BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam mata kuliah sistem perkemihan ini, kami membahas tentang ginjal, ureter, kandung kemih
atau vesika urinaria atau bladder dan uretra baik dalam keadaan normal maupun sedang mengalami
gangguan atau kerusakan. Kerusakan ginjal itu sendiri didasari oleh berbagai macam hal, seperti adanya
glomerulus yang rusak, penyumbatan pada kandung kemih, ureter serta uretra.
Dalam hal ini kami kelompok ingin membahas tentang gangguan dalam sistem perkemihan, yaitu
nefrotik sindrome, dimana terjadi kerusakan pada
glomerulus, sehingga ginjal tidak mampu atau sempurna dalam menyaring darah, sehingga adanya zat-zat
seperti protein yang masuk ke dalam sistem perkemihan dalam jumlah yang banyak atau tidak normal.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep dasar Teori
2.1.1 Definisi
Sindrom nefrotik adalah gangguan spesifik di mana ginjal rusak, menyebabkan mereka untuk
kebocoran sejumlah besar protein dari darah ke dalam urin.
Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitasm
embran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L.
Wong, 2004).
Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular
yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia
dan edema (Suryadi, 2001).
Sindrom nefrotik adalah gangguan dari glomeruli (cluster pembuluh darah pada ginjal mikroskopis
yang kecil pori-pori di mana darah disaring) di mana jumlah yang berlebihan protein diekskresikan dalam
urin. Ini biasanya menyebabkan akumulasi cairan dalam tubuh (edema) dan rendahnya tingkat protein
albumin dan tingkat tinggi lemak dalam darah.
2.1.2 Etiologi
1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh
karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa
ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom
nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang
ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.
2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat
dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.
2.1.3 Patofisiologi
Adanya peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif sehingga terjadi
hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karena adanya pergeseran cairan dari
intravaskuler ke intestisial.
Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium.
Kadar albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid,
lipoprotein dan trigliserida.
a). Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma
dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam
interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga
menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
b). Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi
renin - angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang
kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein
karena penurunan plasma albumin dan penurunan osmotik plasma
c). Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang timbul oleh
karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)
d). Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng.
(Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217)
2.1.4 Manifestasi Klinis
Gejala awal termasuk hilangnya nafsu makan, perasaan sakit umum (malaise), kelopak mata
bengkak dan jaringan pembengkakan dari kelebihan natrium dan retensi air, sakit perut, lemah otot (atrofi),
dan air seni berbusa. Perut bisa membengkak karena terjadi penimbunan cairan dalam rongga perut
(ascites). Sesak napas dapat mengembang karena cairan menumpuk di ruang sekitarnya paru-paru (efusi
pleura). Gejala lain mungkin termasuk pembengkakan lutut dan, pada pria, skrotum. Paling sering, cairan
yang menyebabkan pembengkakan jaringan dipengaruhi oleh gravitasi dan karena itu bergerak di
sekitar. Selama malam, cairan terakumulasi di bagian atas tubuh, seperti kelopak mata. Pada siang hari,
ketika orang itu duduk atau berdiri, cairan menumpuk di bagian bawah tubuh, seperti pergelangan
kaki. Pembengkakan dapat menyembunyikan menyia-nyiakan otot yang berkembang pada saat yang sama.
Pada anak-anak, tekanan darah umumnya rendah, dan tekanan darah dapat jatuh pada saat anak
berdiri (hipotensi ortostatik). Shock kadang-kadang berkembang. Orang dewasa mungkin memiliki tekanan
darah rendah, normal, atau tinggi. Urine dapat menurunkan produksi, dan gagal ginjal bisa berkembang jika
kebocoran cairan dari pembuluh darah ke jaringan menghabiskannya komponen cair dari darah dan suplai
darah ke ginjal berkurang. Kadang-kadang, gagal ginjal dengan output urin yang rendah terjadi tiba-tiba.
kekurangan gizi bisa terjadi akibat hilangnya nutrisi diekskresikan dalam urin. Pada anak-anak,
pertumbuhan mungkin akan terhambat. Kalsium mungkin hilang dari tulang. Rambut dan kuku menjadi
rapuh, dan rambut rontok beberapa.
Hiperlipidemia (< 30 g/l) merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi
terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar
kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan.proteunaria > 3,5 g/hari pada dewasa
atau 0,05 g/hari pada anak-anak.
Membran yang melapisi rongga perut dan organ perut (peritoneum) bisa menjadi meradang dan
terinfeksi. Infeksi oportunistik-infeksi yang disebabkan oleh bakteri biasanya tidak berbahaya. Kemungkinan
tinggi infeksi diduga terjadi karena antibodi yang biasanya infeksi tempur akan dikeluarkan melalui air seni
atau tidak diproduksi dalam jumlah normal. Kecenderungan untuk pembekuan darah (trombosis) meningkat,
terutama di dalam vena utama dari ginjal. Kurang umumnya, darah mungkin tidak menggumpal saat
pembekuan diperlukan, umumnya mengarah ke perdarahan yang berlebihan. Tekanan darah tinggi disertai
komplikasi mempengaruhi jantung dan otak paling mungkin terjadi pada orang yang menderita diabetes atau
lupus eritematosus sistemik.
2.1.6 Penatalaksanaan
2.1.7 Komplikasi
Abdomen kembung
Tanda : Perubahan warna urine
Makanan/ cairan
Gejala : Peningkatan volume cairan (edema)
Anoreksia
Tanda : Edema
Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri tubuh
Tanda : gelisah
7. Prioritas Keperawatan
Membuat/ mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Mencegah komplikasi
Memberikan dukungan emosi untuk pasien/orang terdekat
Memberikan informasi tentang penyakit/ prognosis dan kebutuhan pengobatan
8. Tujuan Pemulangan
Komplikasi dicegah/ minimal
Menerima kenyataan situasi
Proses penyakit, prognosis, dan program pengobatan dipahami
tanda
vital dalam
batas
normal Dengan melakuka
pengkajian area ku
Bersihkan tubuh d
ada alas tempat tidur
perubahan klien.
perilaku
keluarga
dalam
melakukan
perawatan.
Tidak ada
lagi tanda
kemerahan
dan lecet
serta tidak
terjadi
tenderness
bila
disentuh.
BAB III
TINJAUAN KASUS
1) Pengkajian
Data Biografi
Nama : Tn. S No.registrasi :
Umur : 40 Tahun
Suku/bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Kuli Bangunan
Alamat : jl. Hibrida 9
Tanggal masuk rumah sakit : 20 April 2011
Tanggal pengkajian : 20 April 2011
Catatan kedatangan : Kursi Roda ( ), Ambulance ( ), Brankar ( )
Keluarga terdekat yang dapat dihubungi:
2) Diagnosa keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan
permeabilitas glomerulus
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap
kehilangan protein dan enurunan napsu makan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
4. Gangguan integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi.
3) Analisa Data
Nama Klien : Tn.S (40 tahun)
Ruang Rawat : Ruang Anggrek RSUD M.Yunus Bengkulu
Diagnosa Medik : Sindrom Nefrotik
2. DS: Malnutrisi
Klien mengatakan tidak nafsu Hipoproteinema perubahan nutrisi
makan kurang dari
Klien mengatakan cepat lelah kebutuhan tubuh.
DO:
Klien tampak pucat(sisnosis)
Hipoproteinemia (+)
TTV:
TD:
ND:
RR:
S :
Imun dalam tubuh
DS: menurun Resiko tinggi infeksi
3. Klien mengatakan mudah sakit Antibodi yang
Klien mengatakan tidak keluar melalui
bisa melakukan aktifitas karena urine
sakit
DO:
Trombosit meningkat
Adanya peradangan dibagian
tumpukan cairan.
DO:
Adanya peradangan dibagian
perut
Kulit tampak kemerahan.
Turgar kulit kembali lebih dari 5
detik
4).NCP
5).Implementasi dan Evaluasi (SOAP)
Hari Diagnosa Implementasi Evaluasi
/tanggal Keperawatan
1. Kelebihan volume Memantau intake dan
Senin,24 S:
okt 2011 cairan aotput pasien Klien mengatakan tidak
b/d kehilangan Anjurkan klien ada pembengkakan lagi
protein sekunder dengan diet protein 1- dbgian brut,kaki dan lutut.
terhadap 2 gr/kg BB/hari Klien mengatakan
peningkatan Memantau berat sudah tidak lemas lagi
permeabilitas badan pasien setiap O:
glomerulus hari Klien dapat mempertahan
Melakukan diet protin dan berat
pengkajian tekanan badannya.
darah,perbesaran Kadar protein dalam urin
abdomen dan BJ kembali normal.
urine. TTV kembali normal
A:
tujuan tercapai
Klien dapat
menurunkan berat badan
karena cairan sudah
berkurang dijaringan otot
bahkan klien tidak
merasakan lemas seperti
sebelumnya.
P ; intervensi di hentikan
Resiko tinggi
infeksi b/d
imunitas tubuh S:
yang menurun Klien mengatakan tidak
gampang lelah
Klien mengatakan sudah
bersemangat untuk
melakukan aktifitas.
menempatkan klien O:
diruangan non infeksi Trombasit kembali normal
mencuci tangan Tidak ada peradangan lagi
sebelum dan sesudah pada klien.
tindakan
A:
Tujuan tercapai
Tanda-tanda infeksi sudah
tidak ada.
P:
Interfensi dihentikan
S:
Mensupport daerah Edema hilang
yang edema dengan Gatal bagian perut sudah
bantal menghilang.
Mempertahankan O:
kebersihan tubuh klien/ Peradangan dikulit pasien
sudah menghilang
Kulit kembali normal
Turgor kulit normal (kembali
dalam waktu 2 detik)
A:
Tidak ada lagikemerahan
pada kulit serta lecet dan
integritas kulit terjaga. BAB
Kulit pasien kembali seperti III
basanya PEN
P: UTU
Intervensi di hentikan P
Nefr
otik
sindr
ome
terja
di karena kerusakan ginjal pada glomerulus. Glomerulus ini mengalami peradangan sehingga terjadi
peningkatan permeabilitas pada dinding kapiler glomerulus, keadaan ini mengakibatkan ginjal tidak bisa
menyaring darah dengan baik, sehingga terjadinya hipoalbumeminemia. Karena protein yang seharusnya
diserap oleh tubuh masuk kedalam ginjal, karena glomerulusnya rusak.
Penyebab dari nefrotik sindrome ini dikarenakan terlalu banyak mengkonsumsi obat anti-inflammatory
yang mengandung zat racun. Pasien dengan penyakit ini biasanya badannya bengak, terutama dibagian
kelopak mata, kaki, lutut, nafsu makan kurang, sakit perut dan air seni berbusa.
3.2 Saran
nefrotik sindrome ini terjadi karena salah satunya mengkonsumsi obat anti-inflammatory yang
mengandung zat racun, untuk itu diharapkan untuk tidak terlalu berlebihan dalam megkonsumsi obat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & suddarth.2002. Keperawatan medikal bedah vol.2. EGC: Jakarta
Doengoes Moorhous Geissler. Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Karias. EGC: Jakarta
Suryadi dan Yuliani, Rita. 2001. Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung Seto.
Rusepno, Hasan, dkk. 2000. Ilmu Kesehaatan Anak 2. Infomedica: Jakarta
Wiliam lippincot & wikins.2011.Menafsirkan tanda-tanda dan gejala penyakit.Jakarta.PT.INDEKS