yang paling sering muncul adalah sianosis. Tetrlogi of fallot juga
15

dapat diturunkan secara genetik dari orang tua yang menderita


jantung bawaan atau juga karena kelainan kromosom.
b. Keluhan utama
Klien Tetralogi of fallot sering mengalami sianosis. Saat
melakukan aktifitas fisik seperti pada saat bayi atau anak-anak
yang mulai belajar berjalan akan bermain aktif untuk waktu singkat
kemudian akan duduk atau berbaring.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien Tetralogi of fallot, biasanya akan diawali dengan tanda-
tanda sianosis dispnea, sesak nafas ketika melakukan aktivitas,
jantung berdebar.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Perlu ditanyakan apakah klien lahir prematur atau ibu menderita
infeksi rubella.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan tentang riwayat riwayat penyakit tetralogi of
fallot pada anggota keluarga yang lain karena penyakit ini dapat
diturunkan secara genetik atau karena kelainan kromosom.
f. Riwayat tumbuh
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan
kerena keletihan. Anak akan sering jongkok selama beberapa
waktu sebelum ia berjalan kembali.
g. Riwayat psikososial
Meliputi tugas perasaan anak terhadap penyakitnya, bagaimana
perilaku anak terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya,
perkembangan anak, koping yang digunakan, kebiasaan anak,
respons keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan
penyesuaian keluarga terhadap stress.
h. Pengkajian fisik (ROS: Review of System)
1) Pernafasan
Nafas cepat dan dalam, dispnea, sianosis, sesak nafas ketika
melakukan aktivitas, sianosis. Auskultasi terdengar bising
16

sistolik yang keras di daerah pulmonal yang semakin


melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi.
2) Kardiovaskular
Takikardia, disritmia, adanya jari tabuh, setelah 6 bulan,
sianosis pada membran mukosa, gigi sianotik.
3) Persarafan
Kejang, kaku kuduk, tingkat kesadaran latergi hingga koma
bahkan kematian. Sakit kepala berdenyut hebat pada frontal,
leher kaku. Tampak terus terjaga, gelisah,
menangis/mengaduh/mengeluh.
4) Perkemihan
Adanya inkontinensia dan /atau retensi urine.
5) Pencernaan
Kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan, sulit menyusu,
anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa
kering.
6) Muskuloskeletal dan integumen
Malaise, keterbatasan aktifitas atau istirahat karena
kondisinya. Ataksia, lemas, masalah berjalan, kelemahan
umum, keterbatasan dalam rentang gerak. Ketergantungan
terhadap semua kebutuhan perawatan diri (Aspiani, 2017).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan malformasi jantung.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti pulmonal.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan pada saat makan dan
meningkatnya kebutuhan kalori.
d. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
orang tua dan hospitalisasi.
17

e. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan


tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
(Aspiani, 2017).

3. Intervensi Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan malformasi jantung
Tujuan: Klien menunjukkan curah jantung adekuat, dengan kriteria
tekanan darah dalam rentang normal, toleransi terhadap aktifitas,
nadi perifer kuat, ukuran jantung normal, tidak ada distensi vena
jugularis, tidak ada disritmia, tidak ada bunyi jantung abnormal,
tidak ada angina, tidak ada edema perifer, tidak ada udema pulmo,
tidak ada diaphoresis, tidak ada mual, tidak ada kelelahan .
Intervensi:
1) Evaluasi adanya nyeri dada(intensitas, local, radiasi, durasi,
dan faktor pencetus nyeri)
2) Lakukan penilaian komprehensif terhadap sirkulasi perifer
(missal, cek nadi perifer, edema, pengisian kapiler, dan suhu
ekstrimitas)
3) Cacat tanda dan gejala penurunan curah jantung
4) Observasi tanda-tanda vital
5) Obseravasi status kardiovaskuler
6) Observasi disritmia jantung termasuk gangguan irama dan
konduksi
7) Observasi status respirasi terhadap gejala gagal jantung
8) Observasi keseimbangan cairan (asupan-haluaran dan berat
badan harian)
9) Kenali adanya perubahan tekanan darah
10) Kenali pengaruh psikologis yang mendasari kondisi klien
11) Evaluasi respons klien terhadap disritmia
12) Kolaborasi dalam pemberian terapi antiaritmia sesuai
kebutuhan
13) Monitor respons klien terhadap pemberian terapi antiaritmia
18

14) Instruksi klien dan keluarga tentang pembatasan aktivitas


b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ditandai dengan sesak napas
Tujuan: status mental klien dalam rentang normal, klien bernapas
dengan normal, tidak ada dispnea, tidak ada kegelisahan, tidak ada
sianosis, tidak ada somnelen, PaO2 dalam batas normal, PaCO2
dalam batas normal, pH arteri dalam batas normal, saturasi O2
dalam batas normal,venitlasi perfusi seimbang.
Intervensi:
1) Atur posisi klien untuk memaksimalan ventilasi dan
mengurangi dipsnea
2) Lakukan fisioterapi dada sesuai kebutuhan
3) Anjurkan klien untuk bernapas pelan dan dalam
4) Auskultasi bunyi napas, area penurunan ventilasi dan adanya
bunyi napas tambahan
5) Obsevasi status respirasi dan oksigenasi sesuai kebutuhan
Terapi oksigen
1) Pertahankan kepatenan jalan napas
2) Observasi aliran oksigen
3) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
Observasi respirasi:
1) Observasi kecepatan, irama, kedalaman respirasi
2) Cata pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot napas
tambahan dan adanya retraksi otot interkosta
3) Observasi pola napas seperti bradipneu, takipneu, hiperventilasi,
pernapasan kusmaul, cheynes stokes, biot, dan apneu
4) Palpasi ekpansi paru
5) Perkusi toraks anterior dan posterior bagian apeks dan dasar
kedua paru
6) Auskultasi bunyi paru setelah pemberian pengobatan
7) Observasi perningkatan kecemasan dan kegelisahan
8) Observasi kemampuan klien untuk batuk efektif
19

9) Observasi hasil pemeriksaan foto toraks


c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelelahan pada saat makan dan
meningkatkatnya kebutuhan kalori.
Tujuan: klien dapat meningkatkan status nutrisi, dengan kriteria:
asupan nutrisi adekuat, asupan makanan dan cairan adekuat, energy
meningkat, berat badan meningkat.
Intervensi:
1) Tanyakan pada klien tentang alergi terhadap makanan
2) Tanyakan makanan kesukaan klien
3) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah kalori dan tipe
nutrisi yang dibutuhkan
4) Anjurkan asupan kalori yang tepat sesuai dengan gaya hidup
5) Anjurkan peningkatan asupan zat besi yang sesuai
6) Anjurkan peningkatan asupan protein dan vitamin C
7) Anjurkan untuk banyak makan buah dan minum
8) \Berikan klien diet tinggi protein, tinggi kalori
d. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
orang tua dan hospitalisasi
Tujuan: klien mampu mengontrol cemas, dengan kriteria: orang tua
klien dapat merencanakan stategi koping untuk situasi yang
membuat stress, orang tua klien dapat mempertahankan penampilan
peran, orang tua klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi
sensori, orang tua klien melaporkan tidak ada menifestasi
kecemasan secara fisik.
Intervesi:
1) Gunakan ketenangan dalam pendekatan untuk menenangkan
orang tua klien
2) Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada orang tua klien dan
perasaan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan
3) Berusaha memahami keadaan orang tua klien dan situasi stress
yang dialami orang tua klien
20

4) Berikan informasi tentang diagnose, prognosis, dan tindakan


5) Temani klien untuk memberikan kenyamanan dan mengurangi
ketakutan
6) Anjurkan keluarga untuk menemani klien sesuai kebutuhan
7) Motivasi orang tua klien untuk mengungkapkan perasaan,
pengharapan dan ketakutan yang dialami
8) Identifikasi tingkat kecemasan orang tua klien
9) Berikan aktivitas hiburan untuk mengurangi ketegangan
10) Bantu orang tua klien untuk mengidentifikasi situasi yang
menyebabkan kecemasan
11) Control stimulasi sesuai kebutuhan klien
12) Dengarkan dengan penuh perhatian
13) Ciptakan hubungan saling percaya
14) Bantu orang tua klien untuk mengungkapkan hal yang
membuat cemas
15) Tentukan kemampuan orang tua klien dalam membuat
keputusan
16) Ajarkan orang tua klien teknik relaksasi
17) Observasi gejala verbal dan nonverbal dari kecemasan
e. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
Tujuan: pertumbuhan dan perkembangan anak adekuat, dengan
kriteria: anak mencapai pertumbuhan normal yang diharapkan
sesuai dengan usianya dengan berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan, dan lingkar lengan atas dalam rentang normal.
Intervensi:
Peningkatan perkembangan: anak
1) Bina hubungan saling percaya dengan anak
2) Identifikasikan kebutuhan khusus anak dan peniramaan yang
dibutuhkan
3) Bina hubungan saling percaya dengan pemberi perawatan
21

4) Ajarkan pemberi perawatan tentang tahapan penting


perkembangan normal dan perilaku yang berhubungan.
5) Demonstrasikan aktivitas yang meningkatkan perkembangan
kepada pemberi perawatan
6) Fasilitasi pemberian perawatan untuk berhubungan dengan
sumber komunikasi sesuai kebutuhan
7) Fasilitasi integrasi antara anak dengan teman sebayanya
8) Berikan aktivitas yang meningkatkan interaksi di antara anak-
anak
9) Dukung anak untuk mengekspresikan diri melalui pujian atau
unmpan balik positif atas usaha-usahanya.
10) Beri mainan atau benda-benda yang sesuai dengan usianya.
11) Bernyanyi dan berbicara dengan anak
12) Motivasi anak untuk bernyanyi dan menari
13) Rujuk pengasuh ke kelompok pendukung sesuai kebutuhan.
Terapi nutrisi
1) Kaji status nutrisi lengkap sesuai kebutuhan
2) Observasi asupan makanan atau cairan dan jumlah kalori
harian
3) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah kalori dan jenis
makanan yang dibutuhkan anak sesuai kebutuhan
4) Pilih suplemen nutrisi sesuai kebutuhan
5) Anjurkan orang tua untuk memberikan makanan tinggi kalsium
dan kalium sesuai kebutuhan
6) Berikan makanan tinggi kalori, tinggi protein
7) Berikan perawatan mulut sebelum makan sesuai kebutuhan
8) Bantu anak untuk posisi duduk sebelum makan
Monitor status nutrisi
1) Observasi berat badan anak
2) Amati interaksi orang tua dan anak selama makan sesuai
kebutuhan
3) Observasi tugor kulit sesuai kebutuhan
22

4) Observasi kekeringan rambut


5) Observasi kadar albumin, protein total, hemoglobin,
hematrokit, limfosit dan elektrolit
6) Observasi pertumbuhan dan perkembangan
7) Observasi tingkat energi, kelelahan dan kelemahan
8) Observasi adanya pucat, kemerahan konjungtiva, atau
konjungtiva kering
9) Observasi asupan kalori dan nutrisi
10) Observasi kelembapan mukosa mulut
11) Catat adanya edema, kemerahan dan hipertrofi pada lidah dan
membran mukosa oral
12) Catat adanya perubahan penting dalam status nutrisi
13) Kenalkan pada ahli gizi sesuai kebutuhan
14) Berikan kondisi lingkungan yang mendukung saat makan.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri
(independen) dan tindakan kolaborasi.
Tindakan mandiri atau independen, adalah aktivitas perawat yang
didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan
merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan
bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain (Wartonah, 2015).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk
dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi
pada dasarnya adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien
dengan tujuan atau kriteria hasil yang diterapkan. Tujuan dari evaluasi
antara lain:
23

Mengevaluasi status kesehatan pasien, menentukan perkembangan


tujuan perawatan, menentukan efektifitas dari rencana keperawatan
yang telah ditetapkan, sebagai dasar menentukan diagnosis
keperawatan sudah tercapai atau tidak atau adanya perubahan
diagnosis (Wartonah, 2015).

6. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan adalah suatu dokumen yang berisi data
yang lengkap, nyata, dan tercatat, bukan hanya tentang tingkat
kesakitan klien, tetapi juga jenis atau tipe, kualitas, dan kuantitas
pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan klien (Fisbach dalam
Zaidin, 2009).

7. Discharge Planning
a. Keluarga dianjurkan untuk mengatur pola hidup sehat seperti
mengatur pola makan yang sehat untuk anak.
b. Keluarga dianjurkan untuk memantau selalu pola nafas anak.
c. Menyarankan kepada keluarga untuk mengurangi aktifitas anak
yang dapat memicu kerja jantung lebih berat.
https://www.smarterhealth.id/penyakit-kondisi/tetralogy-of-fallot/
diakses pada 26 Oktober 2020 pukul 16.00WIB

Anda mungkin juga menyukai