Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA KLIEN DENGAN


PROSTATEKTOMI SUPRAPUBIK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Perioperatif


Dosen Mata Ajar : Rudi Haryono, S.Kep.,Ns., M.Kep

Disusun oleh :
Kelompok 12
Kelas 3B
1. Desy Ananda Kusuma A 2920183287
2. Fajar Suci Aryani 2920183292
3. Fina Windi Astuti 2920183295

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan
Keperawatan Perioperatif Pada Klien Dengan Prostatektomi Suprabupik ini dengan baik. Dan
juga kami berterima kasih pada Bapak Rudi Haryono, S.Kep.,Ns., M. Kep selaku Dosen
mata kuliah Keperawatan Perioperatif yang telah memberikan tugas dan bimbinga kepada
kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai apa yang dimaksud dengan Benigna Prostat Hiperplasia dan
Prostatektomi Suprabupik. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.
Akhir kata kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai semua usaha kita. Aamiin. Terimakasih.

Yogyakarta, Oktober 2020

Penyusun

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan kesehatan merupakan sesuatu hal yang tidak pernah lepas
dalam setiap kehidupan manusia. Salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada
sistem tubuh manusia dan berdampak pada gangguan perkemihan adalah penyakit
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) atau yang lebih dikenal dengan nama penyakit
pembesaran prostat jinak. Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran
kelenjar dan jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan
endokrin berkenaan dengan proses penuaan (Andre, dkk, 2011).
Pembesaran prostat disebabkan oleh dua faktor penting yaitu
ketidakseimbangan hormon estrogen dan androgen, serta faktor umur atau proses
penuaan sehingga obstruksi saluran kemih dapat terjadi. Adanya obstruksi ini akan
menyebabkan, respon nyeri pada saat buang air kecil dan dapat menyebabkan
komplikasi yang lebih parah seperti gagal ginjal akibat terjadi aliran balik ke ginjal
selain itu dapat juga menyebabkan peritonitis atau radang perut akibat terjadinya
infeksi pada kandung kemih (Andre, dkk, 2011).
Berdasarkan data WHO pada tahun 2016 di dunia penderita BPH (Benigna
Prostat Hyperplasia) sebanyak 30 juta. Di Indonesia pada tahun 2017 terdapat 6,2 juta
kasus. Di RS Panti Waluya terdapat 45 kasus BPH, yang dilakukan tindakan
pembedahan terdapat 10 kasus dalam jangka waktu 1 tahun mulai dari 01 Januari
2017 hingga 31 Desember 2017. 2 Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) dapat
menyebabkan obstruksi sehingga dapat dilakukan penanganan dengan cara melakukan
tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan
yang paling berat yaitu operasi. Terdapat macam-macam tindakan bedah yang dapat
dilakukan pada klien BPH antara lain, Prostatektomi Suprapubis, Prostatektomi
Parineal, Prostatektomi Retropubik, Insisi Prostat Transuretral (TUIP), Transuretral
Reseksi Prostat (TURP) (Purnomo, 2011).
Dari banyaknya kasus diatas perawat mempunyai peranan yang sangat penting
dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah
operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien
baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung
pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan
1
yang terkait (dokter bedah, dokter anstesi dan perawat) di samping peranan pasien
yang kooperatif selama proses perioperatifBerdasarkan latar belakang di atas maka
kelompok kami akan membahas tentang penyakit hipertrofi prostat atau Benigna
Prostat Hiperplasia (BPH) serta bagaimana asuhan keperawatan pada pasien BPH.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk membuat
makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Perioperatif pada Klien dengan
Prostatektomi Suprapubik.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui tentang gambaran penyakit, tindakan
Prostatektomi Suprapubik dan asuhan keperawatan pada pasien post op
Prostatektomi Suprapubik.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui pengetian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,
pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan penatalaksanaan penyakit Benigna
Prostat Hiperplasia (BPH)
b. Mahasiswa mengetahui pegertian, indikasi dan kontraindikasi, prosedur
operasi dan komplikasi dari tindakan Prostatektomi Suprapubik
c. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien yang dilakukan
Prostatektomi Suprapubik
d. Mampu membuat rencana tindakan asuhan keperawatan pada pasien yang
dilakukan Prostatektomi Suprapubik

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


1. Pengertian Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
Benigna Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
yang disebabkan karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat
meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika (Jitowiyono dan Kritiyanasari, 2012).
BPH adalah pembesaran abnormal yang progresif dari kelenjar prostat
yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius. BPH secara umum terjadi pada pria lebih tua dari 50 tahun (Marilynn
dalam Haryono, 2013).
Benigna Prostat Hyperplasia merupakan suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormonprostat. Pada usia lanjut
beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh
50% pria ynag berusia 50 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.
Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran urin sehingga
menimbulkan gangguan miksi (Nurarif dan Kusuma, 2015).

2. Etiologi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


Penyebab dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui secara
pasti. Namun, kelenjar prostat jelas tergantung paad hormon androgen. Faktor lain
yang berhubungan dengan BPH adalah proses penuaan. Berikut beberapa faktor
yang memungkinkan menjadi penyebab BPH menurut Haryono (2013) yaitu:
a. Dihydrotestosteron (DHT) Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
b. Perubahan keseimbangan hormon estrogen-testoteron Pada proses penuaan
yang dialami pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
c. Interaksi stroma-epitel Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast
growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan
hiperplasi stroma dan epitel.
3
d. Berkurangnya sel yang mati Estrogen yang meningkat menyebabkan
peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan
masenkim sinus urogenital untuk berproliferasi dan membentuk jaringan
prostat.

3. Manifestasi Klinis Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) tanda dan gejala BPH
meliputi: keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih
bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
1) Gejala obstruksi meliputi: retensi urin (urin tertahan di kandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran
miksi lemah, intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas
(menetes setelah miksi.
2) Gejala iritasi meliputi: frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak), dan disuria (nyeri pada saat miksi).
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa
adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan di pinggang
(merpakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda
infeksi atau urosepsis.
c. Gejala di luar saluran kemih
Timbulnya penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan tekanan abdominal. Adapun tanda gejala yang lain, pada
peeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan,
keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan
gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang
besar.

4
4. Komplikasi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan BPH menurut Haryono
(2013) sebagai berikut:
a. Impoten
b. Inkontensia urin
c. Infeksi
d. Haemoragik post operasi

5. Patofisiologi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


Pembesaran prostat terjadi secara progresif pada traktus urinarius. Pada tahap
awal proses pembesaran prostat terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan
retensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan
kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya, serat detrusor akan menjadi lebih tebal
dan penonjolan serta detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai
balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan
sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar diantara serat detrusor sehingga
terbentuk tonjolan mukosa yang apablia kecil dinamakan sakula dan apabila besar
disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila
berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi
dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang
berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas (Arif dalam
Haryono, 2013).

5
6. Pathway Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

Hormone esterogen & Factor usia Sel prospat umur Prolikerasi abnormal sel
testosterone tidak panjang strem
seimbang.
Sel stroma
pertumbuhan berpacu Sel yang mati kurang Produksi strorna dan
epitel berlebihan

Menghambat aliran Retensi urine Prostat membesar


urina

Penyempitan lumen Resiko perdarahan TURP


Penekatan serabut-
ureter prostatika
serabut saraf → Nyeri

Iritasi mukosa kandung Pemasangan folley


kencing, terputusnya cateter
Peningkatan resistensi jaringan, trauma bekas
Kerusakan mukosa insisi
leher V.U dan daerah
V.U urpgenital

Pe ↑ ketuban otot Penurunan pertahanan Rangsangan syaraf Obstruksi oleh


destruksor (fase tubuh diameter kecil jendolan darah post
kompensasi)
op

Terbentuknya sakula/ Resiko infeksi Gate kontrole terbuka Gangguan eliminasi


trabekula urune

Kelemahan otot Media pertumbuhan Nyeri akut Kurangnya informasi


destruktor kuman terhadap pembedahan

Pe ↓ kemampuan Residu urin berlebih Ansietas


fungsi V.U
Resiko
ketidakefektifan
Refluk urine Hidroonefrosis perfusi ginjal

Sumber: Nurarif, 2016

6
7. Pemeriksaan Penunjang Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
penderita BPH meliputi :
a. Laboratorium
1) Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk
melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin
berguna untuk menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman
terhadap beberapa antimikroba.
2) Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit
yang menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum dan
kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status
metabolic.
3) Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai
PSA <4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10
ng/ml, hitunglah prostate specific antigen density (PSAD) lebih besar sama
dengan 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila
nila PSA > 10 ng/ml.
b. Radiologis/pencitraan
Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk memperkirakan volume BPH,
menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu urin serta untuk
mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak
berhubungan dengan BPH.
1) Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di
saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-
buli yang penuh dengan urin sebagai tanda adanya retensi urin. Dapat juga
dilihat lesi osteoblastik sebagaitanda metastasis dari keganasan prostat,
serta osteoporosis akbibat kegagalan ginjal.

7
2) Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan
adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau
hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang
ditunjukkan dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh
kelenjar prostat) atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata
kail (hooked fish)/gambaran ureter berbelok-belok di vesika, penyulit yang
terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi
buli-buli.
3) Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat,
memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan
volum buli-buli, mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau
tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.

8. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)


Menurut Purnomo (2011), penatalaksanaan BPH ada beberapa yaitu:
a. Observasi (Watchfull Waiting)
Pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun
tergantung keadaan klien
b. Medikamentosa
1) Penghambaat adrenergic, misalnya prazosin, doxaZosin, alfluzosin
atau tamsulosin
2) Penghambat enzim 5α reduktase, misalnya finasteride (Poscar)
3) Fitoterapi, misalnya eviprostat.
c. (TUIP)
Adalah suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan
instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan
kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi
kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil
(30gram/kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini
dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih
rendah dibanding cara lainnya.

8
d. Trans Uretal Reseksi Prostat (TURP)
Adalah suatu pembedahan pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop
dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat
pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini
memerlukan anastesi umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasif
yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas umum.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek
merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat
yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi.
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan
irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak
tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa cairan non ionic,
yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan
yang sering dipakai dn harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquades)
e. Prostatektomi
Prostatektomi adalah pembedahan untuk mengangkat jaringan tumor pada
prostat.
Tujuan terapi pada pasien yang mengalami hiperplasi prostat adalah
memperbaiki keluhan miksi, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi
obstruksi infravesika, mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal,
mengurangi volume residu urine setelah miksi, mencegah progresifitas
penyakit. Sehingga terapi bedah berupa operasi open prostatektomi merupakan
pilihan yang tepat untuk pasien ini (Nurarif dan Kusuma, 2015).
Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan untuk
menangani hiperplasi prostat antara lain:
1) Prostatektomi Suprapubik
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen
yaitu suatu insisi yang di buat kedalam kandung kemih dan kelenjar
prostat diangkat dari atas. Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar dengan
berbagai ukuran dan beberapa komplikasi dapat terjadi seperti kehilangan
darah lebih banyak dibanding metode yang lain. Kerugian lainnya adalah
9
insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen
mayor, seperti kontrol perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor di sekitar
tuba suprapubis, serta pemulihan lebih lama dan tidak nyaman.
Keuntungan lain metode ini adalah secara teknis sederhana, memberikan
area eksplorasi lebih luas, memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfe
kankerosa, pengangkatan kelenjar pengobstruksi lebih komplit, serta
pengobatan lesi kandung kemih yang berkaitan.
2) Prostatektomi Perineal
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum.
Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk
biopsi terbuka. Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis
langsung, drainase oleh bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker
radikal, hemostatik dibawah penglihatan langsung, angka mortalitas
rendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal bagi pasien dengan prostat
yang besar. Pada pascaoperasi, luka bedah mudah terkontaminasi karena
insisi dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontenensia,
impotensi, atau cedera rektal dapat terjadi dengan cara ini. Kerugian lain
adalah kemungkinan kerusakan pada rektum dan spingter eksternal serta
bidang operatif terbatas.
3) Prostatektomi Retropubik
Adalah suatu teknik yang lebih umum di banding pendekatan suprapubik
dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat yaitu
antara arkuspubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis.
Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik, dan letak bedah
lebih mudah dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis.
Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih
yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa. Keuntungan
yang lain adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter
kandung kemih lebih sedikit.

10
B. Prostatektomi Suprapubik
1. Pengertian
Prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang masih banyak
dikerjakan saat ini, paling invasive, dan paling efisien sebagai terapi BPH.
Prostatektomi terbuka dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik
transvesikal atau retropubik infravesikal (Bimandama dan Kurniawaty, 2018).
Prostatektomi Suprapubik adalah salah satu metode mengangkat kelenjar
melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang di buat kedalam kandung kemih
dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar
dengan berbagai ukuran dan beberapa komplikasi dapat terjadi seperti kehilangan
darah lebih banyak dibanding metode yang lain. Kerugian lainnya adalah insisi
abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor, seperti
kontrol perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor di sekitar tuba suprapubis, serta
pemulihan lebih lama dan tidak nyaman. Keuntungan lain metode ini adalah
secara teknis sederhana, memberikan area eksplorasi lebih luas, memungkinkan
eksplorasi untuk nodus limfe kankerosa, pengangkatan kelenjar pengobstruksi
lebih komplit, serta pengobatan lesi kandung kemih yang berkaitan (Nurarif dan
Kusuma, 2015).

2. Indikasi dan Kontraindikasi Prostatektomi


Indikasi dari tindakan prostatektomi yaitu:
a. Penderita BPH dengan retensio urin akut atau pernah retensio urin akut.
b. Penderita BPH dengan retensio urin kronis artinya dalam buli-buli selalu
lebih dari 300 ml.
c. Penderita BPH dengan residual urin lebih dari 100 ml.
d. Penderita BPH dengan penyulit : batu bulu-buli, divertikel buli-buli,
hidronephrosis, gangguan faal karena obstruksi.
e. Penderita BPH yang tidak berhasil dengan terapi medikametosa.
Sedangkan kontraindikasi dari tindakan prostatektomi yaitu:
a. Penyakit jantung berat/gagal jantung berat
b. Gangguan faal pembekuan darah
11
c. Prostat yang kecil
d. Sudah pernah dilakukan prostatektomi
e. Pernah operasi di daerah prostat sebelumnya yang berhubungan dengan
kelenjar prostat
f. Beberapa tipe kanker prostat

3. Persiapan Sebelum Tindakan


Menurut Muttaqin (2013), persiapan pasien sebelum tindakan pembedahan yaitu:
a. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang pembedahan
b. Informasikan klien bahwa akan terpasang kateter urine saat kembali dari
pembedahan dan ia mungkin terpasang drain pada insisinya
c. Pastikan bahwa formulir persetujuan tindakan yang telah di tandatangani
sudah ada dalam catatan
d. Komunikasikan keinginan untuk membahas masalah kecemasan karena
kllien mungkin cemas tentang hasil pembedahan.

4. Prosedur Operasi
a. Anestesi
Tekhnik anestesi yang dianjurkan adalah dapat dilakukan dengan spinal atau
epidural. Anestesi regional dapat mengurangi hilangnya darah durante operasi
dan kejadian deep vein thrombosis atau emboli paru post operatif.
b. Posisi
Setelah induksi anestesi, pasien diposisikan pada posisi supine. Meja operasi
diatur dalam posisi Trendelenburg ringan tanpa ekstensi. Area suprapubik dari
pasien dicukur. Setelah bagian abdomen bawah dan genetalia eksternal
dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis, kateter 22 Fr dimasukkan pada
kandung kemih. Setelah urine residual dibuang, sebanyak 250 cc Normal salin
dipompa ke dalam kandung kemih dan kemudian kateter diklem.
c. Insisi
Insisi midline infrapubik dilakukan dari umbilicus sampai simphisis pubis.
Diperdalam sampai melewati jaringan subkutan. Lalu dilakukan insisi pada
linea alba, dan otot rectus abdominis dipisah di area midline. Fascia
transversalis dibuka secara tajam untuk membuka cavum Retzii.
d. Enukleasi dari kelenjar
12
Dilakukan insisi sirkuler pada mukosa kandung kemih distal dari trigonum,
perhatikan agar tidak mencederai orificium uretral interna. Dengan
menggunakan gunting Metzenbaum, dibuka ruangan antara kelenjar prostat
dengan kapsul prostat pada posisi jam 6. Setelah terdapat ruang yang cukup,
dilakukan diseksi kelenjar prostat secara tumpul dengan jari. Pada apex, uretra
prostatika ditranseksi menggunakan gerakan mencubit dengan dua ujung jari
dan hindari penggunaan gerakan menarik yang berlebihan agar tidak terjadi
avulse dari uretra dan dapat mencederai mekanisme katub. Pada saat ini,
kelenjar tiroid dapat diangkat dari fossa prostatika
e. Maneuver hemostatic
Setelah enukleasi dari kelenjar prostat, fossa prostat diinspeksi untuk mencari
adanya jaringan sisa, jika ada maka dilakukan pengangkatan bisa secara tajam
atau tumpul. Fossa prostatika juga diinspeksi untuk mencari adanya perdarahan,
yang biasanya dapat dikontrol dengan diatermi atau ligasi. Sebagai tambahan,
benang chromic no 0 dipakai untuk jahitan figure of eight untuk mendekatkan
mukosa kandung kemih dengan fossa prostatika pada arah jam 5 dan jam 7 di
tingkat perbatasan prostatovesical (prostatovesical junction) agar dapat
mengontrol suplai arteri utama menuju prostat. Dengan maneuver ini, biasanya
hemostasis dapat tercapai.
f. Penutupan
Kateter uretra nomer 22 Fr dimasukkan kandung kemih lewat uretra. Lalu
dipasang drain pada area suprapubik, drain dikeluarkan melalui jalan yang lan
dari insisi awal dan menjauhi cavum peritoneal. Lalu insisi sistostomi ditutup
dalam dua lapis dan dilakukan secara watertight.kemudian masukkan 50
mililiter saline pada kateter balon agar balon kateter tetap di kandung kemih dan
tidak terdorong ke fossa prostatika. Dilakukan pencucian cavum pelvis dengan
menggunakan normal saline dan fascia rectus ditutup menggunakan PDS nomer
1 secara jelujur. Dan insisi kulit dapat ditutup secara interrupted. Kemudian
drain difiksasi pada dinding abdomen dan kateter uretra difiksasi pada
ekstremitas bawah.

5. Komplikasi
Menurut Fillingham and Douglas (2000) dalam Giatrininggar (2013), ada
beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien BPH yang telah menjalani
13
prosedur pembedahan, baik prostatektomi maupun TURP. Berikut beberapa
komplikasi yang mungkin terjadi yaitu:

a. Inkontinensia
Satu persen klien yang menjalani operasi prostatektomi mengalami
inkontinensia dalam jangka waktu yang lama.
b. Striktur
Striktur uretra dapat terjadi sepanjang prosedur operasi.
c. Impoten
TURP yang diikuti terjadinya impoten dilaporkan terjadi antara 4% dan
30%
d. Hemoragi
Perdarahan post operasi terjadi hampir pada 4% klien post operatif.
Perdarahan berulang dapat saja terjadi yang menyebabkan klien harus
kembali ke rumah sakit.
e. Kematian
Secara keseluruhan, kematian akibat TURP kurang dari 1% dan biasanya
terjadi akibat permasalahan kardiovaskular atau komplikasi pernafasan.
Namun, risiko kematian juga dapat ditimbulkan jika terjadi sindroma TUR
dan tidak segera dilakukan penanganan secara tepat.

6. Penatalaksaanaan Post Operasi


Menurut Purnomo (2011), penatalaksanaan post operasi prostatektomi yaitu:
a. Monitoring terhadap respirasi, sirkulasi dan kesadaran pasien
b. Pemberian anti biotika
c. Perawatan kateter pada pasien

7. Perawatan Post Operasi


Perawatan post operasi prostatektomi ada beberapa tahapan yaitu:
a. Kateter distraksi selama 24 jam, dan kateter dilepas setelah 5-7 hari pasca
pembedahan
b. Pelepasan redon drain bila dalam 2 hari berturut-turut produksi <20cc/24
jam
14
c. Pelepasan benang jahitan keseluruhan setelah 10 hari pasca bedah

BAB III
KASUS

Tn. A usia 59 tahun masuk rumah sakit tanggal 31 Agustus 2020 pukul 21.00 WIB.
Tn. A beragama Islam beralamat di Jalan Gatotkaca No 05, Wirobrajan, Yogyakarta.
Pendidikan terakhirnya SMP dan bekerja sebagai buruh. Tn. A dirawat dengan diagnosa
medis BPH. Penanggung jawab klien adalah istrinya Ny. D usia 55 tahun dengan Pendidikan
terakhir SD dan bekerja sebagai ibu rumah tangga yang tinggal bersama dengan Tn. A.
Sebelumnya Tn. A dibawa ke IGD RSUD Jogja karena merasa kesakitan pada bagian
bawah perutnya, dia juga mengeluh tidak bisa BAK. Pada saat dilakukan pemeriksaan oleh
seorang perawat selanjutnya diketahui bahwa sejak satu bulan terakhir BAK pasien tidak
lancar, kadang urinnya berwarna kemerahan sehingga dicurigai mengandung senyawa keton,
pasien juga mengeluhkan setiap BAK harus mengejan dan terasa nyeri dipinggangnya. Sejak
7 jam sebelum datang ke rumah sakit, air kencingnya tidak mau keluar, perut bagian bawah
membesar, keras dan merasakan nyeri. Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital, KU :

Compos mentis , TD: 140/90mmHg, suhu : 37,2 , RR: 20x/menit, nadi : 85x/menit.
Keluarga pasien mengatakan Tn. A tidak pernah mengalami penyakit yang di
deritanya sekarang. Pada riwayat kesehatan keluarga, pasien dan keluarganya mengatakan
tidak memiliki riwayat penyakit keturunan.
Pasien dirawat di bangsal bedah di ruang Bougenville dengan (No. CM 5567). Pada
pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan pada region suprapubik. Pada pemeriksaan penunjang
dengan USG Abdomen didapatkan kesan yaitu Pembesaran kelenjar prostat . Kemudian
dokter mendiagnosia BPH. Kemudian dokter akan melakukan tindakan Prostatektomi
Suprapubik. Emosi pasien tampak tidak stabil, pasien mengatakan bahwa dirinya takut untuk
menjalani operasi. Keluarga pasien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakit yang
diderita klien selama ini.
Setelah menjalani operasi klien mengeluh nyeri dibagian perut bagian di tempat
operasi, klien mengatakan lemas. Klien tampak mendapat luka post op prostatektomi
suprapubik yang ditutup balutan kassa sejak tanggal 02 September 2020. Pada pemeriksaan

15
fisik tanda-tanda vital, KU : Compos mentis , TD: 130/90mmHg, suhu : 36,9 , RR:
21x/menit, nadi : 85x/menit.

Sebelum masuk RS dan sakit klien makan 3x sehari 1 piring sedang sayur dan lauk,
minum 5-6 gelas air putih dan teh, BAK 4-5x perhari (warna kuning jernih, bau khas urine),
BAB 1x sehari (warna coklat kekuningan, bau khas, lembek). Saat sakit makan 3x sehari 1/2
piring bubur sayur dan lauk, minum 6-7 gelas air putih. BAK memakai kateter urin
700cc/hari (warna kuning jernih, bau khas urine), BAB belum pernah.

Keluarga pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidur 8 jam perhari dari
jam 21.00 WIB sampai dengan jam 05.00 WIB dengan kualitas tidur baik dan jarang
terbangun di malam hari dan saat bangun klien merasa segar. Selama di rumah sakit pasien

tidur 5 jam sering terbangun di malam hari karena terasa nyeri. Klien mengatakan merasa
nyeri dan nyeri hilang timbul. Nyeri timbul di bagian perut bawah dengan sensasi seperti
ditusuk-tusuk. Nyeri yang terasa 6. Klien tampak lemah dan meringis menahan snyeri yang
timbul. Klien mengatakan dipasang drainase setelah operasi.
Tn. D tidak mengalami gangguan penglihatan, pendengaran, pengecapan dan sensasi
bisa merasakan perbedaan panas dan dingin. Kulit tampak bersih, penyebaran rambut merata,
warna rambut hitam, kulit tampak kering, warna kulit sawo matang, akral teraba hangat, suhu
tubuh : 36,7ºC.
Pada pemeriksaan kepala, tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada edema, pertumbuhan
rambut merata berwarna hitam campur putih. Pemeriksaan thorak/jantung/paru inapeksi
bentuk dada normal chest, perkusi suara paru sonor, suara jantung redup, palpasi pergerakan
dada normal, auskultasi bunyi nafas normal. Pemeriksaan abdomen, inspeksi simetris, warna
kulit disekitar perut sawo matang, terdapat insisi abdomen ±15 cm melintang di area
suprapubis, terdapat lubang ntuk memasukkan selang irigasi dan drain, palpasi terdapat nyeri
tekan, auskultasi suara peristaltic 10x/menit. Perkemihan klien terpasang kateter sejak 31
September 2020.
Ekstremitas atas jari tangan Lengkap, kulit sawo matang, kanan dan kiri simetris,
tidak ada edema, terpasang infus ditangan kiri cairan Ringer Laktat 15 tetes permenit.
Ekstremitas bawah jari kaki Lengkap, kaki kanan dan kiri simetris, kulit sawo matang dengan
ditumbuhi rambut.
Klien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya termasuk bagian yang sakit.
Klien mengatakana jika klien adalah kepala rumah tangga yang harus mengurus anak dan

16
istrinya. Klien juga mengatkan ingin cepat sembuh dan kembali kerumah tanpa merasakan
sakit sedikitpun. Klien mempunyai 2 orang anak, 1 laki-laki dan 1 perempuan. Klien
berkomunikasi dengan bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia, klien dapat berkomunikasi baik
dengan petugas kesehatan dan teman sekamarnya. Klien mengatakan sedih, karena tidak bisa
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menjaga anak berserta istrinya selama sakit. Klien
beragama Islam dan klien mengatakan pasrah kepada Allah SWT dan klien selalu berdoa
kepada Allah SWT semoga cepat disembuhkan dari sakitnya tersebut. Selama klien sakit,
klien tetap menjalankan kewajibannya sebagai umat beragama.

17
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

A. DATA DEMOGRAFI
1. Identitas diri klien
Nama : Tn. A
Usia : 59 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan Gatotkaca No 05, Wirobrajan, Yogyakarta
Status Pernikahan : Sudah menikah
Agama / Keyakinan : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh
Diagnosa Medik : BPH
Tanggal masuk RS : 31 Agustus 2020
Tanggal Pengkajian : 02 September 2020

2. Penanggung Jawab
Nama : Ny. D
Usia : 55 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

B. Riwayat Penyakit
I. Keluhan utama saat masuk RS :
Sebelumnya Tn. A dibawa ke IGD RSUD Jogja karena merasa kesakitan pada bagian
bawah perutnya, dia juga mengeluh tidak bisa BAK. Pada saat dilakukan pemeriksaan
oleh seorang perawat selanjutnya diketahui bahwa sejak satu bulan terakhir BAK
pasien tidak lancar, kadang urinnya berwarna kemerahan sehingga dicurigai
mengandung senyawa keton, pasien juga mengeluhkan setiap BAK harus mengejan
dan terasa nyeri dipinggangnya. Sejak 7 jam sebelum datang ke rumah sakit, air
kencingnya tidak mau keluar, perut bagian bawah membesar, keras dan merasakan
nyeri.
18
1. Riwayat penyakit sekarang:
Setelah menjalani operasi klien mengeluh nyeri dibagian perut bagian di tempat
operasi, klien mengatakan lemas. Klien tampak mendapat luka post op
prostatektomi suprapubik yang ditutup balutan kassa sejak tanggal 02 September
2020.

2. Riwayat Penyakit Dahulu:


Tidak ada penyakit sebelumnya.

3. Diagnosa medik pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan yang telah
di lakukan, mulai dari pasien MRS (UGD/Poli), sampai diambil kasus kelolaan .
Masalah atau Dx medis pada saat MRS :
Benigna Prostatic Hyperplasia (BPH)

Tindakan yang telah dilakukan di Poliklinik atau UGD :


- Terapi Nacl 500 ml 20 tpm
- USG Abdomen: Pembesaran kelenjar prostat
- Injeksi Ketorolac 30mg

Catatan Penanganan Kasus (Dimulai saat pasien di rawat di ruang rawat sampai
pengambilan kasus kelolaan)
Pengukuran tanda-tanda vital dan melakukan pengkajian.

C. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
(Bandingkan kondisi saat klien di rumah/sebelum masuk RS dan saat klien dirawat di
RS).
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pengetahuan tentang penyakit/perawatan

Saat ditanya, klien dan keluarga tidak mengetahui tentang penyakit yang diderita klien
selama ini
19
2. Pola nutrisi / metabolik
Program diit RS : tidak ada
Intake makanan :
SMRS : makan 3x sehari 1 piring sedang sayur dan lauk
MRS : makan 3x sehari 1/2 piring bubur sayur dan lauk, dan tidak dihabiskan

Intake cairan

SMRS : minum 5-6 gelas, minum kadang air putih dan teh
MRS : 6-7 gelas air putih

3. Pola Eliminasi
a. Buang air besar

SMRS : BAB 1x sehari, warna coklat kekuningan, bau khas, lembek


MRS : Belum BAB

b. Buang air kecil

SMRS : BAK 4-5 kali sehari, warna kuning jernih, bau khas
MRS : BAK memakai kateter urin 700cc/hari, warna kuning jernih, bau khas

20
4. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
Ket: 0: mandiri
1: alat Bantu
2: dibantu orang lain
3: dibantu orang lain dan alat
4: tergantung total

Oksigenasi

Klien tidak Nampak menggunakan alat bantu pernafasan

5. Pola tidur dan istirahat


(lama tidur, gangguan tidur, perasaan saat bangun tidur)

SMRS : tidur ± 8 jam perhari (dari jam 21.00 s/d jam 05.00) dengan kualitas tidur
baik dan jarang terbangun di malam hari, dan saat bangun klien merasa segar.
MRS : tidur ± 5 jam sering terbangun di malam hari karena terasa nyeri

6. Pola perceptual
- Penglihatan :
Tidak ada gangguan penglihatan

- Pendengaran :

21
Tidak ada gangguan pendegaran

- Pengecap :
Tidak ada gangguan pengecapan

- Sensasi :
Dapat membedakan mana yang panas dan mana yang dingin

7. Pola persepsi diri


(pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri)
- Klien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya, termasuk bagian yang sakit
- Klien mengatakan jika klien adalah kepala rumah tangga yang harus mengurus
anak dan istrinya
- Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan kembali kerumah tanpa merasakan
sakit sedikitpun

8. Pola seksualitas dan reproduksi


(fertilitas, libido, menstruasi, kontrasepsi, dll)

Klien mempunyai 2 orang anak yaitu 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan.

9. Pola peran-hubungan
(komunikasi, hubungan dengan keluarga dan petugas kesehatan, kemampuan
keuangan)
Klien menggunakan bahasa jawa dan bahasa Indonesia, klien dapat berkomunikasi
dengan baik kepada petugas kesehatan dan teman sekamarnya

10. Pola managemen koping-stress

22
(perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir ini, penanganan klien terhadap
perubahan, dll)

Klien mengatakan sedih, karena tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
menjaga anak beserta istrinya selama sakit

11. Sistem nilai dan keyakinan


(pandangan klien tentang agama, kegiatan keagamaan, dll)
Klien beragama Islam, dan klien mengatakan pasrah kepada Allah SWT dan klien
selalu berdoa kepada Allah semoga cepta disembuhkan dari sakinya tersebut. Selama
sakit klien tetap menjalankan kewajiban sebagai umat beragama

D. Pemeriksaan Fisik
(Cephalocaudal)
Keluhan yang dirasakan saat ini

Klien mengatakan merasa nyeri yang hilang timbul. Nyeri timbul di bagian perut bawah
dengan sensasi seperti ditusuk-tusuk. Nyeri yang terasa 6. Klien tampak lemah dan
meringis menahan nyeri saat timbul. Klien mengatakan dipasang drainase setelah
operasi.

TD: 130/80 mmHg P: 21x/menit N: 85x/menit S: 36,9°C


BB/TB: 55 Kg / 165 cm

Kepala
Tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada edema, pertumbuhan rambut merata berwarna
hitam campur putih

Thorak/ Jantung/ Paru

23
Inspeksi : bentuk dada normal chest
Perkusi : suara paru sonor, suara jantung redup
Palpasi : pergerakan dada normal
Auskultasi: bunyi nafas normal.

Abdomen
Inspeksi : simetris, warna kulit disekitar perut sawo matang, terdapat insisi abdomen
±15cm melintang di area suprapubis, terdapat lubang untuk memasukkan selang irigasi
dan drain. Perkusi : -
Palpasi : terdapat nyeri tekan
Auskultasi : suara peristaltik 10 kali/ menit

Perkemihan
Jenis kelamin laki- laki dan terpasang dower kateter sejak 31 Agustus 2020

Ekstremitas (termasuk keadaan kulit, kekuatan)


Ekstremitas atas: jari tangan lengkap, kulit sawo matang, tangan kanan dan kiri simetris,
tidak ada edema, terpasang infus di tangan kiri

Ekstremitas bawah: jari kaki lengkap, kaki simetris kanan dan kiri, kulit sawo matang
dengan ditumbuhi rambut

E. TES DIAGNOSTIK
Pemeriksaan USG Abdomen, Tanggal : 31 Agustus 2020

24
Hasil/Kesan

- Terdapat pembesaran kelenjar prostat

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan program pengobatan
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

25
PENGELOMPOKAN DATA SENJANG
N Data subjektif Data objektif
O
1. Klien mengeluh nyeri habis operasi 1. Klien tampak lemah
P: post op prostatektomi suprapubik 2. klien tampak meringis menahan nyeri
Q: seperti ditusuk-tusuk saat timbul.
R: perut bagian bawah 3.TTV:
S: skala 6 - TD: 130/80 mmHg
T: hilang timbul - P: 21x/menit
- N: 85x/menit
2. Klien mengatakan badan lemes - S: 36,9°C
4. klien tampak terpasang kateter sejak
3. Klien mengatakan selama sakit tanggal 31 Agustus 2020
aktivitasnya dibantu. 5. tangan kiri klien tampak terpasang
infus 20 tpm
6. Terdapat luka post op prostatektomi
yang ditutup balutan kassa sejak tanggal
02 September 2020.

26
TGL DATA ETIOLOGI PROBLEM
02 September 2020 DS: Agen cedera fisik Nyeri Akut
-Klien mengeluh nyeri habis
operasi
P: post op prostatektomi
suprapubik
Q: seperti ditusuk-tusuk
R: perut bagian bawah
S: skala 6
T: hilang timbul

DO:
- klien tampak meringis
menahan nyeri saat timbul.
- TTV:
- TD: 130/80 mmHg
- P: 21x/menit
- N: 85x/menit
- Klien tampak lemah
ANALISA DATA

26
ANALISA DATA
TGL DATA ETIOLOGI PROBLEM
02 September 2020 DS: - Prosedur invasif Risiko Infeksi

27
DO:
- S: 36,9°C
- Terdapat luka post op
prostatektomi yang ditutup
balutan kassa sejak tanggal 02
September 2020
- klien tampak terpasang kateter
sejak tanggal 31 Agustus 2020
-tangan kiri klien tampak
terpasang infus 20 tpm

ANALISA DATA
TGL DATA ETIOLOGI PROBLEM
02 September 2020 DS: - Program pengobatan Risiko perdarahan

28
DO:
- Terdapat luka post op
prostatektomi yang ditutup
balutan kassa sejak tanggal 02
September 2020

CATATAN PENANGANAN KASUS


(dimulai saat anda mengambil sebagai kasus kelolaan, sampai akhir praktik)

29
NURSING CARE PLAN

30
No Dx. Kep/Masalah
Kolaborasi Tujuan Intervensi Rasional

1. 02 September 2020 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1400)


Nyeri akut berhubungan keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Membantu mengurangi derajat
dengan agen cedera fisik, nyeri dapat teratasi dengan komperhensif ketidaknyamanan dan
ditandai dengan: kriteria hasil : terjadinya komplikasi
Tingkat Nyeri (2102) : 2. Monitor tanda-tanda vital 2. Peningkatan TD dan nadi akan
DS: 1. Nyeri yang dilaporkan (Tekanan darah, Nadi, Suhu, RR) menentukan adanya nyeri
-Klien mengeluh nyeri pasien berkurang dari skala 3. Ajarkan pasien untuk
habis operasi 6 menjadi skala 3 menggunakan teknik nafas dalam 3. Teknik relaksasi nafas dalam
P: post op prostatektomi 2. Klien mampu untuk dapat menurunkan rasa nyeri
suprapubik melakukan teknik relaksasi 4. Kolaborasi dalam pemberian setiap nyeri timbul
Q: seperti ditusuk-tusuk nafas dalam analgetik
R: perut bagian bawah 3. Ekspresi wajah klien lebih 4. Analgetik dapat membantu
S: skala 6 rileks 5. Berikan dan fasilitasi instirahat mengurangi nyeri jika nyeri
T: hilang timbul dan tidur tersebut timbul

DO: Tanda-Tanda Vital (0802) : 5. Istirahat dan tidur yang cukup


- klien tampak meringis 4. Tekanan darah dan nadi dapat membantu untuk
menahan nyeri saat timbul. dalam rentang normal menurunkan rasa nyeri dan
- TTV: TD: 110-120/80-90 mmHg ketidaknyamanan

31
- TD: 130/80 N : 60-100x/menit
mmHg
- P: 21x/menit
- N: 85x/menit
- Klien tampak lemah

32
2. 02 September 2020 Setelah dilakukan tindakan Kontrol Infeksi (6540).
Risiko infeksi berhubungan keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Monitor tanda dan gejala infeksi. 1. Memonitor tanda dan gejala
dengan prosedur infasif faktor risiko tidak terjadi infeksi untuk mengetahui
Ditandai dengan: dengan kriteria hasil : keadaan umum klien dan
DS: - Keparahan Infeksi (0703) 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah indikasi terjadinya infeksi
DO: 1. Klien terbebas dari tanda tindakan keperawatan
- S: 36,9°C infeksi: kemerahan 2. Mencuci tangan dapat
- Terdapat luka post op 2. Suhu tubuh klien stabil 3. Ajarkan pasien dan anggota mencegah terjadinya penularan
prostatektomi yang ditutup 3. Klien tidak merasa nyeri kelurganya bagaimana cara infeksi nosocomial
balutan kassa sejak tanggal menghindari infeksi.
02 September 2020 3. Memberikan pengetahuan
- klien tampak terpasang Pengetahuan : Manajemen 4. Kolaborasi dengan dengan dokter kepada klien dan keluarga
kateter sejak tanggal 31 Infeksi (1842) pemberian obat antibiotik bagaimana cara yang efektif
Agustus 2020 4. Pasien mampu untuk untuk menghindari terjadinya
-tangan kiri klien tampak mencegah timbullnya infeksi
terpasang infus 20 tpm infeksi.
5. Pasien mampu mengenali 4. Pemberian antibiotic mampu
tanda-tanda jika terjadi mencegahh pertumbuhan
infeksi. bakteri, mencegah terjadinya
risiko infeksi
3. 02 September 2020 Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Perdarahan (4010)
Risiko perdarahan keperawatan selama 1 x 24 jam

33
berhubungan dengan risiko perdarahan tidak terjadi 1. Monitor dengan ketat risiko 1. Memonitor agar mencegah
program pengobatan dengan kriteria hasil : terjadinya perdarahan terjadi perdarahan
Ditandai dengan: Pemulihan pembedahan: 2. Monitor tanda dan gejala
DS: - segera setelah operasi (2305) pendarahan menetap 2. Mengawasi tanda dan gejala
DO: 1. Tidak terjadinya yang timbul saat terjadi
- Terdapat luka post op perdarahan yang parah 3. Pertahankan bed rest selama perdarahan
prostatektomi yang ditutup 2. Nyeri yang dirasakan klien perdarahan
balutan kassa sejak tanggal berkurang 3. Bed rest berguna untuk
02 September 2020 3. Tidak ada pembengkakan mengantisipasi perdarahan
di sisi luka 4. Jelaska tanda dan gejala lanjut
perdarahan
Tingkat Perdarahan 4. Mengajarkan klien dan keluarga
(L.02017) tanda gejla perdaraha agar jika
4. Tekanan darah dalam batas terjadi perdarahan keluarga bisa
normal (120/80 mmHg) 5. Kolaborasi pemberian obat melapor ke petugas kesehatan
5. Suhu tubuh dalam batas pengontrol perdarahan, jika perlu
normal (36,5-37,5°C) 5. Obat pengontrol perdarahan
berfungsi untuk menekan atau
meminimalkan perdarahan yang
terjadi

DAFTAR PUSTAKA

34
Andre, Terrence & Eugene. 2011. Case Files Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Karisma Publishing Group
Haryono, R. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Rapha Publishing
Jitowiyono & Kritiyanasari. 2012. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta:
Nuha Medika
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Medication Publishing
Prabowo, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika
Purnomo, B. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto
Nurarif, Amin. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.
Bimandama, M, A, & Kurniawaty, E. 2018. Benigna Prostatic Hyperplasia dengan Retensi Urin dan Vesicolithiasis. J Agromedicine Unila. Vol
5. No 2
Giatrininggar, E. 2013. Continuous Bladder Irrigation (CBI) Pada Klien Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) Post Transurethral Resection
Prostate (TURP) Di Ruang Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan. Universitas Indonesia

35
LAMPIRAN

1.1 Bukti Konsultasi Asuhan Keperawatan

BUKTI KONSULTASI ASUHAN KEPERAWATAN

Nama:
1. Desy Ananda Kusuma A 2920183287
2. Fajar Suci Aryani 2920183292
3. Fina Windi Astuti 2920183295
Kelas : 3B
Dosen Pembimbing : Bapak Rudi Haryono, S.Kep., Ns., M.Kep

Tanggal Konsultasi Tanda Tangan Pembimbing

34

Anda mungkin juga menyukai