Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN.S DENGAN GANGGUAN SISTEM


PERKEMIHAN “POST OPEN PROSTATECTOMI”
Atas Indikasi Benigna Prostat Hiperplasia
Di Ruang Instalasi Bedah
RSUD SAMBAS

Oleh:

Amanah Hijriah Nashikin Hakim


Asep Nugraha Kusdiana Nova Utomo Putri
Ayu Tri Wulandari Pipin Mayang Sari
Chairullah Rini Kawati
Didin Hafidhuddin Sindi Muthiah Utami
Hugo Kingson Borneo Tantin Hidayah
Merry Tri Hartini

PRODI DIV KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
TAHUN AJARAN 2014/2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada Tn. D dengan Gangguan Sistem Perkemihan Post
Open Prostatectomi atas Indikasi Benigna Prostat Hiperplasia Di Ruang
Papandayan RS PTPN VIII Subang”.

Makalah ini membahas tentang konsep dasar penyakit BPH (Benigna


Prostat Hiperplasia), dan konsep asuhan keperawatan Post Operatif pada pasien
dengan BPH (Benigna Prostat Hiperplasia).

Kami berharap makalah ini dapat memotivasi para mahasiswa/i lain


dalam mata kuliah ini. Kami menyadari bahwa makalah kami masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan-
masukan yang bersifat membangun, yaitu berupa kritikan dan saran yang
konstruktif demi memperbaiki dan penyempurnaan pembuatan laporan dan
makalah kami selanjutnya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Subang, 12 Agustus 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... Error! Bookmark n
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN ............................................................................. 3
2.1 Konsep Dasar Penyakit ........................................................................ 3
2.1.1 Definisi ........................................................................................ 3
2.1.2 Etiologi ........................................................................................ 6
2.1.3 Tanda dan Gejala......................................................................... 7
2.1.4 Patofisiologi ................................................................................ 8
2.1.5 Pathway ....................................................................................... 11
2.1.6 Komplikasi .................................................................................. 11
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 12
2.1.8 Penatalaksanaan Medis ............................................................... 13
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 14
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................ 15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................... 18
A. Pengkajian ............................................................................................... 18
B. Analisa Data ............................................................................................ 27
C. Daftar Masalah ........................................................................................ 30
D. Intervensi Keperawatan .......................................................................... 33
E. Catatan Perkembangan dan Evaluasi ...................................................... 36
BAB IV
PENUTUP ............................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 43

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit prostat merupakan penyebab yang sering terjadi pada berbagai
masalah saluran kemih pada pria, insidennya menunjukan peningkatan sesuai
dengan umur, terutama mereka yang berusia 60 tahun. Sebagian besar penyakit
prostat menyebabkan pembesaran organ yang mengakibatkan terjadinya
penekanan/pendesakan uretra pars intraprostatik, keadaan ini menyebabkan
gangguan aliran urine, retensi akut dari infeksi traktus urinarius memerlukan
tindakan kateterlisasi segera. Penyebab penting dan sering dari timbulnya gejala
dan tanda ini adalah hiperlasia prostat dan karsinoma prostat. Radang prostat yang
mengenai sebagian kecil prostat sering ditemukan secara tidak sengaja pada
jaringan prostat yang diambil dari penderita hiperlasia prostat atau karsinoma
prostat (J.C.E Underwood, 1999).

Beranekaragamnya penyebab dan bervariasinya gejala penyakit yang


ditimbulkannya sering menimbulkan kesulitan dalam penatalaksanaan BPH,
sehingga pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak tepat sesuai dengan
etiologinya. Terapi yang tidak tepat bisa mengakibatkan terjadinya BPH
berkepanjangan. Oleh karena itu, mengetahui secara lebih mendalam faktor-faktor
penyebab (etiologi) BPH akan sangat membantu upaya penatalaksanaan BPH
secara tepat dan terarah.

Peran perawat pada klien meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Secara promotif perawat dapat memberikan penjelasan pada klien
tentang penyakit BPH mulai dari penyebab sampai dengan komplikasi yang akan
terjadi bila tidak segera ditangani. Kemudian pada aspek preventif perawat
memberikan penjelasan bagaimana cara penyebaran penyakit BPH, misalnya cara
pembesaran prostat akan menyebabkan obstruksi uretra. Secara kuratif perawat
berperan memberikan obat-obatan sebagai tindakan kolaborasi dengan tim dokter.
Aspek rehabilitatif meliputi peran perawat dalam memperkenalkan pada
anggota keluarga cara merawat klien dengan BPH dirumah, serta memberikan
penyuluhan tentang pentingnya cara berkemih. Berdasarkan hal-hal tersebut di

1
atas maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Gangguan Sistem Perkemihan Post Open Prostatectomi atas
Indikasi Benigna Prostat Hiperplasia”.

1.2 Tujuan
1. Agar mahasiswa/i dapat memahami tentang mobilisasi.
2. Agar mahasiswa/i mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan
pada pasien gangguan mobilisasi.
3. Agar mahasiswa/i mengetahui tujuan asuhan keperawatan gangguan
mobilisasi.
4. Agar mahasiswa/i mengetahui bagaimana cara penerapan asuhan
keperawatan pada pasien gangguan mobilisasi.

2
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Definisi
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering
terjadi sebagai hasil dar pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat
(Yuliana Elin, 2011).

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum


pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).

Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar


prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai
derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes,
Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).

Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar


prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen
prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr.
Sutomo, 1994 : 193).

BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran


memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan cara menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002).

Anatomi Prostat

Kelenjar prostat merupakan organ khusus pada lokasi yang kecil,


yang hanya dimiliki oleh pria. Kelenjar prostat terletak di bawah kandung
kemih (vesika urinaria) melekat pada dinding bawah kandung kemih di
sekitar uretra bagian atas. Biasanya ukurannya sebesar buah kenari dengan
ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram dan akan membesar
sejalan dengan pertambahan usia. Prostat mengeluarkan sekret cairan yang

3
bercampur secret dari testis, perbesaran prostate akan membendung uretra
dan menyebabkan retensi urin. Kelenjar prostat, merupakan suatu kelenjar
yang terdiri dari 30-50 kelenjar yang terbagi atas 4 lobus yaitu:

a. Lobus posterior

b. Lobus lateral

c. Lobus anterior

d. Lobus medial

Batas lobus pada kelenjar prostat:

a. Batas superior: basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica


urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang
lain. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma
urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan
anterior.

b. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,


dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada
cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan
dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica.
Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan
kondensasi vascia pelvis.

c. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan


permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum
retovesicalis (vascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin
oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang
semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.

d. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m.


levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus
ejaculatorius menembus bagisan atas permukaan prostat untuk bermuara
pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus
prostaticus. Lobus lateral mengandung banyak kelenjar.

4
Gambar: Anatomi Prostat

Fungsi Prostat

Kelenjar prostat ditutupi oleh jaringan fibrosa, lapisan otot halus, dan
substansi glandular yang tersusun dari sel epitel kolumnar. Kelenjar prostat
menyekresi cairan seperti susu yang menusun 30% dari total cairan semen,
dan memberi tampilan susu pada semen. Sifat cairannya sedikit alkali yang
member perlindungan pada sperma di dalam vagina yang bersifat asam.
Sekret prostat bersifat alkali yang membantu menetralkan keasaman vagina.

5
Cairan prostat juga mengandung enzim pembekuan yang akan menebalkan
semen dalam vagina sehingga semen bisa bertahan dalam serviks.

2.1.2 Etiologi

Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada


beberapa pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang
rumit dari androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan
testosteron dengan bantuan enzim 5-α reduktase diperkirakan sebagai
mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat
ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya
akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian
akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor komplek.
Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk menyebabkan
sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan bahwa
sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon androgen dan
estrogen, dengan bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen
berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen secara retatif. Diketahui
estrogen mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis
dan lobus medius) hingga pada hiperestrinism, bagian inilah yang mengalami
hiperplasia

Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara


pasti penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang
diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :

1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan


estrogen pada usia lanjut.

2. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu


pertumbuhan stroma kelenjar prostat.

3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang


mati.

6
4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel
stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar
prostat menjadi berlebihan.

Pada umumnya dikemukakan beberapa teori :

Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel srem. Oleh
karena suatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau
faktor pencetus lain. Maka sel stem dapat berproliferasi dengan cepat,
sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral.

Teori kedua adalah teori Reawekering (Neal, 1978) menyebutkan


bahwa jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologi
sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan
sekitarnya.

Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal yang menyebutkan


bahwa dengan bertanbahnya umur menyebabkan terjadinya produksi
testoteron dan terjadinya konversi testoteron menjadi setrogen. (Kahardjo,
1995).

2.1.3 Tanda dan Gejala

1. Gejala iritatif, meluputi:

a. Peningkaan frekuesnsi berkemih.

b. Nocturia (terbangun di malam hari untuk miksi)

c. Perasaan untuk ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat di


tunda (urgensi).

d. Nyeri pada saat miksi (disuria).

2. Gejala obstruktif, meliputi:

a. Pancaran urin melemah.

b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan
baik.

c. Jika ingin miksi harus menunggu lama.

7
d. Volume urin menurundan harus mengedan saat berkemih.

e. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus.

f. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan


inkontinensia karena pernumpukan berlebih.

g. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi azotemia (akumulasi


produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan etensi urun kronis
dan volume residu yang besar.

3. Gejala generalisata seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan


rasa tidak nyaman pada epigastrik.

Berdasarkan keluhan dapat menjadi menjadi:

a. Derajat 1, penderita merasakan lemahnya pancara berkemih,


kencing tidak puas, frekuensi kencing bertambah terutama di malam
hari.

b. Derajat 2, adanya retensi urin mak timbulah infeksi. Penderita akan


mengeluh pada saat miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam
bertambah hebat.

c. Derajat 3, timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka
bisa timbul aliran refluks ke atas, timbul infeksi askenden menjalar
ke ginjal dan dapat menyebabkan pielonefritis, hidronefrosis.

2.1.4 Patofisiologi

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000),
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona
sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra
(Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia
lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi

8
estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan
bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron,
yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi
dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi
pertumbuhan kelenjar prostat.

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek


terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan.
Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya
disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum
dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor
dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan
prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran
prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah
prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan
jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat
detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti
balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos
keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula
sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut
Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut
maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada
hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi.
Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama
dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi),
miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas
setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna
atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas

9
otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit
ditahan/urgency, disuria).

Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria
tidak mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih
tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia
paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko
ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal
ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005).

10
2.1.5 Pathway

2.1.6 Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH adalah:

Seiring dengan semakin beratnya BPH dapat terjadi obstruksi saluran


kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat
menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat
mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).

11
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang mengakibatkan
peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang
menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesiko
urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme. Yang dapat
menyebabkan pyelonefritis (sjamsuhidrajat, 2005).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti


dilakukan pada pasien dengan BPH adalah :

1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
saluran kemih.
b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.
2. Radiologi
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa
prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh
terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.
b. IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa
hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar
prostat, penyakit pada buli-buli.
c. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau
mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel,
tumor.

12
d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.

2.1.8 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan


BPH adalah:

1. Observasi

Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien

2. Medika mentosa

Terapi diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang dan


berat tanpa disertai penyakit. Obat yang digunakan berasal dari :
phitoterapi (misalnya : hipoxis rosperi, serenoa repens, dll) gelombang
alfa blocker dan golongan supresor androgen.

3. Pembedahan

Indikasi:

a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin
akut

b. Dengan residual urin >100 ml

c. Klien dengan pengulit

d. Terapi medika mentosa tidak berhasil

e. Flowmetri menunjukan pola obstruktif

Pembedahan dapat dilakukan dengan:

1) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90-95 %).

2) Retropublic atau extravesical prostatectomy.

3) Perianal prostatectomy.

4) Suprapublic atau tranvesical prostatectomy.

13
4. Alternatif lain (misalnya kriyoterapi, hipertermia, termoterapi ,terapi
ultrasonic).

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti


dilakukan pada pasien dengan BPH adalah :

1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
saluran kemih.

b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.

2. Radiologi
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa
prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin
yang merupakan tanda dari retensi urin.

b. IVP (Intra Vena Pielografi)


Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa
hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat,
penyakit pada buli-buli.

c. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)


Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau
mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.

d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.

14
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Meliputi Meliputi nama,umur, jenis kelamin, agama, suku,alamat,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
b. Keluhan saat pengkajian
c. Keluhan terdahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
3. Pola fungsi kesehatan
a. Aktifitas
b. Istirahat
c. Eliminasi
d. Nutrisi
4. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
- Keadaan umum
- Kesadaran
- TTV
- TB dan BB
b. Pemeriksaan fisik secara head to toe
5. Data psikologis
a. pendidikan
b. hubungan siosial
c. gaya hidup
d. peran dalam keluarga
6. Data penunjang
7. Pengobatan
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada
TURP.
2. Resiko infeksi b/d prosedur inovasif pembedahan.

15
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai
proses penyakit dan pengobatanya
C. Intervensi
Diagnosa I: Nyeri akut b/d spasmus kandung kemih dan insisi sekunder
pada TURP.
1. NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam rasa nyeri berkurang
atau hilang, dengan kriteria hasil:
a) klien mengatak an nyeri berkurang / hilang
b) ekspresi wajah klien tenang
c) tanda-tanda vital dalam batas normal
2. NIC
a) Kaji skala nyeri.
R/mengetahui skala nyeri.
b) Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih
R/klien dapat mendeteksi gejala dini spasmus kandung kemih.
c) Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk
mengenal gejala-gejala dini dari spasmus kandung kemih.
Diagnosa II: Resiko infeksi b/d prosedur inovasif pembedahan.
1. NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam tidak terjadi adanya
tanda-tanda infeksi, dengan kriteria hasil:
a) Klien tidak mengalami infeksi.
b) Dapat mencapai waktu penyembuhan.
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda-tanda
shock.
2. NIC
a) Monitor tanda dan gejala infeksi
R/ mengetahui tanda dan gejala infeksi.
b) Ajarkan intake cairan yang cukup sehingga dapat menurunkan
potensial infeksi.

16
R/meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi isk dikurangi
dan mempertahankan fungsi ginjal .
c) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan antibiotik .
R/ mencegah infeksi.
D. Evaluasi
1. Pasien dapat bergerak dengan baik.
2. Kebutuhan pasien terpenuhi.
3. Tingkat pengetahuan pasien bertambah.

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas pasien
Nama : Tn “D”
Umur : 67 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)
Alamat : Kp. Majasari Rt 11 Rw 03 Ds.
Kamarung Kec. Pagaden Kab.
Subang
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 6 Agustus 2019
Tanggal pengkajian : 9 Agustus 2019
Diagnosa medis : Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)
Dokter penanggung jawab : dr. Edi PL,Sp.B
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn “K”
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Anak

18
2. Riwayat Penyakit
a. Alasan masuk rumah sakit sakit
Klien mengeluh susah BAK ± 1 tahun. Pasien berobat ke Puskesmas
lalu dirujuk ke RS PTPN VIII Subang.
b. Keluhan saat dikaji
Pasien mengatakan nyeri pada bagian bekas luka operasi. Pasien
meringis kesakitan saat ditekan dan beraktivitas nyerinya seperti
ditusuk jarum dengan skala nyeri 5-6
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit kronis sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita BPH.

19
3. Genogram

   
   


Keterangan :

 : Laki-laki

 : Laki-laki meninggal

 : Perempuan

 : Perempuan meninggal

: Pasien

: Tinggal dalam satu rumah

20
Data Biologis
a. Pola nutrisi
SMRS : Pasien makan 3x sehari dengan menu bervariasi.
MRS : Pasien makan 3x sehari, dengan porsi yang disediakan
rumah sakit.
b. Pola minum
SMRS : Pasien minum 1,5-2 liter/hari.
MRS : Pasien minum 1-1,5 liter/hari.
c. Pola eliminasi
SMRS : Pasien BAB 1-2x/hari, BAK bisa lebih 10-15 x/hari
dengan keluhan urine keluar sedikit-sedikit.
MRS : Pasien BAB 1 kali setelah operasi, terpasang kateter
threeway no. 22 dengan karakteristik warna urine kuning
jernih, 500 ml/hari, kadang-kadang terasa nyei saat BAK.
Pasien terpasang irigasi 30 tpm.
d. Pola istirahat/tidur
Waktu tidur
SMRS : Pasien tidur 7-8 jam/hari dan cemas terhadap penyakitnya.
MRS : Pasien tidur sekitar 6-8 jam/hari, dengan penerangan yang
cukup.
e. Pola hygiene
- Mandi
SMRS : Pasien mandi 2 x sehari.
MRS : Pasien mandi 1 x sehari dibantu oleh keluarga.
- Cuci rambut
SMRS : Pasien cuci rambut setap hari saat mandi.
MRS : Pasien hanya membasahi rambut.
- Gogok gigi
SMRS : Pasien gosok gigi dua kali sehari pagi dan malam.
MRS : Pasien tidak menggosok gigi.

21
4. Pola aktifitas
SMRS : Pasien melakukan aktifitas sehari-hari dibantu oleh orang
lain.
MRS : - Pasien melakukan aktifitas dibantu oleh orang lain.
- Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktifitas secara
mandiri.
- Pasien tampak lemah.
- Pasien tampak kesakitan dalam melakukan aktifitas.

Aktifitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Mobilisasi ditempat tidur √
Pindah √
Makan dan minum √

Keterangan : 0 = mandiri
1 = dibantu sebagian
2 = perlu bantuan orang lain
3 = perlu bantuan orang lain dan alat
4 = tergantung orang lain tidak mandiri

5. Data Sosial
a. Hubungan dengan keluarga
Baik.
b. Hubungan dengan tetangga
Baik.
c. Hubungan dengan pasien sekitar
Baik.

22
d. Hubungan dengan keluarga pasien lain
Baik.
6. Data Psikologis
a. Status emosi
Pasien dapat mengendalikan emosi dengan baik.

b. Peran diri

Pasien tidak dapat mejalankan peran seagai kepala keluarga yang baik
karena dirawat di rumah sakit.

c. Gaya komunikasi

Menggunakan bahasa verbal.

b. Pola Koping

Pertahan tubuh menurun karena proses penyakit.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : E4M6V5 (GCS = 15)
Compos Mentis
TTV : TD = 120/80 mmHg
N = 80 x/menit
RR = 16 x/menit
S = 36,5 ºC
b. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris, beruban, kulit kepala kering,
tidak ada ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
c. Mata
Inspeksi : Sklera putih, dapat melihat dengan jelas, bola mata
simetris, konjungtiva merah muda, ada reaksi
terhadap cahaya (miosis) tidak menggunakan alat
bantu penglihatan, fungsi penglihatan normal.
Palpasi : Tidak nyeri tekan.

23
d. Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan
pembengkakan.
e. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada kelainan dikedua telinga,
tidak ada lesi dan serumen.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
f. Mulut
Inspeksi : Gigi tampak hitam, lidah bersih, mukosa mulut
lembab, bibir lembab.
Palpasi : Otot rahang kuat.
g. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid, tidak
ada nyeri tekan.
h. Thoraks (paru-paru)
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada lesi, respirasi 16 x/m, ada
batuk sedikit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler.
Perkusi : Sonor.
i. Thoraks (jantung)
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis tidak teraba.
Auskultasi : S1 dan S2 reguler.
Perkusi : Batas jantung normal.
j. Abdomen
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, terdapat luka insisi bedah
tanggal 8 Agustus 2019 di abdomen inguinalis kanan
dengan karakteristik panjang luka 8-10 cm jumlah

24
hecting 7 jahitan tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor,
dolor, kalor, tumor).
Palpasi : ada nyeri tekan di sekitar luka post operatif di
abdomen inguinalis kanan, skala 5-6 (nyeri sedang),
teraba hangat di daerah sekitar luka.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus 6 x/menit.
k. Genetalia
Terpasang kateter threeway .
l. Ekstremitas

Kanan 5 5 5 5 5 5 5 5 Kiri

5 5 5 5 5 5 5 5

Keterangan: Terpasang infus di tangan kiri.

25
c. Data Penunjang
LABORATORIUM
07-08- 2019 Hasil Nilai Normal
Hb 10.0 Lk = 14-16 gr%, Pr = 12-14 gr%
Leucocyt 6.600 5.000-10.000 mm3/drh
Hematokryt 31 % Lk = 47-54 %, Pr = 42-46 %
Eritrocyt 3.71 4,6-6 Jt mm3/drh
CT/BT 2/5 1-3/3-7
RONTGEN
Dari hasil rontgen tanggal 7 Agustus 2019 menunjukkan adanya pembesaran
prostat.

d. Pengobatan
 Tramadol 2 x 100 ml (IV)
 Ranitidine 2 x 50 ml (IV)
 As. Tranexamat 3 x 500 mg (IV)
 Cefoprazone 2 x 1 gr (IV).
 NaCl/RL 20 Tpm.

26
B. ANALISA DATA

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH


Proses pembedahan
1. DS: Nyeri akut

- Ps mengatakan nyeri dibagian


bekas luka

P : saat ditekan dan beraktivitas Luka insisi pembedahan

Q : seperti ditusuk jarum

R : dibagian abdomen bawah


(kandung kemih) luka operasi
Nyeri
S : 5-6

T : intermitten

DO:

- Ps tampak meringis kesakitan

27
BPH
2. DS: Resiko infeksi

DO:

- Terdapat luka post operasi pada Tindakkan pembedahan


abdomen bawah.

- Tampak luka insisi post operasi


08-08-2019
Proses inflamasi
- Panjang luka 8-10cm

- Jumlah heating 7 jahitan

- Tidak terdapat tanda infeksi


(rubor, dolor, kalor, tumor) Terpapar organisme

- Terpasang kateter

TTV

TD : 120/80 mmHg Resiko infeksi

RR : 16x/menit

N : 80x/menit

S : 36,7oC

- Leukosit 6.600mm3/drh

28
Tindakkan pembedahan
3. DS: Intoleransi aktifitas

- Ps mengatakan tidak bisa


melakukan aktifitas secara
Nyeri
mandiri

- Ps mengatakan luka terasa nyeri


saat melakukan aktifitas

DO: Susah beraktifitas

- Ps tampak lemah.

- Ps tampak kesakitan jika Intoleransi aktifitas


melakukan aktivitas.

- Ps terpasang kateter threeway


no. 22

- Ps terpasang infus RL 20 tpm.

29
C. DAFTAR MASALAH

NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL MASALAH PARAF

DITEMUKAN TERATASI
8 Agustus 2019
1. Nyeri akut b/d luka post operasi.

DS:

- Ps mengatakan nyeri dibagian bekas


luka

P : saat ditekan dan beraktivitas

Q : seperti ditusuk jarum

R : dibagian abdomen bawah (kandung


kemih) luka operasi

S : 5-6

T : intermitten

DO:

- Ps tampak meringis kesakitan

30
8 Agustus 2019
2. Resiko infeksi b/d kerusakan jaringan
efek sekunder dari prosedur
pembedahan.

DS:

DO:

- Terdapat luka post operasi pada


abdomen bawah.

- Tampak luka insisi post operasi 08-08-


2019

- Panjang luka 8-10cm

- Jumlah heating 7 jahitan

- Tidak terdapat tanda infeksi (rubor,


dolor, kalor, tumor)

- Terpasang drain

TTV

TD : 120/80 mmHg

RR : 16x/menit

N : 80x/menit

S : 36,7oC

- Leukosit 6.600mm3/drh

31
8 Agustus 2019
3. Intoleran aktivitas b/d nyeri akibat
luka bekas operasi.

DS:

- Ps mengatakan tidak bisa melakukan


aktifitas secara mandiri

- Ps mengatakan luka terasa nyeri saat


melakukan aktifitas

DO:

- Ps tampak lemah.

- Ps tampak kesakitan jika melakukan


aktivitas.

- Ps terpasang kateter threeway no. 22

- Ps terpasang infus RL 20 tpm.

32
D. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC RASIONAL PARAF


Nyeri akut b/d luka post operasi, Setalah dilakukan tindakan Guidance :
1.
ditandai dengan: keperawatan 3x24 jam diharapkan - Kaji skala nyeri 1. Mengetahui skala nyeri
nyeri dapat berkurang atau hilang - Kaji TTV setiap 4 jam
DS:
dengan kriteria hasil : Support : 2. Mengetahui keadaan
- Ps mengatakan nyeri dibagian
- Ds : pasien mengatakan nyeri - Berikan posisi yang nyaman umum pasien.
bekas luka
berkurang dengan skala 1-3 untuk klien.
P : saat ditekan dan beraktivitas - Do : pasien tampak tenang, Teaching : 3. Memberikan rasa

Q : seperti ditusuk jarum TTV dalam batas normal - Ajarkan manajemen nyeri (teknik nyamann bagi pasien.
relaksasi napas dalam dan teknik
R : dibagian abdomen bawah
distraksi). 4. Mengalihkan perhatian
(kandung kemih) luka operasi.
Dev. Env : nyeri.
S : 5-6 - Ciptakan lingkungan yang
T : intermitten nyaman dan tenang 5. Memberi suasana
Collaboration : nyaman bagi pasien.
- Berikan analgetik sesuai instruksi
DO:
dokter (Tramadol 2 x 100 ml) 6. Analgetik mengurangi
- Ps tampak meringis kesakitan rasa nyeri.

33
2. Resiko infeksi b/d kerusakan Setelah dilakukan tindakan Guidance :
jaringan efek sekunder dari keperawatan 3x24 jam - Kaji tanda tanda infeksi 1. Mengetahui adanya
prosedur pembedahan ditandai diharapkaninfeksi tidak terjadi dengan - Observasi TTV setiap 6 jam. tanda infeksi
dengan : kriteria hasil : Support : 2. Mengetahui keadaan
Do : tidak tampak adanya tanda tanda - Ganti balutan setiap hari dengan umum
DS:
infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor) teknik aseptik dan steril
DO:
Leukosit normal 4.000-11.000 Teaching : 3. Mencegah adanya
- Terdapat luka post operasi pada S : 36,7 -37,5 0C - Ajarkan pasien dalam menjaga infeksi
abdomen bawah.
kebersihan pada daerah luka post 4. Mengajarkan pasien
- Tampak luka insisi post operasi
op. untuk mempertahankan
08-08-2019
Dev. Env : kondisi balutan luka.
- Panjang luka 8-10cm
- Ciptakan lingkungan yang bersih.
- Jumlah heating 7 jahitan Collaboration : 5. Mencegah terjadnya
- Tidak terdapat tanda infeksi - Berikan antibiotik sesuai anjuran infeksi
(rubor, dolor, kalor, tumor) dokter.
- Terpasang drain - Kolaborasikan dengan ahli gizi 6. Mempercepat
TTV dalam pemberian diit TKTP. penyembuhan luka
TD : 120/80 mmHg
RR : 16x/menit 7. Protein mempercepat
N : 80x/menit proses penyembuhan
o
S : 36,7 C luka.
3
- Leukosit 6.600mm /drh

34
3. Intoleran aktivitas b/d nyeri akibat Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam Guidance : 1. Mengetahui keadaan
luka bekas operasi, ditandai diharapkan intoleran aktivitas dengan - Kaji tanda tanda infeksi umum pasien
dengan: criteria hasil : - Kaji tingkat aktifitas 2. Mengetahui tingkat
- Pasien mengatakan bisa Support : ketergantungan pasien
DS:
beraktivitas secara mandiri dan - berikan posisi senyaman mungkin 3. Memberikan
- Ps mengatakan tidak bisa
secara perlahan - dekatkan barang yang diperlukan kenyamanan pada pasien
melakukan aktifitas secara
- Pasien biisa melakukan secara pasien 4. Memberikan
mandiri
mandiri Teaching : kenyamanan pada
- Ps mengatakan luka terasa nyeri - ajarkan pasien untuk latihan aktif pasien.
saat melakukan aktifitas dan pasif sesuai kondisi 5. Mencegah kelemahan

DO: Dev. Env : otot dan merangsang


- Ciptakan lingkungan yang tenang mobilisasi.
- Ps tampak lemah.
Collaboration : 6. Memberikan
- Ps tampak kesakitan jika - Kolaborasi dengan dokter dalam kenyamanan pada
melakukan aktivitas. pemberian obat yang sesuai pasien.
- Ps terpasang kateter triway no. 7. Memberikan terapi yang
22 tepat untuk pasien
Ps terpasang infus RL 20 tpm.

35
E. CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI

NO. DX TANGGAL CATATAN KEPERAWATAN CATATAN PERKEMBANGAN DAN PARAF


EVALUASI
DX 1. 08 Agustus 2019 1. Mengkaji TTV
S : Pasien mengatakan nyeri pada bagian
07.30 H/ TD : 120/80, N : 80 x/m, RR: 16 x/m, S :
bekas luka operasi dengan skala 5-6
36,7oC
2. Mengkaji skala nyeri (nyeri sedang).
08.10
R/ O : Pasien terlihat meringis kesakitan
P : saat ditekan dan beraktivitas ketika bagian abdomen ditekan.
Q : seperti ditusuk jarum
A : Masalah belum teratasi.
R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih)
luka operasi P : Intervensi 1, 2 dan 4 dilanjutkan.
S : 5-6
T : intermitten
08.20 3. Megajarkan teknik relaksasi napas dalam.
R/ Pasien mengikuti dengan baik.
08.30 4. Memberi terapi injeksi sesuai instruksi dokter.
R/ Tramadol 1 amp IV.

36
DX 2. 08 Agustus 2019 1. Mengkaji tanda-tanda infeksi.
S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal,
09.00 H/ Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor,
panas, dan sakit.
kalor, tumor.
10.00
2. Memberikan penkes kepada pasien dalam O : Tidak tampak adanya tanda-tanda
menjaga kebersihan luka bekas operasi.
infeksi.Pasien terlihat tenang
R/ pasien dan keluarga mendengarkan dengan
baik. A : Masalah masih resiko.
11.00 3. Memberikan terapi injeksi .
P : Intervensi 1 dan 3 dilanjutkan.
R/ Cifrofloxacin 500 mg IV.

37
DX 3. 08 Agustus 2019 1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien. S : Pasien mengatakan belum bisa
13.00 H/ pasien hanya beraktifitas di tempat tidur. beraktifitas secara mandiri.
2. Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif. O : Pasien tampak lemah.
R/ pasien mengikuti dengan baik. A : Masalah belum teratasi .
13.30
P : Intervensi 1 dan 2 dilanjutkan.
DX 1. 09 Agustus 2019 1. Mengkaji TTV S : Pasien mengatakan nyeri sedikit
07.30 H/ TD : 150/80, N : 82 x/m, RR: 16 x/m, S : berkurang.
36,5oC
O : Pasien tampak lebih tenang.
2. Mengkaji skala nyeri
08.10 A : Masalah teratasi sebagian.
R/
P : Intervensi 1, 2 dan 3 dilanjutkan.
P = Saat ditekan dan saat beraktifitas.
Q = Seperti ditusuk-tusuk.
R = Di bagian abdomen (luka operasi).
S = 4-5 nyeri sedang.
T = intermiten (kadang-kadang).
3. Memberi terapi injeksi sesuai dengan resep
08.30
dokter.
R/ Tramadol 1 amp IV.
4. Memberikan posisi nyaman bagi pasien.
H/ Pasien tampak nyaman.

38
DX 2. 09 Agustus 2019 1. Memberikan terapi injeksi . S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal,
09.00 R/ Cifrofloxacin 500 mg IV. panas dan sakit.
11.00 2. Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik O : Tidak ada tanda-tanda infeksi.
dan steril. A : Masalah masih resiko.
08.00 H/ perban tambak bersih, tidak terdapat tanda- P : Intervensi 1,2 dan 3 dilanjutkan.
tanda infeksi.

DX 3. 09 Agustus 2019 1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien. S : Pasien mengatakan sebagian aktifitas
13.00 H/ sebagian aktifitas pasien sudah dapat sudah bisa dilakukan sendiri.
dilakukan sendiri
O : Pasien tampak lebih bersemangat
2. Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif.
dalam melakukan aktifitas.
13.30 R/ pasien mengikuti dengan baik.
A : Masalah teratasi sebagian .
P : Intervensi 1 dan 2 dilanjutkan.
DX 1. 10 Agustus 2019 1. Mengkaji TTV S : Pasien mengatakan nyeri sudah
07.30 H/ TD : 120/80, N : 80 x/m, RR: 16 x/m, S : berkurang.
36,5oC
O : Pasien tampak lebih tenang.
2. Mengkaji skala nyeri
08.10 A : Masalah teratasi sebagian.
R/
P : Intervensi 1, 2 dan 3 dilanjutkan.
P = Saat ditekan dan saat beraktifitas.
Q = Seperti ditusuk-tusuk.

39
R = Di bagian abdomen (luka operasi).
S = 1-3 nyeri ringan.
T = intermiten (kadang-kadang).
08.30 3. Memberi terapi injeksi sesuai dengan resep
dokter.
R/ Tramadol 1 amp IV.

DX 2. 10 Agustus 2019 1. Mengkaji tanda-tanda infeksi. S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal,
09.00 H/ Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, panas dan sakit.
kalor, tumor).
11.00 O : Tidak terlihat ada tanda-tanda infeksi.
2. Memberikan terapi injeksi sesuai dengan anjuran
dokter. A : Masalah masih resiko.

R/ Cifrofloxacin 500 mg IV. P : Intervensi dihentikan.


08.00 - Delegasikan rencana intervensi
3. Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
dan steril. kepada teman sejawat.

H/ perban tambak bersih, tidak terdapat tanda-


tanda infeksi.

40
DX 3. 10 Agustus 2019 1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien. S : Pasien mengatakan sebagian aktifitas
09.00 H/ sebagian aktifitas pasien sudah bisa dilakukan sudah bisa dilakukan sendiri.
secara mandiri.
O : Pasien tampak lebih bersemangat
2. Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif.
dalam melakukan aktifitas.
13.30 R/ pasien mengikuti dengan baik.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi 1 dilanjutkan.

41
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan

Prostat merupakan sebuah kelenjar fibromuskular yang


mengelilingi urethra pars prostatica. Semakin tua laki-laki tersebut,
memiliki potensi untuk terkena pembesaran prostat atau benign prostat
hyperplasia (BPH). Pembesaran akan menyebabkan komplikasi refluks,
hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal dan pionefrosis pilonefritis. Biasanya
penanganan pasti pada BPH adalah pembedahan dengan cara TURP, TUIP
dan prostatektomi terbuka.

B. Saran

Lebih teliti dalam pengkajian dan analisa data, karena yang menjadi
acuan dalam menentukan diagnosa Keperawatan adalah analisa data sebelum
menentukan rencana tindakannya.

42
DAFTAR PUSTAKA

Engram Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Brunner dan Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda, dkk. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Media Action
Publishing.

Wijaya Andra Saferi, dkk. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Penerbit
Nuha Medika.

43

Anda mungkin juga menyukai