Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi fisiologi
1. Anatomi
Kelenjar prostat merupakan bangunan yang pipih, kerucut dan
berorientasi di bidang koronal. Apeksnya menuju ke bawah dan terletak
tepat diatas fasia profunda dari diafragma urogenital. Permukaan
anteriior mengarah pada simfisis dan dipisahkan jaringan lemak serta
vena periprostatika. Pita fibromuskuler anterior memisahkan jaringan
prostat dari ruang preprostatika dan permukaan posteriornya dipisahkan
dari rektum oleh lapisan ganda fasia denonvilliers.
Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20-25 gram
dengan ukuran rata-rata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm.
Secara embriologis terdiri dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus
anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Prostat
dikelilingi kapsul yang kurang lebih berdiameter 1 mm terdiri dan
serabut fibromuskular yang merupakan tempat perlekatan ligamentum
pubovesikalis. Beberapa ahli membagi prostat menjadi 5 lobus : lobus
anterior, medial, posterior, dan 2 lobus lateral yang mengelilingi uretra.
Kelenjar prostat merupakan organ yang kompleks yang terdiri dari
jaringan glandular dan non glandular, glandular terbagi menjaadi 3 zona
besar: sentral (menempati 25 %), perifeal (menempati 70 %), dan
transisional (menempati 5%). Perbedaan zona-zona ini penting secara
klinis karena zona perifeal sangat sering sebagai tempat asal keganasan,
dan zona transisional sebagai tempat asal benigna prostat hiperplasia.

1
Gambar: Pembesaran Prostat

Uretra dan verumontanium dapat dipakai sebagai patokan untuk


prostat. Bagian proksimal uretra membentang melalui 1/3 bagian depan
prostat dan bersinggungan dengan kelenjar periutheral dan sfingter
preprostatik. Pada tingkat veromontanium, urethra membentuk sudut
anterior 350 dan urethra pars prostatika distal bersinggung dengan zona
perifal. Volume zona sentral adalah yang terbesar pada individu muda,
tapi dengan bertambahnya usia zona ini atrofi secara progresif.
Sebaliknya zona transisional membesar dengan membentuk benigna
prostat hiperplasia.

2
Mc. Neal Melakukan analisa komparatif tentang zona prostat
melalui potongan sagital, koronal dan koronal obliq yaitu :
a. Stroma fibromuskular anterior
Merupakan lembaran tebal yang menutupi seluruh permukaan
anterior prostat. Lembaran ini merupakan kelanjutan dari lembaran
otot polos disekitar urethra proksial pada leher buli, dimana lembaran
ini bergabung dengan spinkter interna dan otot detrusor dari tempat
dimana dia berasal. Dekat apeks otot polos ini bergabung dengan
striata yang mempunyai peranan sebagai spinkter eksterna.
b. Zona perifer
Merupakan bagian terbesar dari prostat. Zona ini terdiri atas 65-
67 % dari seluruh jaringan prostat. Hampir semua karsinoma berasal
dari zona ini.
c. Zona Sentral
Zona sentral mengelingi ductus ejakularis secra penuh diatas dan
dibelakang verumontanium. Mc. Neal membedakan zona ini sentral
dan zona perifer berdasarkan arsitektur sel dan sitologinya.
d. Zona transisional
Merupakan sekelompok kecil ductus yang berasal dari suatu titik
pertemuan urethra proksimal dan distal. Besarnya 5 % dari seluruh
massa prostat. Pada zona ini asiner banyak mengalami proliferasi
dibandingkan ductus periurethra lainnya.

2. Fisiologi
Kelenjar prostat secara relatif tetap kecil sepanjang kanak-kanak dan
mulai tumbuh pada masa pubertas dibawah stimulus testesteron. Kelenjar
ini mencapai ukuran makasimal pada usia 20 tahun dan tetap dalam
kuran ini sampai usia mendekati 50 tahun. Pada waktu tersebut pada
beberapa pria kelenjar tersebut mulai berdegenerasi bersamaan dengan
penurunan pembentukan testosteron oleh testis.

3
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu
dan bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase,
kalsium dan koagulasi serta fibrinolin. Selama pengeluaran cairan
prostat, kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi bersama dengan vas
deferens dan cairan dari prostat keluar bercampur dengan segmen yang
lainnya.

B. Pengertian

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan sebagai


pembesaran kelenjar prostat yang memanjang ke atas, ke dalam kandung
kemih, yang menghambat aliran urin, serta menutupi orifisium uretra
(Smeltzer & Bare, 2003). Secara patologis, BPH dikarakteristikkan dengan
meningkatnya jumlah sel stroma dan epitelia pada bagian periuretra prostat.
Peningkatan jumlah sel stroma dan epitelia ini disebabkan adanya proliferasi
atau gangguan pemrograman kematian sel yang menyebabkan terjadinya
akumulasi sel (Roehrborn, 2011).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh
penuaan. Price&Wilson (2005).
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan cara menutupi orifisium uretra.

C. Klasifikasi

Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De jong


(2005) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :
1. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin
kurang dari 50 ml

4
2. Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur
dan batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50- 100 ml.
3. Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas
prostat tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total

D. Etiologi

Penyebab pasti BPH belum diketahui. Namun, IAUI (2003) menjelakan


bahwa terdapat banyak faktor yang berperan dalam hiperplasia prostat, seperti
usia, adanya peradangan, diet, serta pengaruh hormonal. Faktor tersebut
selanjutnya mempengaruhi prostat untuk mensintesis protein growth factor,
yang kemudian memicu proliferasi sel prostat. Selain itu, pembesaran prostat
juga dapat disebabkan karena berkurangnya proses apoptosis. Roehrborn
(2011) menjelaskan bahwa suatu organ dapat membesar bukan hanya karena
meningkatnya proliferasi sel, tetapi juga karena berkurangnya kematian sel.
BPH jarang mengancam jiwa. Namun, keluhan yang disebabkan BPH
dapat menimbulkan ketidaknyamanan. BPH dapat menyebabkan timbulnya
gejala LUTS (lower urinary tract symptoms) pada lansia pria. LUTS terdiri
atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptom)
yang meliputi: frekuensi berkemih meningkat, urgensi, nokturia, pancaran
berkemih lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak
puas sehabis berkemih, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urin (IAUI,
2003).
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti
penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron
(DHT) dan proses penuaan

5
E. Patofisiologi

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000),
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona
sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra
(Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut
akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada
jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan
kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel
kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT)
dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara
langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis
protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya
perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan
oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher
vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor
dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan
prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran
prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah
prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan
jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat
detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti
balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos
keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula
sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut

6
Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut
maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada
hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi.
Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama
dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi),
miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas
setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna
atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas
otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit
ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak
mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox
(overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter
dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005)

7
F. Tanda dan gejala

Gambaran tanda dan gejala secara klinis pada hiperplasi prostat


digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi
disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga
mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi,
kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan
(straining) kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi
memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena
overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas
otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering miksi (frekwensi),
terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang
mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000)
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4
stadium :

a) Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan
urine sampai habis.
b) Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan
urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150
cc. Ada rasa ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
c) Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
d) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine
menetes secara periodik (over flow inkontinen).

8
Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa Tanda dan
gejala dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan
ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun
dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing (urine
terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut.
Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini
:
a) Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
 Grade 0 : Penonjolan prosrar 0-1 cm ke dalam
rectum.
 Grade 1 : Penonjolan prosrar 1-2 cm ke dalam
rectum.
 Grade 2 : Penonjolan prosrar 2-3 cm ke dalam
rectum.
 Grade 3 : Penonjolan prosrar 3-4 cm ke dalam
rectum.
 Grade 4 : Penonjolan prosrar 4-5 cm ke dalam
rectum.
b) Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur,
disuruh kencing dahulu kemudian dipasang kateter.
 Normal : Tidak ada sisa
 Grade I : sisa 0-50 cc
 Grade II : sisa 50-150 cc
 Grade III : sisa > 150 cc
 Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.

G. Pemeriksaan diagnostik
1. Urinalisa

9
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri
harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran
kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat
menyebabkan hematuri.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi
dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai
PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml,
dihitung Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi
dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi
prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml
2. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif
maka semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan
pernafasan biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah
tinggi maka fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis
leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
3. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG,
dan sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH,
derajat disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat
adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat
juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan
prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena
dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan
hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin.
Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal,
mendeteksi residu urin dan batu ginjal.

10
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah
terlihat bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat
/mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli
dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya dikencingkan.
Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi
kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin.
Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin.

H. Penatalaksanaan

1. Medis
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH
tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis
a) Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah,
diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat
adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat
ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak
mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya
adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
b) Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan
pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra
(trans uretra)
c) Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan
selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika,
retropubik dan perineal.
d) Stadium IV

11
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan
penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau
sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok
melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau
pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan
dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif
dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa.
Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti
androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan
pada BPH dapat dilakukan dengan:
a) Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat
dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol
keluhan, sisa kencing dan colok dubur.
b) Medikamentosa
 Mengharnbat adrenoreseptor α
 Obat anti androgen
 Penghambat enzim α -2 reduktase
 Fisioterapi
c) Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria,
penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel
batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:
 TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar
prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan
malalui uretra.
 Prostatektomi Suprapubis

12
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang
dibuat pada kandung kemih.
 Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada
abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa
memasuki kandung kemih.
 Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui
sebuah insisi diantara skrotum dan rektum.
 Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula,
vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui
sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra
dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker
prostat.
d) Terapi Invasif Minimal
 Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang
disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang
melalui/pada ujung kateter.
 Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced
Prostatectomy (TULIP)
 Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)
2. Keperawatan
a. Pre operasi
 Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan
Darah, CT, BT, AL)
 Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh
kebanyakan lansia
 Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax

13
 Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8
jam. Sebelum pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur
kecap 2 hari, lavemen puasa minimal 8 jam, dan mengurangi
bicara untuk meminimalkan masuknya udara
b. Post operasi
1. Irigasi/Spoling dengan Nacl
 Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
 Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
 Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
 Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
 Hari ke 4 post operasi diklem
 Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak
ada masalah (urin dalam kateter bening)
2. Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada
masalah (cairan serohemoragis < 50cc)
3. Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat
injeksi selama 2 hari, bila pasien sudah mampu makan dan
minum dengan baik obat injeksi bisa diganti dengan obat
oral.
4. Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24
jam post operasi
5. Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post
oprasi dengan betadin
6. Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
7. DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
8. Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
9. Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
10. Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan
dorongan untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak
pada kandung kemih dan perdarahan dari uretral sekitar
kateter. Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat

14
membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada
pubis dapat membantu menghilangkan spasme.
11. Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk
berjalan-jalan tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat
meningkatkan tekanan abdomen, perdarahan
12. Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai
kembali kontrol berkemih. Latihan perineal harus
dilanjutkan sampai passien mencapai kontrol berkemih.
13. Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda
kemerahan kemudian jernih hingga sedikit merah muda
dalam 24 jam setelah pembedahan.
14. Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang
meningkat dan sejumlah bekuan biasanya menandakan
perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih gelap dan
kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang
traksi pada kateter sehingga balon yang menahan kateter
pada tempatnya memberikan tekannan pada fossa prostatik.

I. Pengkajian keperawatan

Pengkajian pada pasien BPH dilakukan dengan pendekatan proses


keperawatan. Menurut Doenges (1999) fokus pengkajian pasien dengan BPH
adalah sebagai berikut :
1. Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada
kasus preoperasi dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah yang
disebabkan oleh karena efek pembesaran ginjal. Penurunan tekanan

15
darah; peningkatan nadi sering dijumpai pada. kasus postoperasi BPH
yang terjadi karena kekurangan volume cairan.
2. Integritas Ego
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas
egonya karena memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan
yang dapat dilihat dari tanda-tanda seperti kegelisahan, kacau mental,
perubahan perilaku.
3. Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami
oleh pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam
memulai aliran urin, aliran urin berkurang, pengosongan kandung kemih
inkomplit, frekuensi berkemih, nokturia, disuria dan hematuria.
Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi karena tindakan invasif
serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase
kateter untuk mengetahui adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna
urin. Evaluasi warna urin, contoh : merah terang dengan bekuan darah,
perdarahan dengan tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna
keruh, gelap dengan bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga
ada kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada preoperasi BPH hal tersebut
terjadi karena protrusi prostat ke dalam rektum, sedangkan pada
postoperasi BPH, karena perubahan pola makan dan makanan.

4. Makanan dan cairan


Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena
efek penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari
anastesi pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual,
muntah, penurunan berat badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi
masukan dan pengeluaran baik cairan maupun nutrisinya.
5. Nyeri dan kenyamanan
Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan
dasar yang utama. Karena menghindari nyeri merupakan kebutuhan yang

16
harus dipenuhi. Pada pasien postoperasi biasanya ditemukan adanya
nyeri suprapubik, pinggul tajam dan kuat, nyeri punggung bawah.
6. Keselamatan/ keamanan
Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor
keselamatan tidak luput dari pengkajian perawat karena hal ini sangat
penting untuk menghindari segala jenis tuntutan akibat kelalaian
paramedik, tindakan yang perlu dilakukan adalah kaji adanya tanda-tanda
infeksi saluran perkemihan seperti adanya demam (pada preoperasi),
sedang pada postoperasi perlu adanya inspeksi balutan dan juga adanya
tanda-tanda infeksi baik pada luka bedah maupun pada saluran
perkemihannya.
7. Seksualitas
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang
mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan
seksualnya, takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim,
penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri
tekan pada prostat.
8. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi
maupun postoperasi BPH. Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain urin
analisa, kultur urin, urologi., urin, BUN/kreatinin, asam fosfat serum,
SDP/sel darah putih. Sedangkan pada postoperasinya perlu dikaji kadar
hemoglobin dan hematokrit karena imbas dari perdarahan. Dan kadar
leukosit untuk mengetahui ada tidaknya infeksi.

J. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kasus
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah sebagai berikut :
1. Pre operasi
 Nyeri akut
 Cemas

17
 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
 Gangguan eliminasi urin
2. Post operasi
 Nyeri akut
 Resiko infeksi
 Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan
 Defisit perawatan diri

18
K. Intervensi Keperawatan

Pre Operasi

No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan

1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nyeri


keperawatan selama ….x 24 Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat
Definisi : Sensori dan jam, klien dapat: kenyamanan yang dapat diterima pasien
pengalaman emosional Intervensi:
yang tidak menyenangkan 1. Mengontol nyeri 1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi,
yang timbul dari Definisi : tindakan seseorang karakteristik, waktu kejadian, lama, frekuensi, kualitas,
kerusakan jaringan aktual untuk mengontrol nyeri intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus
atau potensial, muncul Indikator: 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
tiba-tiba atau lambat  Mengenal faktor-faktor khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara
dengan intensitas ringan penyebab efektif

sampai berat dengan akhir Mengenal onset/waktu 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
yang bisa diantisipasi atau kejadian nyeri 4. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat
diduga dan berlangsung  tindakan pertolongan non- mengekspresikan nyeri

19
kurang dari 6 bulan. analgetik 5. Kaji latar belakang budaya klien
 Menggunakan analgetik 6. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas
Faktor yang  melaporkan gejala-gejala hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas mood, hubungan,
berhubungan : Agen kepada tim kesehatan pekerjaan, tanggungjawab peran
injuri (biologi, kimia, (dokter, perawat) 7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan
fisik, psikologis)  nyeri terkontrol nyeri kronis
Keterangan: 8. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
Batasan karakteristik : 1 = tidak pernah dilakukan yang telah digunakan
 Laporan secara verbal 2 = jarang dilakukan 9. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
atau non verbal adanya 3 = kadang-kadang dilakukan 10. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa
nyeri 4 = sering dilakukan lama terjadi, dan tindakan pencegahan
 Fakta dari observasi 5 = selalu dilakukan 11. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
 Posisi untuk respon klien terhadap ketidaknyamanan (contoh :
menghindari nyeri temperatur ruangan, penyinaran, dll)

 Gerakan melindungi 2. Menunjukkan tingkat nyeri 12. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri

 Tingkah laku berhati- Definisi : tingkat keparahan dari 13. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi, (ex: relaksasi,

hati nyeri yang dilaporkan atau guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-

 Muka topeng ditunjukan dingin, massase)


14. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri

20
 Gangguan tidur (mata Indikator: 15. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon
sayu, tampak capek,  Melaporkan nyeri klien
sulit atau gerakan  Frekuensi nyeri 16. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
kacau, menyeringai)  Lamanya episode nyeri 17. Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri
 Terfokus pada diri  Ekspresi nyeri: wajah secara tepat
sendiri  Posisi melindungi tubuh 18. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi
 Fokus menyempit  Kegelisahan keluhan
19. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota
(penurunan persepsi  Perubahan Respirasirate
waktu, kerusakan keluarga saat tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk
 Perubahan Heart Rate
proses berpikir, pendekatan preventif
 Perubahan tekanan Darah
penurunan interaksi 20. monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri
 Perubahan ukuran Pupil
dengan orang dan
 Perspirasi
lingkungan) 2. Pemberian Analgetik
 Kehilangan nafsu makan
 Tingkah laku distraksi, Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk mengurangi atau
Keterangan:
contoh : jalan-jalan, menghilangkan nyeri
1 : berat
menemui orang lain Intervensi:
2 : agak berat
dan/atau aktivitas, 1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan keparahan
3 : sedang
aktivitas berulang- sebelum pengobatan
4 : sedikit
2. Berikan obat dengan prinsip 12 benar

21
ulang) 5 : tidak ada 3. Cek riwayat alergi obat
 Respon autonom 4. Libatkan klien dalam pemilhan analgetik yang akan
(seperti diaphoresis, digunakan
perubahan tekanan 5. Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu
darah, perubahan nafas, analgetik jika telah diresepkan
nadi dan dilatasi pupil) 6. Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik, NSAID)
 Perubahan autonomic berdasarkan tipe dan keparahan nyeri.
dalam tonus otot 7. Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesudah pemberian
(mungkin dalam analgetik
rentang dari lemah ke 8. Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
kaku) 9. Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek-efek yang
 Tingkah laku ekspresif tidak diinginka.
(contoh : gelisah, 10. Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek
merintih, menangis, analgetik (konstipasi/iritasi lambung)
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh 3. Manajemen lingkungan : kenyamanan
kesah) Definisi : memanipulasi lingkungan untuk kepentingan terapeutik

 Perubahan dalam nafsu Intervensi :


1. Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat

22
makan dan minum 2. Batasi pengunjung
3. Tentukan hal-hal yang menyebabkan ketidaknyamanan
seperti pakaian lembab
4. Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
5. Tentukan temperatur ruangan yang paling nyaman
6. Sediakan lingkungan yang tenang
7. Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan
8. Atur posisi pasien yang membuat nyaman.

2 Cemas Setelah dilakukan asuhan  Menurunkan cemas


keperawatan selama......x24 jam Definisi : meminimalkan rasa takut, cemas, merasa dalam bahaya
Definisi : Perasaan gelisah pasien menunjukan dapat : atau ketidaknyamanan terhadap sumber yang tidak diketahui
yang tak jelas dari Intervernsi:
ketidaknyamanan atau 1. Mengontrol cemas: 1. Tenangkan pasien
ketakutan yang disertai Definisi : Tindakan seseorang 2. Jelaskan seluruh prosedurt tindakan kepada pasien dan
respon autonom (sumner untuk mengurangi perasaan perasaan yamng mungkin muncul pada saat melakukan
tidak spesifik atau tidak tertekan/terbebani dan tindakan
diketahui oleh individu); ketegangan dari sumber yang 3. Berusaha memahami keadaan pasien
perasaan keprihatinan tidak dapat diidentifikasi 4. Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan

23
disebabkan dari antisipasi Indikator : 5. Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan dan
terhadap bahaya. Sinyal  Monitor intensitas cemas meningkatkan kenyamanan
ini merupakan peringatan  Meghilangkan penyebab 6. Dorong pasien untuk menyampaikan tentang isi perasaannya
adanya ancaman yang cemas 7. Kaji tingkat kecemasan
akan datang dan  Menurunkan stimulus 8. Dengarkan dengan penuh perhatian
memungkinkan individu lingkungan ketika cemas 9. Ciptakan hubungan saling percaya
untuk mengambil langkah  Mencari informasi untuk 10. Bantu pasien menjelaskan keadaan yang bisa menimbulkan
untuk menyetujui terhadap menurunkan cemas kecemasan
tindakan.  Gunakan strategi koping 11. Bantu pasien untuk mengungkapkan hal hal yang membuat

efektif cemas
Faktor yang  Melaporkan kepada perawat 12. Ajarkan pasien teknik relaksasi
berhubungan : terpapar penurunan lama cemas 13. Berikan obat obat yang mengurangi cemas
racun, konflik yang tidak  Menggunakan teknik
disadari tentang nilai-nilai
relaksasi untuk menurunkan
utama/tujuan hidup, cemas
berhubungan dengan
 Mempertrahankan hubungan
keturunan/herediter,
sosial
kebutuhan tidak terpenuhi,
 Mempertahankan konsentrasi
transmisi iterpersonal,

24
krisis  Melaporkan kepada perawat
situasional/maturasional, tidur cukup
ancaman kematian,  Melaporkan kepada perawat
ancaman terhadap konsep bahwa cemas tidak
diri, stress, substans mempengatruhi keadaan fisik
abuse, perubahan dalam:  Tidak adanya tingkahlaku
status peran, status yang menunjukan cemas
kesehatan, pola interaksi,
fungsi peran, lingkungan,
status ekonomi. Keterangan
1 :Tidak pernah menunjukkan
Batasan karakteristik: 2 : Jarang menunjukkan
Perilaku : 3 : Kadang-kadang
 Produktivitas menunjukkan
berkurang 4 : Sering menunjukkan
 Scanning dan 5 : Selalu menunjukkan
kewaspadaan
 Kontak mata yang

25
buruk 2. Koping yang baik
 Gelisah Definisi : Tindakan untuk
 Pandangan sekilas mengelola stressor yang
 Pergerakan yang tidak menggunakan sumber individu
berhubungan, (misal : Indikator :
berjalan dengan  Mengenal koping efektif
menyeret kaki,  Mengenal koping tak efektif
pergelangan  Memverbalkan kemampuan
tangan/lengan kontrol
 Menunjukkan  Melaporkan menurunnya
perhatian seharusnya stress
dalam kejadian hidup  Memverbalkan penerimaan
 Insomnia terhadap situasi
 Resah  Mencari informasi yang
Affektive: berkaitan dengan penyakit
 Penyesalan dan pengobatannya
 Irritable  Modifikasi gaya hidup sesuai
 Kesedihan yang kebutuhan

26
mendalam  Beradaptasi dengan
 Ketakutan perubahan perkembangan
 Gelisah, gugup  Menggunakan support sosial
 Mudah tersinggung yang memungkinkan
 Rasa nyeri hebat dan  Mengerjakan sesuatu yang
menetap menurunkan stress
 Ketidakberdayaan  Mengenal strategi koping
meningkat multipel
 Membingungkan  Menggunakan strategi koping
 Ketidaktentuan efektif
 Peningkatan  Menghindari situasi penuh
kewaspadaan stress
 Fokus pada diri  Memverbalkan kebutuhan
 Perasaan tidak akan bantuan
adekuat  Mencari pertolongan
 Ketakutan professional yang sesuai

 Distress  Melaporkan menurunnya

 Kekhawatiran, keluhan fisik

27
prihatin  Melaporkan menurunnya
 Cemas perasaan negatif
Fisiologis :  Melaporkan kenyamanan
 Suara gemetar psikologis yang meningkat
 Gemetar, tangan
tremor Keterangan:
 Goyah 1 :Tidak pernah menunjukkan
 Respirasi meningkat 2 : Jarang menunjukkan
(simpatis) 3 : Kadang-kadang

 Keinginan kencing menunjukkan

(parasimpatis) 4 : Sering menunjukkan

 Nadi meningkat 5 : Selalu menunjukkan

(simpatis)
 Berkeringat banyak
 Wajah tegang
 Anorexia (simpatis)
 Jantung berdetak kuat
(simpatis)

28
 Diare (parasimpatis)
 Keragu-raguan dalam
berkemih
(parasimpatis)
 Kelelahan (Simpatis)
 Mulut kering
(simpatis)
 Kelemahan (simpatis)
 Wajah kemerahan
(simpatis)

3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nutrisi


nutrisi: kurang dari keperawatan selama …. X 24 Definisi : membantu dengan atau menyediakan masukan diet
kebutuhan tubuh jam klien dapat menunjukkan seimbang dari makanan dan cairan
1. status nutrisi yang baik Intervensi :

29
Definisi : Intake nutrisi Definisi : Nutrisi cukup untuk 1. Catat jika klien memiliki alergi makanan
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan 2. Catat makanan kesukaan klien
keperluan metabolisme metabolisme tubuh 3. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrien yang dibutuhkan
tubuh Indikator : 4. Dorong asupan kalori sesuai tipe tubuh dan gaya hidup
 Masukan nutrisi 5. Dorong asupan zat besi
 - Masukan makanan 6. Tawarkan makanan ringan
Batasan karakteristik : dan cairan 7. Berikan gula tambahan k/p
 Berat badan 20 % di  Tingkat energi cukup 8. Tawarkan bumbu sebagai pengganti garam
bawah ideal  Berat badan stabil 9. Berikan makanan tinggi kalori, protein dan minuman yang
 Dilaporkan adanya  Nilai laboratorium mudah dikonsumsi
intake makanan yang 10. Berikan pilihan makanan
kurang dari RDA Keterangan: 11. Sesuaikan diet dengan gaya hidup klien
(Recomended Daily 1 : Sangat bermasalah 12. Ajarkan klien cara membuat catatan makanan
Allowance) 2 : Cukup bermasalah 13. Monitor asupan nutrisi dan kalori
 Membran mukosa dan 3 : Masalah sedang 14. Timbang berat badan secara teratur
konjungtiva pucat 4 : Sedikit bermasalah 15. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan

 Kelemahan otot yang 5 : Tidak ada masalah bagaimana memenuhinya

digunakan untuk 16. Ajarkan teknik penyiapan dan penyimpanan makanan


17. Tentukan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan

30
menelan/mengunyah nutrisinya
 Luka, peradangan pada
rongga mulut 2. Monitor nutrisi
 Mudah merasa Definisi : mengumpulkan dan menganalisa data dari pasien untuk
kenyang, sesaat setelah mencegahatau meminimalkan malnutrisi.
mengunyah makanan Intervensi :
 Dilaporkan atau fakta 1. BB klien dalam interval spesifik
adanya kekurangan 2. Monitor adanya penurunan BB
makanan 3. Monitor tipe dan jumlah nutrisi untuk aktivitas biasa

 Dilaporkan adanya 4. Monitor respon emosi klien saat berada dalam situasi yang

perubahan sensasi rasa mengharuskan makan.

 Perasaan 5. Monitor interaksi anak dengan orang tua selama makan.

ketidakmampuan untuk 6. Monitor lingkungan selama makan.

mengunyah makanan 7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam

 Miskonsepsi makan.
8. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
 Kehilangan BB dengan
9. Monitor turgor kulit
makanan cukup
10. Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah.
 Keengganan untuk
11. Monitor adanya bengkak pada alat pengunyah, peningkatan

31
makan perdarahan, dll.
 Kram pada abdomen 12. Monitor mual dan muntah
 Tonus otot jelek 13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar Ht.
 Nyeri abdominal 14. Monitor kadar limfosit dan elektrolit.
dengan atau tanpa 15. Monitor makanan kesukaan.
patologi 16. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.

 Kurang berminat 17. Monitor kadar energi, kelelahan, kelemahan.

terhadap makanan 18. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan pada jaringan

 Pembuluh darah kapiler konjungtiva.

mulai rapuh 19. Monitor kalori dan intake nutrisi.

 Diare dan atau 20. Catat adanya edema, hiperemia, hipertropik papila lidah dan

steatorrhea cavitas oral.


21. Catat jika lidah berwarna merah keunguan.
 Kehilangan rambut
yang cukup banyak
(rontok)
 Suara usus hiperaktif
 Kurangnya informasi,
misinformasi

32
Faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna
makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan
faktor biologis, psikologis
atau ekonomi.

33
Post Operasi

1.
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nyeri
keperawatan selama ….x 24 jam, Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat
Definisi : Sensori dan klien dapat: kenyamanan yang dapat diterima pasien
pengalaman emosional 1. Mengontol nyeri
yang tidak menyenangkan Definisi : tindakan seseorang untuk Intervensi:
yang timbul dari mengontrol nyeri. 1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi,
kerusakan jaringan aktual Indikator: karakteristik,waktu kejadian, lama, frekuensi, kualitas,
atau potensial, muncul  Mengenal faktor-faktor penyebab intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus
tiba-tiba atau lambat  Mengenal onset/waktu kejadian 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
dengan intensitas ringan nyeri khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara
sampai berat dengan akhir  Tindakan pertolongan non- efektif
yang bisa diantisipasi atau analgetik 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
diduga dan berlangsung  Menggunakan analgetik 4. Gunakan komunkasi terapeutik agar klien dapat
kurang dari 6 bulan.  Melaporkan gejala-gejala kepada mengekspresikan nyeri
Batasan karakteristik : tim kesehatan (dokter, perawat) 5. Kaji latar belakang budaya klien
 Laporan secara verbal 6. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup:

34
atau non verbal adanya  Nyeri terkontrol pola tidur, nafsu makan, aktifitas mood, hubungan, pekerjaan,
nyeri tanggungjawab peran
 Fakta dari observasi Keterangan: 7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan
 Posisi untuk 1 = tidak pernah dilakukan nyeri kronis
menghindari nyeri 2 = jarang dilakukan 8. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
 Gerakan melindungi 3 = kadang-kadang dilakukan yang telah digunakan

 Tingkah laku berhati- 4 = sering dilakukan 9. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga

hati 5 = selalu dilakukan 10. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa

 Muka topeng lama terjadi, dan tindakan pencegahan

 Gangguan tidur (mata 11. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi

sayu, tampak capek, 2. Menunjukkan tingkat nyeri respon klien terhadap ketidaknyamanan (contoh : temperatur

sulit atau gerakan Definisi : tingkat keparahan dari ruangan, penyinaran, dll)

kacau, menyeringai) nyeri yang dilaporkan atau 12. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
ditunjukan 13. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (ex: relaksasi,
 Terfokus pada diri
Indikator: guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin,
sendiri
 Fokus menyempit  Melaporkan nyeri massase)

(penurunan persepsi  Frekuensi nyeri 14. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang

waktu, kerusakan  Lamanya episode nyeri telah digunakan


15. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga

35
proses berpikir,  Ekspresi nyeri: wajah 16. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa
penurunan interaksi  Posisi melindungi tubuh lama terjadi, dan tindakan pencegahan
dengan orang dan  Kegelisahan 17. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
lingkungan)  Perubahan Respirasirate respon klien terhadap ketidaknyamanan (contoh : temperatur
 Tingkah laku distraksi,  Perubahan Heart Rate ruangan, penyinaran, dll)
contoh : jalan-jalan,  Perubahan tekanan Darah 18. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
menemui orang lain 19. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (ex: relaksasi,
 Perubahan ukuran Pupil
dan/atau aktivitas, guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin,
 Perspirasi
aktivitas berulang- massase)
 Kehilangan nafsu makan
ulang) 20. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
 Respon autonom 21. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon
Keterangan:
(seperti diaphoresis, klien
1 : berat
perubahan tekanan 22. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
2 : agak berat
darah, perubahan nafas, 23. Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri
3 : sedang
nadi dan dilatasi pupil) secara tepat
4 : sedikit
 Perubahan autonomic 5 : tidak ada
24. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi
dalam tonus otot keluhan
(mungkin dalam 25. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota keluarga
saat tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk pendekatan

36
rentang dari lemah ke preventif
kaku) 26. monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri
 Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, 2. Pemberian Analgetik
merintih, menangis, Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk mengurangi
atau menghilangkan nyeri.

Intervensi:
 Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan
keparahan sebelum pengobatan
 Berikan obat dengan prinsip 5 benar
 Cek riwayat alergi obat
 Libatkan klien dalam pemilhan analgetik yang akan
digunakan
 Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu
analgetik jika telah diresepkan
 Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik,
NSAID) berdasarkan tipe dan keparahan nyeri

37
 Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesudah pemberian
analgetik
 Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
 Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek-efek yang
tidak diinginkan
 Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek
analgetik (konstipasi/iritasi lambung)

3. Manajemen lingkungan : kenyamanan


Definisi : memanipulasi lingkungan untuk kepentingan
terapeutik

Intervensi :
 Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat
 Batasi pengunjung
 Tentukan hal-hal yang menyebabkan ketidaknyamanan
seperti pakaian lembab
 Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih

38
 Tentukan temperatur ruangan yang paling nyaman
 Sediakan lingkungan yang tenang
 Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan
 Atur posisi pasien yang membuat nyaman.

Setelah dilakukan asuhan 1. Kontrol Infeksi


2 Resiko infeksi keperawatan selama … x 24 jam, Definisi : Meminimalkan mendapatkan infeksi dan trasmisi agen
klien menunjukan infeksi
Definisi : Peningkatan 1. Pengetahuan klien tentang
resiko masuknya kontrol infeksi meningkat Intervensi :
organisme patogen Definisi : Tindakan untuk 1. Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan oleh klien
mengurangi ancaman kesehatan 2. Ganti peralatan klien setiap selesai tindakan
Faktor-faktor resiko : secara aktual dan potensial 3. Batasi jumlah pengunjung
 Prosedur Invasif Indikator: 4. Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
 Ketidakcukupan  Menerangkan cara-cara 5. Anjurkan klien untuk cuci tangan dengan tepat
pengetahuan untuk penyebaran 6. Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
menghindari paparan  Menerangkan factor-faktor yang 7. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan

39
patogen berkontribusi dengan penyebaran setelah meninggalkan ruangan klien
 Trauma  Menjelaskan tanda-tanda dan 8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien
 Kerusakan jaringan gejala 9. Lakukan universal precautions
dan peningkatan  Menjelaskan aktivitas yang dapat 10. Gunakan sarung tangan steril
paparan lingkungan meningkatkan resistensi terhadap 11. Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV
 Ruptur membran infeksi 12. Lakukan teknik perawatan luka yang tepat
amnion 13. Tingkatkan asupan nutrisi

 Agen farmasi Keterangan: 14. Anjurkan asupan cairan

(imunosupresan) 1 : Tidak pernah menunjukkan 15. Anjurkan istirahat

 Malnutrisi 2 : Jarang menunjukkan 16. Berikan terapi antibiotik

 Peningkatan paparan 3 : Kadang-kadang menunjukkan 17. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala

lingkungan patogen 4 : Sering menunjukkan dari infeksi


5 : Selalu menunjukkan 18. Ajarkan klien dan anggota keluarga bagaimana mencegah
 Imonusupresi
infeksi
 Ketidakadekuatan
imum buatan
 Tidak adekuat
pertahanan sekunder
(penurunan Hb,

40
Leukopenia, 2. Pengetahuan tentang deteksi
penekanan respon resiko meningkat 2. Proteksi infeksi
inflamasi) Definisi : Tindakan untuk Definisi : Meminimalkan mendapatkan infeksi dan trasmisi agen
 Tidak adekuat mengidentifikasi ancaman kesehatan infeksi
pertahanan tubuh Indikator :
primer (kulit tidak  Mengenali tanda dan gejala Intervensi :
utuh, trauma jaringan, yang mengindikasikan resiko 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
penurunan kerja silia,  Mengidentifikasi resiko 2. Pertahankan teknik isolasi
cairan tubuh statis, kesehatan potensial 3. Batasi pengunjung bila perlu
perubahan sekresi pH,  Mencari pembenaran resiko 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
perubahan peristaltik) yang dirasakan berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
 Penyakit kronik  Memeriksakan diri pada interval 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan

waktu yang ditentukan 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan

 Berpartisipasi dalam screening 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

pada interval waktu yang 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

ditentukan 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai

 Mengetahui keadaan kesehatan dengan petunjuk umum

keluarga saat ini 10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
kandung kencing

41
 Selalu mengetahui / memonitor 11. Tingktkan intake nutrisi
keadaan kesehatan keluarga 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
 Selalu mengetahui / memonitor
kesehatan diri
 Menggunakan sumber-sumber
informasi untuk tetap
mendapatkan informasi tentang
resiko potensial
 Menggunakan sarana pelayanan
kesehatan sesuai kebutuhan

Keterangan:
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
3. Manajemen Nutris
Definisi : membantu dengan memberikan diet makanan dan cairan

42
3. Status nutrisi yang baik, yang seimbang.
Definisi : Nutrisi cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme Intervensi :
tubuh 1. Tanyakan pada klien tentang alergi terhadap makanan
Indikator : 2. Tanyakan makanan kesukaan klien
 Masukan nutrisi 3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah kalori dan
 Masukan makanan dan cairan nutrisi yang dibutuhkan
 Tingkat energi cukup 4. Anjurkan masukan kalori yang tepat yang sesuai dengan

 Berat badan stabil gaya hidup

 Nilai laboratorium 5. Anjurkan peningkatan masukan zat besi yang sesuai


6. Anjurkan peningkatan masukan protein dan vitamin C

Keterangan: 7. Anjurkan untuk banyak makan buah dan minum

1 : Sangat bermasalah 8. Pastikan diit tidak menyebabkan konstipasi

2 : Cukup bermasalah 9. Berikan klien diit tinggi protein, tinggi kalori

3 : Masalah sedang
4 : Sedikit bermasalah
5 : Tidak ada masalah

43
4. Luka sembuh, dengan
Indikator:
 Kulit utuh
 Berkurangnya drainase purulen
 Drainase serousa pada luka
berkurang
 Drainase sanguinis pada luka
berkurang
 Drainase serosa sangunis pada
luka berkurang
 Drainase sangunis pada drain
berkurang
 Drainase serosasanguinis pada
drain berkurang
 Eritema disekitar kulit berkurang
 Edema sekitar luka berkurang
 Suhu kulit tidak meningkat
 Luka tidak berbau

44
3 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan 1. Pendidikan kesehatan: Proses penyakit
tentang : penyakit, diet, keperawatan selama 1 x 24 jam
pengobatan pengetahuan klien dan keluarga Intervensi :
meningkat tentang: 1. Gali pengetahuan tentang proses penyakit
Definisi : tidak adanya 1. Proses penyakit dengan 2. Jelaskan patofisiologi penyakit
atau kurangnya informasi Indikator: 3. Jelaskan tanda dan gejala penyakit
kognitif sehubungan  Mengenal nama penyakit 4. Terangkan proses penyakit
dengan topik spesifik  Menjelaskan proses penyakit 5. Identifikasi proses kemungkinan penyebab
 Menjelaskan penyebab/fakor 6. Berikan informasi tentang kondisi pasien
Batasan karakteristik : yang berkontribusi 7. Hindari memberi harapan palsu
memverbalisasikan  Menjelaskan factor-faktor 8. Berikan informasi kondisi pasien pada keluarga
adanya masalah, resiko 9. Diskusikan perubahan gaya hidup untuk mencegah
ketidakakuratan mengikuti  Menjelaskan efek dari penyakit komplikasi di masa depan
instruksi, perilaku tidak  Menjelaskan tanda-tanda dan 10. Diskusikan pilihan terapi
sesuai. gejala 11. Terangkan rasional tindakan
12. Terangkan komplikasi kronik
 Menjelaskan tentang
Faktor yang 13. Terangkan tanda dan gejala yang harus dilaporkan
komplikasi dan tanda
berhubungan : 14. Jelaskan cara mencegah atau meminimalkan efek

45
keterbatasan kognitif, gejalanya samping penyakit.
interpretasi terhadap  Menjelaskan tentang
informasi yang salah, perawatan dirumah
kurangnya keinginan
untuk mencari informasi, Keterangan:
tidak mengetahui sumber- 1 : tidak pernah
sumber informasi. 2 : terbatas
2. Ajarkan : Diet
3 : sedang
4 : Sering
Intervensi :
5 : Selalu
1. Kaji pengetahuan klien tentang diet yang dianjurkan
2. Tentukan sikap keluarga klien terhadap diet
2. Diet, dengan
3. Jelaskan tujuan diet
indikator:
4. Informasikan berapa lama diet harus diikuti
 Menggambarkan diet yang
5. Anjarkan klien tentang makanan yang boleh dan
dianjurkan
tidak boleh dimakan
 Menyebutkan keuntungan dari
6. Bantu klien untuk mencatat makanan kesukaan
mengikuti anjuran diet
dalam diet yang dianjurkan
 Menyebutkan tujuan dari diet
7. Observasi pilihan makanan klien sesuai dengan diet

46
yang yang dianjurkan yang dianjurkan
 Menyebutkan makanan- 8. Anjurkan membuat rencana makan
makanan yang diperbolehkan 9. Dorong untuk mengikuti informasi yang diberikan
dalam diet oleh tenaga kesehatan lain
 Menyebutkan makanan- 10. Konsul ahli gizi
makanan yang dilarang 11. Libatkan keluarga
 Memilih makanan-makanan
yang dianjurkan dalam diet
3. Ajarkan : pengobatan

Keterangan:
Intervensi :
1 : Tidak pernah
1. Jelaskan klien utk mengenal karakteristik obat
2 : Terbatas
2. Informasikan nama generik dan nama dagang
3 : Sedang
3. Jelaskan tujuan dan kerja obat
4 : Luas
4. Jelaskan dosis, rute dan durasi obat
5 : Sangat luas
5. Evaluasi kemampuan klien menggunakan obat
6. Ajarkan klien untuk melakukan prosedur sebelum
3. Pengobatan, dengan
minum obat
indikator:
7. Informasikan apa yang dilakukan jika dosis obat

47
 Menggambarkan metode hilang
pengobatan yang tepat 8. Informasikan akibat tidak minum obat
 Menggambarkan tindakan- 9. Informasikan efek samping obat
tindakan dalam pengobatan 10. Jelaskan tanda dan gejala over dosis obat
 Menggambarkan efek samping 11. Jelaskan cara menyimpan obat
dalam pengobatan 12. Jelaskan interaksi obat

 Menyebutkan interakasi obat 13. Jelaskan cara mencegah atau mengurangi efek

dengan agen yang lainnya samping obat

 Menyebutkan rute pemberian 14. Berikan informasi tertulis tentang aksi, tujuan, efek

obat yang tepat samping obat, dll

Keterangan :
1 : Tidak pernah
2 : Terbatas
3 : Sedang
4 : Luas
5 : Sangat luas

48
4 Defisit Perawatan Diri Setelah dilakukan asuhan 1. Bantu dalam perawatan diri (mandi, berpakaian,
(kurang perawatan diri : keperawatan selama … x 24 jam, berhias, makan, toileting)
mandi, berpakaian, klien mampu melakukan perawatan Definisi : membantu pasien untuk memenuhi ADL
makan, dan toileting) diri: Activities of Daily Living
Definisi : Gangguan (ADL), dengan indikator: Intervensi :
kemampuan untuk  makan 1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
melakukan ADL pada diri  berpakaian mandiri.
 toileting 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
Batasan karakteristik :  mandi kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
ketidakmampuan untuk  berhias 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
mandi, ketidakmampuan  hygiene melakukan self-care.
untuk berpakaian, 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
 oral hygiene
ketidakmampuan untuk normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
 ambulasi: berjalan
makan, ketidakmampuan 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
 ambulasi: wheelchair
untuk toileting bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
 transfer performance
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,
Faktor yang untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak
Keterangan:
berhubungan : mampu untuk melakukannya.

49
kelemahan, kerusakan 1: bergantung total 7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
kognitif atau perceptual, 2 : dibantu orang dan alat 8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
kerusakan neuromuskular/ 3 ; dibantu orang aktivitas sehari-hari.
otot-otot saraf. 4 : dibantu alat
5: mandiri

50
DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, L. J., (2000), Buku saku diagnosa keperawatan, Edisi 8. EGC :


Jakarta.
2. Corwin, E. J., (2009), Buku saku pathofisiologi. Edisi 3. EGC: Jakarta.
3. DeLaune & Ladner. (2002). Fundamental of nursing: Standards and
practice. New York: Delmar.
4. Doenges, M. E., Moorhous, M. F., & Geissler, A. C., (1999), Rencana
asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. EGC: Jakarta.
5. IAUI (Ikatan Ahli Urologi Indonesia). (2003). Pedoman penatalaksanaan
BPH di Indonesia. Style sheet: www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf. (Diunduh
pada 17 Februari 2015).
6. Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2010). Profil penduduk
lansia 2009. Komnas Lansia: Jakarta
7. Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2009). Lampu kuning
ledakan kaum renta. Style sheet:
http://www.komnaslansia.or.id/modules.php?name=News&file=article&si
d =26. (Diunduh 16 Februari 2015)
8. Mansjoer, A., dkk, (2000), Kapita selekta kedokteran, Edisi Jilid 2, Media
Aesculapius, Jakarta.
9. Nies, M.A. & McEwen, M. (2007). Community / publuc helath nursing:
Promoting the health of populations. (4th edition). St Lois: Saunders
Elsevier
10. Parsons, J.K. (2010). Benign prostatic hyperplasia and male lower urinary
tract symptoms: Epidemiology and risk factors. Springer Journal, Curr
Bladder Dysfunct Rep, 5:212–218.
11. Purnomo, B. B., (2000), Dasar-dasar urologi. CV Info Medika: Jakarta.
12. Putra, R.A. (2012). 2020, Lansia Indonesia lebih banyak hidup di kota.
Style sheet: http://mizan.com/news_det/2020-lansia-indonesia-lebih-
banyakhidup-di-kota.html. (Diunduh 16 Februari 2015).

51
13. Roehrborn, C. G., & McConnell, J. D. (2011). Benign prostatic
hyperplasia: etiology, pathophysiology, epidemiology, and natural history.
CampbellWalsh Urology. (10th ed). Philadelphia: Saunders Elsevier.
14. Sjamsuhidajat, R., & Jong, de.W. (2005). Buku ajar ilmu bedah (Edisi 2).
EGC. (Hal 782–786): Jakarta
15. Smeltzer S.C., & Bare, B.G. (2003). Brunner & Suddarth’s textbook of
medical surgical nursing. (10th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
16. Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community and public health
nursing. Missouri: Mosby
17. Wilkinson M. Judith & Ahern R. Nancy. 2011. Buku saku diagnosis
keperawatan. Edisi 9. EGC : Jakarta

52

Anda mungkin juga menyukai