Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS


INKONTINENSIA URIN
DAN INKONTINENSIA ALVI
KELOMPOK 2
KELAS 2B
Azizur Rofiun Nisa (2920183285)
Bunga Cahya Indah (2920183286)
Desy Ananda Kusuma Astuti (2920183287)
Dhea Rizki Febriyani (2910183288)
Diah Nurma Kusumarini (2920183289)
Dwi Anggun Djibu (2920183290)
Esmi Margiyati (2920183291)
Fajar Suci Ariyani (2920183292)
INKONTINENSIA URINE
A. DEFINISI INKONTINENSIA URINE
 Inkontinensia urin adalah keluarnya urin secara
tidak terkendali sehingga menimbulkan
masalah fisik (jatuh, dekubitus akibat kulit
lembab) dan psikososial (hygiene, isolasi sosial,
depresi) serta mengakibatkan penurunan
kualitas hidup.
B. ETIOLOGI INKONTINENSIA URINE
1. Etiologi secara umum adalah kelainan urologis,
neurologis dan fungsional. Kelainan urologis pada
inkontinensia urin dapat disebabkan karena
adanya batu, tumor, atau radang. Kelainan
neurologis seperti kerusakan pada pusat miksi di
pons akan menimbulkan gangguan dari fungsi
kandung kemih seperti pada pasien stroke,
parkinson, pasien dengan trauma medua spinalis,
maupun pasien dengan lesi pasca operasi.
2. Inkontinensia urin pada wanita dapat terjadi
akibat melemahnya otot dasar panggul
C. MANIFESTASI KLINIS
 Manifestasi klinis inkontinensia urin antara lain :
1. Kebocoran kandung kemih ketika batuk atau
bersin akibat gangguan dari fungsi sfingter
maupun kelainan pada area sekitar saluran
kemih.
2. Gangguan kontraksi pada kandung kemih,
ketidakmampuan menahan berkemih ketika
timbul sensasi berkemih.
3. Terjadi pelebaran kandung kemih akibat
penuhnya kapasitas kandung kemih.
D. KLASIFIKASI INKONTINENSIA URINE
1. Inkontinensia Tipe Urgensi
2. Inkontinensia Tipe Stres
3. Inkontinensia Tipe Luapan
4. Inkontinensia Tipe Fungsional
5. Inkontinensia Tipe Campuran
E. PENATALAKSANAAN
 penatalakanaan pada inkontinensia urin adalah sebagai berikut :
1. Pemakaian pad/diapers (pampers) atau peralatan untuk
mencegah keluarnya urin.
2. Latihan memperkuat otot dasar pelvis (senam KEGEL).
3. Bladder Training
4. Medikamentosa/obat-obatan berupa:
a. Terapi untuk urge inkontinensia:
1) Antikolinergik
2) Antispasmodik
b. Terapi untuk stres inkontinensia urin
1) Alfa adrenergik agonist
2) Nitrovasolidator
c. Obat-obatan lain yang digunakan yaitu
1) Antidepressan trisiklik
2) Serotonin-Noradrenaline reuptake inhibitor (SNRIs).
3) Desmopressin (DDAVP)
5. Prosedur operasi yang ada sebagai berikut
a. Retropubic colposuspension surgery
b. Marshall-Marchetti-Krantz procedure
c. Laparoskopi
d. Needle suspension
e. Sling procedure
1) Percutaneuous sling procedure for women
2) Vagina sling and tape procedure for women (Tention
Free Vaginal Tape)
f. Artificial sphincter
PERENCANAAN KEPERAWATAN
INKONTINENSIA URIN
A. PENGKAJIAN
 Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan,
1. Anamnesis
Pada anamnesis kita akan mendapatkan keluhan pada penderita berupa:
a. Pada stres inkontinensia penderita akan mengeluhkan keluarnya urin dalam
jumlah kecil pada saat melakukan kegiatan fisik (batuk, bersin, melakukan
jogging/berlari dan lain-lain).
b. Pada urge inkontinensia penderita akan mengeluhkan keluarnya urin dalam
jumlah banyakpada saat yang tidak diharapkan seperti saat tidur.
c. Tipe campuran kedua di atas penderita mengeluhkan gejala seperti yang
terdapat pada kedua tipe di atas.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan teliti termasuk pemeriksaan ginekologi.
Diperhatikan juga apakah terdapat abnormalitas dan pembesaran di rektal, genitalia,
dan daerah abdomen yang dapat menyebabkan atau menambah keadaan masalah
inkontinensia.
3. Pemeriksaan Urinalisis
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menghindarkan infeksi saluran kemih, batu buli-buli dan
tumor kandung kemih.
4. Daftar Harian Berkemih
Dibuat untuk mengetahui frekuensi berkemih, volume urin yang
dikeluarkan, adanya nokturia atau tidak, keinginan berkemih,
lamanya pencatatan berkemih ini dilakukan 4-5 hari pada penderita,
terutama bila akan dilakukan pemeriksaan urodinamik.
5. Tes Batuk
Pada tes ini kandung kemih diisi dengan cairan steril kurang lebih 250
ml melalui kateter. Kemudian kateter dicabut penderita diminta
untuk melakukan valsava atau batuk dan diobservasi keluarnya urin
pada saat batuk atau tindakan valsava.
6. Tes Pembalut (Pad test)
Dapat dipergunakan untuk menilai secara objektif adanya urin yang
keluar serta menilai derajat beratnya inkontinensia.
7. Pemeriksaan Uretrosistokopi
Diperlukan untuk mengetahui keadaan mukosa kandung kemih dan
uretra, serta kemungkinan adanya atrofi, polip, radang, divertikel,
keganasan sekaligus menilai kapasitas kandung kemih.
8. Intravenous Pyelogram
Digunakan untuk urgeinkontinensia dengan mendeteksi
abnormalitas struktur uretra: penyempitan uretra,
pengosongan kandung kemih tidak lengkap.
9. USG (Ultrasonografi)
USG untuk mengidentifikasi kelainan pada leher kandung
kemih dan juga untuk mendiagnosis instabilitas otot detrusor.
10. Pemeriksaan Urodinamik
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah: melakukan tayangan
ulang keluhan dan tanda-tanda inkontinensia pada
penderita, serta memberikan gambaran patofisiologi disfungsi
traktus urinarius bagian bawah. Pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan residu urin, uretral pressure profilometry (UPP),
Video cystome-trographhy (Video CMG), electromyography.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pola Eliminasi urine berhubungan
dengan gangguan neuromuskuler, spasme
bladder, trauma pelvic, infeksisalurankemih,
trauma medulla spinalis
2. Retensi urine berhubungan dengan obstruksi
mekanik, pembesaran prostat, trauma,
pembedahan, kehamilan
C. NURSING CARE PLAN (NCP)
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan pola eliminasi Setelah dilakukan tindakan Perawatan Inkontinensia Urin
urine inkontinensia keperawatan selama 3x24 (0610)
berhubungan dengan jam, gangguan pola 1. Monitor eliminasi urine 1. Membantu mencegah
a. Gangguanneuromoskuler eliminasi urine inkontinensia meliputi frekuensi, konsistensi, distensi atau komplikasi
b. Spasme bladder berkurang, dengan bau, volume dan warna urin 2. Meningkatkan kekuatan otot
c. Trauma pelvic kriteriahasil: 2. Tingkatkan aktivitas dengan ginjal dan fungsi bladder
d. Infeksi saluran kemih Kontinensia Urin (0502) kolaborasi dokter/fisioterapi 3. Menguatkan otot dasar
e. Trauma medulla spinalis 1. Klien dapat mengontrol 3. Kolaborasi dalam bladder pelvis
pengeluaran urine setiap 4 training 4. Mengurangi/ menghindari
jam 4. Hindari faktor pencetus inkontinensia
2. Tidak ada tanda-tanda inkontinensia urine 5. Mengatasi faktorpenyebab
retensi dan inkontinensia seperticemas 6. Meningkatkan pengetahuan
urine 5. Kolaborasi dengan dokter dan diharapkan pasien lebih
3. Klien berkemih dalam dalam pengobatan dan kooperatif
keadaan rileks kateterisasi
6. Jelaskan tentang:
a. Pengobatan
b. Kateter
c. Penyebab
2. Retensi urine berhubungan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Inkontinensia Urin
dengan keperawatan selama 3x24 (0610)
a. Obstruksi mekanik jam, retensi urine teratasi. 1. Monitor keadaan bladder 1. Menentukan masalaH
b. Pembesaran prostat Dengankriteriahasil: setiap 2 jam 2. Memonitor keseimbangan
c. Trauma Kontinensia Urin (0502) 2. Ukur intake dan output cairan cairan
d. Pembedahan 1. Pasien dapat mengontrol setiap 4 jam 3. Menjaga devisit cairan
e. Kehamilan pengeluaran bladder setiap 3. Berikan cairan 2000 ml/hari 4. Mencegah nokturia
4 jam dengan kolaborasi 5. Membantu memonitor
2. Tanda dan gejala retensi 4. Kurangi minum setelah 6 jam keseimbangan cairan
urine tidak ada 5. Kajidan monitor analisis urine 6. Meningkatkan fungsi ginjal
elektrolit dan berat badan dan bladder
6. Lakukan latihanpergerakkan 7. Relaksasi pikiran dapat
7. Lakukan relaksasi ketika meningkatkan
duduk berkemih kemampuanberkemih
8. Ajarkan teknik latihan 8. Menguatkan otot pelvis
dengan kolaborasi 9. Mengeluarkan urine
dokter/fisioterapi
9. Kolaborasi dalam
pemasangan kateter
INKONTINENSIA ALLVI
A. DEFINISI
 Inkontinensia Alvi adalah hilangnya
kemampuan otot untuk mengontrol
pengeluaran feses dan gas yang melalui
sfingter anus akibat kerusakan fungsi sfingter
atau persarafan di daerah anus. Penyebabnya
karena penyakit-penyakit neuromoskular,
trauma spinal cord, tumor Sfingter anus
eksternal
B. ETIOLOGI
 penyebab terjadinya inkontinensia alvi yaitu :
1. Obat pencahar perut
2. Gangguan saraf, misalnya demensia dan
stroke
3. Keadaan diare (gangguan kolorektum)
4. Kelainan pada usus besar
5. Kelainan pada ujung saluran pencernaan
(pada rektum usus)
6. Neurodiabetik
C. MANIFESTASI KLINIS
 manifestasi klinis inkontinensia fekal adalah :
1. Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus
2. BAB encer dan jumlahnya banyak
3. Gangguan fungsi spingter anal, penyakit
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor
spingter anal eksternal.
D. PENATALAKSANAAN
 Penatalaksanaan inkontinensia alvi melalui
prosedur non operatif dan prosedur operatif.
1. Prosedur Non Operatif
a. Diet
b. Latihan biofeedback
c. Klisma.

2. Penanganan Secara Operatif


Penanganan operatif dipilih apabila tindakan konservatif gagal
atau penyebabnya memang memerlukan tindakan operatif.
a. Spinkteroplasti
PERENCANAAN KEPERAWATAN INKONTINENSIA
ALVI
A. PENGKAJIAN
 Anamnesis mengenai perilaku buang air besar,
identifikasi frekuensi, tingkat keparahan, dan
gangguan fungsi sosial.
 Pemeriksaan fisik : mengidentifikasi kelainan
struktur organ meliputi prolaps dan rektocel
atau kelainan sistemik atau local yang meliputi
neurophati, neoplasma, dan ulkus yang dapat
menyebabkan disfungsi anus.
 Inspeksi kemungkinan adanya inflamasi, jejas
luka, fistula, hemoroid, dan celah pada anus.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diare berhubungan dengan malabsorpsi
2. Resiko konstipasi berhubungan dengan
penurunan motilitas traktus gastrointestinal
C. NURSING CARE PLAN (NCP)
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Diare berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Diare (0460)
malabsorpsi keperawatan selama 3x24 jam, 1. Identifikasi factor penyebab 1. Dengan mengetahui faktor
diharapkan BAB klien normal dengan diare penyebab dapat
kriteria hasil : 2. Ajarkan klien untuk menghindarkan klien dari
Eliminasi Usus (0503) mengggunakan obat anti diare yang lebih parah
a. Pola eliminasi klien teratur diare 2. Untuk membantu
b. Konsistensi feses klien lembut tak 3. Instruksikan pada penghentian diare
berbentuk pasien/keluarga untuk 3. Menunjukkan
c. Warna feses klien normal mencatat warna, jumlah, perkembangan selama
frekuensi, dan konsistensi perawatan
feses 4. Mengobservasi jumlah
4. Evaluasi intake makanan makanan yang dapat
5. Observasi turgor kulir secara dikonsumsi dan dicerna
rutin 5. Untuk menentukan status
6. Monitor kulit disekitar dehidrasi
anus/perianal 6. Diare dapat menyebabkan
7. Instruksikan klien agar kerusakan integritas kulit
menghindari penggunaan perianal
laksatif
8. Ajarkan klien teknik
menurunkan stress
NoA Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. 7. Penggunaan lakstif akan
memperparah keadaan diare
pasien jika tidak diimbangi
dengan intake makanan dan
cairan yang seimbang
8. Dengan reksasi dapat
membantu menurunkan tingkat
kecemasan klien
2. Resiko konstipasi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi (1100)
berhubungan dengan keperawatan selama 1. Anjrukan diet yang tinggi 1. Untuk mencegah
penurunan motikitas traktus Diharapkan konstipasi klien serat konstipasi
gastriuntestinal dapat teratasi dengan kriteria 2. Berikan snack terutama 2. Untuk melancarkan
hasil : kaya akan cairan seperti pencernaan
Kontinensia Usus (0500) jus ataupun buah segar
1. Mengenali keinginan untuk
defekasi ditingkatkan dari
skala 1 menjadi skala 3 Manajemen Konstipasi (0450)
(kadang-kadang) 1. Monitor tanda-tanda 1. Untuk mengetahui ada
2. Mempertahankan pola konstipasi tidaknya tanda-tanda
pengeluaran feses yang 2. Instruksikan pasien atau konstipasi
bisa diprediksi ditingkatkan keluarga untuk 2. Menunjukkan
dari skala 1 ke skala 3 mencatat karakteristik perkembangan selama
3. Tekanan sfingter memadai feses yang keluar perawatan
untuk mengontrol buang air (warna, volume,
besar ditingkatkan dari konsistensi, frekuensi)
skala 1 ke skala 2
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai