Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

HEDRONEFROSIS

A. Konsep dasar
1. Definisi
Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis ureter yang dihasilkan oleh
obstruksi aliran keluar urin oleh batu atau kelainan letak arteria yang
menekan ureter sehingga pelvis membesar dan terdapat destruksi
progresif jaringan ginjal (Gibson, 2003).
Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap
kandung kemih yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan
dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi pada parenkim ginjal (Price,
2001).
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau
kedua ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin
menyebabkan urin mengalir balik sehingga tekanan diginjal meningkat
(Smeltzer dan Bare, 2002).

2. Etiologi
Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan
ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis) yaitu :

a. Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis


renalis terlalu tinggi
b. Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke
bawah;
c. Batu di dalam pelvis renalis;
d. Penekanan pada ureter oleh jaringan fibrosa, arteri atau vena yang
letaknya abnormal, dan tumor.

1
Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan dibawah
sambungan ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari kandung
kemih:
a. Batu di dalam ureter;
b. Tumor di dalam atau di dekat ureter;
c. Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi
penyinaran atau pembedahan;
d. Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter;
e. Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter
akibat pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid);
f. Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung
kemih);
g. Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ
panggul lainnya;
h. Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih
ke uretra akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker;
i. Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau
cedera;
j. Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu
menghalangi kontraksi ureter.

Kadang hidronefrosis terjadi selama kehamilan karena pembesaran


rahim
menekan ureter. Perubahan hormonal akan memperburuk keadaan ini
karena
mengurangi kontraksi ureter yang secara normal mengalirkan air kemih
ke kandung kemih. Hidronefrosis akan berakhir bila kehamilan
berakhir, meskipun sesudahnya pelvis renalis dan ureter mungkin tetap
agak melebar. Pelebaran pelvis renalis yang berlangsung lama dapat
menghalangi kontraksi otot ritmis yang secara normal mengalirkan air
kemih ke kandung kemih. Jaringan fibrosa lalu akan menggantikan
2
kedudukan jaringan otot yang normal di dinding ureter sehingga terjadi
kerusakan yang menetap.

3. Manifestasi Klinis
Menurut David Ovedoff (2002) tanda dan gejala hidernefrosis
adalah:
a. Nyeri dan pembengkakan di daerah pinggang
b. Kolik menunjukan adanya batu
c. Demam dan menggigil bila terjadi infeksi
d. Mungkin terdapat hipertensi
e. Beberapa penderita tidak menunjukan gejala

Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap.


Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang.
Jika terjadi infeksi maja disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta
piuria akan terjadi. Hematuri dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua
ginjal kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul,
seperti:

1. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).


2. Gagal jantung kongestif.
3. Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi).
4. Pruritis (gatal kulit).
5. Butiran uremik (kristal urea pada kulit).
6. Anoreksia, mual, muntah, cegukan.
7. Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.
8. Amenore, atrofi testikuler.
(Smeltzer dan Bare, 2002)

3
4. Patofisiologi
Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik,
sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra
atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal,
tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau
kekakuan maka hanya satu ginjal saja yang rusak.
Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal
yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan
menghambatnya. Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan
ureter atau berkas jaringan parut akibat abses atau inflamasi dekat ureter
dan menjepit saluran tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari
bentuk abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah, yang
menyebabkan ureter berpilin atau kaku. Pada pria lansia , penyebab
tersering adalah obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat
pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan
akibat pembesaran uterus.
Adanya akumulasi urin di piala ginjal akan menyebabkan distensi
piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi. Ketika salah
satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal yang lain
akan membesar secara bertahap (hipertropi kompensatori), akhirnya
fungsi renal terganggu (Smeltzer dan Bare, 2002).

4
5. Pathways

5
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Urinalisis. Pyura menunjukkan adanya infeksi. Hematuria
mikroskopik dapat menunjukkan adanya batu atau tumor.
Hitung jumlah sel darah lengkap: leukositosis mungkin
menunjukkan infeksi akut. Kimia serum: hidronefrosis bilateral dan
hidroureter dapat mengakibatkan peningkatan kadar BUN dan
kreatinin. Selain itu, hiperkalemia dapat menjadi kondisi yang
mengancam kehidupan.
2. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi adalah metode yang cepat, murah, dan cukup
akurat untuk mendeteksi hidronefrosis dan hidroureter, namun,
akurasi dapat bergantung pada pengguna. Ultrasonografi umumnya
berfungsi sebagai tes skrining pilihan untuk menetapkan diagnosis
dan hidronefrosis.
3. Pyelography Intravena (IVP)
Pyelography intravena berguna untuk mengidentifikasi
keberadaan dan penyebab hidronefrosis dan hidroureter.
Intraluminal merupakan penyebab paling mudah yang dapat
diidentifikasi berdasarkan temuan IVP.
4. CT Scan
CT Scan memiliki peran penting dalam evaluasi hidronefrosis
dan hidroureter. Proses retroperitoneal menyebabkan obstruksi
ekstrinsik dari ureter dan kandung kemih dapat dievaluasi dengan
sangat baik pada CT Scan.

5. Penatalaksanaan
Tujuan : Untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab
obstruksi, untuk menangani infeksi, dan untuk mempertahankan serta
melindungi fungsi renal.

6
Untuk mengurangi obstruksi urin harus dialihkan dengan tindakan
nefrostomi atau tipe diversi lainnya.

Infeksi ditangani dengan agen antimikrobial karena sisa urin dalam


kaliks menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien disiapkan untuk
pembedahan untuk mengankat lesi obstruktif (batu, tumor, obstruksi
ureter). Jika salah satu ginjal rusak parah dan fungsinya hancur,
nefrektomi dapat dilakukan.

6. Komplikasi
Menurut Kimberly (2011) penyakit hidronefrosis dapat
menyebabkan komplikasi sebagai berikut:
Batu ginjal
a. Sepsis
b. Hipertensi renovaskuler
c. Nefropati obstruktif
d. Infeksi
e. Pielonefritis
f. Ileus paralitik

7
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan sekarang
1) Waktu terjadinya sakit
Berapa lama sudah terjadinya sakit
2) Proses terjadinya sakit
Kapan mulai terjadinya sakit
Bagaimana sakit itu mulai terjadi
3) Upaya yang telah dilakukan
Selama sakit sudah berobat kemana
Obat-obatan yang pernah dikonsumsi
4) Hasil pemeriksaan sementara / sekarang
TTV meliputi tekanan darah, suhu, respiratorik rate, dan nadi
Adanya patofisiologi lain seperti saat diauskultasi adanya
ronky, wheezing.
b. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat merokok, yaitu sebagi penyebab utama kanker paru –
paru, emfisema, dan bronchitis kronis. Anamnesa harus
mencakup:
8
Usia mulai merokok secara rutin
Rata – rata jumlah rokok yang dihisap setiap hari.
Usai menghentikan kebiasaan merokok.
2) Pengobatan saat ini dan masa lalu
3) Alergi
4) Tempat tinggal
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan pengkajian ini:
Penyakit infeksi tertentu seperti TBC ditularkan melalui orang
ke orang.
Kelainan alergi seperti asma bronchial, menujukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu.Asma bisa juga terjadi akibat
konflik keluarga.
Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang
tingkat polusi udaranya tinggi.Polusi ini bukan sebagai
penyebab timbulnya penyakit tapi bisa memperberat.
d. Genogram
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
f. Pola Fungsional Gordon
1) Persepsi terhadap kesehatan – manajemen kesehatan
Tingkat pengetahuan kesehatan / penyakit
Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan
2) Pola aktivitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian,
eliminasi, mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik
tangga.
3) Pola istirahat tidur
Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
Sonambolisme
Kualitas dan kuantitas jam tidur
9
4) Pola nutrisi - metabolic
Berapa kali makan sehari
Makanan kesukaan
Berat badan sebelum dan sesudah sakit
Frekuensi dan kuantitas minum sehari
5) Pola eliminasi
Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
Nyeri
Kuantitas
6) Pola kognitif perceptual
Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)
7) Pola konsep diri
Gambaran diri
Identitas diri
Peran diri
Ideal diri
Harga diri

8) Pola koping
Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
9) Pola seksual – reproduksi
Adakah gangguan pada alat kelaminya.
10) Pola peran hubungan
Hubungan dengan anggota keluarga
Dukungan keluarga
Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Persepsi keyakinan
Tindakan berdasarkan keyakinan

g. Pemeriksaan Fisik
10
1) Data klinik, meliputi:
a) TTV
b) KU
2) Data hasil pemeriksaan yang mungkin ditemukan:
a. Kulit: Warna kulit sawo matang, turgor cukup.
b. Kepala: Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut.
c. Mata: Conjungtiva merah mudah, sclera putih, pupil bulat,
isokor, diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+).
d. Telinga: Simetris, serumen (+/+) dalam batas normal.
e. Hidung: simetris, septum di tengah, selaput mucosa basah.
f. Mulut: gigi lengkap, bibir tidak pucat, tidak kering
g. Leher: trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar,
kelenjar tiroid tidak membesar, tekanan vena jugularis tidak
meningkat.
h. Thorax :
 Jantung: Ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat,
batas jantung dalam batas normal, S1>S2, regular, tidak
ada suara tambahan.
 Paru-paru: Tidak ada ketinggalan gerak, vokal fremitus
kanan = kiri, nyeri tekan tidak ada, sonor seluruh
lapangan paru, suara dasar vesikuler seluruh lapang paru,
tidak ada suara tambahan.

i. Abdomen :
 Inspeksi: Perut datar, tidak ada benjolan.
 Auskultasi: Bising usus biasanya dalam batas normal.
 Perkusi: Timpani seluruh lapang abdomen.
 Palpasi: ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak
teraba massa.
j. Ekstremitas
11
 Superior: tidak ada deformitas, tidak ada oedema, tonus
otot cukup.
 Inferior : deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianois
(-), oedema (-), tonus otot cukup.

2. Diagnose Keperawatan
a) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan obstruksi akut
b) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan penyempitan
ureter/uretra
c) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual dan muntah

3. Perencanaan Asuhan Keperawatan (NCP)


a. Rencana Tujuan
1) Diagnosa 1
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan obstruksi akut
Tujuan: Nyeri berkurang sampai tidak ada nyeri
Kriteria hasil: pasien menunjukkan rileks dan mengatakan nyeri
berkurang
2) Diagnosa 2
Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan nyeri
Tujuan: pasien dapat berkemih dengan jumlah normal
Kriteria hasil: pasien menunjukkan tidak mengalami tanda
obstruksi.

3) Diagnosa 3
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan: status nutrisi klien mencapai adekuat
Kriteria hasil: pasien menunjukkan peningkatan berat badan

12
b. Rencana Tindakan dan Rasional Tindakan
1) Diagnosa 1
No Intervensi Rasional
1. Bina hubungan saling percaya Mengenal klien dan mempermudah
untuk memberikan intervensi
selanjutnya.
2. Kaji lokasi, lamanya, intensitas dan Mengetahui skala dan kualitas nyeri
tingkat skala nyeri
3. Atur posisi yang nyaman bagi klien Posisi yang nyaman akan membantu
memberikan kesempatan pada otot
untuk relaksasi seoptimal mungkin
4. Ajarkan pasien teknik relaksasi Teknik relaksasi dapat mengurangi
rasa nyeri yang dirasakan pasien
5. Berikan health education tentang Pemahaman pasien tentang
penyebab nyeri yg dialami pasien penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan
memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan
tindakan.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk Obat –obat analgesik dapat
pemberian analgesik. membantu
mengurangi nyeri pasien

2) Diagnosa 2
No Intervensi Rasional
1. Kaji pemasukan cairan dan Memberikan informasi tentang
pengeluaran karakteristi urin dan fekal fungsi ginjal dan adanya
komplikasi

13
2. Tentukan pola berkemih dan fekal Peningkatan hidrasi membilas
normal dan perhatikan variasi bakteri darah dan membantu
lewatnya batu
3. Dorong meningkatkan pemasukan Biasanya frekuensi meningkat bila
Cairan kalkulus mendekati pertemuan
uretrovesikal
4. Observasi perubahan status mental, Akumulasi sisa berkemih dan
perilaku atau tingkat kesadaran ketidakseimbangan elektrolit dapat
menjadi toksik di ssp
5. Catat pembangan laboratorium, ureum, Peningkatan ureum, creatinin
creatinin mengindikasikan disfungsi ginjal
6. Amati keluhan kandung kemih, Retensi urine dapat terjadi,
palpasi untuk distensi suprabubik, menyebabkan distansi jaringan dan
pertahankan penurunan keluaran urine resiko infeksi, gagal ginjal

3) Diagnosa 3
No Intervensi Rasional
1. Kaji pola nutrisi klien dan perubahan Mengetahui status nutrisi pasien
yang terjadi terkin
2. Kaji faktor penyebab gangguan Mengetahui penyebab gangguan
pemenuhan nutrisi. pemenuhan nutrisi
3. Anjurkan klien untuk modifikasi diit Memaksimalkan intake pemenuha
(porsi sedikit demi sedikit tapi sering) gizi
4. Rencanakan pengaturan diit dengan Tindakan memaksimalkan
libatkan klien dan ahli gizi (kebutuhan kebutuhan nutrisi pasien
kalori, variasi menu)
5. Pantau intake nutrisi klien Mengetahui keefektifan pemberian
diit pasien
6. Timbang berat badan setiap hari Mengetahui perkembangan status
nutrisi pasien

14
7. Kolaborasi dengan dokter terkait Tindakan untuk mencapai intake
pemberian obat-obatan bila ada yang adekuat
indikasi sesuai program

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan kumpulan catatan perkembangan
pasien yang bisa dijadikan dasar untuk tindakan keperawatan
selanjutnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Perry, Potter.2002. Fundamental of Nursing. Jakarta: EGC

Alimul,Aziz.2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika

Brenda Goodner. linda skidmore. 2002. Panduan tindakan keperawatan


klinik praktis. Jakarta: EGC

Wartonah, Tarwoto.2006. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku ajar kebutuhan dasar manusia : Teori
& Aplikasi dalam praktek. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E. 1990. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Doenges, Marilyn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi
bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC.

Gibson, John. 2003. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta:
EGC.

Smaltzer, Suzanne C & Brenda G Bare. Buku Ajar Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta: EGC

16
LAMPIRAN I

17
18

Anda mungkin juga menyukai