Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT RETENSI URINE

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat I

Fasilitator : Ns. Fajri Andi R.,M.Kep

DISUSUN OLEH :
1. ADIK RIA WARDANI (201602001)
2. BELLA DESI VITA (201602007)
3. DISYE DRATISTIANA D (201602012)
4. NI KETUT LEDI W (201602026)
5. SOFA AMALIA (201602039)
6. M. KHOIRUR ROFIQ (201402063)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

BANYUWANGI

2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG MASALAH


Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi
meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner &
Suddarth). Retensio urine adalah sutau keadaan penumpukan urine di
kandung kemih dan tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara
sempurna (PSIK UNIBRAW).
Urin merupakan hasil dari ekskresi manusia yang dihasilkan dari
penyaringan darah yang dilakukan di ginjal. Urin normal berwarna kekuning-
kuningan atau terang dan transparan.Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut
berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik.
Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial.
Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorbsi ketika molekul yang
penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui
molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang
tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan
dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui
melalui urinalisis.
Dalam urin bisa terdapat amonia. Amonia adalah suatu produk yang
dihasilkan ketika proses pencernaan protein. Hati memproduksi amonia yang
berbahaya terutama jika fungsi hati juga tidak berjalan dengan baik. Setiap
menit akan mengalir sejumlah 1060 ml darah (1/5 cardic out put) menuju ke 2
ginjal melalui arteri renalis. Dari jumlah tersebut darah yang akan kembali
melalui vena renalis sejumlah 1059 ml sedangkan sisanya sebesar 1 ml akan
keluar sebagai urin.
Proses Miksi (Rangsangan Berkemih)
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres
reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc
sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan
terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama

2
terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan
akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih. Rangsangan yang
menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus
dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger
eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan
miksi. kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf – saraf yang
menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh. Bila
terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia
urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine
(kencing tertahan).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.2.1 Apa yang dimaksud denganRetensi urine ?
1.2.2 Bagaimana anatomi dan fisiologi Perkemihan ?
1.2.3 Apa penyebab dari Retensi urine?
1.2.4 Apa saja faktor resiko dari Retensi urine?
1.2.5 Bagaimana klasifikasi dari Retensi urine ?
1.2.6 Bagaimana patofisiologi dan pathway dari Retensi urine?
1.2.7 Apa saja manifestasi klinis dari Retensi urine?
1.2.8 Apa komplikasi yang akan ditimbulkan dari Retensi urine ?
1.2.9 Bagaimana pemeriksaan diagnostik dariRetensi urine ?
1.2.10 Bagaimana penatalaksanaan dariRetensi urine?
1.2.11 Bagaimana pencegahan dari Retensi urine?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan penulisan ini dibedakan menjadi dua yakni :
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini secara umum adalah agar mahasiswa dapat
memahami “LANDASAN TEORI “Retensi urine” dan bisa di terapkan
dalam praktek keperawatan nantinya.

3
2. Tujuan Khusus
Tujuan penulisan dari makalah ini diantaranya sebagai berikut :
a) Memahami tentang pengertian dari Retensi urine
b) MemahamikembalianatomidanfisiologiPerkemihan
c) MemahamitentangetiologidariRetensi urine
d) Memahamitentangfaktor resiko dari Retensi urine
e) MemahamitentangklasifikasidariRetensi urine
f) Memahamitentangpatofisiologi/pathway dariRetensi urine
g) MemahamitentangmanifestasiklinisdariRetensi urine
h) MemahamikomplikasidariRetensi urine
i) MemahamitentangpemeriksaandiagnosadariRetensi urine
j) MemahamitentangpenatalaksanaanmedisdariRetensi urine
k) Memahami tentang pencegahan dari Retensi urine
l) Memenuhi tugas matakuliah Sistem perkemihan

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN RETENSI URIN


Retensi urin adalah ketidakmampuan dalam mengeluarkan urine sesuai
dengan keinginan, sehingga urine yang terkumpul di buli-buli melampaui batas
maksimal. Penyebabnya adalah adalah akibat penyempitan pada lumen uretra
karena fibrois pada dindingna, disebut dengan striktur uretra (Widayanti, dkk
2017)
Retensi urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan
urin yang terkumpul di dalam kandung kemih hingga kapasitas maksimal
kandung kemih terlampaui. Proses miksi terjadi karena adanya koordinasi
harmonik antara otot detrusor kandung kemih sebagai penampung dan
pemompa urin dengan uretra yang bertindak sebagai pipa untuk menyalurkan
urin. Adanya penyumbatan pada uretra, kontraksi kandung kemih yang tidak
adekuat, atau tidak adanya koordinasi antara kandung kemih dan uretra dapat
menimbulkan terjadinya retensi urin (Purnomo, 2014).

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN


Struktur anatomi dan fisiologi system urinaris bagian bawah.

5
Sistem urinaria bagian bawah terdiri atas buli-buli dan uretra yang
keduanya harus bekerja secara sinergis untuk dapat menjalankan fungsinya
dalam menyimpan (storage) dan mengeluarkan (voiding) urine. Buli-buli
merupakan organ berongga yang terdiri atas mukosa, otot polos destrusor,
dan serosa. Pada perbatasan antara buli-buli dan uretra, terdapat sfingter
uretra interna yang terdiri atas otot polos. Sfingter interna ini selalu tertutup
pada saat fase miksi atau pengeluaran (evacuating). Disebelah distal dari
uretra posterior terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris
dari otot dasar panggul. Sfingters ini membuka pada saat miksi sesuai dengan
perintah dari korteks serebri. (buku dasar-dasar urologi)
Pada fase pengisian, terjadi relaksasi otot destrusor dan pada fase
pengeluaran urine terjadi kontraksi otot detrusor. Selama pengisian urine,
buli-buli mampu untuk melakukan akomodasi yaitu meningkatkan
volumenya dengan mempertahankan tekanannya dibawah 15 cm H2O, sampai
volumenya cukup besar. (buku dasar-dasar urologi )

2.3 ETIOLOGI
Adapun penyebab dari penyakit retensio urine adalah sebagai berikut:
1. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2
S4 setinggi T12L1.Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik
sebagian ataupun seluruhnya, misalnya pada operasi miles dan mesenterasi
pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya miningokel,tabes doraslis, atau
spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.

2. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada
pasien DM atau penyakit neurologist, divertikel yang besar.

3. Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur,


batu kecil,tumor pada leher vesika, atau fimosis.

4. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran porstat, kelainan patologi


urethra(infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik kandung
kemih.

6
5. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine),
preparatantidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin
(Pseudoefedrin hidroklorida= Sudafed), preparat penyekat β adrenergic
(Propanolol), preparat antihipertensi (hidralasin) 

2.4 KLASIFIKASI RETENSI URINE


1. Retensi urin akut
Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-tiba
dan disertai rasa sakit meskipun buli-buli terisi penuh. Berbeda dengan
kronis, tidak ada rasa sakit karena urin sedikit demi sedikit tertimbun.
Kondisi yang terkait adalah tidak dapat berkemih sama sekali, kandung
kemih penuh, terjadi tiba-tiba, disertai rasa nyeri, dan keadaan ini
termasuk kedaruratan dalam urologi. Kalau tidak dapat berkemih sama
sekali segera dipasang kateter

2. Retensi urin kronik


Retensi urin kronik adalah retensi urin ‘tanpa rasa nyeri’ yang
disebabkan oleh peningkatan volume residu urin yang bertahap. Hal ini
dapat disebabkan karena pembesaran prostat, pembesaran sedikit2 lama2
ga bisa kencing. Bisa kencing sedikit tapi bukan karena keinginannya
sendiri tapi keluar sendiri karena tekanan lebih tinggi daripada tekanan
sfingternya. Kondisi yang terkait adalah masih dapat berkemih, namun
tidak lancar , sulit memulai berkemih (hesitancy), tidak dapat
mengosongkan kandung kemih dengan sempurna (tidak lampias). Retensi
urin kronik tidak mengancam nyawa, namun dapat menyebabkan
permasalahan medis yang serius di kemudian hari.
Perhatikan bahwa pada retensi urin akut, laki-laki lebih banyak
daripada wanita dengan perbandingan 3/1000 : 3/100000. Berdasarkan
data juga dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya umur pada laki-laki,
kejadian retensi urin juga akan semakin meningkat. 

7
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Pada retensi urin akut di tandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih
yang penuh dan distensi kandung keimih yan ringan. Pada retensi kronik
ditandai dengan gejala iritasi kandung kemih ( frekuensi,disuria,volume
sedikit) atau tanpa nyeri retensi yang nyata.

Adapun tanda dan gejala dari pnyakit retensi urin ini adalah :

1. Di awali dengan urin mengalir lambat


2. Terjadi poliuria yang makin lama makin parah karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien.
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
4. Terasa ada tekanan, kadang trasa nyeri dan kadang ingin BAK
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc
Tanda klinis retensi:
1. Ketidak nyamanan daerah pubis
2. Distensi vesika urinia.
3. Ketidak sanggupan untuk berkemih.
4. Ketidak seimbangan jumlah urin yang di keluarkan dengan  asupannya.
Retensi urine dapat menimbulkan infeksi yang bisa terjadi akibat
distensi kandung kemih yang berlebihan gangguan suplai darahpada dinding
kandu kemih dan proliferasi bakteri. Gangguan fungsi renal juga dapat
terjadi, khususnya bila terdapat obstruksi saluran kemih.

2.6 PATOFISIOLOGI
Secara garis besar penyebab retensi dapat dapat diklasifikasi menjadi 5 jenis
yaitu :
1. Obstruksi
2. Infeksi
3. Farmakologi
4. Neurologi

8
5. Faktor trauma
Obstruksi pada saluran kemih bawah dapat terjadi akibat faktor
intrinsik atau faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik berasal dari sistem saluran
kemih dan bagian yang mengelilinginya seperti pembesaran prostat jinak,
tumor buli-buli, striktur uretra, phimosis, paraphimosis, dan lainnya.
Sedangkan faktor ekstrinsik, sumbatan berasal dari sistem organ lain,
contohnya jika terdapat massa di saluran cerna yang menekan leher buli-buli,
sehingga membuat retensi urine. Dari semua penyebab, yang terbanyak
adalah akibat pembesaran prostat jinak. Penyebab kedua akibat infeksi yang
menghasilkan peradangan, kemudian terjadilah edema yang menutup lumen
saluran uretra. Reaksi radang paling sering terjadi adalah prostatitis akut,
yaitu peradangan pada kelenjar prostat dan menimbulkan pembengkakan
pada kelenjar tersebut. Penyebab lainnya adalah uretritis, infeksi herpes
genitalia, vulvovaginitis, dan lain-lain. 3 Medikasi yang menggunakan bahan
anti kolinergik, seperti trisiklik antidepresan, dapat membuat retensi urine
dengan cara menurunkan kontraksi otot detrusor pada bulibuli.
Obat-obat simpatomimetik, seperti dekongestan oral, juga dapat
menyebabkan retensi urine dengan meningkatkan tonus alpha-adrenergik
pada prostat dan leher bulibuli. Dalam studi terbaru obat anti radang non
steroid ternyata berperan dalam pengurangan kontraksi otot detrusor lewat
inhibisi mediator prostaglandin. Banyak obat lain yang dapat menyebabkan
retensi urine.
Secara neurologi retensi urine dapat terjadi karena adanya lesi pada
saraf perifer, otak, atau sumsum tulang belakang. Lesi ini bisa menyebabkan
kelemahan otot detrusor dan inkoordinasi otot detrusor dengan sfingter pada
uretra.
Penyebab terakhir adalah akibat 5 trauma atau komplikasi pasca
bedah. Trauma langsung yang paling sering adalah straddle injury, yaitu
cedera dengan kaki mengangkang, biasanya pada anak-anak yang naik sepeda
dan kakinya terpeleset dari pedalnya, sehingga jatuh dengan uretra pada
bingkai sepeda.

9
2.7 KOMPLIKASI
1. Urolitiasis atau nefrolitiasis
Nefrolitiasis adalah adanya batu pada atau kalkulus dalam velvis
renal, sedangkan urolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam sistem
urinarius. Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus
urinarius. Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi
tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat.

2. Pielonefritis
Pielonefritis adalah radang pada ginjal dan saluran kemih bagian
atas. Sebagian besar kasus pielonefritis adalah komplikasi dari infeksi
kandung kemih (sistitis). Bakteri masuk ke dalam tubuh dari kulit di
sekitar uretra, kemudian bergerak dari uretra ke kandung kemih. Kadang-
kadang, penyebaran bakteri berlanjut dari kandung kemih dan uretra
sampai ke ureter dan salah satu atau kedua ginjal. Infeksi ginjal yang
dihasilkan disebut pielonefritis.

3. Hydronefrosis
4. Pendarahan
5. Ekstravasasi urine

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine
adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan specimen urine.


2. Pengambilan: steril, random, midstream.
3. Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton,
Nitrit.
4. Sistoskopy, IVP

Table urinalitis

10
N Pemeriksaan Normal Abnormal
o.
Warna Kekuning- Merah: Menunjukkan hematuri (kemungikan obstruksi
kuningan urin kalkulus, renalis tumor, kegagalan ginjal )
Kejernihan Jernih Keruh: Terdapat kotoran, sendi membakteri (infeksi
urinaria)
Bobotjenis 1.003- Biasanya menunjukan intake cairan semakin sedikit iritan
100351 cairan semakin tinggi bobot jenis
Bila bobot jenih tetap rendah (1.010-1.014) di duga
terdapat penyakit ginjal.
Protein 0-8 mg/dl Protein uria dapat terjadi karena diet tinggi protein dan
karena banyak gerakan (terutama yang lam )
Gula 0 Terlihat pada penyakit renal

Eritrosit 0-4 Cedera jaringan ginjal


Leukosit 0-5 Infeksi saluran kemih

Cast/silinder 0 Infeksi saluran ginjal, penyakit renal


PH 4.6-6.8 Alkali bila dibiarkan atau pada infeks isaluran Kemih,
( rata-rata tingkat asam meningkat pada asidosis tubulus renalis
6.0 )
Keton 0 Keton uria terjadi karena kelaparan dan ketoasidosis
diabetic

11
2.9  PENATALAKSANAAN
Bila diagnosis retensi urin sudah ditegakkan secara benar, penatalaksanaan
ditetapkan berdasarkan masalah yang berkaitan dengan penyebab retensi
urinnya.
Pilihannya adalah

1. Kateterisasi

2. Sistostomi suprapubik

3. Pungsi suprapubik

12
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
a. Primary Survey
1. Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, agama, suku, bangsa, pekerjaan,
pendidikan, status perkawinan, alamat, tanggal masuk Rumah Sakit.

2. Kesadaran

A : Alert/Sadar (klien/korban dapat dikatakan sadar apablila dapat


berorientasi terhadap tempat, waktu dan orang)

V : Verbal/respon terhadap suara (korban/klien dalam keadaan


disorientasi namun masih diajak bicara)

P : Pain/resepon terhadap nyeri (korban/klien hanya berespon


terhadap nyeri)

U : Unresponsive/tidak sadar (tentukan kesadaran korban apakah


berada dalam keadaan Alert, Verbal, Pain, Unresponsive

3. Keluhan utama
Biasanya klien merasakan rasa tidak enak pada uretra kemudian di ikuti
nyeri ketika berkemih atau nyeri saat kencing.

4. Airway
Pada retensi urine yang menyebabkan gangguan pada airway
biasanya disertai dengan adanya fraktur tulang belakang. Perlu
diwaspadai adanya fraktur servikal karena pada trauma atau cedera
berat harus dicurigai adanya cidera korda spinalis. Gerakan berlebihan
juga dapat menyebabkan kerusakan neurologic akibat kompresi yang
terjadi pada fraktur tulang belakang, setiap kasus multi trauma, proses
kejadian yang mendukung/biomekanik trauma.

13
5. Breathing
Hipoksia dapat terjadi akibat ventilasi yang tidak adekuat dan
kurangnya oksigen di jaringan. Setelah dibebaskan airway kualitas dan
kuantitas ventilasi harus dievaluasi dengan cara lihat, dengar, dan
rasakan. Jika tidak bernapas maka segera diberikan ventilasi buatan.
Jika penderita bernapas perkirakan kecukupan bagi penderita.
Perhatikan gerakan nafas dada dan dengarkan suara napas penderita jika
tidak sadar. Frekuensi nafas atau Respiratory Rate (dewasa) dapat
dibagi menjadi:

 RR < 12 x/menit : sangat lambat


 RR 12-20 x/menit: normal
 RR 20-30 x/menit: sedang cepat
 RR > 30 x/menit: abnormal (menandakan hipoksia, asidosis,
atau hipoperfusi)
Untuk lebih akurat kondisi breathing sebaiknya pasang pulse
oksimetri untuk mengetahuai jumlah saturasi oksigen,
normalnya > 95%.

6. Circulation
Kegagalan system sirkulasi merupakan ancaman kematian yang
sama dengan kegagalan system pernapasan. Oksigen sel darah merah
tanpa adanya distribusi ke jaringan tidak akan bermanfaat bagi
penderita. Perkiraan status kecukupan output jantung dan
kardiovaskular dapat diperoleh hanya dengan memeriksa denyut nadi,
masa pengisian kapiler, warna kulit dan suhu kulit.

1. Denyut Nadi
Jika denyut nadi arteri radialis tidak teraba, penderita agaknya
telah masuk ke dalam fase syok tak terkompensasi.

2. Kulit
 Masa pengisian kapiler: pemeriksaan singkat perihal masa
pengisian kapiler dilakukan dengan cera menekan bantalan

14
kuku ini berguna dalam memperkirakan aliran darah melalui
bagian paling distal dari sirkulasi. Waktu pengisian kapiler
>2 detik menandakan bantalan kapiler tidak menerima
perfusi yang adekuat, namun pengisian kapiler juga dapat
dipengaruhi oleh usia tua, suhu rendah, penggunaan
vasodilator atau vasokontriktor atau adanya syok spinal.
 Warna: perfusi yang adekuat menghasilkan warna kulit
merah muda (pada kulit putih), warna kulit gelap
mempersulit dalam penilaian. Warna kebiruan menandakan
oksigenasi tidak sempurna, sedangkan pucat menanakan
pergusi yang buruk.
 Suhu: suhu dingin menandakan penurunan perfusi oleh
apapun sebabnya
 Kelembaban: kulit kering menandakan perfusi baik, kulit
lembab dihubungkan dengan keadaan syok dan penurunan
perfusi.
 Perdarahan: kontrol cepat terhadap kehilangan darah adalah
tujuan paling penting dalam memberikan pertolongan
penderita trauma.

b. Secondary Survey
D : Disability (kesadaran)
 Tingkat kesadaran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS). GCS adalah skala yang penting untuk evaluasi pengelolaan
jangka pendek dan panjang penderita trauma. Pengukuran GCS
dilakukan pada secondery survey, hal ini dapat dilakukan jika petugas
memadai.
 Penilaian tanda lateralisasi: pupil (ukuran, simetris dan reaksi
terhadap cahaya, kekuatan tonus otot (motorik). Pemeriksaan pupil
berperan dalam evaluasi fungsi cerebral. Pupil yang normal dapat
digambarkan dengan PEARL (Pupils, Equal, Round Reactive to

15
Light) atau pupil harus simetris, bundar dan bereaksi normal
terhadap cahaya.

E : Exposure
Buka pakaian penderita untuk memeriksa cedera agat tidak
melewatkan memeriksa seluruh bagian tubuh terlebih yang tidak terlihat
secara sepintas. Jika seluruh tubuh telah diperiksa, penderita harus
ditutup untuk mencegah hilangnya panas tubuh. Walaupun penting
untuk membuka pakian penderita trauma untuk melakukan penelaian
yang efektif, namun hipoteria tidak boleh dilupakan dalam pengelolaan
penderita trauma.

F : Folley Catheter
Pemasangan foley cateter adalah untuk evaluasi cairan yang
masuk. Input cairan harus dievaluasi dari hasil output cairan urin. Output
urine normal

 Dewasa: 0.5 cc/kg bb/jam


 Anak: 1 cc /kg bb/jam
 Bayi: 2 cc/kg bb/jam
Namun pemasangan cateter tidak dapat dipasang pada penderita
dengan adanya hematoma skrotum, perdaraha di OUE (Orifisium
Uretra External), dan pada Rektal Touch (RT) posisi prostat
melayang/tidak teraba.

G : Gastric Tube

Pemasangan kateter lambung dimaksudkan untuk mengurangi


distensi lambung dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah sekaligus
mempermudah dalam pemberian obat atau makanan. Kontraindikasi
pemasangan NGT adalah untuk penderita yang mengalami fraktur basis
crania atau diduga parah, jadi pemasangan kateter lambung melalui
mulut atau OGT.

16
H : Heart Monitor and pulse oksimetri

Dapat dipasang untuk klien yang memiliki riwayat jantung ataupun


pada kejadian klien tersengat arus listrik.

S : Simptomp
Retensi urin biasanya didapatkan gejala sulit BAK, distensi
abdomen, nyeri saat BAK,
A : Alergic
Retensi urine biasanya terjadi pada pasien yang
mengkonsumsi obat
M : Medications
Obat-obatan golongan anti histamine, dekongestan, pseudo
evedrin, antikolinergik, anti depresan, dan fenilefrin dapat
menyebabkan ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih
secara keseluruhan.
P : Post Illnes
Riwayat penyakit seperti BPH pada laki-laki dan post
partum pada perempuan.
L : Last meal
Salahsatu makanan yang dapat menyebabkan retensi urine
yaitu jengkol karena apabila terlalu banyak mengkonsumsi jengkol
kandungan asam jengkolat yang menumpuk disaluran kemih.
Kristal asam jengkolat yang mengendap di saluran kemih akan
menyebabkan sumbatan.
E : Event
Riwayat pasien dengan post partum, trauma pelvis, faktor
usia dikarena kan penurunan fungsi organ, dan adanya penyakit
penyerta seperti BPH, batu ginjal.

17
3.2 ANALISA DATA
N Masalah Etiologi Diagnosa
O Keperawatan
1 Data subjektif Kerusakan pusat miksi di Retensi urine
medula spinalis (Kerusakan
a. Klien mengeluhkan mengendan
eleminasi urine
pada saat berkemih
b. Klien mengeluh kandung kemih Kerusakan simpatis dan
trasa penuh parasimpatis sebagian atau
seluruhnya
c. Klien mengeluhkan tidak dapat
berkemih
d. Klien mengeluh urinnya keluar Tidak terjadi koneksi
sedikit-sedikit. dengan otot detrusor
Data objektif :
Pengeluaran urin sedikit Menurunnya relaksasi otot
spinkter
Distensi visuka urinaria
Pengeluaran urin < 1500 ml / hari
Obstruksi uretra

Urin sisa meningkat

Dilatasi bladder/distensi
abdomen

Retensi urin
2. Data subjekif : Faktor penyebab Nyeri akut
a. Klien mengeluh nyeri Retensi urin
pada saat berkemih
Distensi vesika urinaria
b. Klien mengeluh tidak
Menekan saraf disekitar
bisa tidur dan istirahat
Merangsang pengeluaran

18
c. Klien mengeluh bradikinin,serotinin,
berkemih dengan cara postaglandin
mengejan
Impuls nyeri di sampaikan
Data objektif : ke thalamus
a. Nyeritekandaerahsuprap Nyeri di persepsikan
ubik
b. Gelisah
c. Distensivesikaurinaria
Ekspresiwajahmeringissaatneritimbul

3.3 RENCANA KEPERAWATAN

Masalah Out come Intervensi


Retensi urine Eleminasi urine baik Mandiri :
(Kerusakan eleminasi  Ajarkan keluarga pasien cara
urine) buang cairan urin dari urin bag.

Perawat :
 Observasi jumlah urin, warna
urin
 Lakukan pemasangan
kateterisasi urinary
 Control input dan output dalam
24jam

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemasangan
irrigasi bledder
 Kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium fungsi BAK
 Kolaborasi pemberian obat
deuretik

Edukasi :
 Anjurkan pasien minum air
putih yang banyak, hindari
minum yang pekat-pekat
Nyeri akut - Peningkatan Mandiri :
kenyamanan  Ajarkan pasien untuk
- Perilaku kontrol nyeri melakukan teknik distraksi

19
- Penurunan tingkat nyeri relaksasi seperti menarik nafas
dalam.
 Ajarkan keluarga pasien untuk
melakukan teknik distraksi
relaksasi seperti kompres
hangat.

Perawat :
 Manajemen nyeri (kaji
PQRST, riwayat nyeri
sebelumnya, cara mengurangi
nyeri, respon)

Kolaborasi :
 Pemberian Analgesik sesuai
indikasi
Edukasi :
 Ajarkan teknik distraksi
relaksasi (nafas dalam,
kompres hangat) apabila dirasa
nyeri

20
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dan hasil analisa dari bab I sampai pada bab III
dapat disimpulkan bahwa Retensio urine adalah ketidakmampuan melakukan
urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut atau
tertahanya urine didalam kandung kemih.

Klien dengan retensio urine dapat terjadi karena berbagai factor seperti:
a. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang,
b. pembesaran porstat
c. kelainan patologi urethra.

Oleh karena itu perlu dilakukan perawatan dan Penatalaksanaan pada kasus
retensio urine dengan cara :
a. Kateterisasi urethra.
b. Dilatasi urethra dengan boudy.
c. Drainage suprapubik.

4.2 SARAN

Sebagai seorang perawat, sudah menjadi kewajiban untuk


memberikan tindakan perawatan dalam asuhan keperawatan yang diarahkan
kepada pembentukan tingkat kenyamanan pasien, manajemen rasa sakit dan
keamanan. Perawat harus mampu mamahami faktor psikologis dan emosional
yang berhubungan dengan diagnosa penyakit, dan perawat juga harus terus
mendukung pasien dan keluarga dalam menjalani proses penyakitnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Djamal Yuriska, laporan pendahuluan retensio urine,


https://www.academia.edu/37329783/Laporan_Pendahuluan_Retensio_
Urine. Diakses tanggal 10 oktober 2019 pukul 10.00

NANDA, 2018-2020, Nursing Diagnosis: Definitions and classification,


Philadelphia, USA

Nileswar A & rajgopal. 2014 , Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : karisma

Purwanto. 2014. Keperawatan Medical Bedah II. Jakarta selatan : Badan


Pengmbangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Kesehatan

Widayati, D ., & Nuari, N. A. (2017) Gangguan Pada Sistem Perkemihan &


Pelaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: cv budi utama

22

Anda mungkin juga menyukai