Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ELIMINASI URINE PADA Ny S

DENGAN DIAGNOSA MEDIS RETENSI URINE


DI RUANG NIFAS RSUD Dr.R.SOEDJONO SELONG
Tanggal 31 Agustus 2016

DISUSUN OLEH
DIAN NIRMALA SARI
016.02.0360

Kepada
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)MATARAM
MATARAM
2016

LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ELIMINASI URINE PADA Ny S
DENGAN DIAGNOSA MEDIS RETENSI URINE
DI RUANG NIFAS RSUD Dr.R.SOEDJONO SELONG
Tanggal 31 Agustus 2016

Laporan ini diperiksa dan disetujui pada:


Hari

Tanggal

Disusun Oleh
Dian Nirmala Sari
016.02.0360
Telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing Akademik

Pembimbing Lahan

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN ELIMINASI URINE : RETENSI URINE POST PARTUM
KONSEP ELIMINASI URINE
A. DEFINSI
Eliminasi
merupakan
proses
metabolisme

tubuh.

Pmbuangan

pembuangan
dapat

bowel (Wartonah, 2006).


Miksi adalah proses pengosongan

sisa-sisa

melalui
kandung

urine
kemih

dan
bila

kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam


terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter,
kandung kemih dan uretra. Proses ini terjadi dari dua
langkah
terisi

utama

yaitu:

sampai

nilai

ambang,

yaitu

timbul

(refleks

kandung

tegangan

di

dindingnya

yang

kemudian

refleks

saraf

berkemih)

yang

kemih

secara

meningkat

mencetuskan
yang

disebut

berusaha

progresif
diatas

langkah

kedua

refleks

miksi

mengosongkan

kandung

kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan


kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks
miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks
ini

bisa

juga

dihambat

atau

korteks serebri atau batang otak


Gangguan eliminasi urin adalah
individu

mengalami

atau

ditimbulkan
keadaan

berisiko

oleh

dimana

mengalami

pusat
seorang

disfungsi

eliminasi urine. Biasanya orang yang mengalami gangguan


eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine, yaitu
tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih
melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine.

B. PATOFISIOLOGI

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI URINE

1. Pertumbuhan dan perkembangan


Usia
dan
berat
badan
dapat
pengeluaran

urine.

Pada

berkurang,

demikian

usia

juga

mempengaruhi
lanjut,

wanita

jumlah

volum

hamil

bladder
sehingga

frekuensi berkemih juga akan lebih sering.


2. Sosiokultural
Budaya masyarakat

dimana

sebagian

masyarakat

hanya

dapat miksi pada tempat tertutup dan sebaliknya pada


masyarakat yang dapat miksi pada lokasi terbuka.
3. Psikologis
Pada keadaan cemas dan stress akan meningkatkan
stimulasi berkemih.
4. Kebiasaan Seseorang
Misalnya seseorang

hanya

bisa

berkemih

di

toilet

sehingga ia tidak dapat berkemih menggunakan pot urin.


5. Tonus otot
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot bladder, otot
abdomen,

dan

pelvis

untuk

berkontraksi.

Jika

ada

gangguan tonus otot, dorongan untuk berkemih juga akan


kurang.
6. Intake cairan dan makanan
Alcohol menghambat antideuretik

hormon

(ADH)

untuk

meningkatkan pembuangan urin. Kopi, teh, coklat, cola


(mengandung Cafeine) dapat meningkatkan pembuangan dan
ekskresi urin.
7. Kondisi penyakit
Pada pasien yang demam terjadi penurunan produksi urin
karena banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit.
Radangan dan iritasi organ kemih menimbulkan retensi
urin.
8. Pembedahan
Penggunaan

anastesi

menurunkan

filtrasi

sehingga produksi urin akan menurun.


9. Pengobatan
Penggunaan duritik meningkatkan output
kolinergik,

dan

anti

hipertensi

urin.
10. Pemriksaan diagnostik
Intravenus pyelogram dimana
sebelum

prosedur

untuk

glomerulus

urin,

menimbulkan

pasien

mengurangi

dibatasi
output

anti

retensi

intak
urine.

Cystocospy dapat mnimbulkan edema lokal pada uretra,

spasme, dan spinter bladder sehingga dapat menimbulkan


urine.
D. MASALAH ELIMINASI URINE
1. Retensi Urine
Merupakan
penumpukan
ketidakmampuan

urine

untuk

dalam

bladder

dan

mengosongkan

kandung

kemih.

Penyebab distensi bladder adalah urine yang terdapat


dalam bladder melebihi 400 ml. Normalnya 250-400 ml.
2. Inkontinensia Urine
Ketidakmampuan otot spinter eksternal sementara atau
menetap

untuk

mengontrol

inkontinensia :
pertama, stress
terjadi

pada

ekskresi

urine.

inkontinensia

saat

tekanan

yaitu

Ada

stress

intra-abdomen

jnis
yang

meningkat

seperti pada saat batuk atau tertawa


kedua, urge inkontinensia yaitu inkontinensia

yang

terjadi saat klien terdesak ingin berkemih, hal ini


terjadi

akibat

infeksi

saluran

atau spasme bladder.


3. Enurisis
Merupakan ketidaksanggupan
yang

diakibatkan

kemih

menahan

karena

bagian

kemih

bawah

(mengompol)

ketidakmampuan

untuk

mengendalikan spinter eksterna. Biasanya terjadi pada


anak-anak atau orang jompo.
E. PERUBAHAN POLA BERKEMIH
1. Frekuensi : meningkatnya
intake

cairan

yang

frekuensi

meningkat,

berkemih

biasanya

terjadi

tanpa
pada

cystitis, stress dan wanita hamil.


2. Urgency : perasaan ingin segera berkemih dan biasanya
terjadi pada anak-anak karena kemampuan spinter untik
mengontrol berkurang.
3. Dysuria : rasa sakit
misalnya

pada

dan

infeksi

struktur uretra.
4. Polyuria : produksi

kesulitan

saluran

urine

dalam

kemih,

melebihi

berkemih

trauma

normal,

dan
tanpa

peningkatan intake cairan misalnya pada pasien DM.


5. Urinary supression : keadaan diman ginjal memproduksi
urin secara tiba-tiba. Anuria (urine kurang dari 100

ml/24

jam),

olyguria

(urine

berkisar

100-500

ml/24

jam).
KONSEP RETENSI URINE
A. DEFINISI
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di
kandung

kemih

dan

tidak

mempunyai

kemampuan

untuk

mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine

adalah

kesulitan

fesika

miksi

karena

kegagalan

urine

dari

urinaria
B. ETIOLOGI
Penyebab

dari

pembesaran
infeksi,

retensi

urine

kelenjar

prostat,

kalkulus),

trauma,

antara
kelainan

lain
uretra

melahirkan

atau

diabetes,
(

tumor,

gangguan

persyarafan ( stroke, cidera tulang belakang, multiple


sklerosis

dan

menyebabkan
kontraksi

parkinson).

retensi
kandung

urine

kemih

kandung kemih. (Karch, 2008)

C. PATOFISIOLOGI

Beberapa
baik

atau

pengobatan
dengan

peningkatan

dapat

menghambat
resistensi

D. KLASIFIKASI RETENSI URINE


1. Retensi urin akut
Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih
tiba-tiba dan disertai rasa sakit meskipun buli-buli
terisi
sakit

penuh.
karena

Berbeda
urin

dengan

sedikit

kronis,
demi

tidak

sedikit

ada

rasa

tertimbun.

Kondisi yang terkait adalah tidak dapat berkemih sama


sekali,

kandung

disertai

rasa

kemih
nyeri,

penuh,
dan

terjadi

keadaan

tiba-tiba,

ini

termasuk

kedaruratan dalam urologi. Kalau tidak dapat berkemih


sama sekali segera dipasang kateter
2. Retensi urin kronik
Retensi urin kronik adalah retensi

urin

tanpa

rasa

nyeri yang disebabkan oleh peningkatan volume residu


urin

yang

bertahap.

Hal

ini

dapat

disebabkan

karena

pembesaran prostat, pembesaran sedikit2 lama2 ga bisa


kencing.

Bisa

kencing

sedikit

tapi

bukan

karena

keinginannya sendiri tapi keluar sendiri karena tekanan


lebih tinggi daripada tekanan sfingternya. Kondisi yang
terkait adalah masih dapat berkemih, namun tidak lancar
,

sulit

memulai

mengosongkan

berkemih

kandung

(hesitancy),

kemih

dengan

tidak

sempurna

dapat
(tidak

lampias). Retensi urin kronik tidak mengancam nyawa,


namun dapat menyebabkan permasalahan medis yang serius
di kemudian hari.
E. TANDA DAN GEJALA
1. Diawali dengan urine mengalir lambat
2. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah
karena pengosongan kandung kemih tidak efisien.
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
4. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa
ingin BAK.
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada
retensio urine adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan specimen urine.
2. Pengambilan: steril, random, midstream
3. Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb,
Keton dan Nitrit.
4. Sistoskopi ( pemeriksaan kandung kemih
5. IVP ( Intravena Pielogram ) / Rontgen
kontras.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Kateterisasi urethra.
2. Dilatasi urethra dengan boudy.
3. Drainase suprapubik
H. KOMPLIKASI
1. Urolitiasis atau nefrolitiasis
2. Pielonefritis
3. Hydronefrosis
4. Pendarahan
5. Ekstravasasi urine

dengan

bahan

I. RETENSI URINE POST PARTUM


1. Definisi
Retensio urin postpartum merupakan tidak adanya proses
berkemih
atau

spontan

dapat

setelah

berkemih

kateter

spontan

menetap

dengan

urin

dilepaskan,
sisa

kurang

dari 150 ml
Retensio urin merupakan salah satu komplikasi yang bisa
terjadi pada kasus obstetri . Retensi urine post partum
dapat

terjadi

pada

pasien

yang

mengalami

kelahiran

normal sebagai akibat dari peregangan atau trauma dari


dasar

kandung

faktor

kemih

dengan

predisposisi

lainnya

meliputi sectio cesarea,


anestesia,

pada

edema

trigonum.

dari

retensio

ekstraksi

gangguan

Faktor-

vakum,

sementara

urine

epidural

kontrol

saraf

kandung kemih, dan trauma traktus genital.


2. Patofisiologi
Pada masa kehamilan
pada

saluran

terjadi

kemih,

peningkatan

sebagian

elastisitas

disebabkan

oleh

efek

hormon progesteron yang menurunkan tonus otot detrusor.


Pada bulan ketiga kehamilan, otot detrusor kehilangan
tonusnya

dan

kapasitas

vesika

urinaria

meningkat

perlahan-lahan. Akibatnya, wanita hamil biasanya merasa


ingin berkemih ketika vesika urinaria berisi 250-400 ml
urin. Ketika wanita hamil berdiri, uterus yang membesar
menekan vesika urinaria. Tekanan menjadi dua kali lipat
ketika usia kehamilan memasuki 38 minggu. Penekanan ini
semakin

membesar

ketika

bayi

akan

dilahirkan,

memungkinkan terjadinya trauma intrapartum pada uretra


dan vesika urinaria dan menimbulkan obstruksi. Tekanan
ini

menghilang

setelah

bayi

dilahirkan,

menyebabkan

vesika urinaria tidak lagi dibatasi kapasitasnya oleh


uterus. Akibatnya vesika urinaria menjadi hipotonik dan
cenderung berlangsung beberapa lama.13,14
Retensi urin post partum paling sering terjadi akibat
dissinergis

dari

otot

Terjadinya

relaksasi

detrusor
sfingter

dan

sfingter

uretra

yang

uretra.
tidak

sempurna menyebabkan nyeri dan edema. Sehingga ibu post

partum tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya dengan


baik.
3. Faktor Resiko
1. Riwayat kesulitan berkemih
2. Primipara
3. Pasca anestesi blok epidural, spinal, atau pudenda
4. Persalinan yang lama dan/ atau distosia bahu
5. Kala II lama
6. Trauma perineal yang berat seperti sobekan para
uretral,

klitoris,

episiotomy

yang

besar,

rupture

grade 2 atau grade 3, oedem yang signifikan


7. Kateterisasi selama atau setelah kelahiran
8. Perubahan sensasi setelah berkemih
9. Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap
4. Gejala Klinis dan Diagnosis
Retensi urine memberikan gejala

gangguan

berkemih,

termasuk diantaranya:
Kesulitan buang air kecil
Pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-putus;
Keinginan untuk mengedan atau memberikan tekanan pada

suprapubik saat berkemih


Rasa tidak puas setelah berkemih
Kandung kemih terasa penuh ( distensi abdomen)
Kencing menetes setelah berkemih
Sering berkemih dengan volume yang kecil
Nokturia lebih dari 2-3 kali yang tidak berhubungan

dengan pemberian ASI


Keterlambatan berkemih

persalinan
Kesulitan dalam memulai berkemih setelah persalinan
Letak fundus uteri tinggi atau tidak berpindah dengan
kandung

kenih

yang

lebih

dari

teraba

jam

terdeteksi

setelah

melalui

perkusi) dan kemungkinan sakit perut bagian bawah.


Pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah,
maka

anamnesis

pemeriksaan
jumlah

urine

pemeriksaan

dan

pemeriksaan

rongga

pelvis,

yang

dikeluarkan

urinalisis

dan

fisik

yang

pemeriksaan
spontan

kultur

neurologik,

dalam

urine,

volume residu urine, sangat dibutuhkan.

lengkap,
24

jam,

pengukuran

Fungsi

berkemih

juga

harus

diperiksa,

dalam

hal

ini

dapat digunakan uroflowmetry, pemeriksaan tekanan saat


berkemih, atau dengan voiding cystourethrography.
Dikatakan normal jika volume residu urine adalah kurang
atau

sama

urine

dengan

lebih

dari

50ml,
200ml

sehingga
dapat

jika

volume

dikatakan

residu

abnormal

dan

biasa disebut retensi urine. Namun volume residu urine


antara

50-200ml

menjadi

pertanyaan,

sehingga

telah

disepakati bahwa volume residu urinenormal adalah 25%


dari total volume vesika urinaria.
5. Penatalaksanaan
Bladder Training
Bladder training adalah kegiatan melatih kandung kemih
untuk

mengembalikan

pola

normal

berkemih

dengan

menstimulasi pengeluaran urin. Dengan bladder training


diharapkan fungsi eliminasi berkemih spontan pada ibu
post partum spontan dapat terjadi dalam 2- 6 jam post
partum.
Ketika

kandung

kemih

menjadi

sangat

mengembang

diperlukan kateterisasi, kateter Foley ditinggal dalam


kandung kemih selama 24-48 jam untuk menjaga kandung
kemih

tetap

kosong

dan

memungkinkan

kandung

kemih

menemukan kembali tonus otot normal dan sensasi. Bila


kateter

dilepas,

pasien

harus

dapat

berkemih

secara

spontan dalam waktu 2-6 jam. Setelah berkemih secara


spontan, kandung kemih harus dikateter kembali untuk
memastikan
kemih

bahwa

mengandung

residu
lebih

urin
dari

minimal.
150

ml

Bila

residu

kandung
urin

drainase kandung kemih dilanjutkan lagi. Residu urin


setelah berkemih normalnya kurang atau sama dengan 50
ml.
Program latihan bladder training meliputi : penyuluhan,
upaya berkemih terjadwal, dan memberikan umpan balik
positif. Tujuan dari bladder training adalah melatih
kandung kemih untuk meningkatkan kemampuan mengontrol,
mengendalikan, dan meningkatkan kemampuan berkemih.

a. Secara umum, pertama kali diupayakan berbagai cara


yang non invasif agar pasien tersebut dapat berkemih
spontan.
b. Pasien post partum harus sedini mungkin berdiri dan
jalan ke toilet untuk berkemih spontan
c. Terapi
medikamentosa
diberikan
uterotonika

agar

terjadi involusio uteri yang baik. Kontraksi uterus


diikuti dengan kontraksi kandung kemih.
d. Apabila semua upaya telah dikerjakan

namun

tidak

berhasil untuk mengosongkan kandung kemih yang penuh,


maka perlu dilakukan kateterisasi urin, jika perlu
lakukan berulang
Bagan penatalaksanaan dari Retensio Urin dengan Bladder
training

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS RETENSIO URINE


A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien.
2. Riwayat kesehatan umum
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan klien.
3. Riwayat kesehatan klien
Riwayat kesehatan sekarang
Bagaimana frekuensi miksinya,
Adakah kelainan waktu miksi
Apakah rasa sakit terdapat pada daerah setempat atau
secara umum
Apakah penyakit timbul setelah adanya penyakit lain
Apakah terdapat mual mutah atau edema
Bagaimana keadaan urinnya
Adakah secret atau darah yang keluar
Adakah hambatan seksual
Bagaimana riwayat menstruasi
Bagaimana riwayat kehamilan
Adakah rasa nyeri
4. Data fisik Inpeksi
Seluruh tubuh dan daerah genital Palpasi
Pada daerah abdomen Auskultasi : kuadran atas abdomen
dilakukan untuk mendeteksi
Tingkat kesadaran
Tinggi Badan
Berat Badan
Tanda-tanda Vital
5. Data Psikologi

Keluhan dan reaksi pasien terhadap penyakit Tingkat


adaptasi pasien terhadap penyakit Persepsi pasien

terhadap penyakit.
Data social, budaya, spiritual Umum : hubungan dengan
orang lain, kepercayaan yang dianut dan keaktifanya
dalam kegiatan Pengkajian keperawatan Tanda-tanda dan
gejala retensi urine mudah terlewatkan kecuali bila
perawat melakukan pengkajian secara sadar terhadap
tanda dan gejala tersebut.Oleh karna itu ,pengkajian
keperawatan harus memperhatikan masalah berikut:
Kapan urinasi terakhir dilakukan dan berapa banyak
urine yang dieliminasikan?
Apakah pasien mengeluarkan urine sedikit-sedikit
dengan sering?
Apakah urine yang keluar itu menetes?
Apakah pasien mengeluh adanya rasa nyeri atau
gangguan rasa nyaman pada abdomen bagian bawah?
Apakah ada massa bulat yang muncul dari pelvis?
Apakah perkusi didaerah suprapubik menghasilkan
suara yang pekak?
Adakah indicator lain yang menunjukan retensi
kandung kemih seperti kegelisahan dan agitasi?

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN, INTERVENSI DAN RASIONAL


1. Retensi urin berhubungan dengan ketidakmampuan kandung
kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24
jam masalah retensi urine dapat teratasi.
Kriteria hasil
:
Berkemih dengan jumlah yang cukup
Tidak teraba distensi kandung kemih
Intervensi :
a. Dorong pasien utnuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila
tiba-tiba dirasakan.
R : Meminimalkan retensi urin dan distensi berlebihan
pada kandung kemih.
b. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih.
R : Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran
perkemihan atas
c. Perkusi/palpasi area suprapubik
R: Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea
suprapubik.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi


pada kandung kemih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24
jam masalah nyeri dapat teratasi.
Kriteria hasil :
Menyatakan nyeri hilang / terkontrol
Menunjukkan rileks, istirahat dan peningkatan
aktivitas dengan tepat
Intervensi :
a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas nyeri.
R : Memberikan informasi untuk membantu dalam
menetukan intervensi
b. Plester selang drainase pada paha dan kateter pada
abdomen.
R : Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi
pertemuan penis-skrotal.
c. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan nyeri.
R : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama
fase retensi akut.
d. Berikan tindakan kenyamanan
R : Meningktakan relaksasi dan mekanisme koping.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring,
nyeri, kelemahan otot.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24
jam masalah intoleransi aktivitas dapat teratasi.
Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan toleransi
terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tidak
adanya dispnea, kelemahan, tanda vital dalam rentang
normal.

Intervensi :
a. Evaluasi respon klien terhadap aktivitas.
R : Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
selama fase akut sesuai indikasi.
R : Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat

c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana


pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan
istirahat.
R : Tirah baring dapat menurunkan kebutuhan
metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan
d. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
R : Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respons
individual pasien terhadap aktivitas.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth.2010. Text Book Of Medical Surgical
Nursing 12th Edition. China : LWW
Doenges,

Marilynn

E.2000.

Rencana

Asuhan

Keperawatan.

Jakarta: EGC
Kozier&Erb. 2009. Buku
Jakarta.

Ajar Praktik Keperawatan Klinis.

Pierce A. Grace & Neil R. Borley.2006.At a Glance Ilmu Bedah


Edisi Ketiga. Erlangga.
Suharyanto Toto, Madjid Abdul.2009. Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Gangguan Perkemihan.Jakarta: EGC
Carpenito-Moyet,

Lynda

Juall.

2007.

Buku

Saku

Diagnosis

Keperawatan. Jakarta: EGC


Nanda NIC-NOC.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa. Medis Edisi Revisi Jilid 1. Jakarta : EGC
Nanda NIC-NOC.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta : ECG

Anda mungkin juga menyukai