Anda di halaman 1dari 50

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BPH (BENIGN PROSTATIC

HYPERPLASIA)POST OP OPEN PROSTATEKTOMI DENGAN PENERAPAN


TINDAKAN BLADDER TRAINING DI RUANG BEDAH
RSUD RADEN MATTAHER JAMBI TAHUN 2021

PEMBIMBING AKADEMIK:
NS. DEWI MASYITAH, S.KEP, M.KEP, SP. KEP.MB

PEMBIMBING KLINIK:
NS. ANGELIA, S.KEP
NS. KARLINAH, S.KEP

DISUSUN OLEH:
1. Ade A Kurniawan
2. Dina Andrini
3. Ika Minarsih
4. Mohammad Yoza
5. Neneng Sri Rahayu
6. Nyimas Siti Suraya
7. Riani Lestari
8. Rizki Khoirunnisa
9. Rofiah
10. Tesa Wulandari

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES JAMBI
TAHUN 2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) adalah penyakit kelenjar prostat dimana
kelenjar prostat tumbuh membesar sehingga menghambat aliran urin dan menekan saluran
kencing. Akibatnya aliran urin dari kandung kemih ke penis menjadi terhambat atau
terhenti (Putra, 2015). BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) merupakan tumor jinak kronik
profgresif yang paling sering terjadi pada laki-laki usia 51-60 tahun yang menimbulkan
keluhan pada saluran kencing bawah (lower urinary tract symptoms) yang mengganggu
kualitas hidup pasien (Duarsa, 2020).
Pembesaran prostat dapat menyebabkan penyempitan lumen uretra dan sebagian
menunjukkan gejala kinis berupa hambatan urine keluar dari buli-buli yang dikenal
dengan BPO (Benign Prostatic Obstruction). Tata laksana BPH terdiri dari
medikamentosa dan tindakan invasif minimal berdasarkan keluhan dan gejala klinis serta
hasil dari pemeriksaan penunjang (Duarsa, 2020). Terdapat macam-macam tindakan bedah
yang dapat dilakukan pada klien BPH antara lain, Prostatektomi Suprapubis,
Prostatektomi Parineal, Prostatektomi Retropubik, Insisi Prostat Transuretral (TUIP),
Transuretral Reseksi Prostat (TURP) (Purnomo, 2011).
Pembedahan merupakan pilihan tindakan yang tepat dalam bpenatalaksanaan
BPH. Kepetusan untuk intervensi pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi,
adanya infeksi saluran kemih (ISK). Dan perubahan fisiologis pada prostat. Salah satu
tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan adalah open prostatectomy /
prostatektomi terbuka yang merupakan mekanisme pengakatan kelenjar melalui insisi
obdomen. Open prostatectomy dibagi menjadi tiga yaitu prostatektomi suprapubik,
prostatektomi perineal dan prostatektomi retropubik. Open prostatectomy dianjurkan
untuk prostat dengan ukuran (>100 gram). Pasien yang telah dilakukan tindakan
pembedahan bukan berarti tidak timbul masalah, penyulit yang dapat terjadi setelah
tindakan prostatektomi terbuka adalah pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak,
retensi urine, impotensi dan terjadi infeksi. (Purnomo, 2011).
Pasien BPH sebelum dan sesudah menjalani pembedahan akan muncul berbagai
masalah biologis, psikologis, maupun spiritual, antara lain retensi urine, nyeri akut,
ansietas/krisis situasi, gangguan pola tidur, gangguan beribadah, resiko infeksi dan resiko
pendarahan. Masalah yang terjadi harus segera diatasi agar tidak terjadi komplikasi lebih

2
lanjut selain itu agar rawat inap di rumah sakit tidak lama, sehingga meminimalkan biaya
perawatan, masalah keperawatan lain yang muncul adalah bio-psiko-sosio-kultural dan
spiritual. Oleh karena itu pasien BPH perlu dilakukan asuhan keperawatan dengan tepat.
Peran perawat sangat penting dalam merawat pasien BPH antara lain sebagai pemberi
pelayanan kesehatan, pendidik, pemberi asuhan keperawatan/ untuk mengatasi masalah
keperawatan yang timbul. (Purnomo, 2011).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2015
memperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus degeneratif. Salah satunya adalah BPH,
dengan insidensi di negara maju sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang
sebanyak 5,35% kasus. Kasus BPH ditemukan pada pria dengan usia lebih dari 65 tahun
dan dilakukan pembedahan setiap tahunnya. Kasus di Amerika Serikat terdapat lebih dari
setengah (50%) pada pria usia 60-70 tahun mengalami gejala benigna prostat hiperplasia
dan antara usia 70-90 tahun sebanyak 90% mengalami gejala benigna prostat hiperplasia.
Bila dilihat secara epidemiologinya menurut umur, insidensi benigna prostat hiperplasia
pada usia di atas 40 tahun kemungkinan seseorang menderita penyakit ini sebesar 40%,
dan bertambahnya usia dalam rentang usia 60-70 tahun akan meningkat menjadi 50%,
kemudian di atas usia 70 tahun persentasenya bisa mencapai 90% (Haryanto, 2016).
Di Indonesia BPH merupakan penyakit urutan kedua pada lansia setelah batu
saluran kemih. Jika dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50% pria di Indonesia
yang berusia 50 tahun mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakit BPH. (Kemenkes
RI, 2018).
Berdasarkan data pasien dengan kasus BPH (Benign prostatic hyperplasia) di
ruangan bedah RSUD Raden Mattaher Jambi dengan waktu 3 bulan terakhir didapatkan
data selama bulan oktober 2021 berjumlah 14 orang, dalam bulan november 2021
berjumlah 15 orang, dan bulan desember 2021 berjumlah 17 orang. Dapat disimpulkan
bahwa berdasarkan data yang ditemukan diruangan bedah dalam 3 bulan terakhir
menandakan adanya peningkatan jumlah pasien dengan kasus BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia) setiap bulan nya.
Alasan kelompok mengangkat kasus BPH yaitu pada saat praktik di ruang bedah
kasus BPH yang paling banyak, data kasus BPH yang didapat diruang bedah RSUD
Raden Mattaher Jambi data pasien meningkat setiap bulannya sehingga menjadi kasus
yang menarik dan membuat kami ingin mengangkat kasus tersebut menjadi kasus untuk
seminar yang akan kami laksanakan.

3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dituliskan diatas, didapatkan rumusan
masalah: Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien BPH (Benigna Prostat
Hyperplasia) Post Operasi Open Prostatektomy Di Ruang Bedah RSUD Raden Mattaher
Jambi tahun 2021.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari karya ilmiah ini adalah melakukan Asuhan Keperawatan pada
pasien Benigna Prostat Hiperplasia Post Operasi Open Prostatectomy.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada pasien BPH Post Operasi Open Prostatektomi.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien BPH Post Operasi
Open Prostatektomi.

c. Merumuskan Intervensi keperawatan BPH Post Operasi Open Prostatektomi.

d. Melakukan implementasi pada pasien BPH Post Operasi Open Prostatektomi.

e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien BPH Post Operasi Open
Prostatektomi.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Struktur Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan praktek
pelayanan keperawatan khususnya pada pasien BPH Post Operasi Open Prostatektomi.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang asuhan
keperawatan BPH Post Operasi Open Prostatektomi yang dapat digunakan acuan bagi
praktik mahasiswa keperawatan.

3. Bagi Penulis

Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman khususnya di
bidang keperawatan bedah pada pasien BPH Post Operasi Open Prostatektomi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi

Kelenjar prostat terletak tepat dibawah leher kandung kemih. Kelenjar ini
mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh dua duktus ejakulatorius, yang

5
merupakan kelanjutan dari vas deferen. Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum
pubroprostatikum dan sebelah inferior oleh difragma urogenital. Pada prostat bagian
posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada
verumontarum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dan sfingter uretra eksterna
secara embriologi, prostat berasal dari lima evaginasi epitel uretra posterior. Suplai darah
prostat diperdarahi oleh arteri vesikalis inferior dan masuk pada sisi postero lateralis lever
vesika (Wijaya, 2013).
Prostat adalah organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior kandung kemih, di
depan rectum yang membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri, dengan
ukuran 4 x 3 x 2,5 cm, dan beratnya kurang lebih 20gram. Secara histopatologi, kelenjar
prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot
polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyangga yang lain (Muttaqin,
2011).
Sedangkan fisologis kelenjar prostat adalah:

a. Menghasilkan cairan encer yang mengandung ion sitrat, ion phospat, enzim
pembeku, dan profibrinosilin. Selama pengisian kelenjar prostat berkontraksi
sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer dapat dikeluarkan
untuk menambah lebih banyak jumlah semen. Sifat yang sedikit basa dari cairan
prostat memungkinkan untuk keberhasilan fertilisasi (gumpalan) ovum karena
cairan vas deferens sedikit asam. Cairan prostat menetralisir sifat asam dari cairan
lain setelah ejakulasi (Syaifuddin, 2011).
b. Menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang berguna untukk melindungi
spermatozoa terhadap sifat asam yang terdapat pada uretra. Dibawah kelenjar ini
terdapat kelenjar Rulbo Uretralis yang memiliki panjang 2-5 cm. Fungsi hampir
sama dengan kelenjar prostat. Kelenjar ini menghasilkan sekresi yang
penyalurannya dari testis secara kimiawi dan fisiologis sesuai kebutuhan
spermatozoa (Wijaya & Putri, 2013).

6
B. Konsep Penyakit
1. Pengertian
BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) adalah suatu keadaan dimana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2013).
Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang
disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra parsprostatika
(Jitowiyono, 2012).
Benigna prostat hiperplasia (BPH) adalah pembesaran pada jaringan selular
kelenjar prostat dan sel-sel epitel mengakibatkan prostat menjadi membesar. Ketika
prostat cukup besar akan menekan saluran uretra menyebabkan obstruksi uretra baik
secara parsial maupun total. Hal ini dapat menimbulkan gejala-gejala urinary hesitancy,
sering berkemih, peningkatan resiko infeksi sluran kemih dan retensi urin. (Suharyanto,
2013).
Selain itu menurut Budaya (2019), BPH dikarakteristikkan sebagai peningkatan
jumlah sel-sel stroma dan epitel prostat di area periuretra yang merupakan suatu
hyperplasia dan bukan hipertrofi, selain itu secara etiologi pada BPH terjadi
peningkatan jumlah sel akibat dari proliferasi sel-sel stroma dan epitel prostat atau
terjadi penurunan kematian sel-sel prostat yang terprogram.

2. Etiologi
Penyebab pastinya belum diketahui secara pasti dari hiperplasia prostat, namun faktor
usia dan hormonal peningkatan kadar dihidrotesteron (DHT) menjadi predisposisi
terjadinya BPH. Menurut Prabowo & Pranata (2014) etiologi BPH sebagai berikut:
a. Peningkatan DKT (dehidrotestosteron)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto androgen akan menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia.
b. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron
Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses penuaan,
pada pria terjadi peningkan hormone estrogen dan penurunan hormon
testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya hiperplasia stroma pada prostat.
c. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat

7
peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma
dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
d. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup stroma
dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori stem sel
Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan memicu
terjadi benigna prostat hyperplasia.

3. Klasifikasi

Menurut Sjamsuhidajat 2011, derajat BPH dibedakan menjadi empat, yaitu:


a) Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis
b) Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis, masih terasa kira-kira 60- 150 cc, ada rasa tidak enak BAK atau
dysuria dan menjadi nocturia.
c) Staudium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
d) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh paisen tampak kesakitan, urine menetes secara
periodic ontinen.

4. Patofisiologi
Seiring bertambahnya usia, terjadi perubahan keseimbangan testosterone
esterogen. Produksi testosterone menurun, esterogen meningkat dan terjadi konversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini tergantung
pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan
dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
DHT inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat
untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan kelenjar prostat mengalami
hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih sehingga mempersempit

8
saluran uretra prostatika dan penyumbatan aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan untuk dapat mengeluarkan urin (Presti et al, 2013).
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomi dari buli-
buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran
kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra,
otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Retensi urine ini diberikan obat-
obatan non invasif tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka
penanganan yang paling tepat adalah tindakan pembedahan, yaitu Tindakan open
prostatektomi dan Tindakan TURP (Black & Hawks, 2014).
Salah satu tindakan dilakukan dalam penanganan BPH adalah dengan
melakukan pembedahan terbuka atau bisa disebut open prostatectomi, tindakan
dilakukan dengan cara melakukan sayatan pada perut bagian bawah sampai simpai
prostat tanpa membuka kandung kemih kemudian dilakukan pengangkatan prostat
yang mengalami pembesaran (Samsuhidajat, 2010).
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotongan
dan couter yang disambungkan dengan arus listrik. Adanya luka atau kerusakan
jaringan akan melepaskan bahan kimia endogen yang dapat
mempengaruhi keberadaan non iseptor yang merupakan saraf aferen primer untuk
menerima dan menyalurkan rangsangan nyeri (Haryono, 2012).
Pada pasien post operasi prostatektomi nyeri tidak hanya diakibatkan hanya
pembedahan, namun pasien mengalami nyeri karena adanya clot darah/gumpalan
darah dikandung kencing sehingga dapat menyumbat kateter. Clots tersebut
merupakan sisa-sisa jaringan hasil reseksi didalam. Gumpalan darah dapat
menyebabkan nyeri jika clot darah/ gumpalan darah sangat banyak sehingga kandung
kencing sangat teregang. Nyeri disebabkan karena cairan irigasi dari penampung
tetap menetes sedangkan aliran kateter kebawah tidak lancar, sehingga kandung
kencing penuh (Haryono, 2012).

9
5. WOC Pre Op

Menurut Tanto (2014) perjalanan penyakit BPH

Faktor pencetus BPH :Riwayat Kongenital, faktor umur,


jenis kelamin

Pembesaran Kelenjar Prostat Stoma dan Epitel

BPH Rencana Operasi

Obstruksi Saluran Kemih Pengetahuan

Retensi Urine Informasi

Tindakan Sistotomi Produksi Urine


ANSIETAS

Vesika urinaria tak mampu


Luka Sayatan Menampung Frekuensi Miksi meningkat

Vesika Urinaria Penuh


Terbangun untuk miksi
Distensi Kandung Kemih

Kuman Masuk Menggangu pola


istirahat dan tidur
NYERI AKUT

Resiko Infeksi GANGGUAN


POLA TIDUR

WOC POST OP

10
Woc BPH post op prostatektomi
Sumber: Haryono (2012)

6. Manifestasi Klinis

11
Menurut Nuari (2017), manifestasi klinis yang timbulkan oleh BPH disebut
sebagai syndroma prostatisme. Sindroma prostatisme ini dibagi menjadi dua, antara
lain:
1) Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destructor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikel guna mengatasi
adanya tekanan dalam uretra prostatika
b. Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan
intravesikel sampai berakhirnya miksi
c. Terminal dribbling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing
d. Pancaran lemah yaitu kelemahan kekuatan dan pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas
2) Gejala iritasi
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan
b. Frequency yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (nocturia) dan pada siang hari
c. Dysuria yaitu nyeri pada waktu kencing

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nuari 2017, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien BPH
adalah antara lain:
1. Sedimen urin
Untuk mncari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi slauran kemih
2. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.
3. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan
kadang menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin yang merupakan
tanda dari retensi urine.
4. IVP (Intra Vena Pielografi)

12
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
5. Ultrasonografi (Trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin
dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
6. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan megukur panjang uretra parsprostatika dan
melihat prostat ke dalam rectum

8. Pelaksanaan
Menurut Nuari (2017), penatalaksanaan terapi BPH tergantung pada penyebab,
keparahan obstruksi, dan kondisi pasien. Berikut beberapa penatalaksanaan BPH
antara lain:
1. Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan untuk pasien dengan keluhan ringan dan biasanya pasien
dianjurkan untuk mengurangi minum, setelah makan malam untuk mengurangi
nokturia, menghindari obat-obatan dekongestan, mengurangi minum kopi dan
tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan
dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan colok dubur.
2. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergika (prazosin, tetrazosin): menghambat reseptor pada
otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran
air seni dan gejala-gejala berkurang
b. Penghambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan mengecil
3. Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi
bedah yaitu:
a) Retensi urine berulang
b) Hematuria
c) Tanda penurunan fungsi ginjal
d) Infeksi saluran kemih berulang
e) Tanda obstruksi berat seperti hidrokel

13
f) Ada batu saluran kemih
Menurut Brunner (2013), beberapa tindakan bedah yang dilakukan antara
lain sebagai berikut:
a. Terapi invasif secara minimal yang meliputi terapi panas mikro-gelombang
transuretra (Transurethral Microwave Heat Treatment /TUMT), kompres
panas ke jaringan prostat, ablasi jarum transuretra (Transurethral Needle
Ablation/TUNA), melalui jarum tipis yang ditempatkan di dalam kelenjar
prostat, sten prostat (tetapi hanya untuk pasien retensi kemih dan untuk
pasien yang memiliki resiko bedah yang buruk).
b. Reseksi bedah antara lain reseksi prostat transuretra/ TURP (Transurethral
Resection of The Prostate) yang merupakan standar terapi bedah, insisi
prostat transuretra/ TUIP (Transurethral Incision of The Prostate),
elektrovaporisasi transuretra, terapi laser, dan prostatektomi terbuka.
4. Kateterisasi urine
Tindakan ini digunakan untuk membantu pasien yang mengalami gangguan
perkemihan karena retensi urine. Kateterisasi urine adalah tindakan memasukkan
selang karet atau plastik melalui uretra kedalam kandung kemih. Pemasangan
kateter menyebabkan urine mengalir secara continue pada pasien yang tidak
mampu mengontrol perkemihan atau pasien yang mengalami obstruksi pada
saluran kemih.

9. Komplikasi
Komplikasi menurut Budaya (2019), BPH dapat dibagi menjadi dua bagian
besar yaitu komplikasi pada traktus urinarius dan komplikasi di luar traktus urinarius.
Di dalam traktus urinarius komplikasi BPH meliputi retensi urine berulang atau
kronis, hematuria, infeksi saluran kemih berulang, batu kandung kemih, perubahan
patologi pada kandung kemih (trabekulasi, sakulasi divertikel), hidroureteronefrosis
bilateral dan gagal ginjal. Sedangkan komplikasi di luar traktus urinarius adalah
hernia dan hemoroid.
Selain itu menurut Harmilah (2020), komplikasi pembesaran prostat meliputi:
a. Ketidakmampuan untuk buang air kecil mendadak (retensi urine). Pasien
memerlukan kateter yang dimasukkan ke kandung kemih untuk menampung
urine. Beberapa pria dengan pembesaran prostat membutuhkan pembedahan
untuk meredakan retensi urine.

14
b. Infeksi saluran kemih (ISK). Ketidakmampuan untuk mengososngkan
kandung kemih dapat meningkatkan resiko infeksi saluran kemih.
c. Batu empedu. Ini umumnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk
sepenuhnya mengosongkan kandung kemih. Batu kandung kemih daoat
menyebabkan infeksi, iritasi kandung kemih, adanya darah dalam urine, dan
obstruksi saluran urine.
d. Kerusakan kandung kemih. Kandung kemih yang tidak dikosongkan
sepenuhnya dapat meregang dan melemah seiring waktu. Akibatnya dinidng
kandung kemih tidak lagi berkontraksi dengan baik.
e. Kerusakan ginjal. Tekanan di kandung kemih dari retensi urine langsung dapat
merusak ginjal atau memungkinkan infeksi kandung kemih mencapai ginjal.

10. Konsep Asuhan Keperawatan


Proses keperawatan adalah rangkaian tindakan yang dilakukan perawata untuk
memberikan asuhan keperawatan secara professional. Menurut (Siregar, 2021) Proses
keperawatan meliputi antara lain:
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama dalam proses
keperawatanyang mencakup pengumpulan data yang sistematis, verifikasi data,
pengorganisasian data, intepretasi data, dan melakukan dokumentasi data dan
dilakukan oleh perawat yang professional di bidang kesehatan.
1) Riwayat keperawatan
BPH biasanya tidak langsung menimbulkan masalah yang berat pada
pasien. Secara umum gejala yang dikeluhkan pasien hanyalah sulit buang
air kecil dan beberapa waktu kemudian dapat berkurang dan baik lagi.
Untuk mengkaji berat/ringannya gejala BPH dapat menggunakan grading
International Prostatic Symptom Score (IPSS)
2) Keluhan utama
Adanya retensi urine atau gejala komplikasi harus diidentifikasi dengan
cermat. Perawat dapat menanyakan kepada pasien dan keluarga tentang
keluhan yang dirasakan seperti tidak bias berkemih, badan lemas,
anoreksia, mual muntah, dan sebagainya.
3) Persepsi dan manajemen kesehatan

15
Kaji dan identifikasi pola penanganan penyakit yang dilakukan pasien dan
keluarga. Termasuk dalam hal apa yang dilakukan jika keluhan muncul.
4) Pola eliminasi
Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia, hesistensi, frekuensi,
urgensi, anuria, hematuria.
5) Pola aktivitas dan latihan
Bagaiamana pola aktivitas pasien terganggu dengan masalah BAK,
misalnya kelelahan akibat tidak bias tidur, sering ke kamar mandi, dan
sebagainya.
6) Pola tidur
Identifikasi apakah gangguan berkemih sudah mengganggu istirahat tidur.
7) Pola peran
Apakah peran dan fungsi keluarga terganggu akibat gangguan berkemih.
8) Pemeriksaan fisik
Identifikasi retensi urine, lakukan palpasi suprapubic. Periksa ada tidaknya
gejala komplikasi seperti udem, hipertensi, dan sebagainya.
9) Pemeriksaan diagnostik
Amati hasil pemeriksaan USG, BNO, IVP dan hasil laboratorium.
Perhatikan adanya kesan pembesaran prostat, hidroureter, hidronefrosis,
hipeureki, peningkatan kratinin, leukosit, anemia, dan sebagainya.
10) Program terapi
Kelola dengan baik program operasi, pemasangan kateter, monitoring
laboratorium, dan sebagainya.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Muttaqin (2012) dan penulis mengadopsi dari Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (2017), diagnosa keperawatan pada pasien post
Prostatektomi Suprapubis:

a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur bedah)

b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan efek tindakan medis dan


diagnostic.

c. Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan.

d. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

16
e. Ansietas b.d. krisis situasional, kurang terpapar informasi

f. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi/struktur tubuh.

3. Intervensi

Diagnosa
No Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri
agen pencedera tindakan keperawatan Obserbasi
fisik (prosedur diharapkan tingkat nyeri - identifikasi lokasi,
bedah) menurun. karakteristik, durasi,
Kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
- Keluhan nyerimenurun intensitas nyeri
- Meringismenurun - identifikasi skala nyeri
- Sikap protektif - identifikasi respon nyeri
menurun nonverbal
- Gelisahmenurun - identifikasi factor yang
- Kesulitan tidur memperberat dan
menurun memperingan nyeri
- Frekuensi nadi, pola - identifikasi pengetahuan
napas, TDmembaik dan keyakinan tentang
nyeri
- identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
- monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudahdiberikan
- monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
- berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri,
kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- fasilitasi istirahat dan tidur
- pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
- berikan analgesik sesuai
terapi
- ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Edukasi
- jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri

17
- jelaskan strategi
meredakan nyeri, anjurkan
memonitor nyeri secara
mandiri
- anjurkan menggunakan
analgesic secara tepat
- ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian
analgesic.
2 Gangguan Setelah dilakukan Manajemen eliminasi urine
eliminasi urin tindakan keperawatan Observasi
berhubungan diharapkan eliminasi - Identifkasi tanda dan
dengan efek urine membaik. gejala retensi atau
tindakan medis Kriteria hasil: inkontinensia urine
dan diagnostic. - Sensasi berkemih - Identifikasi faktor yang
meningkat menyebabkan retensi atau
- Desakan berkemih inkontinensia urine
menurun - Monitor eliminasi urine
- Distensi kandung (mis. frekuensi,
kemihmenurun konsistensi, aroma,
Berkemih tidak tuntas volume, dan warna)
menurun Terapeutik
- Urin menetes menurun - Catat waktu-waktu dan
- Frekuensi BAK haluaranberkemih
membaik - Batasi asupan cairan, jika
- Karakteristik urin perlu
membaik - Ambil sampel urine
tengah (midstream) atau
kultur
Edukasi
- Ajarkan tanda dan gejala
infeksi salurankemih
- Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaranurine
- Anjurkan mengambil
specimen urine midstream
- Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu yang
tepat untuk berkemih
- Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
pinggul/berkemihan
- Anjurkan minum yang
cukup, jika tidak ada
kontra indikasi
- Anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur

18
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
suposituria uretra jika perlu
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan efek diharapkan tingkat - monitor tanda dan gejala
prosedur invasive infeksi menurun infeksi local dan
Kriteria hasil: sistemik
- Kebersihan tangan Terapeutik
meningkat - batasi jumlah
- Kebersihan badan pengunjung
meningkat cuci tangan sebelum dan
- Nafsu makan sesudah kontak dengan
meningkat pasien dan lingkungan
- Demam menurun pasien
- Kemerahan - pertahankan teknik
menurun aseptic pada pasien
- Nyeri menurun berisiko tinggi
- Bengkak menurun Edukasi
- Cairan berbau - jelaskan tanda dan gejala
busuk menurun infeksi
- Kadar sel darah - ajarkan mencuci tangan
putih membaik dengan benar
- Kultur area - anjurkan meningkatkan
luka membaik asupan nutrisi
- anjurkan meningkatka
asupan cairan
Kolaborasi
- kolaborasi
pemberian imunisasi, jika
perlu
4 Risiko perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan perdarahan
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan tindakan diharapkan tingkat - Monitor tanda dan gejala
pembedahan perdarahan menurun. perdarahan
Kriteria hasil: - Monitor nilai
- Membrane mukosa hematokrit/homoglobin
lembab meningkat sebelum dan setelah
- Kelembaban kulit kehilangan darah
meningkat - Monitor tanda-tanda vital
- Frekuensi nadi ortostatik
membaik Monitor koagulasi (mis.
- Pola nafas membaik Prothombin time (TM),
- Tekanan darah partial thromboplastin
membaik time (PTT), fibrinogen,
degradsi fibrin dan
atauplatelet)
Terapeutik
- Pertahankan bed rest
selamaperdarahan

19
- Batasi tindakan invasif,
jikaperlu
- Gunakan kasur pencegah
dikubitus
- Hindari pengukuran suhu
rektal
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
- Anjurkan mengunakan
kaus kaki saat ambulasi
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
- Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan
- Anjurkan meningkatkan
asupan makan dan vitamin
K
- Anjrkan segera melapor
jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
obat dan mengontrol
perdarahan, jikaperlu
- Kolaborasi pemberian
prodok darah, jikaperlu
- Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jikaperlu
5 Ansietas b.d. krisis Luaran Utama: 1.09326 Terapi Relaksasi
Observasi:
situasional, kurang - Tingkat ansietas
- Identifikasi penurunan
terpapar informasi Luaran Tambahan:
- Dukungan sosial tingkat energy,
- Tingkat pengetahuan Ketidakmampuan
- berkonsentrasi, atau

Setelah dilakukan gejala lain yang


tindakan keperawatan mengganggu
selama 1x24 jam kemampuan kognitif
- Identifikasi teknik
L.09093 Tingkat
Ansietas dengan kriteria relaksasi yang pernah
hasil: efektif digunakan
- Identifikasi kesediaan,
- Verbalisasi khawatir
akibat kondisi yang kemampuan, dan
dihadapi: 5 penggunaan teknik
(menurun) sebelumnya
- Periksa ketegangan
- Perilaku gelisah: 5
(menurun) otot, frekuensi nadi,
- Perilaku tegang: 5
tekanan darah, dan suhu
(menurun) sebelum dan sesudah
- Konsentrasi: 5
latihan
- Monitor respons

20
(membaik) terhadap terapi
- Pola tidur: 5 relaksasi
(membaik) Terapeutik:
- Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
- Berikan informasi
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
- Gunakan pakaian
longgar
- Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama
- Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika perlu
Edukasi:
- Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. Music,
meditasi, nafas dalam,
relaksasi otot progresif)
- Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi
yang dipilih
- Anjurkan mengambil
posisi yang nyaman
- Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
- Anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
dipilih
- Demonstrasikan dan
latih teknik relaksasi
(mis. Nafas dalam,
peregangan, atau imajinasi
terbimbing)

21
6 Disfungsi seksual Setelah dilakukan Edukasi Seksualitas
berhubungan tindakan keperawatan Observasi:
dengan perubahan diharapkan fungsi seksual - Identifikasi kesiapan dan
fungsi/struktur meningkat. kemampuan menerima
tubuh. Kriteria hasil: informasi
- Kepuasan hubungan Terapeutik:
seksualmeningkat - Sediakan materi dan media
- Verbalisai aktivitas pendidikan kesehatan
seksual berubah - Jadwal pendidikan
menurun kesehatan sesuai
- Verbalisasi peran kesepakatan
seksual berubah - Baerikan kesempatan
menurun untuk bertanya
- Verbalisasi fungsi - Fasilitasi kesadaran
seksual berubah keluarga terhadap anak
menurun dan remaja serta pengaruh
Media
Edukasi
- Jelaskan anatomi dan
fisiologi system
reproduksi laki-laki dan
perempuan
- Jelaskan perkembangan
seksualitas sepanjang
siklus kehidupan
- Jelaskan perkembangan
emosi masa anak dan
remaja
- Jelaskan pengaruh tekana
kelompok dan social
terhadap aktivitas seksual
- Jelaskan konsekuensi
negative mengasuh anak
pada usia dini
(mis.kemiskinan,
kehilangan karis dan
pendidikan)
- Jelaskan risiko tertular
penyakit menular seksual
dan AIDS akibat seks
bebas
- Anjurkan orang tua
menjadi educator
seksualitas bagi anak-
anaknya
- Anjurkan anak/remaja
tidak melakukan aktivitas
seksual diluarnikah
- Ajarkan keterampilan
komunikasi asertif untuk

22
menolak tekanan teman
sebaya dan social dalam
aktivitas seksual

BAB III
TINJAUAN KASUS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN JAMBI
JURUSN KEPERAWATAN
JL. Dr. Tazar No.05 Buluran Kenali Telanaipura Jambi Telp
(0741)65816

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Tanggal/Jam Masuk :22-12-2021 puku 11.30 Tanggal : 23-12-2021


RS Pengkajian

A BIODATA
.

23
1. Identitas Pasien
1. Nama : Tn.Z 5. Pekerjaan : Petani
2. Umur : 55 tahun 6. Tanggal Masuk : 22-12-2021
3. Alamat : Muara rutur rt.06 7. Diagnosis : BPH
kab sarolangun Medis
4. Pendidikan : SMA 8. No. Register : 983***
.............................
.......
2. Identitas P.Jawab
Nama : Ny.A Pendidikan : SMP
Umur : 51 tahun Pekerjaan : IRT
Alamat : Muara rutur rt.06 Hubungan dg Klien : Istri
kab. Sarolangun
.............................
.......
B RIWAYAT KEPERAWATAN
.
1. Riwayat penyakit sekarang
Klien masuk RSUD raden mattaher jambi melalui poli bedah pada tanggal 22-12-
2021 pukul 11.30 wib dengan keluhan nyeri saat BAK nyeri sudah di rasakan sejak
2 th yang lalu, nyeri hilang timbul skala nyeri 6, nyeri di rasakan pada area supra
pubik sampai ke pinggang belakang. klien mengatakan BAK tidak lancar dan
kadang sampai penuh pada kantong uretra namun tidak bisa BAK. Klien sudah
berobat ke RS sarolangun dan klien di pasangkan kateter untuk mengeuarkan urin
yang sudah menumpuk sebagai tindakan pertolongan pertama, selanjutnya klien di
rujuk ke RSU raden mattaher untuk mendapatkan tindakan lanjut, kien di
jadwalkan untuk operasi open prostatektomi tanggal 23-12-2021.

Pada saat pengkajian pada tanggal 23-12-2021 pukul 15.00


Klien baru selesai menjalankan tindakan pengangkatan jaringan kelenjar prostat
keadaan kien lemah, klien mengeluh nyeri pada area operasi tampak bekas op
tertutup kassa TD: 130/70 mmHg, Nadi : 84x/menit RR 24x/ menit nyeri di
rasakan menyebar skala nyeri 7 nyeri bertambah berat ketika klien bergerak dan
batuk, pasien mengatakan BAK menggunakan kateter sejak di RS sarolangun
sampai saat ini terhitung kurang lebih 10 hari, pasien mengatakan tidak merasakan
sensasi berkemih saat menggunakan kateter, pasien tampak terpasang kateter three
way, terpasang irigasi kateter, tampak urine bercampur darah pada urine bag,
stosel (+)

2. Riwayat penyakit masa lalu


Klien sudah merasakan masalah dalam BAK sejak 2 th yang lau bila terjadi retensi
urine klien ke RS sarolangun untuk di pasang kateter, klien selalu bolak balik ke
RS untuk memasang kateter
3. Riwayat Sosial
Klien tinggal di desa muara kutur yang cukup padat penduduknya di lingkungan
tempat tinggal klien tidak di ketahui apakah ada yang berpenyakit menular

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

24
Genogram

Klienmerupakananakpertamadari 7 bersaudara, tidakada yang


mempunyairiwayatpenyakitsepertiklien, dan tidakadariwayatpenyakitketurunan,
klientinggaldirumahmiliksendiridenganistri dan keempat orang anaknya.

Keterangan:
: Laki-laki

: Perempuan
: Tinggal di 1 Rumah

: Meninggal

: Pasien
C PENGKAJIAN BIOLOGIS
.
1. Rasa Aman dan Nyaman
Klien mengeluh nyeri pada bekas operasi prostatektomi skala nyeri 7 nyeri di
rasakan bila klien bergerak atau batuk nyeri yang dirasakan rasanya seperti
tersayat-sayat klien melakukan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi
nyeri

2. Aktivitas dan Istirahat


Sebelum sakit : klien rajin olahraga jalan kaki setiap habis sholat subuh dan tidak
menggunakan alat bantu dalam aktivitas
Saat sakit : seluruh aktivitas di bantu oleh keluarga dan perawat
3. Eliminasi
Eliminasi Urin
Sebelum sakit : sebelum di rawat klien mengelug nyeri saat BAK sedikit sedikit
dan masih bersisa
Saat sakit : saat di RS klien terpasang kateter urine (+) dan di lakukan irigasi
kandung kemih kontinyu ( spooling )
Eliminasi Feses
Sebelum sakit : klien biasa BAB 1,2 x sehari konsistensi lunak BAB normal
Saat sakit : klien belum BAB

4. Personal Hygiene

25
Sebelum sakit : klien biasa mandi 2- 3 x sehari dan rutin menggosok gigi
Saat sakit : klien mandi hanya di lap oleh istri
5. Istirahat
Sebelum sakit : saat dirumah klien biasa istirahat 2 jam pada siang hari dan
biasanya klien memanfaatkan waktu dengan menonton tv
Saat sakit : klien mengeluh susah untuk beristirahat karena suasana hospitalisasi
6. Tidur
Sebelum sakit : saat dirumah biasanya klien tidur pada pukul 22.00 wib dan sering
terbangundi malam hari karena rasa BAK yang tidak puas
Saat sakit : klien mengeluh sulit untuk tidur karena suasana hospitalisasi
7. Cairan
Sebelum sakit : klien biasa minum 6-8 jam gelas perhari klien biasa minum teh dan
air putih
Saat sakit : klien tidak ada pembatasan dalam cairan dan minum seperti biasa
8. Nutrisi
Sebelum sakit : klien biasa makan 3x sehari dengan nasi, lauk dan sayur kadang di
sertai dengan buah buahan
Saat sakit : klien makan nasi lunak 3x sehari dengan menu yang di sediakan oleh
tim gizi RS klien mengatakan tidak ada kesulitan dalam menelan makanan, klien
mengatakan mual akibat efek anestesi
9. Kebutuhan Oksigenasi dan Karbondioksida
Sebelum sakit : klien tidak mengalami kesulitan dalam bernafas, nafas reguler dan
klien tidak mempunyai kebiasaan merokok
Saat sakit : klien mengalami peningkatan frekuensi nafas akibat nyeri yang di
rasakan post operasi RR 26x/menit

10 Kardiovaskuler
.
Sebelum sakit : klien mengatakan tidak mempunyai riwayat nyeri dada dan klien
tidak menggunakan obat pacu jantung
Saat sakit : post operasi klien mengalami penurunan tekanan darah 90/70 mmHg N
: 100x/menit acral dingin, segera di lakukan loading cairan ivfd Rl 500cc, Tekanan
darah naik menjadi 130/80 mmHg

11 Seksualitas
.
Kondisi klien saat ini mempengaruhi fungsi seksual klien mempunyai 1 orang istri
dan 4 orang anak
D PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL
1. Psikologi
Klien sangat kooperatif saat di ajak berkomunikasi dan keluarga tampak saling
mendukung satu sama lain, kien tampak sabar dan berharap untuk kesembuhan
penyakitnya dan bersemangat untuk sembuh dari penyakit yang di deritanya saat
ini.
Klien mengatakan selama sakit tidak bisa menjalankan aktivitas normal klien
selalu mengontrol aktivitas dan pergerakannya
Klien selalu berterimakasih kepada perawat dan dokter yang sudah merawatnya
dan mempercayakan semua pengobatan pada dokter dan perawat

2. Hubungan Sosial

26
Klien tinggal di desa yang mayritas penduduknya adalah petani tidak terjadi
gangguan dalam konsep diri dan klien tidak menarik diri akibat penyakitnya atau
menggangap penyakit adalah beban
Tidak di ketahui apakah ada yang berpenyakit menular di lingkungan tempat
tinggal klien
3. Spiritual
Sebelum sakit : klien selalu menjalankan sholat 5 waktu tepat pada waktunya
Saat sakit : klien tidak bisa menjalankan ibadah dengan sempurnah, klien banyak
berdoa untuk kesembuhannya dan klien percaya bahwa penyakitnya ini adalah
ujian dari allah dan lebih sabar dalam menghadapinya.

E PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan umum lemah, wajah tampak meringis menahan nyeri pada luka post
operasi kesadaran composmentis GCS 15 ( E : 4 M: 6 V : 5)
TTV : TD: 130/80 mmHg, N : 94x/menit RR : 22X/menit S : 37
2. Pemeriksaan Cepalocaudal
Kepala : simetris, rambut hitam dan sebagian beruban, kulit kepala bersih, lesi (-)
Mata : penglihatan baik, sklera putih, konjungtiva anemis pupil isokor
Hidung : simetris, penciuman baik, mukosa hidung bersih NCH (-)
Mulut : kemampuan bicara baik dan jelas mukosa mulut lembab gigi bersih, tidak
ada lesi di bibir, lidah bersih

Leher
Bentuk simetris, gerakan refleks menelan (+) tidak ada pembengkakan getah
bening tidak ada pembesara JVP

Dada
Thorax ( sistem pernafasan ) pemeriksaan paru paru
Inspeksi: simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri kanan sama
Perkusi : terdengar vesikuler
Auskulitasi : ronchi, wheezing –
Pemeriksaan jantung ( sistem kariovaskuler )
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : kiri ictus atas ric II bunyi pekak
Auskultasi : irama jantung ireguler ( lup dup )

Abdomen
Inspeksi : perut datar tidak ada asates
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada bekas operasi
Perkusi : bunyi timpani
Auskultasi : bising usu (+) 10x

Genitalia
Terpasang kateter urine (+) kateter di traksi ke abdomen
Drip kateter dengan nacl 0,9 % 80 ptm

27
Ekstremitas Atas
Terpasang infus pada ekstremitas kiri atas kekuatan otot normal

Ekstremitas Bawah
Tidak ada edema pada kedua ekstremitas kekuatan otot normal

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi (tuliskan tanggal pemeriksaan, hasil, dan rentang nilai normal)
Thorax tanggal 13-12- 2021
Cor : CTR < 50 %
Art : normal
Paru : Tampak infiltral di perfus kanan kiri
Ke 2 sinus diafagma baik, tulang normal
Kesan : cor normal corakan bronkitis
2. Laboratorium (tuliskan tanggal pemeriksaan, hasil, dan rentang nilai normal)
DR tanggal 13-12-2021
Hb : 15,05 gr/dl (13,4-17,2)
Ht : 44,4 % ( 34,5 – 54 )
Plt : 279 ( 150- 450)
Wbc : 7,89
Penandan tumor tanggal 13 – 12- 2021
PSA : 7,25 mg/ml
< 40 tahun ( 0,21- 1,72 )
50-59 tahun( 0,9- 3,42 )
60-69 tahun ( 0,22- 6, 10)
> 69 tahun ( 0,21-6,77)
DR post operasi tanggal 23 -12 -2021
Hb : 13,6 gr/dl
Ht : 38,5
Plt : 280
WBC : 14,9
3. EEG, ECG, EMG, USG, CT-SCAN (tuliskan tanggal pemeriksaan, hasil, dan
rentang nilai normal)
USG tanggal 13-12-2021
Usg ginjal hidronefrosis (-)
Buli reguler
Vol prostat = 113 ml
G TERAPI YANG DIBERIKAN
1. Oral
Tidak ada

2. Parenteral
Ivfd nacl 0,9 % 500 ml
Inj cefriaxon 2x 1 gr
Inj ketorolac 3x 30 mg
Inj omz 2x 40 mg
Vit k 3x 10mg

28
Jambi, 23 -12- 2021
Mahasiswa

Kelompok.

ANALISA DATA

NO. DATA PENYEBAB MASALAH


1. DS: Agen pencedera fisik Nyeri akut
P: post operasi prostatektomi (kondisi pembedahan)
Q: rasanya seperti tertusuk-tusuk
R: pada perut bekas luka operasi
S: skala 7
T: terjadi secara mendadak, nyeri
bertambah berat ketika klien
bergerak dan batuk,

29
DO:
 Wajah tampak meringis
 Klien bersikap protektif
(mengurangi gerakan yang dapat
memicu nyeri)
 Frekunsi nadi 98 x/menit
 Klien sulit tidur

2. DS: - Faktor resiko Risiko perdarahan


DO: - Kurang terpapar
informasi tentang
pencegahan pendarahan

3. DS: - Faktor resiko Risiko infeksi


DO: - Efek prosedur invasif

4. DS: Kurang Defisit pengetahuan


Klien menanyakan tentang tepaparinformasi
kondisi kesehatannya, perawatan
luka dan perawatan kateter
DO:
Wajah tampak kebingungan

DIAGNOSA KEPERAWATAN

TGL/
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF
JAM

30
1 23- Nyeri akut b.d Agen pencedera fisik (kondisi pembedahan) d.b.d
12- Pasien mengeluh nyeri pada bekas operasi, wajah tampak
2021 meringis, klien bersikap protektif (mengurangi gerakan yang dapat
14.00 memicu nyeri), Frekunsi nadi 98 x/menit, Klien sulit tidur

Kelompok

2 23- Resiko perdarahan d.b.d faktor resiko tindakan pembedahan


12-
2021
14.15
Kelompok

3 23- Resikoinfeksi d.b.d faktor resiko efek prosedur invasif


12-
2021
14.30
Kelompok

4 23- Defisit pengetahuan b.d Kurang tepapar informasi d.d Klien


12- menanyakan tentang kondisi kesehatannya, perawatan luka dan
2021 perawatan kateter, Wajah tampak kebingungan
14.35
Kelompok

INTERVENSI KEPERAWATAN

JAM/
NO DIAGNOSA TUJUAN SIKI PARAF
TGL

31
1 23/12/ Nyeri Akut Setelah MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
2021 (D.0077) dilakukan
15.00 Tindakan 1. Observasi
keperawatan  lokasi, karakteristik, durasi,
selama 3x24 jam frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
diharapkan, nyeri  Identifikasi skala nyeri
berkurang  Identifikasi respon nyeri non
dengan kriteria verbal
hasil:  Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
- Keluhan nyeri nyeri
menurun 2. Terapeutik
- Wajah rileks  Berikan teknik
- Sikap nonfarmakologis untuk mengurangi
protektif rasa nyeri (mis.relaksasinafasdalam
menurun dan distraksi)
- Frekuensi nadi  Kontrol lingkungan yang
membaik memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

32
2 23- Risiko Setelah PENCEGAHAN PERDARAHAN (I.02067)
12- perdarahan dilakukan
2021 Tindakan 1. Observasi
15.25 keperawatan  Monitor tanda dan gejala pendarahan
selama 3x24 jam  Monitor nilai hematokrit/hemoglobin
diharapkan sebelum dan setelah kehilangan darah
tingkat 2. Terapeutik
pendarahan  Batasi tindakan invasif, jika perlu
menurun dengan 3. Edukasi
kriteria hasil:  Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
 Anjurkan untuk meningkatkan asupan
- Pendarahan cairan untuk menghindari konstipasi
pasca  Anjurkan untuk meningkatkan asupan
operasi makanan dan vitamin K
menurun  Anjurkan segera melapor jika terjadi
pendarahan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat pengontrol
pendarahan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika
perlu

3 23/12/ Risiko Infeksi Setelah PENCEGAHAN INFEKSI (I.14539)


2021 dilakukan 1. Observasi
15.45 Tindakan
keperawatan  Monitor tanda dan gejala infeksi local
selama 3x24 jam dan sistemik
diharapkan
tingkat infeksi 2. Terapeutik
menurun dengan • Batasi kontak dengan orang lain,
kriteria hasil: • pakai alat pelindung diri,
• cuci tangan sbelum dan setelah aktifitas
- tanda-tanda
memakai sabun dan air mengalir,
infeksi tidak
• berikan perawatan luka dan daerah kulit
ada
yang oedem.
- Mencapai
proses
3. Edukasi
penyembuhan
secara optimal
• Jelaskan tanda dan gejala infeksi,

• anjurkan meningkatkan asupan nutrisi


dan cairan,
4 23/12/ Defisit Setelah EDUKASI KESEHATAN (I.12383)
2021 pengetahuan dilakukan 1. Observasi:
16.00 Tindakan  Identifikasikesiapan dan
keperawatan kemampuanmenerimainformasi
selama 30 menit,2. Terapeutik 
diharapkan  Sediakanmateri dan media kesehatan
tingkat  Jadwalkanpendidikankesehatansesuaik
pengetahuan esepakatan

33
meningkat,  Berikankesempatanuntukbertanya
dengan kriteria3. Edukasi
hasil:  Jelaskanfaktorrisikoyang 
mempengaruhikesehatan
-Klien mengerti
 Ajarkanperilakuhidupbersih dan sehat
tentang proses
penyakit dan
perawatannya

IMPLEMENTASI

NO TGL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF


DX

34
1 23/12/2021  Mengidentifikasi lokasi, durasi, karakteristik,
16.10 frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri (lokasi nyeri
pada bekas luka operasi yaitu pada abdomen bawah
area supra pubis, nyeri seperti tersayat, durasi 2
menit, frekuensi sering)
 Mengidentifikasi skala nyeri (skala nyeri 7)
 Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri (nyeri terasa berat Ketika batuk
dan merubah posisi)
 Mengajarkan teknik non farmakologi (relaksasi nafas
dalam)

2 23/12/2021  Memonitor tanda dan gejala pendarahan (urine


16.30 tampak berwarna merah)
 menganjurkan untuk meningkatkan asupan makanan
dan vitamin K (sayur-sayuran hijau, buah-buanhan)
 Menganjurkan segera melapor jika terjadi
pendarahan yang banyak
3 23/12/2021  Membatasi jumlah pengunjung (hanya boleh satu
17.00 orang yang bisa menjaga pasien)
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
lingkungan pasien
 Menjelaskan tanda dan gejala infeksi luka tampak
kemerahan, demam, rasa sakit, luka terasa panas,
edema, adanya pus ( klien dan keluarga mengerti
tanda-tanda infeksi)
 Menganjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi
dan cairan
4 23/12/2021  Mengidentifikasi kesiapan menerima informasi
17.30 (klien belum siap karena masih merasakan nyeri)
 Menjadwal kan pendidikan kesehatan sesuai dengan
kesepakatan ( penkes dijadwalkan sore jum’atjam
15.00)

IMPLEMENTASI

NO TGL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF


DX

35
1 24/12/2021  Mengidentifikasi skala nyeri (skala nyeri 6)
15.00  Menganjurkan klien untuk melakukan teknik non
farmakologi relaksasi nafas dalam dan teknik
distraksi (klien mengatakan nyeri sedikit berkurang
dengan melakukan teknik relaksasi nafas dalam)
 Berkolaborasi dalam pemberian analgesik (nyeri
berkurang dengan pemberian injeksi iv 3x30 mg)
2 24/12/2021  Memonitor tanda dan gejala pendarahan (urine
15.30 tampak masih berwarna merah)
 menganjurkan untuk meningkatkan asupan makanan
dan vitamin K (sayur-sayuran hijau dan sayur-
sayuran)
 Menganjurkan segera melapor jika terjadi
pendarahan yang banyak
3 24/12/2021  Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
16.00 sistemik (bekas operasi masih tertutup kassa, tidak
ada edema dan kemerahan disekitar area luka yang
tertutup kassa)
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
 Mengajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Menganjurkan untuk tetap meningkatkan nutris dan
cairan
4 24/12/2021  Memberikan pendidikan kesehatan tentang
16.30 perawatan dirumah (memberikan penkes tentang
teknik bladder training)
 Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya
(klien bertanya tentang perawatan kateter dan
bladder training, proses penyakit serta perawatan
dirumah)
 Mengajarkan perilaku hidup bersih dan sehat (klien
mengerti tentang pentingnya PHBS)

IMPLEMENTASI

NO TGL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF


DX

36
1 25/12/2021  Mengidentifikasi skala nyeri (skala nyeri 4)
16.00  Menganjurkan untuk melakukan teknik non
farmakologi (relaksasi nafas dalam) bila rasa nyeri
muncul
 Memfasilitasi istirahat dan tidur (klien sudah bisa
istirahat dan tidur karena rasa nyeri berkurang)
2 25/12/2021
16.30  Memonitor tanda dan gejala pendarahan (urine
tampak kuning)
 menganjurkan untuk meningkatkan asupan makanan
dan vitamin K (sayur-sayuran hijau)
 Menganjurkan segera melapor jika terjadi
pendarahan yang banyak
3 25/12/2021  Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
17.00 sistemik (pada saat peggangian balutan tidak terdapat
tanda-tanda infeksi, luka tampak kering, dan tidak
ada pus)
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
 Mengajarkan cara memerikasa kondisi luka post op
(klien dan keluarga memahami cara memeriksa
kondisi luka post op)

EVALUASI

DIAGNOSIS TGL/JAM CATATAN PERKEMBANGAN PARAF


KEPERAWATAN
Nyeri akut 23/12/21 S: klien mengeluh nyeri pada luka operasi
16.25
O: wajah tampak meringis, klien bersikap
protektif,HR ↑: 98x/m, skala nyeri 7

37
A: masalah keperawatan belum teratasi

P: lanjutkan intervensi keperawatan


 Menajemen nyeri
Resiko perdarahan 23/12/21 S: -
16.40
O: urine pasien tampak berwarna merah

A: masalah keperawatan belum teratasi

P: lanjutkan intervensi keperawatan


 Pencegahan pendarahan

Resiko infeksi 23/12/21 S: -


17.20
O: tampak luka post op tertutup kassa,
klien terpasang kateter, cairan irigasi
kateter berwarna merah

A: masalah keperawatan belum teratasi

P: lanjutkan intervensi keperawatan


 Pencegahan infeksi

defisitpengetahuan 23/12/21 S: klien menanyakan tentang


17.45 kesehatannya, perawatan luka dan
perawatan kateter

O: klien tampak bingung

A: masalah keperawatan belum teratasi

P: lanjutkan intervensi keperawatan


 Edukasi kesehatan
 Jadwalkan penkes, sabtu 24/12/2021

EVALUASI

DIAGNOSIS TGL/JAM CATATAN PERKEMBANGAN PARAF


KEPERAWATAN
Nyeri akut 24/12/21 S: klien mengatakan nyeri masih terasa
16.30
O: wajah tampak meringis, klien masih
bersikap protektif, skala nyeri 6

38
A: masalah keperawatan belum teratasi

P: lanjutkan intervensi keperawatan


 Menajemen nyeri
Resiko perdarahan 24/12/21 S: -
16.45
O: urine pasien tampak masih berwarna
merah

A: masalah keperawatan belum teratasi

P: lanjutkan intervensi keperawatan


 Pencegahan pendarahan

Resiko infeksi 24/12/21 S: -


17.15
O: tampak luka post op tertutup kassa,
klien terpasang kateter, cairan irigasi
kateter berwarna merah

A: masalah keperawatan belum teratasi

P: lanjutkan intervensi keperawatan


 Pencegahan infeksi
Defisit pengetahuan 24/12/21 S: klien mengerti tentang masalah
17.25 kesehatannya, perawatan luka, perawatan
kateter, dan teknik bladder training

O: klien tampak antusias dan


menampakkan minat yang tinggi untuk
belajar

A: tujuan tercapai, tingkat pengetahuan


pasien meningkat

P: lanjutkan intervensi keperawatan


Edukasi kesehatan

EVALUASI

DIAGNOSIS TGL/JAM CATATAN PERKEMBANGAN PARAF


KEPERAWATAN
Nyeri akut 25/12/21 S: klien mengatakan nyeri sudah
15.00 berkurang

O: k/u sedang, wajah tampak tenang,

39
skala nyeri 4

A: masalah keperawatan teratasi


sebagian

P: lanjutkan intervensi keperawatan


 Anjurkan teknik relaksasi bila
nyeri muncul
Resiko perdarahan 25/12/21 S: -
15.30
O: urine pasien tampak berwarna
merah muda

A: masalah keperawatan teratasi


sebagian

P: lanjutkan intervensi keperawatan


Pencegahan pendarahan

Resiko infeksi 25/12/21 S: -


16.05
O: luka post op tampak kering, tidak
ada pus, tidak ada kemerahan sekitar
luka

A: tujuan tercapai (tidak terjadi


infeksi pada luka post op)

P: lanjutkan intervensi keperawatan


 Pencegahan infeksi

BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Kasus
Berdasarkan data fokus yang didapatkan dari pengkajian pada pasien Tn. Z, laki –
laki, umur 55 tahun keluhan utama yang ditemukan yaitu Klien masuk RSUD raden mattaher

40
jambi melalui poli bedah pada tanggal 22-12-2021 pukul 11.30 wib dengan keluhan nyeri
saat BAK nyeri sudah di rasakan sejak 2 th yang lalu, nyeri hilang timbul skala nyeri 6, nyeri
di rasakan pada area supra pubik sampai ke pinggang belakang. klien mengatakan BAK tidak
lancar dan kadang sampai penuh pada kantong uretra namun tidak bisa BAK. Klien sudah
berobat ke RS sarolangun dan klien di pasangkan kateter untuk mengeuarkan urin yang sudah
menumpuk sebagai tindakan pertolongan pertama, selanjutnya klien di rujuk ke RSU raden
mattaher untuk mendapatkan tindakan lanjut, kien di jadwalkan untuk operasi open
prostatektomi tanggal 23-12-2021.
Pada saat pengkajian pada tanggal 23-12-2021 pukul 15.00
Klien baru selesai menjalankan tindakan pengangkatan jaringan kelenjar prostat
keadaan kien lemah, klien mengeluh nyeri pada area operasi tampak bekas op tertutup kassa
TD: 130/70 mmHg, Nadi : 84x/menit RR 24x/ menit nyeri di rasakan menyebar skala nyeri 7
nyeri bertambah berat ketika klien bergerak dan batuk, pasien mengatakan BAK
menggunakan kateter sejak di RS sarolangun sampai saat ini terhitung kurang lebih 10 hari,
pasien mengatakan tidak merasakan sensasi berkemih saat menggunakan kateter, pasien
tampak terpasang kateter three way, terpasang irigasi kateter, tampak urine bercampur darah
pada urine bag, stosel (+)
Hal ini memiliki kesuaian dengan teori Tanto (2014) bahwa pasien dengan Benign
Prostatic Hyperplasia (Bph) mengalami bak tidak lancar saat miksi pasien harus menunggu
sebelum urin keluar , Harus mengedang saat mulai miksi dan Kurangannya kekuatan dan
pancaran urine.Selain itu Menurut Haryono (2012) pada pasien yang telah di lakukan
tindakan operasi open prostatektomi pasien mengeluh nyeri mengalami nyeri karena adanya
clot darah/gumpalan darah dikandung kencing sehingga dapat menyumbat kateter. Clots
tersebut merupakan sisa-sisa jaringan hasil reseksi didalam. Gumpalan darah dapat
menyebabkan nyeri jika clot darah/ gumpalan darah sangat banyak sehingga kandung
kencing sangat teregang. Nyeri disebabkan karena cairan irigasi dari penampung tetap
menetes sedangkan aliran kateter kebawah tidak lancar, sehingga kandung kencing penuh.
Diagnosa keperawatan yang di angkat yaitu nyeri akut b.d agen pencidera fisik,
gangguan eliminasi b.d efek tindakan pembedahan Resiko perdarahan d.b.d faktor resiko
tindakan pembedahan, Resiko infeksi d.b.d faktor resiko efek prosedur invasif, Defisit
pengetahuan b.d Kurang tepapar informasi Dari keempat diagnosa yang telah dirumuskan,
kelompok membuat prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang harus segera
ditangani. Oleh karena itu prioritas diagnosa keperawatan yang kelompok tegakkan adalah
yaitu gangguan eliminasi urine b.d efek tindakan pembedahan d.b.d pasien mengatakan BAK

41
menggunakan kateter sejak di RS sarolangun sampai saat ini terhitung kurang lebih 10 hari,
pasien mengatakan tidak merasakan sensasi berkemih saat menggunakan kateter, pasien
tampak terpasang kateter three way, terpasang irigasi kateter, tampak urine bercampur darah
pada urine bag, stosel (+).
Rencana tindakan keperawatan di fokuskan pada masalah Gangguan eliminasi urine
b.d efek tindakan pembedahan tindakan keperawatan yang meliputi Memonitor
Keseimbangan cairan (intake:1000 cc output: 800 cc Sejak satu jam setelah operasi)
Memeriksa aktivitas dan mobilitas/posisi kateter (terfiksasi ke arah abdomen)
Memonitor cairan irigasi yang keluar (cairan masuk dan cairan keluar seimbang)
Menggunakan cairan isotonis untuk irigasi kandung kemih (cairan nacl 0,9% 80 drip
kateter) , Menjaga privasi klien dengan memasang skerem, Mengosongkan kantong urine

42
B. Review Article / EBN (Evidence Based Nursing)
1. P : Pasca Operasi Pada Penderita Benign Prostat Hyperplasia
I : Teknik Relaksasi Benson
C : Tidak ada Intervensi Pembanding
O : Penurunan Skala Nyeri
2. Pertanyaan Klinik:
Pada pasien Pasca Operasi Pada Penderita Benign Prostat Hyperplasia, apakah
pemberian Teknik Relaksasi Benson dapat menurunkan Skala Nyeri?
Artikel yang dipilih:
The Effect of Benson Relaxation Technique on a Scale Of Postoperative Pain in Patients
with Benign Prostat Hyperplasia at RSUD dr. H Soewondo Kendal
“Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Skala Nyeri Pasca Operasi Pada Penderita
Benign Prostat Hyperplasia Di RSUD dr. H Soewondo Kendal”
Analisis Singkat Artikel
Judul The Effect of Benson Relaxation Technique on a Scale Of
Artikel Postoperative Pain in Patients with Benign Prostat Hyperplasia
at RSUD dr. H Soewondo Kendal
Peneliti Arifianto, Dwi Nur Aini, Novita Diana Wulan Sari
Tahun 2019
Desain Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu
Penelitian (quasy experiment) dengan desain pre and post test without
control.
Jumlah Populasi dalam penelitian ini adalah pasien post operasi BPH
Sampel sebanyak 32 pasien di Ruang Kenanga RSUD dr. H Soewondo
Kendal pada bulan Juni sampai Agustus 2018 yang diambil
dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan
menggunakan Uji Non Parametrik Wilcoxon Match Pair Test
karena sakala data ordinal.
Instrument Instrumen dalam penelitian menggunakan koesioner, Lembar
penelitian observasi skala nyeri dengan menggunakan Numeric Rating
Scale, Stopwatch, dan Teknik terapi relaksasi Benson.
Intervensi Teknik Relaksasi Benson dilakukan pada saat setelah

43
pemberian analgesic selama 8 jam. Saat sebelum dan setelah
diberikannya teknik relaksasi Benson dilakukan pengukuran
skala nyeri dengan skala penilaian nyeri numerik.
Outcome Mengetahui apakah ada pengaruh teknik relaksasi Benson pada
skala nyeri pasca operasi pada pasien dengan prostat jinak
Hiperplasia
Kontrol Tidak ada

Kesimpulan Hasil:
Hasil Hasil penelitian diperoleh nilai p value sebesar 0,000 < 0,05
yang berarti H0 ditolak sedangkan Ha diterima, sehingga
disimpulkan Ada pengaruh terapi relaksasi Benson terhadap
skala nyeri pada pasien post operasi Benigna Prostat
Hiperplasia.
Hasil penelitian juga diketahui bahwa responden mengalami
penurunan skala nyeri setalah diberikan terapi relaksasi benson
yaitu rata-rata nyeri responden sebelum diberikan terapi
sebesar 5,00 dan setelah diberikan terapi relaksasi benson rata-
rata nyeri menurun menjadi 3,06.
Kesimpulan:
Terdapat pengaruh teknik relaksasi benson pada skala nyeri
pasca operasi pada pasien dengan Benign Prostat Hyperplasia
di RSUD dr. H Soewondo Kendal.

C. Rancang Ide-Ide Baru


BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran
urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2013). Pembedahan terbuka
(prostatectomy) adalah suatu tindakan pembedahan yang dilakukan jika prostat terlalu besar
diikuti oleh penyakit penyerta lainnya, dan adanya adenoma yang besar. Pembedahan
direkomendasikan pada pasien BPH yang tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi
medikamentosa (Prabowo & Pranata, 2014).
Menurut Potter & Perry (2006) setiap tindakan pembedahan akan timbul masalah

44
infeksi luka akibat prosedur insisi. Luka ini kan merangsang terjadinya respon nyeri. Nyeri
akut merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3bulan (Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Nyeri
sering kali dikaitkan dengan kerusakan pada tubuh yang merupakan peringatan terhadap
adanya ancaman yang bersifat aktual atau potensial. Kebutuhan terbebas dari rasa nyeri
merupakan salah satu kebutuhan dasar yang merupakan tujuan diberikannya asuhan
keperawatan pada pasien. Penting bagi perawat untuk memahami makna nyeri bagi setiap
individu.
Strategi penangan nyeri atau lebih dikenal dengan manajemen nyeri adalah suatu
tindakan untuk mengurangi nyeri. Penatalaksanaannya sendiri dibagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan nyeri farmakologi dan non farmakologi. Manajemen nyeri dapat dilakukan
oleh berbagai disiplin ilmu diantaranya adalah dokter, perawat, bidan, fisioterapis, pekerja
sosial, dan masih banyak lagi disiplin ilmu yang dapat melakukan manajemen nyeri
(Andarmoyo, 2013). Salah satu teknik yang sering digunakan dalam penangan nyeri adalah
teknik relaksasi. Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari
ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Teknik relaksasi
yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat
memejamkan mata dan bernafas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat
dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi dan
ekshalasi. Terapi relaksasi biasa diberikan dalam rentang waktu 5- 15 menit (Andarmoyo,
2013). Teknik relaksasi saat ini terus dikembangkan menjadi beberapa teknik, salah satunya
adalah relaksasi benson.
Relaksasi benson adalah teknik relaksasi yang diciptakan oleh Herbert Benson.
Relaksasi benson merupakan relaksasi yang menggabungkan antara teknik respons relaksasi
dan system keyakinan individu atau faith factor (difokuskan pada ungkapan tertentu berupa
nama-nama Tuhan, atau kata yang memiliki makna menenangkan bagi pasien itu sendiri)
yang diucapkan berulang-ulang dengan ritme teratur disertai sikap pasrah. Relaksasi
bertujuan untuk mengatasi atau mengurangi kecemasan, menurunkan ketegangan otot dan
tulang, serta secara tidak langsung dapat mengurangi nyeri dan menurunkan ketegangan yang
berhubungan dengan fisiologi tubuh. Pelatihan relaksasi bertujuan untuk melatih pasien agar
dapat mengkondisikan dirinya untuk mencapai suatu keadaan rileks. Pada saat seseorang
sedang mengalami ketegangan dan kecemasan, saraf yang bekerja adalah system saraf
simpatis (berperan dalam meningkatkan denyut\ jantung). Pada saat relaksasi yang bekerja

45
adalah system saraf parasimpatis. Dengan demikian, relaksasi dapat menekan rasa tegang dan
rasa cemas dengan cara resiprok (saling berbalasan) sehingga timbul counter conditioning
dan penghilangan nyeri serta kecemasan yang dialami seseorang (Solehati & Kosasih, 2015).
Penelitian oleh Putu Indah dan Ni Made Dwi (2018) penelitian ini merupakan
penelitian Pra Eksperimen yaitu menggunakan rancangan One Group Pre-Test Post-Test
dimana penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan Pre-Test terlebih dahulu sebelum
diberikan intervensi, setelah itu diberikan intervensi, kemudian dilakukan Post-Test di ruang
Kamboja RSUD Kabupaten Buleleng, dengan 11 responden diberikan terapi relaksasi
benson selama 10 menit 2 kali dalam sehari (pagi dan sore) selama 2-4 hari pada pasien post
operasi BPH, peneliti melakukan penilaian terhadap intensitas nyeri dengan menggunakan
lembar observasi Bourbanis.. Adapun perubahan yang di amati adalah intensitas nyeri.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 11 responden rata-rata intensitas nyeri
pasien post operasi BPH sebelum pemberian relaksasi benson adalah 5,27 (nyeri sedang),
Standar Deviation 0,786, dan Standar Error Mean 0,237. Setelah diberikan terapi relaksasi
benson selama 10 menit 2 kali dalam sehari (pagi dan sore) selama 2-4 hari pada pasien post
operasi BPH, peneliti melakukan penilaian terhadap intensitas nyeri dengan menggunakan
lembar observasi Bourbanis. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 11 responden rata-rata
intensitas nyeri pasien post operasi BPH sesudah pemberian relaksasi benson adalah 3,82
(nyeri ringan), Standar Deviation 0,982, dan Standar Error Mean 0,296. Hal ini mengalami
penurunan intensitas nyeri setelah di berikan terapi relaksasi benson. Hasil uji analisa data
dengan menggunakan uji paired t-test menunjukan bahwa hasil sig. (2-tailed) atau nilai p
0.000 dan nilai thitung 9,283 > nilai ttabel 2,228 karena nilai p lebih kecil dari 0,05 (p<α)
hipotesis nol (H0) ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi relaksasi
benson terhadap intensitas nyeri pasien post operasi BPH di Ruang Kamboja RSUD
Kabupaten Buleleng.
Selain itu hasil penelitian dari Arifianto, Dwi Nur Aini, dan Novita Diana Wulan Sari
(2019) dengan judul The Effect of Benson Relaxation Technique on a Scale Of Postoperative
Pain in Patients with Benign Prostat Hyperplasia at RSUD dr. H Soewondo Kendal pada 32
pasien post operasi BPH di Ruang Kenanga RSUD dr. H Soewondo Kendal pada bulan Juni
sampai Agustus 2018 yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan
menggunakan Uji Non Parametrik Wilcoxon Match Pair Test karena sakala data ordinal.
Instrumen dalam penelitian menggunakan koesioner, Lembar observasi skala nyeri dengan
menggunakan Numeric Rating Scale, Stopwatch, dan Teknik terapi relaksasi Benson.
Didapatkan hasil penelitian bahwa responden mengalami penurunan skala nyeri setelah

46
diberikan terapi relaksasi benson yaitu rata-rata nyeri responden sebelum diberikan terapi
sebesar 5,00 dan setelah diberikan terapi relaksasi benson rata-rata nyeri menurun menjadi
3,06.
Pelatihan relaksasi bertujuan untuk melatih pasien agar dapat mengkondisikan dirinya
untuk mencapai suatu keadaan rileks. Pemberian terapi benson kepada responden yang
seluruhnya beragama Islam, maka terapi benson diberikan dengan cara membimbing
responden untuk berdoa seperti biasa dilakukan seperti menyebut nama Allah. Terapi benson
ini dengan mengucapkan Subhanallah (Maha suci Allah), Alhamdullilah (segala puji bagi
Allah), Allahuakbar (Allah Maha Besar), Lailaha-illallah (Tiada Tuhan selain Allah ) dengan
nada suara rendah dan berulang - ulang dalam waktu 15 menit. Pada proses meditasi terapi
benson ini konsentrasi pikiran dilakukan pada Allah secara terus menerus, tanpa henti dan
secara sadar serta dilakukan dengan totalitas baik kognitif atau emosional terhadap Allah
SWT. Terapi benson yang dilakukan pasien sebagai bentuk relaksasi untuk mencegah
stimulus nyeri masuk kedalam otak sangat bermanfaat untuk membantu pasien mengontrol
nyeri pasca operasi BPH (Arifianto, dkk. 2019).
Dari hasil penelitian tersebut, dapat kita pahami bahwa terapi nonfarmakologis dalam
hal ini relaksasi benson sangat berguna bagi pasien post operasi BPH yang mengalami nyeri,
begitu pula dengan penilitian lainnya yang menunjukkan hasil yang sama. Untuk itu kita
sebagai perawat dapat melakukan intervensi manajemen nyeri dengan menggunakan Teknik
nonfarmakologis yaitu Teknik relaksasi benson.

BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Setelah kelompok melakukan asuhan keperawatan pada Tn. Z post open prostatektomi di
Ruang Bedah RSUD Raden Mattaher Jambi, maka kelompok menarik kesimpulan:
1. Hasil dari pengkajian ditemukan pada Tn. Z memiliki kesesuaian dengan teori
yaitu dari hasil pengkajian didapatkan identitas Tn. Z, berusia 55 tahun, klien masuk
RS dengan keluhan keluhan nyeri saat BAK nyeri sudah di rasakan sejak 2 th yang
lalu, nyeri hilang timbul skala nyeri 6, nyeri di rasakan pada area supra pubik sampai
ke pinggang belakang. klien mengatakan BAK tidak lancar dan kadang sampai
penuh pada kantong uretra namun tidak bisa BAK. Dan akan di lakukan tindakan
operasi open prostatektomi, saat pengkajian klien post open prostatektomi hari

47
pertama mengeluh nyeri.
2. Penentuan diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. Z dilakukan melalui
penentuan data senjang yang diperoleh. Diagnosa yang ditemukan pada Tn. Z yaitu
nyeri akut b.d agen pencidera fisik, Resiko perdarahan d.b.d faktor resiko tindakan
pembedaha, Resikoinfeksi d.b.d faktor resiko efek prosedur invasif, Defisit
pengetahuan b.d Kurang tepapar informasi.
3. Perencanaan keperawatan disusun sesuai dengan masalah yang ditemukan pada
Tn. Z. Perencanaan berupa tindakan yang akan dilakukan untuk mencegah masalah
yang belum terjadi dan mengurangi akibat yang ditimbulkan dari masalah yang
sudah terjadi. Perencanaan yang dilakukan oleh penulis yaitu tindakan observasi,
terapeutik, edukasi, dan kolaborasi. Inovasi dari perencanaan yang disusun adalah
teknik relaksasi benson
4. Implementasi mengacu pada intervensi yang sudah direncanakan dan dilakukan
selama 3 hari. Implementasi difokuskan pada tindakan teknik relaksasi benson pada
pasien post open prostatektomi
5. Evaluasi dilakukan selama 3 hari untuk melihat perkembangan kondisi klien,
masalah yang ditemukan pada klien setelah dilakukan evaluasi adalah ketiga
masalah teratasi, dilihat dari data melaporkan nyeri hilang, melaporkan merasakan
sensasi berkemih, kateter sudah dilepas, dan tidak ada tanda-tanda infeksi.

B. Saran
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan maka penulis memberikan
beberapa saran sebagai berikut dalam memberikan tindakan keperawatan tidak harus
sesuai dengan apa yang ada pada teori, akan tetapi harus sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pasien serta menyesuaikan dengan kebijakan dari rumah sakit.

48
DAFTAR PUSTAKA

Black, J & Hawks. (2014). Medical Surgical Nursing vol 2. Jakarta: Salemba Medika.

Budaya, T. N., & Daryanto, B. (2019). A To Z BPH (Benign Prostatic Hyperplasia).


Malang: UB Press.

Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (Handbook for Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing) Edisi 12. Jakarta: EGC

Duarsa, G. W. K. (2020). Luts, Prostatitis, Bph Dan Kanker Prostat. Surabaya: Airlangga
University Press.

Harmilah. (2020). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Haryono, Rudi. (2012). Keperawatan Medical Bedah System Perkemihan. Yogyakarta:


Rapha Publishing.

Haryanto, H & Rihiantoro, T. (2016). Disfungsi ereksi pada penderita benign prostate
hyperplasia (BPH) Dirumah Sakit Kota Bandar Lampung. Jurnal Keperawatan,
Volume XII, No. 2

Jitowiyono, S dan Kristiyanasari, W. (2012). Asuhan Keperawatan Post Operasi.


Yogyakarta: Nuha Medika

Kementrian Kesehatan RI. (2018). Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia.
Jakarta: Kemenkes RI

Muttaqin, Arif; Sari, Kumala. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish.

PPNI, & Tim Pokja SDKI DPP. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) (I). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, & Tim Pokja SDKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

PPNI, & Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

49
Presti JC, Shinohara K, & Carrol PR. (2013). Neoplasms of the prostate glad in:
McAninch JW, Lue TF, editors. Smith & Tanagho's general urology. 18th edition
New York: Mc Graw Hill. p.350-6.

Purnomo, B.B. (2011).Dasar-Dasar Urologi. Edisi 3.Jakarta: Sagung Seto.

Putra, Budhi Marhendra. (2015). Gangguan Prostat. Jakarta: Media Komputindo.

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Suharyanto, T. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: CV.TRANS INFO MEDIA.

Smeltzer dan Bare (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brummer dan
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC

Tanto. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta

Tjahjodjati, Soebadi, D. M., Umbas, R., Purnomo, B. B., Widjanarko, S., Mochtar, C. A.,
Tarmono, Rasyid, N., Noegroho, B. S., Prasetyawan, W., Danarto, H. R., Warli, S.
M., Hamid, A. R. A. H., Syahri, S., & Hakim, L. (2017). Panduan Penatalksanaan
Klinis Pembesaran Prostat Jinak BPH. Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI), 1–38

Wijaya, AS & Putri, YM. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (hal. 12). Yogyakarta:
Nuha Medika.

50

Anda mungkin juga menyukai