Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS HYDRONEFROSIS DI

RUANGAN RAJAWALI BAWAH


RSU ANUTAPURA PALU

DI SUSUN OLEH :

SITI NAHDALIA
2021032097

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Widyarti, S.Kep Dr. Tigor H. Situmorang, MH.,M.Kes

CI INSTITUSI

Ns. Ni Nyoman Elfiyunai,S.Kep.,M.Kes

PROGRAM STUDI NERS PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
HIDRONEFROSIS

A. KONSEP TEORITIS
1. Definisi
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal akibat adanya
obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik sehingga tekanan di ginjal
meningkat (Smeltzer dan Bare, 2002).
Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih dapat
mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan ureter yang dapat
mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal (Sylvia,1995).

Apabila obstruksi ini terjadi di ureter atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi
kedua ginjal tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan
maka hanya satu ginjal yang rusak.

2. Etiologi
Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan ureteropelvik
(sambungan antara ureter dan pelvis renalis):
a. Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis renalis terlalu tinggi
b. Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah
c. Batu di dalam pelvis renalis
d. Penekanan pada ureter oleh:
e. jaringan fibrosa
f. arteri atau vena yang letaknya abnormal
g. tumor
Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan di bawah sambungan
ureteropelvik atau karna arus balik air kemih dari kandung kemih:
a. Batu di dalam ureter
b. Tumor di dalam atau di dekat ureter
c. Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi penyinaran atau pembedahan
d. Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter
e. Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat pembedahan, rontgen
atau obat-obatan (terutama metisergid)
f. Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih)
g. Kanker kandung kemih, leper rahim, rahim, prostat atau organ panggul lainnya
h. Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih ke uretra akibat
pembesaran prostat, peradangan atau kanker
i. Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau cedera
j. Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu menghalangi kontraksi ureter.
3. Klasifikasi Hidronefrosis
Dari hasil pemeriksaan radiologis hidronefrosis terdapat 4 grade hidronfrosis, diantaranya
(Beetz dkk, 2001) :
a. Hidronefrosis Derajat 1
Hasil yang ditemukan berupa dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks berbentuk Blunting
alias tumpul
b. Hidronefrosis Derajat 2
Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor, kaliks berbentuk flattening, alias mendatar
c. Hidronefrosis derajat 3
Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Tanpa adanya penipisan korteks. Kaliks
berbentuk clubbing, alias menonjol. Adanya tanda minor atrofi ginjal (papilla datar dan
forniks tumpul)
d. Hidronefrosis derajat 4
Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Serta adanya penipisan korteks batas
antara pelvis ginjal dan kaliks hilang. Tanda signifikan adanya atrofi ginjal (parenkis tipis).
Calices berbentuk ballooning alias menggembung.
4. Patofisiologi
Obstruksi pada aliran normal urine menyebabkan urine mengalir balik sehingga tekanan
ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan
mempengaruhi kedua ginjal. Tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu
atau kekakuan, maka hanya satu ginjal yang rusak.
Obstruksi parsial atau intermitten dapat disebabkan oleh batu renal yang terbentuk di piala
ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya. Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang
menekan ureter atau berkas jaringan parut akibat obses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit
saluran tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk sudut abnormal di pangkal ureter
atau posisi ginjal yang salah yang menyebabkan ureter kaku.
Pada pria lansia, penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat
pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus.
Apapun penyebabnya adanya akumulasi urine di piala ginjal akan menyebabkan distensi piala
dan kaliks ginjal. Pada saat ini, atrofi ginjal terjadi ketika salah satu ginjal mengalami kerusakan
bertahap maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi komensatori) akhirnya
fungsi renal terganggu (Smeltzer, 2001:1442).
5. Pathway
6. Manifestasi Klinis
Gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi penyumbatan serta lamanya
penyumbatan
a. Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi akut dapat
menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi infeksi maka disuria, menggigil,
demam dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi. Hematuri dan piuria mungkin juga ada. Jika
kedua ginjal kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti:
1) Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).
2) Gagal jantung kongestif.
3) Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi
4) Pruritis (gatal kulit).
5) Butiran uremik (kristal urea pada kulit).
6) Anoreksia, mual, muntah, cegukan.
7) Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.
8) Amenore, atrofi testikuler. (Smeltzer dan Bare, 2002)
b. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (hidronefrosis akut), biasanya akan menyebabkan kolik
renalis ( nyeri yang luar biasa di daerah antara tulang rusuk dan tulang panggul) pada sisi
ginjal yang terkena.
c. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (hidronefrosis kronis), bisa tidak menimbulkan
gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggul).
d. Nyeri yang hilang timbul terjadi karena pengisian sementara pelvis renalis atau karena
penyumbatan sementara ureter akibat ginjal bergeser ke bawah.
e. Air kemih dari 10% penderita mengandung darah
f. Sering ditemukan infeksi saluran kemih (terdapat nanah di dalam air kemih), demam dan rasa
nyeri di daerah kandung kemih atau ginjal
g. Jika aliran air kemih tersumbat, bisa terbentuk batu (kalkulus).
h. Hidronefrosis bisa menimbulkan gejala saluran pencernaan yang samar-samar, seperti mual,
muntah dan nyeri perut.
i. Gejala ini kadang terjadi pada penderita anak-anak akibat cacat bawaan, dimana sambungan
ureteropelvik terlalu sempit.
j. Jika tidak diobati, pada akhirnya hidronefrosis akan menyebabkan kerusakan ginjal dan bisa
terjadi gagal ginjal

7. Komplikasi
Menurut Kimberly (2011) penyakit hidronefrosis dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikut:
a. Batu ginjal
b. Sepsis
c. Hipertensi renovaskuler
d. Nefropati obstruktif
e. Infeksi
f. Pielonefritis
g. Ileus paralitik

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Adanya massa di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggul, terutama jika ginjal sangat
membesar.
b. USG, memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih
c. Urografi intravena, bisa menunjukkan aliran air kemih melalui ginjal
d. Sistoskopi, bisa melihat kandung kemih secara langsung
e. Laboratorium
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya kadar urea karena ginjal tidak mampu membuang
limbah metabolik.
9. Penatalaksanaan Medis\
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab obstruksi, untuk
menangani infeksi, dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi renal. Untuk mengurangi
obstruksi urin harus dialihkan dengan tindakan nefrostomi atau tipe diversi lainnya. Infeksi
ditangani dengan agen antimikrobial karena sisa urin dalam kaliks menyebabkan infeksi dan
pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan untuk mengankat lesi obstruktif (batu, tumor,
obstruksi ureter). Jika salah satu ginjal rusak parah dan fungsinya hancur, maka nefrektomi dapat
dilakukan.
a. hidronefrosis akut
1) Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat, maka air kemih
yang terkumpul diatas penyumbatan segera dikeluarkan (biasanya melalui sebuah jarum yang
dimasukkan melalui kulit)
2) Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu, maka bisa dipasang
kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu
b. hidronefrosis kronik
1) diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi penyumbatan air kemih
2) Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui pembedahan dan ujung-
ujungnya disambungkan kembali
3) dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan fibrosa.
Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan pembedahan untuk
melepaskan ureter dan menyambungkannya kembali di sisi kandung kemih yang berbeda
4) Jika uretra tersumbat, maka pengobatannya meliputi:
a) terapi hormonal untuk kanker prostat
b) pembedahan
c) pelebaran uretra dengan dilator

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien. Oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai
dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa
keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu (Nursalam,
2009 : 26).
a. Pengumpulan data
1) Identitas Data klien, mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,
suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, No RM, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, dan ruangan tempat klien dirawat.
2) Riwayat Kesehatan Klien Riwayat kesehatan pada klien dengan batu ginjal sebagai
berikut :
a) Keluhan Utama Alasan spesifik untuk kunjungan klien ke klinik atau rumah sakit. Biasa
klien dengan batu ginjal mengeluhkan adanya nyeri padang pinggang.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang Merupakan pengembangan dari keluhan utama dan data
yang menyertai dengan menggunakan pendekatan PQRST, yaitu : P: Paliatif /
Propokative: Merupakan hal atau faktor yang mencetuskan terjadinya penyakit, hal yang
memperberat atau memperingan. Pada klien dengan urolithiasis biasanya klien mengeluh
nyeri pada bagian pinggang dan menjalar kesaluran kemih. Q: Qualitas: Kualitas dari
suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan. Pada klien dengan urolithiasis biasanya
nyeri yang di rasakan seperti menusuk - nusuk. R: Region : Daerah atau tempat dimana
keluhan dirasakan. Pada klien dengan urolithiasis biasanya nyeri dirasakan pada daerah
pinggang. S: Severity :Derajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut. Skala
nyeri biasanya 7. Time : Waktu dimana keluhan dirasakan, time juga menunjukan
lamanya atau kekerapan. Keluhan nyeri pada klien dengan urolithiasi biasanya dirasakan
kadang-kadang.
c) Riwayat Kesehatan Yang Lalu Biasanya klien dengan batu ginjal mengeluhkan nyeri
pada daerah bagian pinggang, adanya stress psikologis, riwayat minum-minuman
kaleng.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya tidak ada pengaruh penyakit keturunan dalam
keluarga seperti jantung, DM, Hipertensi.
3). Data Biologis dan Fisiologis Meliputi hal-hal sebagai berikut :
a) Pola Nutrisi Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, makanan pantangan dan
nafsu makan, serta diet yang diberikan. Pada klien dengan batu ginjal biasanya
mengalami penurunan nafsu makan karena adanya luka pada ginjal.
b) Pola Eliminasi Dikaji mengenai pola BAK dan BAB klien, pada BAK yang dikaji
mengenai frekuensi berkemih, jumlah, warna, bau serta keluhan saat berkemih,
sedangkan pada pola BAB yang dikaji mengenai frekuensi, konsistensi, warna dan bau
serta keluhan-keluhan yang dirasakan. Pada klien dengan batu ginjal biasanya BAK
sedikit karena adanya sumbatan atau batu ginjal dalam perut.
c) Pola Istirahat dan Tidur Dikaji pola tidur klien, mengenai waktu tidur, lama tidur,
kebiasaan mengantar tidur serta kesulitan dalam hal tidur. Pada klien dengan batu ginjal
biasanya mengalami gangguan pola istirahat tidur karena adanya nyeri.
d) Pola Aktivitas Dikaji perubahan pola aktivitas klien. Pada klien dengan batu ginjal klien
mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan karena adanya luka
pada ginjal.
e) Pola Personal Hygiene Dikaji kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan personal
hygiene (mandi, oral hygiene, gunting kuku, keramas). Pada klien dengan batu ginjal
biasanya ia jarang mandi karna nyeri di bagian pinggang.
4). Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
1) Rambut Pada klien dengan batu ginjal biasanya pemeriksaan pada rambut akan
terlihat sedikit berminyak karena klien belum mampu mencuci rambut karena
keterbatasan gerak klien.
2) Mata Pada klien dengan batu ginjal pada pemeriksaan mata, penglihatan klien baik,
mata simetris kiri dan kanan, sklera tidak ikterik.
3) Telinga Pada klien dengan batu ginjal tidak ada gangguan pendengaran, tidak adanya
serumen, telinga klien simetris, dan klien tidak merasa nyeri ketika di palpasi.
4) Hidung Klien dengan batu ginjal biasanya pemeriksaan hidung simetris, bersih, tidak
ada sekret, tidak ada pembengkakan.
5) Mulut Klien dengan batu ginjal kebersihan mulut baik, mukosa bibir kering.
6) Leher Klien dengan batu ginjal tidak ada pembengkakan kelenjer tiroid.
7) Thorak
Inspeksi :Klien dengan batu ginjal dadanya simetris kiri kanan. Palpasi : Pada klien
dengan batu ginjal saat dilakuan palpasi tidak teraba massa. Perkusi : Pada klien
dengan batu ginjal saat diperkusi di atas lapang paru bunyinya normal. Auskultasi :
klien dengan batu ginjal suara nafasnya normal.
8) Jantung Inspeksi :Klien dengan batu ginjal ictus cordis tidak terlihat. Palpasi :Klien
dengan batu ginjal ictus cordis tidak teraba. Perkusi :Suara jantung dengan kasus batu
ginjal berbunyi normal. Auskultasi :Reguler, apakah ada bunyi tambahan atau tidak.
9) Abdomen Inspeksi :Klien dengan batu ginjal abdomen tidak membesar atau
menonjol, tidak terdapat luka operasi tertutup perban, dan terdapat streatmarc
Auskultasi :Peristaltik normal. Palpasi :Klien dengan batu ginjal tidak ada nyeri
tekan. Perkusi :Klien dengan batu ginjal suara abdomen nya normal (Timpani).
10) Ekstermitas Klien dengan batu ginjal biasanya ekstremitasnya dalam keadaan
normal.
11) Genitalia Pada klien dengan batu ginjal klien tidak ada mengalami gangguan pada
genitalia.
5). Data Psikologis Konsep diri terdiri atas lima komponen yaitu :
a) Citra tubuh Sikap ini mencakup persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang
disukai dan tidak disukai.
b) Ideal diri Persepsi klien terhadap tubuh, posisi, status, tugas, peran, lingkungan dan
terhadap penyakitnya.
c) Harga diri Penilaian/penghargaan orang lain, hubungan klien dengan orang lain.
d) Identitas diri Status dan posisi klien sebelum dirawat dan kepuasan klien terhadap status
dan posisinya.
e) Peran Seperangkat perilaku/tugas yang dilakukan dalam keluarga dan kemampuan klien
dalam melaksanakan tugas.
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
c. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung kemih
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
e. Resiko infeksi
3. Intervensi keperawatan
Diagnosa
NO Keperawatan Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
1 A. 0077 L. 08066 1.08238
Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen nyeri
berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi
agen pencedera tindakan semala 2x24 1. identifikasi lokasi, karakteristik,
biologis jam diharapkan nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
berkurang dengan nyeri
Kriteria Hasil : 2. identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3. identifikasi respons nyeri non verbal
menurun (5) 4. identifikasi faktor yang memperberat
2. Meringis menurun dan memperingan nyeri
(5) 5. identifikasi pengetahuan dan
3. Sikap protektif keyakinan tentang nyeri
menurun (5) 6. identifikasi pengaruh budaya
4. Gelisah menurun terhadap respon nyeri
(5) 7. identifikasi pengaruh nyeri pada
5. Kesulitan tidur (5) kualitas hidup
6. Frekuenasi nadi 8. monitor keberhasilan terapi
membaik (5) komplementer yang sudah diperbaiki
Terapeutik
9. berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
10. kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
11. fasilitasi istirahat dan tidur
12. pertimbangkan jenis dan sumber
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
13. jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
14. jelaskan strategi meredakan nyeri
15. anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
16. anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
17. ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
kolaborasi pemberian analgetik
2. D.0130 Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermia (1.15506)
Hipertermia Setelah dilakukanObservasi
berhubungan dengan intervensi keperawatan1. Identifikasi penyebab hipertermia
proses penyakit selama ...x24 jam maka2. Monitor suhu tubuh
termoregulasi dengan3. Monitor kadar elektrolit
kriteria hasil : 4. Monitor haluaran urine
1. Menggigil menurun 5. Monitor komplikasi akibat hiepertermia
2. Kulit merah menurun Terapeutik
3. Pucat menurun 6. Sediakan lingkungan yang dingin
4. Takikardi menurun 7. Longgarkan atau lepaskan pakaian
5. Suhu tubuh membaik 8. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
9. Berikan cairan oral
Suhu kulit menurun 10. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
11. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu

3. D.0040 L. 04034 1. 04152


Gangguan eliminasi Eliminasi Urine Manajemen
urin berhubungan Setelah dilakukan eliminasi urine
dengan penurunan tindakan keperawatan Observasi
kapasitas kandung selama 2x24 jam 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi
kemih diharapkan tingkat cedera atau inkontinensia urine
menurun 2. Identifikasi faktor yang
Kriteri Hasil : menyebabkan retensi atau
1. Sensasi berkemih inkontinensia urine
meningkat 3. Monitor eliminasi urine
2. Desakan Terapeutik
berkemih 4. Catat waktu dan haluaran berkemih
menurun
5. Batasi asupan cairan
(urgensi)
Edukasi
3. Berkemih
6. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
tidak tuntas saluran kemih
menurun 7. Ajarkan mengukur asupan cairan dan
(hesitancy) haluaran urine
4. Volume residu 8. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan
urin menurun waktu yang tepat untuk berkemih
5. Urin menetes Kolaborasi
(dribbling 9. Kolaborasi pemberian ibat suposituria
menurun) uretra, jka perlu
6. Nokturia menurun

4. D.0019 L.03030 1.12395


Defisit nutrisi Status nutrisi Edukasi Nutrisi
berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi
peningkatan tindakan keperawatan 1. periksa status gizi, status alergi,
kebutuhan selama 2x24 jam program diet kebutuhan dan
metabolisme diharapkan status nutrisi kemampuan pemenuhan
terpenuhi kebutuhan gizi
Kriteria Hasil : Terapeutik
1. porsi makan 2. jadwalkan pendidikan kesehatan
yang dihabiskan sesuai kesepakatan
meningkat Edukasi
2. berat badan 3. jelaskan pada pasien dan keluarga
membaik alergi makanan, makanan yang harus
3. nafsu makan dihindari kebutuhan jumlah kalori,
membaik jenis makanan yang dibuthkan
pasien
4. jelaskan cara melaksanakan diet
sesuai program
5. ajarkan pasien/keluarga meminitor
asupan kalori dan makanan
6. ajarkan pasien dan keluarga
memantau kondisi kekurangan nutrisi
5. D. 0142 L.14137 1.14539
Resiko infeksi Tingkat infeksi Pencegahan Infeksi
ditandai dengan Setelah dilakukan Observasi
penyakit kronis (mis. tindakan keperawatan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Diabetes Militus) selama 2x24 jam local dan sistemik
diharapkan tingkat Terapeutik
infeksi menurun 2. Batasi jumlah pengunjung
Kriteria Hasil :
1. Demam menurun 3. Berikan perawatan kulit pada area
2. Kemerahan edema
menurun 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah
3. Nyeri menurun kontak dengan pasien dan lingkungan
4. Bengkak menurun pasien
5. Cairan berbau 5. Pertahankan Teknik asebtik pada
busuk menurun pasien beresiko tinggi
6. Kadar sel darah Edukasi
putih membaik 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Nafsu makan 7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
meningkat benar
8. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
9. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
10. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu
7. jelaskan cara melaksanakan diet
sesuai program
8. ajarkan pasien/keluarga
meminitor asupan kalori dan
makanan
ajarkan pasien dan keluarga memantau
kondisi kekurangan nutrisi
B. Implementasi
Implementasi adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu
juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis.
C. Evaluasi
Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi
intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien. Evaluasi
merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan
DAFTAR PUSTAKA
Effendi hasjim Dr,dkk. 1981. fisiologa dan patofisiologi ginjal. Bandung : alumni
Price. Sylvia Anderson. 2005. patofisiologi konsep klinis psroses penyakit edisi 6
volume 2. Jakarta : EGC
Rn. Sweringen. 2000. keperawatan medical bedah, edisi 2. Jakarta : EGC
Rabbins, Stanley C. buku ajar patologi II . Jakarta :EGC.
Smeltzer, Suzanne c. 2001. Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner &
suddarth edisi 8 vol 2. Jakarta :EGC
Brunner & Suddart. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume
2. Jakarta, EGC.
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:
EGC
Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson. (2015). Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8. Singapore: Elsevier.
Corwin E.J., 2013. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta.
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015. Jakarta; Kemeterian Kesehatan
Republik Indonesia. 2014.
PDPI (2011). Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis diIndonesia.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai