DI SUSUN OLEH :
SITI NAHDALIA
2021032097
CI LAHAN CI INSTITUSI
CI INSTITUSI
4. PATOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang.
Dalam usia yang lebih lanjut kekuatan kontraksi otot pernafasan juga dapat
berkurang sehingga sulit bernafas.
Faktor – faktr resiko diatas akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan jugamenimbulkna kerusakan pada dinding bronkiolus
terminalis. Akibat dari kerusakan akan mengakibatkan penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang msuk ke alveoli pada saat
inspirasi, pada saat ekspirsi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah
penumpukan udara (air traping). Hal inilah yang mengakibatkan ada nya
keluhan sesek nafas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal
ekspirasiakan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi. fungsi paru sebagai ventilasi, difusi gas,
maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan
atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel
penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan (GOLD, 2013).
5. PATHWAY
6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi dari tanpa gejala dan dengan
gejala dari ringan sampai berat, yaitu batuk kronis, berdahak, sesak napas
bila beraktifitas, sesak tidak hilang dengan pelega napas, memburuk pada
malam/dini hari, dan sesak napas episodic (Tana et al., 2016). Untuk dapat
menghindari kekambuhan PPOK, maka pemahaman tentang penyakit dan
cara mencegah kekambuhan PPOK menjadi dasar yang sangat penting bagi
seseorang khususnya penderita PPOK.
Kekambuhan dapat terukur dengan meliputi skala sesak berdasarkan
skala MMRC (Modified Medical Research Counci). Untuk mengeluarkan
dahak dan memperlancar jalan pernapasan pada penderita PPOK dapat
dilakukan dengan cara batuk efektif (Faisal, 2017) Gejala PPOK jarang
muncul pada usia muda umumnya setelah usia 50 tahun ke atas, paling
tinggi pada laki-laki usia 55-74 tahun. Hal ini dikarenakan keluhan muncul
bila terpapar asap rokok yang terus menerus dan berlangsung lama
(Salawati, 2016).
Tanda dan gejala penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah
sebagai berikut Suddarth, (2015):
a. PPOK dicirikan oleh batuk kronis, produksi sputum, dan dyspnea
saat menggerakkan tenaga kerap memburuk seiring waktu.
b. Penurunan berat badan sering terjadi.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan: Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan
garis-garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks
paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2. Corak paru yang bertambah
pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia
dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular
dan pink puffer.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun,
timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur
55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap.
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
a. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
b. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas
atau pengobatan empirik.
c. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran 1 - 2 liter/menit.
9. KOMPLIKASI
a. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55
mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya
klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan
pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
b. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang
muncul antara lain: nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
c. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema
mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan
timbulnya dyspnea.
d. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),
harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi
ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan
emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas
Sebelumnya jenis kelamin PPOK lebih sering terjadi pada laki-laki,
tetapi karena peningkatan penggunaan tembakau di kalangan
perempuan di negara maju dan risiko yang lebih tinggi dari paparan
polusi udara di dalam ruangan (misalnya bahan bakar yang
digunakan untuk memasak dan pemanas) pada negara-negara
miskin, penyakit ini sekarang mempengaruhi laki-laki dan
perempuan hampir sama (Ismail et al., 2017). Kebanyakan penderita
PPOK terjadi pada individu di atas usia 40 tahun (PDPI, 2011). Hal
ini bisa dihubungkan bahwa penurunan fungsi respirasi pada umur
30-40 tahun (Oemiati, 2013).
2) Keluhan utama
Keluhan yang sering dikeluhkan oleh orang dengan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) adalah Sesak napas yang bertambah berat
bila aktivitas, kadangkadang disertai mengi, batuk kering atau dengan
dahak yang produktif, rasa berat di dada (PDPI, 2011).
3) Riwayat kesehatan sekarang
Menurut Oemiati (2013) Bahwa Perokok aktif dapat mengalami
hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas kronik. Perokok pasif
juga menyumbang terhadap symptom saluran napas dan dengan
peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan gas-
gas berbahaya. Kebiasaan memasak dengan bahan biomass dengan
ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan asap bahan bakar kayu
dan asap bahan bakar minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai
35% dapat memicu terjadinya PPOK. Produsi mukus berlebihan
sehingga cukup menimbulkan batuk dengan ekspetorasi selama
beberapa hari ± 3 bulan dalam setahun dan paling sedikit dalam dua
tahun berturut-turut dapat memicu terjadinya PPOK (Somantri, 2012)
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan, riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
(PDPI, 2011). Dan 18 memiliki riwayat penyakit sebelumnya termasuk
asama bronchial, alergi, sinusitis, polip nasal, infeksi saluran nafas saat
masa kanak-kanak dan penyakit respirasi lainya. Riwayat eksaserbasi
atau pernah dirawat di rumah sakit untuk penyakit respirasi (Soeroto &
Suryadinata, 2014).
5) Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat penyakit emfisema pada
keluarga (PDPI, 2011). Riwayat keluarga PPOK atau penyakit
respirasi lainya. (Soeroto & Suryadinata, 2014). Riwayat alergi pada
keluarga (Mutaqqin, 2008).
6) Pola Fungsi Kesehatan Pola fungsi kesehatan yang dapat dikaji pada
pasien dengan PPOK menurut Wahid & Suprapto (2013) adalah
sebagai berikut:
a) Pola Nutrisi dan Metabolik. Gejala: Mual dan muntah, nafsu
makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk makan,
penurunan atau peningkatan berat badan. Tanda: Turgor kulit
buruk, edema dependen, berkeringat.
b) Aktivitas/Istirahat. Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise,
ketidakmampuan sehari-hari, ketidakmampuan untuk tidur,
dispnea pada saat aktivitas atau istirahat. Tanda: Keletihan,
gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan massa otot.
c) Sirkulasi. Gejala: pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda: Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung/takikardi berat, distensi vena leher, edema dependent,
bunyi jantung redup, warna kulit/membran mukosa
normal/cyanosis, pucat, dapat menunjukkan anemia.
d) Integritas Ego. Gejala: peningkatan faktor resiko, dan
perubahan pola hidup. Tanda: Ansietas, ketakutan, peka
rangsangan. e) Hygiene. Gejala: Penurunan kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan hygiene. Tanda: Kebersihan buruk, bau
badan
e) Pernapasan. Gejala: Batuk menetap dengan atau tanpa produksi
sputum selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang timbul. Tanda:
pernapasan bisa cepat, penggunaan otot bantu pernapasan,
bentuk dada barel chest atau normo chest, gerakan diafragma
minimal, bunyi nafas ronchi, perkusi hypersonan pada area
paru, warna pucat dengan sianosis bibir dan kuku, abu-abu
keseluruhan.
1. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveoler kapiler
d. Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera fisiologis
(pleoritis)
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
2. Intervensi Keperawatan
No. DIAGNOSIS INTERVENSI
KEPERAWATAN SLKI SIKI
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan intervensi Latihan batuk efektif
nafas tidak efektif keperawatan selama ...x24 (I.01011)
berhubungan jam didapatkan Bersihan 1. Identifikasi kemampuan
dengan sekresi jalan nafas (L.01001) batuk
yang tertahan dengan kriteria hasil : 2. Monitor adanya retensi
1. Batuk efektif sputum
2. Produksi sputum 3. Atur posisi semi
berkurang fowler/fowler
3. Mengi tidak ada 4. Pasang perlak dan bengkok
4. Dispnea tidak ada dipangkuan pasien
5. Frekuensi nafas normal 5. Buang sekret pada tempat
6. Pola nafas normal sputum
6. Jelaskan tujuan batuk
efektif
7. Anjurkan tarik nafas dalam
melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2
detik, keluarkan dari mulut
dan bibir mencucu
No. DIAGNOSIS INTERVENSI
KEPERAWATAN SLKI SIKI
(dibulatkan) selama 8 detik
8. Anjurkan tarik nafas dalam
sebanyak 3 kali
9. Anjurkan batuk dengan
kuat setelah nafas dalam ke
3
10. Kolaborasi dalam
pemberian ekspektoran
Brunner & Suddart. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume
2. Jakarta, EGC.
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:
EGC
Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson. (2015). Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8. Singapore: Elsevier.
Corwin E.J., 2013. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC,Jakarta.
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015. Jakarta; Kemeterian
Kesehatan Republik Indonesia. 2014.
PDPI (2011). Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis diIndonesia.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Smeltzer, Suzanne C. (2015). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 2
(Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika.
World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report
2015.Switzerland. 2015.