Anda di halaman 1dari 26

KEPERAWATAN DASAR PROFESI

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DENGAN GANGGUAN ELIMINASI URINE

PADA PASIEN BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA)

Oleh :

M. Putra Haramain A

202006052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Kebutuhan Dasar Manusia Dengan

Gangguan Eliminsi Urine pada pasien BPOH, Oleh :

Nama : M. Putra Haramain A

Nim : 202006052

Prodi : Pendidikan Profesi Ners

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan Tugas Praktik Pendidikan Profesi Ners

Departemen Keperawatan Dasar Profesi (KDP), yang dilaksanakan pada 11 Januari 2021

sampai 23 Januari 2021.

Mengesahkan,

Pembimbing Akademik, Mahasiswa,

(M. Tukhid S.Kep., Ns, M.Kep) (M. Putra Haramain A)


Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan KDP

Dengan Gangguan Eliminasi Urine

A. Konsep Gangguan Eliminasi Urine

1. Definisi gangguan eliminasi urine

Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau

beresiko mengalami disfungsi eliminasi urine, (Carpenito, 2013). Eliminasi

merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolism tubuh, pembanguan ini dapat

melalui urine ataupum bowel (Wartonah, 2012). Eliminasi merupakan pengeluaran

cairan. Proses pengeluaran ini sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi

urine seperti ginjal, ureter, bladder,dan uretra (Wartonah, 2014). Pada orang yang

mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine, yaitu tindakan

memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan

untuk mengeluarkan urine yang tidak bisa dikeluarkan

2. Masalah-masalah pada gangguan eliminasi urine

1) Retensi urin : adanya penumpukkan urine di dalam kandung kemih dan

ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan diri atau mengeluarkan

urine yang ditampungnya.

2) Inkontinensia urine : ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter

eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.

3) Enuresis : hilangnya kontrol kandung kemih pada malam hari. Biasanya terjadi

pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam hari (nocturnal enuresis), dapat

terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.


4) Urgency : perasaan seseorang untuk berkemih. Biasanya disertai dengan

munculnya rasa sakit atau ketidaknyamanandi kandung kemih atau saluran

kemih saat menahan keinginan untuk berkemih.

5) Dysuria : adanya rasa sakit atau kesulitan saat berkemih

6) Polyuria : produksi urin yang berlebihan atau dalam jumlah besar oleh ginjal,

seperti 2.500ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.

7) Urinary suppresi : berhenti produksi urine secara mendadak. Secara normal,

ginjal memproduksi urin dengan kecepatan 60-120ml/jam secara terus-

menerus.

3. Etiologi gangguan eliminasi urine

1) Intake cairan Jumlah dan jenis makanan merupakan factor utama yang

mempengaruhi output urine atau defekasi, seperti protein dan sodium yang

mempengaruhi jumlah urine yang akan dikeluarkan.

2) Aktivitas Aktivitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.

Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk

tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih

terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode yang lama.

Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot

itu tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktivitas yang

lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini

disebabkan karena lebih besar metabolism tubuh.

3) Obstruksi Batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, dan striktur uretra

4) Infeksi

5) Kehamilan
6) Penyakit (pembesaran kelenjar prostat)

7) Trauma sum sum tulang belakang

8) Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis, kandung kemih dan uretra

9) Usia

10) Penggunaan obat-obatan

4. Manifestasi Klinis eliminasi urine

1) Ketidaknyamanan daerah pubis

2) Disensi vesika urinaria

3) Ketidaksanggupan untuk berkemih

4) Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50ml)

5) Meningkatnya keresahan dan keinginan untuk berkemih

6) Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan antara input dena

outputnya.

5. Patofisiologi gangguan eliminasi urine

Gangguan pada eliminasi urine sangat beragam seperti yang sudah dijelaskan

diatas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda-

beda. Salah satu hal yang dapat menyebabkan gangguan eliminasi urine tersebut

adalah infeksi, yang dapat mengakibatkan adanya reaksi antigen dan antibody.

Sehinga dapat menimbulkan infeksi pada saluran kencing yang menyebabkan

terjadinya obstruksi atau penyempitan sebagian sampai total pada saluran

kencing. Hal ini dapat merusak otot sfingter eksterna sehingga terjadilah

inkontinensia urin reflex. Etiologi yang kedua adalah karena adanya penyakit

tertentu seperti pembesaran kelenjar prostat. Hal ini juga bisa menyebabkan

obstruksi sebagian sehingga pengeluaran urin menurun dan terjadilah retensi

urine. Yang terakhir terdapat kesalah pola aktivitas atau aktivitas yang berlebihan,
hal ini juga dapat menyebabkan produksi urine menurun hingga dysuria urin dan

terbentuklah diagnose ganggua pola eliminasi urin. Dysuria urin tersebut juga

dapat menyebabkan nyeri akut.

6. WOC gangguan eliminasi urine


7. Pemeriksaan diagnostik gangguan eliminasi urine

Menurut Nurarif, A. H., & Kusuma,H. (2015) :

1) Pemeriksaan USG

2) Pemeriksaan foto rontgen

3) Pemeriksaan laboratorium urin dan feses Pemeriksaan diagnostik saluran

gastrointestinal meliputi teknik visualisasi langsung atau tidak langsung dan

pemeriksaan laboratorium terhadap unsur-unsur yang tidak normal.

8. Penatalaksanaan medis

1) Memvisualisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan ureter,

kandung kemih, dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat invasive. Klien perlu

menerima injeksi pewarna radiopaq secara intravena.

2) Computerized Axial Tomography. Merupakan prosedur sinar X

terkomputerisasi yang digunakan untuk memperoleh gambaran terperinci

mengenai struktur bidang tertentu dalam tubuh.

3) Ultrasonografi. Merupakan alat diagnostic yang noninovatif yang berharga

dalam mengkaji gangguan perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang

suara yang tidak dapat didengar, berfrekuensi tinggi, yang memantul dari

struktur jaringan.

4) Prosedur invasive

• Sistoscopy. Terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak fleksibel tapi

ukurannya lebih besar sistoscopy diinsersi melalui uretra klien. Instrument ini

memiliki selubung plastk atau karet. Sebuag obturator yang membuat skop

tetap kaku selama insersi.sebuah teleskop untuk melihat kandung kemih dan

uretra dan sebuah saluran untuk menginsersi kateter atau instrument bedah

khusus.
• Biopsy ginjal. Menentukan sifat, luas dan prognosis ginjal. Prosedur ini

dilakukan dengan mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk diperiksa

dengan teknik mikroskopik yang canggih. Prosedur ini dapat dilakukan dengan

metode tertutup atau pembedahan terbuka.

• Angiography. Merupakan prosedur radiografi invasive yang mengevaluasi

system arteri ginjal. Digunakan untuk memeriksa arteri ginjal utama atau

cabangnya untuk mendeteksi adanya massa (neoplasma atau kista).

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

Untuk mengidentifikasi masalah eliminasi urine dan mengumpulkan data guna

menyusun suatu rencana keperawatan, perawat perlu melakukan pengkajian

keperawatan. Menurut Tarwoto dan Hartonah (2006).

a) Identitas

Berisi tentang identitas yang terdiri dari nama klien, usia, jenis kelamin,

alamat, agam, pekerjaan, tanggal masuk, alasan masuk, no RM, keluarga yang

dapat dihubungi.

b) Alasan masuk rumah sakit

Apa yang mneyebabkan keluarga atau klien datang untuk dirawat di rumah

sakit. Biasanya masalah yang dialami pasien yaitu sulit untuk mengeluarkan

urin, sakit saat BAK, merasa tidak nyaman pada area pubis.

c) Riwayat penyakit sekarang

Riwayat keperawatan eliminasi urin membantu perawat menentukan pola

defekasi normal klien. Perubahan yang terjadi dalam pengumpulan informasi

tentang beberapa masalah yang pernah terjadi yang berhubungan dengan


eliminasi urin, pengkajiannya meliputi : a. Pola eliminasi b. Gambaran urin

dan perubahan yang terjadi c. Masalah yang dihadapi saat melakukan

eliminasi d. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat

bantu, diet, intake cairan, aktivitas dan latihan, meditasi dan stress.

d) Pemeriksan fisik

Pada abdomen perlu diperiksa pembersaran, pelebaran pembuluh darah vena,

distensi bladder, pembesaran ginjal dan nyeri tekan. Pada genetalia wanita

perlu dilakukan pemeriksaan inflamasi, nodoul, lesi adanya sekret dan meatus,

adanya atropi pada jaringan vagina. Pada genitalia laki-laki periksa

kebersiihan, adanya lesi, tenderness, dan adanya pembesaran skrotum.

e) Intake dan output cairan

Lakukan pengkajian intake dan output cairan dalam satu hari, kebiasaan

minum selama di rumah, intake cairan infus, oral, makanan dan NGT.

Kemudian kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan

cairan. lakukan oengkajian output urine dari urinal, cateter bag, drainage,

sitostomi dan periksa karakteristik urine seperti : warna, kejernihan, bau dan

kepekatan.

f) Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan urin dengan nilai normal :

a. Warna : urine normal berwarna kuning-kekuningan. Obat-obatan dapat

mengubah warna urine seperti orange gelap. Warna urin merah kuning, coklat

merupakan indikasi adanya sutau penyakit.

b. Bau : urine normal berbau aromatik yang memusingkan. Bau yang

merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obatobatan

tertentu.
c. Berat jenis : berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan d

dengan suatu volume yang sama dari jenis yang lain, seperti air yang disuling

sebagai standart. Berat jenis air suling adalah 1,009 ml. Normal berat jenis :

1010-1025.

d. Kejernihan : normal urine terang dan transparan. Urine dapat menjadi keruh

karena ada mukus atau pus.

e. pH : normal pH pada urin sedikit asam (4,5-7,5). Urine yang telah melewati

temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas

bakteri.

f. Protein : normalnya moleku-molekul protein yang besar seperti albumin,

fibrinogen, globulin tidak tersaring melalui ginjal. Pada keadaan kerusakan

ginjal molekul-molekul tersebut dapat tersaring. Adanya protein di dalam

urine disebut proteinuria. Adanya albumin di dalam urine disebut albuminuria.

g. Volume : volume urine menentukan beberapa jumlah urine yang dikeuarkan

dalam waktu 24 jam. Berdasarkan usia, volume urine normal dapat ditentukan

sebagai berikut.

Usia 1-2 hari : 15-60 ml/hari

Usia 3-10 hari : 100-300 ml/hari

Usia 10-12 bulan : 250-400 ml/hari

Usia 12 bulan- 1 tahun : 400-500 ml/hari

Usia 1-3 tahun : 500-600 ml/hari

Usia 3-5 tahun : 600-700 ml/hari

Usia 5-8 tahun : 700-1000 ml/hari

Usia 8-14 tahun : 800-1400 ml/hari

Usia 14 thn- dewasa : 1500 ml/hari


Dewasa tua : < 1500 ml/hari

2. Diagnosa keperawatan

a) Inkontinensia urin refleks berhubungan dengan kerusakan jaringan (kerusakan

otot sfingter eksterna)

b) Retensi urin berhubungan dengan disfungsi neurologis

c) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung

kemih

d) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

3. Intervensi keperawatan

Perencanaan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan rencana

tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan

dan diagnosis tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus

telah tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi dari diagnosis

tertentu. Tujuan Khusus merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau

dimiliki klien (Direja, 2011).

No Diagnosa Kep SKLI SIKI

1. Inkontinensia urin Kontinensia urin membaik dengan Kateterisasi urine

refleks berhubungan kriteria hasil : Observasi :

dengan kerusakan 1. Nokturia menurun 1. Periksa kondisi pasien (kesadaran,

jaringan (kerusakan 2. Residu volume urin setelah TTV, distensi kandung kemih,

otot sfingter eksterna) berkemih menurun inkontinensia urin)

3. Distensi kandung kemih menurun Terapeutik :

4. Enuresis menurun 1. Siapkan peralatan, bahan-bahan

dan ruang tindakan.

2. Siapkan pasien

3. Pasang sarung tangan

4. Bersihkan daerah perineal


5. Sambungkan kateter dengan urine

bag

6. Berikan label waktu pemasangan

Edukasi :

1. Jelaskan tujuan dan prosedur

pemasangan kateter urine

2. Anjurkan menarik napas saat

insersi selang kateter

2 Retensi urin Eliminasi urin membaik dengan Kateterisasi urine

berhubungan dengan kriteria hasil : Observasi :

disfungsi neurologis 1. Desakan berkemih (urgensi) 1. Periksa kondisi pasien (kesadaran,

menurun TTV, distensi kandung kemih,

2. Distensi kandung kemih menurun inkontinensia urin)

3. Berkemih tidak tuntas menurun Terapeutik :

4. Volume residu urine menurun 1. Siapkan peralatan, bahan-bahan

5. Urine menetes menurun dan ruang tindakan.

6. Nokturia menurun 2. Siapkan pasien

7. Mengompol mneurun 3. Pasang sarung tangan

8. Enuresis menurun 4. Bersihkan daerah perineal

5. Sambungkan kateter dengan urine

bag

6. Berikan label waktu pemasangan

Edukasi :

1. Jelaskan tujuan dan prosedur

pemasangan kateter urine

2. Anjurkan menarik napas saat

insersi selang kateter

4 Gangguan eliminasi Eliminasi urin membaik dengan Dukungan perawatan diri : BAB/BAK

urin berhubungan kriteria hasil : Observasi :

dengan penurunan 1. Desakan berkemih (urgensi) 1. Identifikasi BAB/BAK sesuai usia


kapasitas kandung menuru 2. Monitor integrasi kulit pasien

kemih 2. Distensi kandung kemih menurun Terapeutik :

3. Berkemih tidak tuntas menurun 1. Buka pakaian yang diperlukan

4. Volume residu urine menurun untuk memudahlan eliminasi

5. Urine menetes menurun 2. Dukung penggunaan toilet atau

6. Nokturia menurun pispot secara konsisten

7. Mengompol mneurun 3. Jaga privasi

8. Enuresis menurun 4. Bersihkakn alat bantu BAB/BAK

setelah digunakan

5. Sediakan alat bantu (Kateter urinal)

Edukasi :

1. Anjurkan BAB/BAK secara rutin

2. Anjurkan ke kamar mandi/ toilet

jika perlu

4. Implementasi keperawatan

Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan

keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah

direncanakan perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan

masih sesuai dan dibutuhkan oleh pasien saat ini (Prabowo, 2014).

5. Evaluasi

Menurut Direja (2011), evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan kepada pasien. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu : evaluasi

proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakantindakan, evaluasi

hasil atau somatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respons pasien dan

tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakuakn dengan

menggunakan SOAP, yaitu sebagai berikut :


S : Respons subyektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

dapat diukur dengan menanyakan kepada pasien secara langsung.

O : Respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku pasien pada saat tindakan dilakukan.

A : Analisis ulang atas data subjektif dna objektif untuk menyimpulkan apakah

masalah masih tetap, sudah teratasi atau muncul masalah baru atau ada data yang

kontradiksi dengan maslaah yang ada.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.
C. Asuhan Keperawatan

Kasus Semu :

Tn. S berusia 60 tahun datang ke RS pada tanggal 18 Januari 2021 jam 08.00 dengan

keluhan BAK tidak tuntas, pasien mengatakan sudah sejak 3 hari yang lalu setiap

BAK tidak tuntas dengan pancaran kurang deras saat BAB. Pasien mengatakan kaku

pada perut bagian bawah karena BAK yang tidak tuntas.

Setelah dilakukan pemeriksaan pasien terdiagnosa medis BPH stadium II, saat ini

pasien dirawat di ruangan dengan TTV : TD 140/90 mmHg, N 85 x/menit, Suhu

36,7˚C, Respirasi 20 x/menit. Keadaan umum pasien cukup dan kesadaran Compos

mentis dengan GCS 456.

PENGKAJIAN :
ANALISA DATA

No Data Etiologi Diagnosa

1 DS : Blok spingter Retensi Urine

• Pasien mengatakan BAK tidak

tuntas

• Pasien mengatakan BAK tidak

tuntas sudah 3 hari

DO :

• Pasien terlihat menahan perut

bagian bawah

• BAK ±300 ml, warna kuning

pekat, pacaran lemah, perasaan

nyeri
INTERVENSI

No Tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria hasil Intervensi


1 18 Januari 2021 Retensi Urine Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam Observasi :
retensi urine pasien membaik dengan kriteria 1. Identifikasi BAB/BAK sesuai usia
hasil : Terapeutik :
1. Desakan berkemih (urgensi) menurun 1. Buka pakaian yang diperlukan untuk
2. Distensi kandung kemih menurun memudahlan eliminasi
3. Berkemih tidak tuntas menurun 2. Dukung penggunaan toilet atau pispot
4. Volume residu urine menurun secara konsisten
5. Urine menetes menurun 3. Jaga privasi
4. Bersihkakn alat bantu BAB/BAK setelah
digunakan
5. Sediakan alat bantu (Kateter urinal)
Edukasi :
1. Anjurkan BAB/BAK secara rutin
2. Anjurkan ke kamar mandi/ toilet jika
perlu
IMPLEMENTASI & EVALUASI

No Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi


1. 18 Januari 2021 Retensi Urine 08.00 : Mengkaji TTV, Mengkaji BAK sesuai S : Pasien mengatakan BAK tidak tuntas,
Usia masih terasa penuh pada kandung kemih dan
08.15 : Membantu pasien Toiletting nyeri saat BAK
08.20 : Mengkaji Urine pasien O : Urine sedikit, pancaran lemah, warna
kuning pucat
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Kolaborasi dengan dokter urologi
untuk tindakan selanjutnya (operasi)

2. 19 Januari 2021 Retensi Urine 08.00 : Mengkaji TTV, Mengkaji BAK pasien S : Pasien mengatakan BAK masih tidak
08.15 : Mengedukasi pasien untuk tidak tuntas, pasien mengatakan siap untuk di
menahan BAK operasi
08.20 : Mengedukasi pasien untuk tindakan O : pasien terlihat memegang perut bagin
selanjutnya yang akan dilakukan bawah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi pasca operasi

Anda mungkin juga menyukai