Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIS

A. Konsep Gagal Ginjal Kronis


1. Pengertian Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin dan Sari, 2011).

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam

1
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009) Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa
retensi urea dan sampah lain dalam darah (Brunner & Suddarth, 2002).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik
adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak mampu lagi
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan
penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.

2. Etiologi Gagal Ginjal Kronis


Menurut Muttaqin dan Sari (2011) kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis.
2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.
3) Batu ginjal: nefrolitiasis.
4) Kista di ginjal: polycstis kidney.
5) Trauma langsung pada ginjal.
6) Keganasan pada ginjal.
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
b. Penyakit umum di luar ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2) Dyslipidemia.
3) SLE.
4) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
5) Preeklamsi.
6) Obat-obatan.
7) Kehilangan bnyak cairan yang mendadak (luka bakar).

3. Patofisiologi dan Pathway


Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi dari
nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk

2
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama
adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk meningkatkan
kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban
solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus
tidak dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi
disertai dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik
dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien
asimptomatik.
b. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25%
dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam
diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan
poliuria sebagai akibat dari kegagalan pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah
hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus
Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan
meningkat. Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak
lagi dapat mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin
menjadi isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran
urin kurang dari 500 cc/hari.

3
Pathway

4
5
4. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) perjalanan klinis gagal ginjal kronik :
a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR
b. dapat menurun hingga 25% dari normal
c. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan nokturia,
GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum dan BUN sedikit
meningkat diatas normal.
d. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, latergi,
anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload),
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai
koma), yang ditandai dengan
e. GFR kurang dari 5-10 ml/ menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat
tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
f. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida).

5. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis


Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a. Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya odema
4) Batasi cairan yang masuk
b. Dialysis
1) peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency, Sedangkan dialysis yang
bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues
Ambulatori Peritonial Dialysis )
2) Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan
3) AV fistule : menggabungkan vena dan arteri

6
4) Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c. Operasi
1) Pengambilan batu
2) Transplantasi ginjal

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi yang
terjadi.
b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/ obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan
tidak puasa.
c. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
d. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostat.
e. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial.
g. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falanks
jari), kalsifikasi metastasik.
h. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini dianggap
sebagai bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.
j. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
k. Biopsi ginjal
l. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang, kemungkinan
adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
1) Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
2) Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.

7
3) Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari
Kreatinin, pada diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
4) Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
5) Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis.
6) Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis 1,24
(OH)2 vit D3 pada GGK.
7) Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama
Isoenzim fosfatase lindi tulang.
8) Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
9) Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)
10) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan,
peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya lipoprotein
lipase.
11) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.

7. Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2009) yaitu :
a. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
b. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiotensin-aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.

8
f. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer,
Hiperuremia
B. Asuhan Keperawatan
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada Doenges
(2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi
pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai
pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / rdiri yang terlalu
lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung
banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus
urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu
6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau
turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan
tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien
dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.

9
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada
paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan
pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang,
dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendi sekunder terhadap
gagal ginjal.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostik, rencana tindakan dan prognosis.
d. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus sekunder
terhadap gagal ginjal.
e. Risiko tinggi terhadap ketidakpatuhan berhubungan dengan kurang pengetahuan,
sistem pendukung kurang adekuat.

10
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anorekasia, mual, muntah, kehilangan selera, bau, stomatitis dan diet tak enak.

11
D. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1 Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau kreatinin dan BUN serum 1. Perubahan ini menunjukkan
berhubungan dengan kerusakan keperawatan selama 3x24 2. Rujuk pasien ke ahli diet untuk kebutuhan dialisat segera
fungsi ginjal jam, volume cairan tubuh penyuluhan diet dan bantu dalam 2. Ahli diet adalah spesialis
dapat berrkurang dengan merencanakan kebutuhan makanan nutrisi dan dapat menjelaskan alasan
kriteria hasil : dengan modifikasi dalam protein, kalium, modifikasi diet dan dapat membantu
1. Nilai elektrolit fosfor, natrium dan kalori. pasien merencanakan makanan
serum dalam rentang 3. Jangan memberikan obat-obatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
normal sampai setelah dialisat, bila tekanan dalam batas diet.
2. Bunyi nafas bersih darah tetap di bawah 90/60 mmHg, 3. Kebanyakan obat-obatan
3. Tak ada edema jangan berikan obat anti hipertensi. dikeluarkan melalui dialisat
4. Tekanan darah
sistolik (TD) diantara 90-
140 mmHg
5. Peningkatan berat
badan saat ini dua pon dari
berat badan tidak edema.

2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau berat badan setiap hari, 1. Untuk mengidentifikasi

12
berhubungan dengan anemia keperawatan selama 3x24 kreatinin dan BUN serum, jumlah indikasi perkembangan atau
dan nyeri sendi sekunder jam, intoleransi aktivitas makanan yang dikonsumsi dalam setiap penyimpangan dari hasil yang
terhadap gagal ginjal. pasien dapat teratasi makanan, hasil laporan JDL, terutama diharapkan
dengan kriteria hasil : hemoglobin dan hematokrit, kadar besi 2. Ini dapat menandakan
1. Berkurangnya dan feritin serum, nilai protein serum, kemajuan kerusakan ginjal dan
keluhan lelah masukan dan haluaran, hasil kalsium perlunya penilaian tembahan dalam
2. Peningkatan serum dan kadar fosfat. terapi
keterlibatan pada aktivitas 2. Konsul dokter bila keluhan 3. Istirahat memungkinkan
social kelelahan menetap tubuh untuk menyimpan energi yang
3. Laporan perasaan 3. Mungkin periode istirahat digunakan oleh aktivitas
lebih berenergi sepanjang hari 4. Stomatitis dapat terjadi
4. Frekuensi 4. Bila pasien mengeluh mulut karena toksin uremik berlebihan
pernafasan dan frekuensi kering, izinkan pasien untuk berkumur pada mukosa oral dan penurunan
jantung kembali normal dengan air sedikitnya tiap jam atau masukan cairan. Selain itu
setelah penghentian berikan batu es atau permen lemon keras. anoreksia, ditambah dengan mulut
aktivitas, berkurangnya 5. Jamin lingkungan kondusif untuk kering dan lengket. Tindakan ini
nyeri sendi. makan selama waktu makan (bebas bau, meningkatkan saliva.
makanan disajikan sesuai kesukaan 5. Meskipun anoreksia akibat
pasien). dari kombinasi faktor-faktor seperti
6. Berikan agen ikatan fosfat yang kelelahan, toksin uremik berlebihan
diprogramkan, suplemen kalsium dan dan depresi, penilaian dapat dibuat

13
suplemen vitamin D. untuk meningkatkan nafsu makan.
7. Bantu pasien dalam 6. Defosit kalsium
merencanakan jadwal aktivitas setiap hari mengakibatkan ketidaknyamanan
untuk menghindari imobilisasi dan sendi pada gagal ginjal,
kelelahan. metabolisme vitamin D berkurang,
yang menyebabkan penurunan
absorpsi kalsium dan saluran GI.
Bila kalsium serum turun produksi
parathormon meningkat,
mengakibatkan peningkatan resorpsi
fosfat dan kalsium dari tulang
meningkat dan akhirnya
demineralisasi tulang.
7. Imobilisasi meningkatkan
resorbsi kalsium dari tulang.
3 a. Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Bila mungkin atur untuk 1. Individu yang berhasil dalam
berhubungan dengan kurang keperawatan selama 3x24 kunjungan dari individu yang mendapat koping terhadap gagal ginjal kronik
pengetahuan tentang kondisi, jam, ansietas dapat terapi dapat berpengaruh positif untuk
pemeriksaan diagnostik, berkurang dengan kriteria 2. Berikan informasi tentang : membantu pasien yang baru
rencana tindakan dan hasil : (1) Sifat gagal ginjal didiagnosis memperhatikan harapan
prognosis. 1. Mengungkapkan (2) Pemeriksaan diagnostik termasuk dan mulai menilai perubahan gaya

14
pemahaman tentang tujuan, deskripsi singkat, persiapan yang hidup yang akan diterima.
kondisi diperlukan sebelum tes. 2. Pasien sering tidak
2. Pemeriksaan (3) Tujuan terapi yang diprogramkan. memahami bahwa dialisa akan
diagnosik dan rencana 3. Sediakan waktu untuk pasien dan diperlukan selamanya bila gagal
tindakan; sedikit orang terdekat untuk membicarakan ginjal tak dapat pulih. Memberi
melaporkan perasaan tentang masalah dan perasaan tentang pasien informasi mendorong
gugup dan takut. perubahan gaya hidup yang akan partisipasi dalam mengambil
diperlukan untuk memilih terapi. keputusan dan membantu
mengembangkan kepatuhan dan
kemandirian maksimum.
3. Pengekspresian perasaan
membantu mengurangi ansietas,
tindakan untuk gagal ginjal
berdampak pada seluruh keluarga.

4 b. Risiko tinggi Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk 1. Kuku pendek kurang
kerusakan integritas kulit keperawatan selama 3x24 mempertahankan kuku terpotong pendek, mungkin untuk merobek. Keringat,
berhubungan dengan pruritus jam, risiko kerusakan mempertahankan suhu ruangan pada panas dan kulit kering meningkatkan
sekunder terhadap gagal ginjal. integritas kulit dapat diatasi keadaan nyaman untuk mencegah pruritus. Toksin urenik
dengan kriteria hasil : keringat, mengikuti pembatasan diet yang menyebabkan pruritus. Sabun ringan
1. Tidak ada tanda diprogramkan, mandi dengan sabun tanpa kurang mungkin untuk

15
garukan pada kulit, deodorant dan hipoalergik. menyebabkan kulit kering dan
keluhan pruritus lebih 2. Berikan agen ikatan fosfat atur mengiritasi kulit.
sedikit. untuk dialisa sesuai program. 2. Kadar fosfor serum terlalu
tinggi. Karna kalsium dan fosfor
berbanding terbalik secara
proporsional, kalsium serum turun
dan pasien menjadi tremor. Dialisa
membuang toksin dan membantu
menormalkan biokimia.
5 c. Risiko tinggi Setelah dilakukan tindakan 1. Tinjau kembali raasional untuk 1. Kepatuhan ditingkatkan bila
terhadap ketidakpatuhan keperawatan selama 3x24 memodifikasi diet yang diprogramkan pasien mengalami efek-efek
berhubungan dengan kurang jam, ketidak patuhan dapat pada rencana pulang : tindakan yang diprogramkan untuk
pengetahuan, sistem pendukung berkurang dengan kriteria 1). Tinjau kembali rasional untuk kondisi mereka
kurang adekuat. hasil : menghindari kelebihan yang 2. Instruksi verbal dapat mudah
1. Merupakan meningkatkan kadar ureum. dilupakan
pemahaman tentang 2). Pembatasan natrium untuk 3. Untuk memastikan
instruksi pulang, mengurangi retensi cairan. keamanan pemberian pengobatan
mendemonstrasikan 3). Pembatasan kalium 4. Tim pendukung yang
kemampuan untuk 4). Bila oliguria, pembatasan cairan untuk tersedia dan konsisten diperlukan
merawat klien. mengurangi edema. sepanjang hidup pasien
5). Kalori tinggi untuk menjamin

16
pengguna protein dan sintesis protein
jaringan dan supai energi.
2. Yakinkan bahwa pasien dan orang
terdekat mempunyai hal tertulis
mengenai :
1). Perjanjian untuk instruksi perawatan
lanjut untuk perawatan diri di rumah.
2). Petunjuk dan nomor telepon pusat
dialisa yang memberikan terapi
pemeliharaan.
3. Berikan instruksi tertulis tentang
semua rencana pengobatan untuk
digunakan di rumah, termasuk nama,
dosis, jadwal, tujuan dan efek samping
yang dapat dilaporkan.
4. Yakinkan pasien mempunyai
nomor telepn orang sumber seperti
perawat dialisa atau koordinator
transplantasi, dokter, ahli diet ginjal,
pekerja sosial ginjal yayasan ginjal
Indonesia.

17
6 Perubahan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan 1. Konsul ahli diet untuk bantu 1. Persepsi diet yang tepat
kebutuhan tubuh yang keperawatan selama 3x24 pengkajian nutrisi, mengidentifikasi penting dalam penatalaksanaan
berhubungan dengan jam, kebutuhan nutrisi tujuan nutrisi, meresepkan modifikasi gagal ginjal kronik yang mencegah
anorekasia, mual, muntah, pasiendapat teratasi dengan diet dan memberikan nutrisi pada klien. toksisitas uremik,
kehilangan selera, bau, kriteria hasil : 2. Pertegas instruksi diet dan berikan ketidakseimbangan cairan elektrolit
stomatitis dan diet tak enak. materi tertulis untuk nstruksi verbal. dan katabolisme.
3. Diskusikan tentang pemilihan diet 2. Empati dan penguatan
dari pada pembahasan pantangan diet. terhadap instruksi diet dapat
4. Siapkan dan berikan dorongan meningkatkan kepatuhan terhadap
oral hygiene yang baik sebelum dan pembatasan diet.
sesudah makan. 3. Klien dan keluarga akan
5. Batasi masukan cairan satu jam menjadi tidak berselera bila diet
sebelum dans esudah makan. terlalu dibatasi dan tidak enak.
6. Berikan lingkungan yang 4. Oral hygiene yang tepat
menynangkan selama waktu makan dan dapat mengurangi mikroorganisme
bantu sesuai kebutuhan. dan membantu mencegah stomatitis
7. Jelaskan perlunya kebutuhan klien 5. Pembatasan ini akan
untuk makan protein maksimum dari diet mencegah perasaan begah dan
yang diizinkan. mengurangi anoreksia.
8. Bekerja bersama klien untuk 6. Nafsu makan dirangsang
mengembangkan rencana untuk pada situasi yang relaks dan

18
memasukkan diet yang diresepkan secara menyenangkan
berhasil ke dalam gaya hidup sehari-hari 7. Protein adekuat diperlukan
klien. untuk mencegah katabolisme protein
dan penggunaan otot
8. Kolaborasi memberikan
kesempatan bagi klien melakukan
kontrol, yang cenderung
meningkatkan kepulihan.

19
E. Hemodialisa
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal
untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain
melalui membran semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma & Nurarif, 2012).
Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis = pemisahan atau filtrasi.
Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis yang digunakan untuk mengeluarkan cairan
dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun secara progresif ginjal
tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Tetapi ini dilakukan dengan menggunakan
sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran penyaring semipermeabel (ginjal buatan).
Hemodialisis dapat dilakukan pada saar toksin atau zat beracun harus segera dikeluarkan
untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan kematian (Mutaqin & Sari,
2011).
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah yang
terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal.
Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI
(Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang
dilakukan HD dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD
persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler (Daurgirdas et al., 2007).

F. Tujuan hemodialisa
Tujuan dari hemodilisis adalah untuk memindahkan produk-produk limbah
terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialisis. Pada klien
gagal ginjal kronik, tindakan hemodialisis dapat menurunkan risiko kerusakan organ-
organ vital lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan
hemodialisis tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal secara permanen.
Klien GGK biasanya harus menjalani terapi dialiss sepanjang hidupnya (biasanya tiga kali
seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam perkali terapi) atau sampai mendapat ginjal
baru melalui transplantasi ginjal (Mutaqin & Sari, 2011).

20
G. Indikasi hemodialisa
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD kronik.
Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan, Indikasi hemodialisis segera
antara lain (D87uaurgirdas et al., 2007):
1. Kegawatan ginjal
a. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
b. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
c. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
d. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l )
e. Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
f. Uremia ( BUN >150 mg/dL)
g. Ensefalopati uremikum
h. Neuropati/miopati uremikum
i. Perikarditis uremikum
j. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L
k. Hipertermia
2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.
3. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur hidup
penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai
jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu
sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal
tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):
a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
b. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
c. adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e. Komplikasi metabolik yang refrakter.

H. Prinsip hemodialisa
Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi,
osmosis, dan ultrafiltrasi.
1. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di dalam
darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.

21
2. Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu
perbedaan osmolalitas dan dialisat.
3. Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan
hidrostatik didalam darah dan dialisat.
Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan
air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan rendaman dialisat memerlukan
pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang dapat terjadi,
misalnya: emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau berlebihan (hipotensi, kram,
muntah) perembesan darah, kontaminasi, dan komplikasi terbentuknya pirau atau fistula
(Mutaqin & Sari, 2011)

I. Pengkajian hemodialisa
Untuk memudahkan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pasien dengan
hemodialisis yang komprehensif, berikut adalah pedoman dalam melakukan pengkajian
keperawatan praprosedur hemodialisa.
1. Pengkajian Anamnesis
2. Kaji identitas klien
Rasional: memudahkan kelengkapan asuhan
3. Kaji adanya progam dokter tentang pelaksanaan hemodilasis
Rasional: Sebagai peran kolaboratif untuk melaksanakan intervensi keperawatan yang
sesuai dengan progam dokter
4. Kaji kondisi psikologis, mekanisme koping, dan adanya kecemasan praprosedur
Rasional: mekanisme koping maladktif terutama pada pasein yang pertama kali
divonis untuk cuci darah dapat memepengaruhi pelaksanaan. Peran perawat sangat
penting untuk membantu pasien dalam mencari mekanisme koping yang positif.
Prosedu kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien yang pertama
kali dilakukan hemodilalisis. Peran perawat memberikan dukungan dan penjelasan
yang ringkas dan mudah dimengerti agar bisa menurunkan kecemasan pasien.
5. Kaji pengetahuan pasien tentang prosedur hemodialisis
Rasional: untuk menentukan tingkat koorperatif dan sebaga materi dasar untuk
memberikan penjelasan prosedur hemodialisis sesuai dengan tingkat pengetahuannya.
6. Beri penjelasan prosedur pemasangan dan lakukan penandatangan informed consent
Rasional: hemodialisis dapat menimbulkan komplikasi. Klien perlu diberi penjelasan
dan menyatakan persetujuannya melalui surat pesetujuan tindakan.

22
7. Kaji adanya riwayat dilakukan hemodialisis sebelumnya.
Rasional: untuk memantau reaksi pasca hemodialisis
8. Kaji pemakaian obat-obatan sebelumnya
Rasional: klien yang meminum obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar
obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi
toksis. Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialisis, oleh karena itu
penyesuaian dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan
protein tidak akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolit obat yang lain
bergantung pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien menjalani
dialisis, semua jenis obat dan dosisinya harus dievaluasi dengan cermat. Terapi
antihipertensi yang sering merupakan bagian dari susunan terapi dialisis meruapakan
salah satu contih dimana komunikasi, pendidikan dan evalusasi dapat memberikan
hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan
menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi diminum pada pagi hari yang
sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama
hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.
9. Pemeriksaan Fisik
a. Timbang berat badan pasien
Rasional: sebagai pengukuran standar sebelum dilaksanakan hemodialisis. Berat
badan akan menurun pada saat prosedur selesai dilaksanakan.
b. Periksa Tanda-tanda vital
Rasional: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis. Denyut nadi dan tekanan
darah biasanya diatas rentang normal. Kondisi ini harus diukur pada saat selesai
prosedur dengan membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur.
c. Kaji adanya akses vakuler
Rasional: Pengkajian akses vaskular diperlukan dalam pengkajian praprosedur
d. Subklavia dan femoralis
Rasional: akses segera kedalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat
dicapai melalui katerisasi subklavia untuk pemakaian sementara. Kateter dwi
lumen atau multi lumen dimasukkan ke dalam vena subklavia. Meskipun metode
akses vaskular ini memiliki risiko misalnya dapat menyebabkan cedera vaskuler
seperti hematom, pneumothoraks, infeksi, trombosis vena subklavia, dan aliran
darah yang tidak adekuar. Namun metode tersebut biasanya dapat digunakan

23
selama beberapa minggu. Kateter femoralis dapat dimasukan ke dalam pembuluh
darah femoralis untuk pemakaian segera dan sementara. Kateter tersebut
dikeluarkan jika sudah tidak diperlukan karena kondisi pasein telah membaik, atau
terdapat cara akses lain. Oleh karena mayoritas pasien hemodialisis jangka panjang
yang harus dirawat dirumah sakit merupakan pasien dengan kegagalan akses
sirkulasi yang permanen, maka salah satu prioritas dalam perawatan pasien
hemodilasis adalah perlindungan terhadap akses sirkulasi tersebut.
e. Fistula arteri vena
Rasional: Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan yang biasanya
dilakukan pada lengan bawah dengan cara menghubungkan atau menyambung
pembuluh arteri dengan vena secara dihubungkan antar sisi atau dihubungkan
antara ujung dan sisi pembuluh darah. Fistula tersebutkan memerlukan waktu 4
hingga 6 minggu untuk menjadi matang sebelum siap digunakan. Waktu ini
diperlukan untuk memberikan kesempatan agar fistula pulih dn segmen vena
fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima jarum berlumen besar
dengan ukuran – 14 sampai – 16. Jarum ditusukan ke dalam pembuluh darah agar
cukup aliran darah yang akan mengalir melalui dialiser. Segmen arteri fistula
digunakan untuk aliran darah arteri dan segmen vena digunakan untuk memasukan
kembali reinfus darah yang sudah didialisis. Untuk menampung aliran darah ini,
segmen arteri vena fistula tersebut harus lebih besar daripada pembuluh darah
normal. Pasien dianjurkan untuk melakukan latihan guna meningkatkan ukuran
pembuluh darah yaitu dengan meremas remas bola karet untuk melatih fistula yang
dibuar dilengan bawah sehingga pembuluh darah yang sudah lebar dapat menerima
jarum berukuran besar yang digunakand alam proses hemodialisis.
f. Shunt/ Tandur
Rasional: dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis,
sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri atau
vena dari sapi, materia; gore tex (heterografi) atau tandur vena safena dari pasien
sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila pembuluh darah pasien tidak cocok
untuk dijadikan fistula. Tandur biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan atas
atau paha bagian atas. Pasien dengan sistem vaskular yang terganggu seperti pasien
diabetes, biasanya memerlukan pemasangan tandur sebelum menjalani
hemodialisis. Oleh karena tandur tersebut merupakan pembuluh darah artifisial,
risiko infkesi akan meningkat.

24
g. Pengkajian Penunjang
Kaji pemeriksaan laboratorium
Rasional: pemeriksaan lab menjadi parameter untuk dilakukan hemodialisis,
meliputi Hb, Hematokrit, kadar albumin, BUN, Kreatinin dan elektrolit.
h. Konfirmasi pemeriksaan HbSag dan status HIV
Rasional: Preventif perawat dalam menjaga atau mempertahankan universa;
precaution dan mencegahan menular
i. Kaji adanya peningkatan kadar SGOT/PT
Rasional: Menilai keterlibatan hati dengan melihat peningkatan enzim serum ha

25
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2.
Jakarta: EGC
Carpenito, L.J., 2006, Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan (Edisi 2), Alih.
Bahasa Monica Ester, Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilyn E, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk. Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika
Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010.Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta; MediAction.
Smeltzer, S. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC.

26

Anda mungkin juga menyukai