Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diagnosa Medis Retensio


Urine Di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. R Soedjono Selong

Oleh :

Asrorlullah
032001D14005

AKADEMI PERAWAT KESEHATAN


PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
TAHUN AKADEMIK
2016/2017
LAPORAN PENDAHULUAN
RETENSIO URIN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih
dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna.
Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika
urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat
terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes 1995). Retensio
urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat
keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut.(Brunner & Suddarth).
Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih
dan tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. (PSIK
UNIBRAW).

2. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Perkemihan


Struktur anatomi dan fisiologi system urinaris bagian bawah
Sistem urinaria bagian bawah terdiri atas buli-buli dan uretra yang
keduanya harus bekerja secara sinergis untuk dapat menjalankan fungsinya
dalam menyimpan (storage) dan mengeluarkan (voiding) urine. Buli-buli
merupakan organ berongga yang terdiri atas mukosa, otot polos destrusor, dan
serosa. Pada perbatasan antara buli-buli dan uretra, terdapat sfingter uretra
interna yang terdiri atas otot polos. Sfingter interna ini selalu tertutup pada saat
fase miksi atau pengeluaran (evacuating). Di sebelah distal dari uretra posterior
terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris dari otot dasar
panggul. Sfingters ini membuka pada saat miksi sesuai dengan perintah dari
korteks serebri. ( buku dasar-dasar urologi )
Pada fase pengisian, terjadi relaksasi otot destrusor dan pada fase
pengeluaran urine terjadi kontraksi otot detrusor. Selama pengisian urine, buli-
buli mampu untuk melakukan akomodasi yaitu meningkatkan volumenya
dengan mempertahankan tekanannya dibawah 15 cm H2O, sampai volumenya
cukup besar. ( buku dasar-dasar urologi )

3. Etiologi
Adapun penyebab dari penyakit retensio urine adalah sebagai berikut:
a. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2 S4
setinggi T12 L1.Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian
ataupun seluruhnya, misalnya pada operasi miles dan mesenterasi
pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya miningokel,tabes doraslis, atau
spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.
b. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada
pasien DM atau penyakit neurologist, divertikel yang besar.
c. Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur, batu
kecil,tumor pada leher vesika, atau fimosis.
d. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran porstat, kelainan patologi
urethra(infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik kandung
kemih.
e. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine),
preparatantidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin
(Pseudoefedrin hidroklorida= Sudafed), preparat penyekat adrenergic
(Propanolol), preparat antihipertensi(hidralasin)
f. Etiologo dari retensi urin juga dapat di kelompokan berdasarkan bentuk-
bentuknya :
4. Klasifikasi Retensi Urine
Retensi Urin dapat dikelompokan menjadi 2 :
1. Retensi urin akut
Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-tiba dan
disertai rasa sakit meskipun buli-buli terisi penuh. Berbeda dengan kronis,
tidak ada rasa sakit karena urin sedikit demi sedikit tertimbun. Kondisi yang
terkait adalah tidak dapat berkemih sama sekali, kandung kemih penuh, terjadi
tiba-tiba, disertai rasa nyeri, dan keadaan ini termasuk kedaruratan dalam
urologi. Kalau tidak dapat berkemih sama sekali segera dipasang kateter.
2. Retensi urin kronik
Retensi urin kronik adalah retensi urin tanpa rasa nyeri yang disebabkan
oleh peningkatan volume residu urin yang bertahap. Hal ini dapat disebabkan
karena pembesaran prostat, pembesaran sedikit2 lama2 ga bisa kencing. Bisa
kencing sedikit tapi bukan karena keinginannya sendiri tapi keluar sendiri
karena tekanan lebih tinggi daripada tekanan sfingternya. Kondisi yang terkait
adalah masih dapat berkemih, namun tidak lancar , sulit memulai berkemih
(hesitancy), tidak dapat mengosongkan kandung kemih dengan sempurna
(tidak lampias). Retensi urin kronik tidak mengancam nyawa, namun dapat
menyebabkan permasalahan medis yang serius di kemudian hari.
Perhatikan bahwa pada retensi urin akut, laki-laki lebih banyak daripada
wanita dengan perbandingan 3/1000 : 3/100000. Berdasarkan data juga dapat
dilihat bahwa dengan bertambahnya umur pada laki-laki, kejadian retensi urin
juga akan semakin meningkat.

5. Manifestasi Klinis
Pada retensi urin akut di tandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih yang
penuh dan distensi kandung keimih yan ringan. Pada retensi kronik ditandai
dengan gejala iritasi kandung kemih ( frkuensi,disuria,volume sedikit) atau tanpa
nyeri retensi yang nyata.
Adaun tanda dan gejala dari pnyakit retensi urin ini adalah :
1. Di awali dengan urin mengalir lambat
2. Terjadi poliuria yang makin lama makin parah karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien.
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
4. Terasa ada tekanan, kadang trasa nyeri dan kadang ingin BAK
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc
Tanda klinis retensi:
1. Ketidak nyamanan daerah pubis
2. Distensi vesika urinia.
3. Ketidak sanggupan untuk berkemih.
4. Ketidak seimbangan jumlah urin yang di keluarkan dengan asupannya.
Retensi urine dapat menimbulkan infeksi yang bisa terjadi akibat distensi
kandung kemih yang berlebihan gangguan suplai darah pada dinding kandu
kemih dan proliferasi bakteri. Gangguan fungsi renal juga dapat terjadi,
khususnya bila terdapat obstruksi saluran kemih.

6. Patofisiologi
Secara garis besar penyebab retensi dapat dapat diklasifikasi menjadi 5 jenis
yaitu akibat :
1.obstruksi,
2.infeksi
3.farmakologi
4.neurologi
5. faktor trauma.
Obstruksi pada saluran kemih bawah dapat terjadi akibat faktor intrinsik,
atau faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik berasal dari sistem saluran kemih dan
bagian yang mengelilinginya seperti pembesaran prostat jinak, tumor buli-buli,
striktur uretra, phimosis, paraphimosis, dan lainnya. Sedangkan faktor ekstrinsik,
sumbatan berasal dari sistem organ lain, contohnya jika terdapat massa di saluran
cerna yang menekan leher buli-buli, sehingga membuat retensi urine. Dari semua
penyebab, yang terbanyak adalah akibat pembesaran prostat jinak. Penyebab
kedua akibat infeksi yang menghasilkan peradangan, kemudian terjadilah edema
yang menutup lumen saluran uretra. Reaksi radang paling sering terjadi adalah
prostatitis akut, yaitu peradangan pada kelenjar prostat dan menimbulkan
pembengkakan pada kelenjar tersebut. Penyebab lainnya adalah uretritis, infeksi
herpes genitalia, vulvovaginitis, dan lain-lain. 3 Medikasi yang menggunakan
bahan anti kolinergik, seperti trisiklik antidepresan, dapat membuat retensi urine
dengan cara menurunkan kontraksi otot detrusor pada bulibuli.
Obat-obat simpatomimetik, seperti dekongestan oral, juga dapat
menyebabkan retensi urine dengan meningkatkan tonus alpha-adrenergik pada
prostat dan leher bulibuli. Dalam studi terbaru obat anti radang non steroid
ternyata berperan dalam pengurangan kontraksi otot detrusor lewat inhibisi
mediator prostaglandin. Banyak obat lain yang dapat menyebabkan retensi urine.
Secara neurologi retensi urine dapat terjadi karena adanya lesi pada saraf
perifer, otak, atau sumsum tulang belakang. Lesi ini bisa menyebabkan
kelemahan otot detrusor dan inkoordinasi otot detrusor dengan sfingter pada
uretra.
Penyebab terakhir adalah akibat 5 trauma atau komplikasi pasca bedah.
Trauma langsung yang paling sering adalah straddle injury, yaitu cedera dengan
kaki mengangkang, biasanya pada anak-anak yang naik sepeda dan kakinya
terpeleset dari pedalnya, sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda.

7. Komplikasi
1. Urolitiasis atau nefrolitiasis
Nefrolitiasis adalah adanya batu pada atau kalkulus dalam velvis renal,
sedangkan urolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam sistem urinarius.
Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius. Batu
terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti
kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat.
2. Pielonefritis
Pielonefritis adalah radang pada ginjal dan saluran kemih bagian atas.
Sebagian besar kasus pielonefritis adalah komplikasi dari infeksi kandung
kemih (sistitis). Bakteri masuk ke dalam tubuh dari kulit di sekitar uretra,
kemudian bergerak dari uretra ke kandung kemih. Kadang-kadang,
penyebaran bakteri berlanjut dari kandung kemih dan uretra sampai ke ureter
dan salah satu atau kedua ginjal. Infeksi ginjal yang dihasilkan disebut
pielonefritis.
3. Hydronefrosis
4. Pendarahan
5. Ekstravasasi urine

8. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio
urine adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan specimen urine.
2. Pengambilan: steril, random, midstream.
3. Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton, Nitrit.
4. Sistoskopy, IVP

Table 2.2 Urinalitis


No Pemeriksaan Normal Abnormal
Warna Kekunig-kuningan Merah: menunjukan hematuri(
kemungkina nobstruksi urunkalkulus,
renalis tumor, kegagalanginjal )

Kejernihan Jernih Keruh : terdapatkotoran ,


sendimenbakteri ( infeksiurinaria)
Bobotjenis 1.003-100351 Biasanya menunjukan intake cairan
semakinsedikit iritan cairan semakin
tinggi bobot jenis
Bila bobot jenis tetap rendah (1.010-
1.014) di duga terdapat penyakitginjal.

Protein 0-8 mg/dl Proteinuria dapat terjadi karena diet


tinggi protein dan karena banyak
gerakan ( terutama yang lama )
Gula 0 Terlihat pada penyakit renal
Eritrosit 0-4 Cedera jaringan ginjal

Leukosit 0-5 Infeksi saluran kemih

Cast/silinder 0 Infeksi saluran ginjal, penyakit renal

PH 4.6-6.8 ( rata-rata Alkali bila dibiarkan atau pada


6.0 ) infeksi saluran kemih. Tingkat
asam meningkat pada asidosis
tubulus renalis
Keton 0 Ketonuria terjadi karena kelaparan
dan ketoasidosis diabetic

9. Penatalaksanaan
Bila diagnosis retensi urin sudah ditegakkan secara benar, penatalaksanaan
ditetapkan berdasarkan masalah yang berkaitan dengan penyebab retensi urinnya.
Pilihannya adalah Kateterisasi, sistostomi suprapubik, dan fungsi suprapubik.
1.) Kateterisasi
Syarat-syarat
a. dilakukan dengan prinsip aseptik
b. digunakan kateter nelaton/sejenis yang tidak terlalu besar, jenis Foley
c. diusahakan tidak nyeri agar tidak terjadi spasme dari sfingter
d. diusahakan dengan sistem tertutup bila dipasang kateter tetap.
e. diberikan antibiotika profilaksis sebelum pemasangan kateter 1 X saja
(biasanya tidak diperlukan antibiotika sama sekali). Kateter tetap
dipertahankan sesingkat mungkin, hanya sepanjang masih dibutuhkan.
Teknik kateterisasi
a. Kateter Foley steril, untuk orang dewasa ukuran 16-18 F.
b. Desinfeksi dengan desinfektans yang efektif, tidak mengiritasi kulit
genitalia (tidak mengandung alkohol)
c. Anestesi topikal pada penderita yang peka dengan jelly xylocaine 2-
4% yang dimasukkan dengan semperit 20cc serta "nipple uretra"
diujungnya. Jelly tersebut sekaligus berperan sebagai pelicin. (Pada
batu atau striktura uretra, akan dirasakan hambatan pada saat
memasukkan jelly tersebut)
d. Kateter yang diolesi jelly K-Y steril dimasukkan kedalam uretra. Pada
penderita wanita biasanya tidak ada masalah. Pada penderita pria,
kateter dimasukkan dengan halus sampai urin mengalir (selalu dicatat
jumlah dan warna / aspek urin), kemudian balon dikembangkan
sebesar 5-10 ml.
e. Bila diputuskan untuk menetap, kateter dihubungkan dengan kantong
penampung steril dan dipertahankan sebagai sistem tertutup.
f. Kateter di fiksasi dengan plester pada kulit paha proksimal atau
didaerah inguinal dan diusahakan agar penis mengarah kelateral, hal
ini untuk mencegah terjadinya nekrosis akibat tekanan pada bagian
ventral uretra di daerah penoskrotal Perawatan Kateter tetap Penderita
dengan kateter tetap harus minum banyak untuk menjamin diuresis.
g. Melaksanakan kegiatan sehari-hari secepatnya bila keadaan
mengijinkan Membersihkan ujung uretra dari sekrit dan darah yang
mengering agar pengaliran sekrit dan lumen uretra terjamin.
h. Mengusahakan kantong penampung urin tidak melampaui ketinggian
buli-buli agar urin tidak mengalir kembali kedalamnya
i. Mengganti kateter (nelaton) setiap dua minggu bila memang masih
diperlukan untuk mencegah pembentukan batu (kateter silikon :
penggantian setiap 6-8 minggu sekali)
2). Sistostomi suprapubik
a. Sistostomin Trokar
Indikasi
1. Kateterisasi gagal : striktura, batu uretra yang menancap (impacted).
2. Kateterisasi tidak dibenarkan : kerobekan uretra path trauma.
Syarat-syarat:
1. Retensi urin dan bull-buli penuh, kutub atas lebih tinggi pertengahan
jarak antara simfisis -umbilikus
2. Ukuran kateter Foley lebih kecil daripada celah dalam trokar (< - >
20F) dorongan kelewatan sehingga trokar menembus dinding belakang
buli-buli.
b. Sistostomi Terbuka
Indikasi
1. Lihat sistostomi trokar
2. Bila sistostomi trokar gagal
3. Bila akan melakukan tindakan tambahan seperti mengambil batu
di dalam bull-buli, evaluasigumpalan darah, memasang "drain" di
rongga Retzii, dan sebagainya.
4. Perawatan kateter sistostomi jauh lebih sederhana daripada kateter
tetap melalui uretra. Demikianpula penggantian kateter sistostomi
setiap dua minggu, lebih mudah dan tidak menimbulkan nyeriyang
berarti. Kadang-kadang saja urin merembes di sekitar kateter.
3). Fungsi Buli-Buli
Merupakan tindakan darurat sementara bila keteterisasi tidak berhasil
dan fasilitas / sarana untuksistostomi baik trokar maupun terbuka tidak
tersedia. Digunakan jarum pungsi dan penderitasegera dirujuk ke pusat
pelayanan dimana dapat dilakukan sistostomi. Penderita dan keluarga harus
diberi informasi yang jelas tentang prosedur ini karena tanpatindakan susulan
sistostomi, buli-buli akan terisi penuh kembali dan sebagian urin
merembesmelalui lubang bekas pungsi.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN RETENSI URINE

1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, agama, suku, bangsa, pekerjaan, pendidikan,
status perkawinan, alamat, tanggal masuk Rumah Sakit.
b. Keluhan utama
Biasnaya klienmerasakanrasa tidak enak pada uretra kemudian di ikuti nyeri
ketika berkemihatau nyeri saat kencing.
c. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan penyebab terjadinya infeksi, bagaimana gambaran rasa nyeri,
daerah mana yang sakit, apakah menjalar atau tidak, ukur skala nyeri, dan
kapan keluhan dirasakan.
d. Riwayat penyakit dulu
Tanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit parah sebelumnya
e. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah keluarga klien ada yang menderita penyakit yang sama
dengan klien.

Pengumpulan Data
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Tidak bisa tidur/istirahat dengan tenang jika rasa nyeri timbul
Tanda : Gelisah
b. Eliminasi
Gejala : Penrunan dorongan aliran urine, keragu-raguan pada awal
berkemih, kandung kemih terasa pnuh, tidak dapat erkemih
kecuali dngan cara mengejan, urin keluar sedikt-sedikit.
Tanda : disensi vesika urinaria, pengeuaran urin < 1500 ml/hari,
pengeluaran urin sedikit , nampak pemasangan kateter.
c. Makanan/ cairan
Gejala : klien mengeluh tidak nafsu makan , klien mengluh mual
muntah
Tanda : penurunan BB < porsi makan tidak dihabiskan
d. Sesksualitas
Gejala : penurunan kemampuan dalam melakukan hubungan seksual.
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala :klien mengeluh nyeri saatberkemih
Tanda : ekspresi wajah nampak mringas dan tampak memegang area
yang sakit
f. Integritas ego
Gejala : klien megeluh mengenai penyakitnya
Tanda : klin tampak gelisah

Pengelompokan Data
Table pengelompokan data 3.1
Data subjektif : Data Objektif

1. Klien mengeluh tidak bisa tidur 1. Gelisah


dan istirahat 2. Distensi vesika urinaria
2. Klien mengeluh berkemih dengan 3. Pengeluaran urin < 1500
cara mengejan ml/hari
3. Klien mengeluhkan keragu-raguan 4. Penurunan BB , orsi makan
pada saat berkemih tamak tidak di habiskan
4. Klien mengeluhkan kandung 5. Ekspresi wajah meringis saat
kemih nya terasa pnuh neri timbul
5. Klien menglh urinnya keluar 6. Nyeri tekan daerah suprapubik
sedikit-sedikit 7. Distensi abdomen
6. Klien mengeluhkan tidak nafsu 8. Tampak engeluran urin sedikit
makan 9. Tamak memegaang area yang
7. Klien mengeluh mual dn muntah sakit
8. Klien mengluhkan penurunan
kemampuandalam mlakukan
hubungan seksual
9. Klien menglh nyeri pada saa
berkemih
10. Klien mengeluh khawatir dengan
penyakitnnya

Analisa Data
Tabel Analisa Data 3.2
NO Masalah Etiologi Diagnos
a medis
1 Data subjekif : Faktor Nyer
- Klienmengeluh nyeri pada penyebab i
saat berkemih
- Klienmengeluh Retensi urin
tidakbisatidurrdanistirahat
- Klien mengeluh berkemihdengan Distensi vesika
cara mengejan urinaria
Data objektif :
- Nyeritekandaerahsuprapubik Menekan saraf
- Gelisah disekitar
- Distensivesikaurinaria
- Merangsang
Ekspresiwajahmeringissaatnerit pengeluaran
imbul bradikinin,serot
inin,
postaglandin

Impuls nyeri di
sampaikan ke
thalamus

Nyeri di
persepsikan

2 Data subjektif Gan


. - Klien mengeluhkan mengendan ggua
pada saat berkemih Kerusakan n
- Klien mengeluh kandung kemih pusat miksi di pola
trasa penuh medula spinalis elim
- Klien mengeluhkan tidak dapat inasi
berkemih Kerusakan reten
- Klien mengeluh urinnya keluar simpatis dan si
sedikit-sedikit. parasimpatis urin
Data objektif : sebagian atau
Pengeluaran urin sedikit seluruhnya
Distensi visuka urinaria
Pengeluaran urin < 1500 ml / hari Tidak terjadi
koneksi dengan
otot detrusor

Menurunnya
relaksasi otot
spinkter

Obstruksi uretra

Urin sisa
meningkat

Dilatasi
bladder/distensi
abdomen

Retensi urin

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine b/d retensi urine
b. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d distensi pada kandung kemih.
c. Ansietas b/d status kesehatan
4. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine b/d retensi urine
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan .X 24 jam masalah retensi
urine dapat teratasi.
Kriteria hasil :- Berkemih dengan jumlah yang cukup
- Tidak teraba distensi kandung kemih
Intervensi :
1) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R : Meminimalkan retensi urin dan distensi berlebihan pada kandung
kemih.
2) Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih.
R : Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas.
3) Perkusi/palpasi area suprapubik
R: Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea suprapubik.
b. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d distensi pada kandung kemih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan .X 24 jam masalah nyeri
dapat teratasi.
Kriteria hasil : - Menyatakan nyeri hilang / terkontrol
- Menunjukkan rileks, istirahat dan peningkatan aktivitas
dengan tepat
Intervensi :
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas nyeri.
R : Memberikan informasi untuk membantu dalam menetukan intervensi.
2) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan nyeri.
R : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.
3) Pasang kateter
R : untuk kelancaran drainase.
4) Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen.
R : Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis-skrotal.
5) Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi, contoh eperidin.
c. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.
Tujuan: - Tampak rileks, menyatakan pengetahuan yang akurat tentang
situasi.
- Menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa
takutnya.
Intervensi:
1) Berikan informasi tentang prosedur dan apa yang akan terjadi, contoh
kateter, iritasi kandung kemih.
2) Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur atau menerima
pasien.
3) Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah / perasaan

5. EVALUASI KEPERAWATAN

Hasil yang diharapkan setelah pasien Retensi urine mendapatkan intervensi dan
implementasi keperawatan adalah :
a. Gangguan pemenuhan eliminasi urine teratasi ditandai dengan adanya urine
pasien keluar secara normal (tidak keluar saat batuk, tertawa, mengedan,
mengangkat benda berat,dll), jumlah urine yang keluar normal (400 500
ml), dan pasien tidak mengompol lagi.
b. Kerusakan integritas kulit teratasi ditandai dengan adanya kulit pasien masih
utuh, tidak lesi, kemerahan tidak ada, rasa gatal berkurang, dan daerah
genitalia pasien tidak lagi lembab.
c. Gangguan citra tubuh teratasi ditandai dengan adanya klien mulai percaya
diri, dan harga diri klien meningkat, tidak ada lagi perasaan malu atau minder
dalam bersosialisasi dengan orang disekitarnya, bisa menyesuaikan diri
dengan status kesehatannya
DAFTAR PUSTAKA

Setia, Ningsih Oktif. (2015).Asuhan Keperawatan Retensi Urine. (online).

Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th
Edition. China : LWW.

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai