Anda di halaman 1dari 24

PENUGASAN INDIVIDU:

“LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN BRONKIEKTASIS”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah


(KMB)

Dosen Pembimbing: Saurmian Sinaga, S.Kep., Ners., M.Kep

MAHASISWA:

RISMAYANTI MAMBELA

NIM. 1490121023

PROGRAM STUDI NERS ANGKATAN XXVI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG

2021
A. PENDAHULUAN
Bronkiektasis berasal dari bahasa Yunani “bronkhos” yang berarti pipa atau
tabung dan “ektasis” yang berarti melebar atau meluas (Chalmers, 2016).
Bronkiektasis pertama kali dijelaskan oleh Laennec pada tahun 1819 sebagai
penyakit paru supuratif dengan gambaran fenotip yang heterogen (McShane PJ dkk,
2013 & Fatmawati dkk, 2017).
Pengertian bronkiektasis saat ini adalah suatu penyakit peradangan saluran
napas kronik dengan karakteristik dan gejala klinis batuk kronik, peningkatan
produksi sputum dan infeksi bronkus, serta gambaran radiologi abnormal dengan
pelebaran atau dilatasi bronkus yang permanen (Chalmers, 2016, Eva dkk, 2017 &
James dkk, 2015)
Berbagai penelitian epidemiologis menunjukkan prevalensi bronkiektasis 1,3 -
17,8 penderita per 1000 penduduk (Fatmawati dkk, 2017). Di Amerika Serikat, dari
tahun 2000 sampai tahun 2007 prevalensi bronkiektasis meningkat 8,74% setiap tahun
sesuai usia dan memuncak pada usia 80-84 tahun. Prevalensi lebih tinggi pada
perempuan dan paling tinggi pada populasi Asia (Mc Shane dkk, 2013 & Fatmawati
dkk, 2017). Bronkiektasis lebih sering pada perempuan. Rentang usia penderita
terutama pada usia pertengahan dan meningkat pada usia lanjut (O’Donnell, 2008). Di
Indonesia belum ada laporan angka pasti mengenai penyakit ini, namun cukup sering
ditemukan di klinik atau rumah sakit (Rahmatullah, 2009).
B. PENGERTIAN
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran
bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusukan komponen elastis dan
muskular dinding bronkus. Bronkiektasis diklasifikasikan dalam bronkiektasis
silindris, fusiform, dan kistik atau sakula.
Bronkiektasis adalah kelainan yang menyebabkan perubahan dalam dinding
bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastic, otot-otot polos bronkus, tulang
rawan dan pembuluh darah. Ditandai dengan adanya dilatasi (ektsi) dan distorsi
bronkus local yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau ireversibel.
Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan
bronkus besar jarang (Nanda, 2015).
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Anatomi dan Fisiologi dari sistem pernapasan menurut Nugrahaeni (2020),
sebagai berikut: Pernapasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan
oksigen (O2) dari atmosfer kedalam sel-sel tubuh sampai pengeluaran karbondioksida
(CO2) yang dihasilkan setelah penggunaan energy didalam sel-sel tubuh kembali ke
atmosfer. Manusia dalam bernafas menghirup oksigen dalam udara secara bebas dan
membuang karbondioksida ke lingkungan.

Respirasi terdiri dari beberapa proses, yaitu:

1. Ventilasi pulmoner adalah pengeluaran udara masuk dan keluar dari saluran
pernapasan dan paru-paru.
2. Respirasi eksternal adalah terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida
secara difusi antara udara dalam paru dan kapiler pulmonary melalui membrane
kapiler alveoli.
3. Respirasi internal adalah terjadinya difusi oksigen dan karbondioksida antara sl-
sel darah dan sel-sel jaringan.
4. Respirasi seluler adalah penggunaan oksigen oleh sel-sel jaringan tubuh dalam
proses metabolisme sel untuk menghasilkan adenosine trifosfat (ATP) dan energy
serta dikeluarkannnya sisa metabolisme berupa karbondioksida dan air oleh sel-sel
tubuh.

Anatomi saluran pernapasan

Jalan pernapasan yang menghantarkan udara ke paru-paru adalah hidung,


faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai
bronkiolus dilapisi oleh membrane mukosa bersilia dan bersel goblet. Ketika udara
masuk melalui rongga hidung, maka udara di saring, dihangatkan dan dilembabkan.
Laring terdiri dari satu cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan
mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang
bermuara ke dalam trakea disebut glottis yang merupakan pemisah antara saluran
pernapasan atas dan bawah. Pada saat menelan, laring bergerak keatas dan glottis
akan ditutup oleh epiglottis yang berbentuk daun pada pintu masuk laring, sehingga
makanan dan cairan akan masuk kedalam esofagus. Reflex batuk pada laring akan
membantu pengeluaran benda asing maupun sekresi dari saluran napas bagian bawah.

Trakea di sokong oleh cincin tulang bronkus trakeabronkial. Tempat


percabangan trakea menjadi cabang utama bronkus kiri dan kanan dinamakan karina
yang banyak mengandung saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme serta batuk
berat bila saraf tersebut rusak.
Bronkus terdiri dari dua yaitu bronkus kanan dan kiri. Bronkus kanan lebih
pendek, lebih besar dan merupakan lanjutan trakea yang arahnya hampir vertikal.
Sebaliknya bronkus kiri lebih panjang, lebih sempit dan merupakan lanjutan trakea
dengan sudut yang lebih lancip. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi
menjadi segmen bronkus. Percabangan ini terus-menerus sampai cabang terkecil yang
disebut bronkiolus terminalis yang merupakan cabang saluran udara terkecil yang
tidak mengandung alveolus.

Diluar bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional


paru-paru tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius yang
memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya; (2) duktus alveolaris yang
seluruhnya dibatasi oleh alveolus; dan (3) sakus alveolaris terminalis merupakan
struktur akhir paru. Antara alveolus satu dengan alveolus lainnya dipisahkan oleh
dinding tipis disebut septum. Pada dinding ini didapatkan lubang kecil yang disebut
pori-pori kohn, yang memungkinkan adanya hubungan atau aliran udara antarsakus
alveolaris terminalis. Dinding alveolus berketebalan 5-10 um dan dilapisi oleh sel
pneumosit tipe 1 yang merupakan lapisan tipis dan menutupi lebih dari 90 persen
permukaan alveoli, serta oleh sel pneumosit tipe II pada sisanya, yang bertanggung
jawab terhadap sekresi surfaktan. Alveolus dilapisi oleh surfaktan (zat lipoprotein)
yang berfungsi mengurangi tegangan permukaan dinding alveoli, sehingga
mengurangi resistensi terhadap pengembangan alveoli pada waktu inspirasi dan
mencegah kolaps alveoli pada waktu ekspirasi.

Surfaktan ini dihasilkan oleh sel lapisan alveolus (sel pneumosit tipe II) dan
proses pembentukan serta pengeluarannya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
kematangan sel-esel alveolus, kecepatan pergantian surfaktan yang normal, ventilasi
yang memadai, dan aliran darah ke dinding alveolus. Surfaktan disintesis secara cepat
dari asam lemak yang ada dalam darah, sehingga jika aliran darah ke paru terganggu
maka jumlah surfaktan yang akan dibentuk berkurang. Pemberian oksigena
konsentrasi tinggi dalam waktu yang lama, penggunaan ventilasi mekanik yang
menyebabkan kegagalan untuk bernafas cepat dan dalam, akan menurunkan produksi
surfaktan serta menyebabkan kolaps alveolar. Defisiensi surfaktan merupakan faktor
penting terjadinya sejumlah penyakit paru seperti atelectasis (kolaps alveolar),
termasuk sindroma gawat napas akut (ARDS).
Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang terdapat dalam
rongga dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang
mengandung jantung dan pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks dan
basis. Arteri pulmonalis dan arteria bronkiolus, bronkus, saraf, dan pembuluh limfe
masuk pada setiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih
besar dari pada paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris. Sedang
paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Lobus-lobus masing-masing paru terbagi lagi atas
beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkus. Proses patologis seperti atelectasis
dan pneumonia sering hanya mengenai satu lobus atau satu segmen saja. Diperkirakan
paru-paru manusia mengandung lebih kurang 300 juta alveoli dan total luasnya
dinding paru-paru yang bersentuhan dengan kapiler-kapiler pada kedua paru lebih
kurang 70 m2, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat
pertukaran gas.

Paru-paru dibungkus oleh pleura. Pleura yang menempel langsung ke paru


disebut pleura visceral, sedangkan pleura yang menempel pada rongga dada bagian
dalam disebut pleura parietal. Diantara pleura visceral dan pleura parietal terdapat
cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas, sehungga memungkinkan pergerakan
dan pengembangan paru secara bebas tanpa ada gesekan dengan dinding dada.

Suplai darah ke paru-paru bersumber dari arteria bronkialis dan arteri


pulmonalis. Sirkulasi bronkial menyediakan darah terokigenasi dari sirkulasi sistemik
dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru. Arteria bronkialis
merupakan cabang dari aorta rorakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior
bronkus. Vena bronkialis mengalirkan darah dari paru-paru kedalam sistem vena yang
kemudian akan bermuara pada veba kava superior dan masuk ke atrium kanan.

Arteria pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena
campuran ke paru-paru dimana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran
gas. Jalinan kapiler paru halus yang mengitari dan menutupi alveolus merupakan
kontak yang diperlukan untuk proses pertukaran gas antara alveolus dan darah. Darah
yang terokigenasi kemudian dikembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri
yang kemudian membagikannya kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.

Ventilasi adalah aliran udara dari atmosfer melalui jalan napas masuk kedalam
asinus, sedang perfusi adalah aliran darah didalam sirkulasi paru (arteri paru) masuk
ke kapiler alveolus untuk melakukan pertukaran gas, dan difusi adalah aliran oksigen
dan karbondioksida dari udara alveolus ke darah dan sebaliknya yang terjadi melalui
membrane difusi alveolus (terdiri dari sel-sel endotel kapiler, sel-sel epitel alveolus,
dan membrane basalis). Ventilasi dapat dihitung sebagai volume gas yang memasuki
alveolus per menit, atau sama dengan volume total udara yang dihirup dikurangi
volume ruang rugi (yaitu: udara yang berada didalam trakea, bronkus, dan bronkiolus
yang tidak ikut dalam proses pertukaran gas).

Mekanisme ventilasi dilaksanakan oleh sejumlah komponen yang saling


berinteraksi yaitu paru itu sendiri dan dinding yang mengelilingi paru seperti: rangka
dam jaringan rangka toraks, diafragma, isi abdomen serta dinding abdomen. Otot-otot
pada dinding toraks serta otot diafragma (yang dibantu oleh otot-otot tulang iga dan
sternum), merupakan otot utama yang ikut berperan dalam meningkatkan volume
paru dan rangka toraks selama terjadi inspirasi. Pola dan irama pengaturan pernapasan
tersebut dijalankan melalui interaksi pusat pernapasan yang terdiri dari neuron dan
reseptor pada pons dan medulla oblongata. Sedangkan reflex motorik disalurkan
melalui medulla spinalis dan saraf frenikus yang mempersarafi diafragma. Selain itu
saraf asesorius yang mempersarafi otot bantu pernapasan dan saraf interkostalis
torasika yang mempersarafi otot interkostalis, keduanya juga ikut berperan dalam
proses ventilasi.

Pernapasan terjadi karena adanya respons dari pusat kemoreseptor dalam pusat
pernapasan terhadap perubahan peningkatan tekanan parsial karbondioksida dan
penurunan Ph darah arteri. Sedangkan penurunan pada tekanan parsial oksigen juga
dapat merangsang terjadinya ventilasi, apabila penurunan tekanan parsial oksigen
mencapai hingga sekitar 60 mmHg. Sistem persarafan yang mengontrol jalan
pernapasan dilakukan oleh sistem saraf otonom. Tonus bronkomotorik bergantung
pada keseimbangan antara kekuatan konstriksi dan relaksasi dari otot pernapasan.

Rangsangan parasimpatis (melalui saraf vagus) akan menyebabkan konstriksi


pada bronkus dan meningkatnya sekresi kelenjar mukosa dan sel-sel goblet serta
peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Rangsangan simpatis ditimbulkan oleh
epinefrin melalui reseptor beta-adrenergik yang akan menyebabkan terjadinya
relaksasi pada otot polos bronkus, bronkodilatasi serta berkurangnya sekresi bronkus.
Sistem pengontrolan lainnya adalah melalui serat saraf penghambat nonadrenergik
(nonkolinergik) yang terletak pada nervus vagus, dimana dengan menggunakan
neurotransmitter nitrogen oksida akan menyebabkan terjadinya bronkodilatasi.

Beberapa mekanisme pertahanan yang melindungi saluran pernapasan


diantaranya adalah bulu hidung untuk menyaring partikel yang ada diudara, adanya
reflex menelan atau reflex muntah, gerakan mukosiliaris yang akan membersihkan
mukosa dari partikel atau bakteri, refleks batuk, lapisan mucus saluran pernapasan
yang mengandung immunoglobulin terutama IgA, PMN dan interferon, serta
makrofag alveolar yang merupakan sel fagostitik untuk melawan invasi bakteri
kedalam paru. Mekanisme pertahanan tersebut dapat dirusak oleh etil alcohol,
merokok, serta pemakaian obat-obatan kortikosteroid.

Fisiologi pernapasan: Proses pernafasan

Bernapas meliputi dua proses yaitu proses menarik napas atau memasukkan
udara pernapasan dan proses mengeluarkan napas atau mengeluaran udara
pernapasan. Menarik napas disebut proses inspirasi sedangkan mengeluarkan napas
disebut pross ekspirasi. Pada waktu menarik napas terjadi kontraksi otot diafragma.
Semula kedudukan diafragma melengkung keatas, kemudian menjadi datar sehingga
mengakibatkan rongga dada menjadi mengembang, dan proses ini disebut pernapasan
perut. Bersamaan dengan kontraksi otot diafragma, otot-otot tulang rusuk juga
berkontraksi sehingga mengakibatkan rongga dada mengembang dan proses ini
disebut pernapasan dada. Akibat mengembangnya rongga dada, maka tekanan dalam
rongga dada menjadi berkurang, sehingga udara dari luar masuk melalui hidung
selanjutnya malalui saluran pernapasan akhirnya udara masuk kedalam paru-paru dan
mengakibatkan paru-paru mengembang.

Pengeluaran napas disebabkan karena melemasnya otot diafragma dan otot-


otot rusuk dan juga dibantu dengan berkontraksinya otot perut. Diafragma menjadi
melengkung keatas, tulang-tulang rusuk turun ke bawah dan bergerak kearah dalam,
akibatnya rongga dada mengecil sehingga tekanan dalam rongga dada naik. Dengan
naiknya tekanan dalam rongga dada, maka udara dari dalam paru-paru keluar
melewati saluran pernapasan.

Kecepatan pernapasan atau frekuensi pernapasan adalah jumlah napas yang


dilakukan dalam satu menit. Dalam keadaan istirahat kecepatan pernapasan normal
sekitar 12 kali/menit dan kecepatan pernapasan serendahnya 2-4 kali/menit.
Udara ruang rugi (dead space) adalah udara yang mengisi jalan napas seperti
hidug, faring, trakea, bronkus dan bronkiolus, pada saat setiap kali bernapas sebelum
udara mencapai alveoli. Udara dalam ruang rugi ini tidak ikut proses difusi antara
alveoli dan kapiler darah. Volume udara ruang rugi normal pada dewasa muda sekitar
150 ml dan akan sedikit meningkat dengan bertambahnya umur.

D. ETIOLOGI
Etiologi dari penyakit bronkiektasis menurut Nanda (2015) menyatakan bahwa
Bronkiektasis biasanya didapat pada masa anak-anak. Kerusakan bronkus pada
penyakit ini hampir selalu disebabkan oleh infeksi. Penyebab infeksi tersering adalah
H. Influenza dan P. Aeruginosa. Infeksi oleh bakteri lain, seperti Klebsiela dan
Staphylococus Aureus disebabkan oleh absen atau terlambatnya pemberian antibiotik
pada pengobatan pneumonia. Bronkiektasis ditemukan pula pada pasien dengan
infeksi HIV atau virus lainnya, seperti adenovirus atau virus influenza.
Faktor penyebab noninfeksi yang dapat menyebabkan penyakit ini adalah
paparan substansi toksik, misalnya terhirup gas toksik (amino, aspirasi asam dari
cairan lambung dan lain-lain). Kemungkinan adanya faktor imun yang terlibat belum
diketahui dengan pasti karena bronkiektasis dapat ditemukan pula pada pasien kolitis
ulseratif, reumathoid artritis, dan sindrom sjorgen.
Faktor predisposisi terjadinya bronkiektasis dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Kekurangan mekanisme pertahanan yang didapat atau kongenital, biasanya
kelainan imunologi berupa kekurangan globulin gamma atau kelainan
imunitas selular atau kekurangan alfa-1 antitripsin.
2. Kelainan struktur kongenital seperti fibrosis kistik, sindrom kartagener,
kekurangan kartilago bronkus, dan kifoskoliosis kongenital.
3. Penyakit paru primer seperti tumor paru, benda asing, atau tuberkulosis paru.
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala klinis dari penyakit bronkiektasis menurut Nanda (2015)
sebagai berikut:
1. Batuk kronis dan sputum purulen kehitaman yang berbau busuk.
2. Sejumlah besar dari pasien mengalami “hmoptisis”
3. Clubbing fingers, terjadi akibat insufisiensi pernafasan
4. Batuk semakin memburuk jika pasien berbaring miring.
5. Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari,
setelah tiduran dan berbaring.
6. Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak ada
gejala sama sekali (bronkiektasis ringan)
7. Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih 200-300
cc, disertai demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia,
nyeri pleura, dan lemah badan kadang-kadang sesak nafas dan sianosis,
sputum sering mengandung bercak darah, dan batuk darah.
8. Sesak nafas
9. Penurunan berat badan
10. Lelah
11. Wheezing, Ronkhi.
12. Warna kulit kebiruan.
13. Pucat
14. Bau mulut
15. Demam berulang.

Tingkat beratnya penyakit dapat di klasifikasikan kedalam 3 kelompok yakni:

1. Bronkiektasis ringan
Batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam
(ada infeksi sekunder), produksi sputum terjadi dengan adanya perubahan
posisi tubuh, biasanya ada hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat
dan fungsi paru normal. Foto dada normal
2. Bronkiektasis sedang
Batuk produktif terjadi setiap saat, sputum timbul setiap saat
(umumnya warna hijau dan jarang mukoid, serta bau mulut busuk),
hemoptisis, tampak sehat dan fungsi paru normal, jarang terdapat jari
tabuh, ronkhi basah kasar, foto dada biasa dikatakan normal.
3. Bronkiektasis berat
Batuk produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau. Sering
ditemukan adanya pneumonia dengan hemoptisis dan nyeri pleura, sering
ditemukan jari tabuh, jika ada obstruksi saluran napas dapat ditemukan
dispnea, sianosis atau tanda kegagal paru. Keadaan umum kurang baik,
ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata dan sebagainya.
Mudah timbul pneumonia, septicemia, abses metastasis, terkadang terjadi
amiloidosis, ronkhi basah kasar pada daerah yang terkena, foto dada
ditemukan kelainan:
1) Penambahan bronchovaskular making.
2) Multiple cysts contain-ning fluid levels 9honey comb appea-rance.
F. PATOFISIOLOGI

Bronkiektasis Penyakit paru primer Obstruksi saluran nafas


(tumor paru, benda
asing, TB paru) Atelektasis, penyerapan
udara di parenchim dan
Kekurangan Kelainan struktur sekitarnya tersumbat
mekanisme congestinal (fibrosis
pertahanan yang kistik, sindroma Ketidakefektifan pola
didapat congenital kartagener, kurangnya nafas
(Ig gama Antitripin kartilago bronkus
alfa 1)
Kuman berkembang dan
Terkumpulnya sekret infeksi bakteri pada
Pnumoni berulang dinding bronkus

Kerusakan pada
Peningkatan suhu tubuh
Kerusakan jaringan otot dan

permanen pada elastin

dinding bronkus Hipertermi


Kerusakan bronkus
Ketidakefektifan yang menetap
batuk
Kemampuan bronkus Tekanan inta pleura
Inhalasi uap dan untuk kontraksi lebih negative dari
gas, aspirasi berkurang dan atmosfer
cairan lambung selama ekspirasi
menghilang
Bronkus dilatasi
Ketidakefektifan
bersihan jalan
Pengumpulan sekret;
nafas
infeksi sekunder dan
Mudah terjadi infeksi
terjadi sirklus
Kemampuan
mengeluarkan secret
menurun
Bronkiektasis yang Resiko infeksi
menetap
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dari penyakit bronkiektasis menurut Nanda (2015) sebagai
berikut:
1) Laboratorium
- Hb bisa rendah (anemia) bisa pula tinggi
- Leukositosis dengan laju endap darah tinggi
- Sputum berlapis tiga: pus, sereus, pus dan sel-sel yang rusak serta sputum
berbau busuk
- Pemeriksaan darah, urine, dan EKG dalam batas normal.
2) Radiologis
Foto thorax: carakan paru kasar dan batas-batas carawan kabur, daerah
corakan tampak mengelompok, terdapat garis-garis batas permukaan udara
cairan.
- Pemeriksaan : untuk melihat akibat yaitu reskritif atau obstruktif.
- Bronkografi : terdapat kelainan rutasi pada saluran pernafasan.
- Bronkoskopi : untuk mengetahui adanya tumor atau benda asing, sumber
hemaptoe atau asal sputumnya.
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan non-keperawatan
 Fisioterapi dada
 Drainage postural dengan teknik ekspirasi paksa untuk mengeluarkan sekret
 Bronkodilator
 Aerosal dengan garam faali atau beta agonis
 Hidrasi yang adekuat untuk mencegah sekret menjadi kental dan dilengkapi
dengan alat pelembab serta nebulizer untuk melembabkan sekret
 Kortikosteroid bila ada bronchospasme yang hebat.
2. Penatalaksanaan keperawatan
 Latihan nafas dalam
 Ajarkan batuk efektif
 Anjurkan istirahat yang efektif
 Makan makanan yang bergizi sehingga meningkatkan kekebalan tubuh
 Hindari paparan dengan asap rokok dan zat toksik lainnya yang dapat terhirup.
 Ketahui tanda dan gejala penyakit dan cara penanganan penyakit.
 Konsultasikan dengan dokter jika gejala semakin parah
 Teratur dalam pengobatan (mengurangi timbulnya bronkiektasis) dan biasakan
hidup bersih dan sehat.
 Vaksinasi dan istirahat yang cukup
3. Penatalaksanaan farmakologi
 Pengendalian infeksi akut maupun kronik: pemberian antibiotik dengan
spekrum luas (ampisilin, kotrimoksasol, atau amoksisilin) selama 5-7 hari.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan
spiritual.
Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan
subjektif dari klien. Adapun data yang terkumpul, menurut McFarland dan
McFarlane, mencakup klien, keluarga, masyarakat, lingkungan, atau kebudayaan
(Bararah & Juhar, 2013).

Pengkajian:

A. Biodata
1) Identitas Klien
Nama, tempat tanggal lahir/umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, tanggal masuk RS, No Medrec,
Diagnosa medis.
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama penanggung jawab, hubungan dengan klien, alamat
B. Riwayat Kesehatan Klien

1) Keluhan Utama
Keluhan saat dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan klien sejak timbulnya gejala (sebelum masuk RS) dan penanganan
yang dilakukan dirumah dan di RS sampai dengan menjadi kasus kelolaan.
3) Riwayat Penyakit Masa Lalu
Penyakit apa saja yang pernah diderita, terutama yang berhubungan dengan penyakit
sekarang
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Catat riwayat penyakit keluarga yang berkaitan dengan penyakit yang diderita saat ini.
Apakah ada predisposisi genetik terhadap penyakit yang diderita saat ini atau perilaku
yang didapat (memiliki kepribadian tipe A, gaya hidup yang penuh stress)
5) Genogram;
Dibuat dalam 3 generasi
Pola Aktifitas Sehari-hari
(Dapat menggunakan pola fungsi kesehatan dari sumber lain/Gordon)
Jenis aktifitas klien ditulis sebelum dan sesudah klien sakit
1. Pola Makan dan Minum
1. Makan: Jenis makanan, Frekuensi, Jumlah Makanan, Bentuk Makanan, Makanan
Pantangan, Gangguan/Keluhan
2. Minum: Jenis minuman, Frekuensi, Jumlah Minuman, Gangguan/keluhan
2. Pola Eliminasi
1. BAB: Frekuensi, Jumlah, Konsistensi dan Warna, Bau, Gangguan/Keluhan.
2. BAK: Frekuensi, Jumlah, Warna, Bau, Gangguan/Keluhan.
3. Pola istirahat/tidur
1. Siang : (waktu, lama, kualitas/gangguan istirahat & tidur)
2. Malam : (waktu, lama, kualitas/gangguan istirahat & tidur)
4. Personal Hygiene
1. Mandi: Cuci rambut, Gosok gigi, Ganti Pakaian, Gunting Kuku, Gangguan /
Masalah
5. Pola Aktifitas/latihan fisik
1. Mobilisasi /Jenis aktifitas
2. Waktu/lama/frekuensi
3. Gangguan/masalah
6. Kebiasaan Lain
1. Merokok
2. Alkohol
Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
a) Tingkat Kesadaran:
- Kualitatif : Compos Mentis/ apatis/ Somnolent/ Sopor/
Soporocomatus/ Coma
- Kuantitatif : GCS (EMV)
b) Tanda-tanda Vital :
Tekanan darah, nadi, respirasi, suhu
2) Data fisik Head To Toe
a) Sistem pernafasan
Inspeksi: melihat apakah ada gangguan pernapasan, apakah ada
pernapasan cuping hidung, ada penumpukan sekret atau tidak
Palpasi: lakukan pemeriksaan taktil premitus
Auskultasi: kaji apakah ada suara napas tambahan atau tidak
Perkusi: dilakukan untuk mengetahui area di bawah lokasi yang diperkusi
berisi jaringan paru dengan suara sonor, berisi cairan dengan
suara redup, berisi padat atau darah dengan suara pekak, atau
berisi udara dengan suara hipersonor
b) Sistem kardiovaskuler
Inspeksi: kaji apakah terdapat sianosis atau tidak
Palpasi: biasannya denyut nadi meningkat akral hangat CRT < 2detik
Perkusi: pada pemeriksaan normal pemeriksaan perkusi yang didapatkan
pada thorax adalah redup.
c) Sistem persarafan
Inspeksi: apakah 12 saraf nervus cranial berfungsi dengan baik atau
adanya perubahan
d) Sistem perkemihan
Inspeksi: apakah klien mengeluh nyeri saat berkemih, apakah adanya
perubahan pada warna dan bau BAK, apakah ada tanda-tanda infeksi
(kalor, rubor, dolor, tumor, function laesa), terdapat massa padat dibawah
abdomen bawah (distensi kandung kemih)
Palpasi: Apakah ada nyeri tekan atau tidak, apakah kandung kemih teraba
penuh atau tidak, apakah teraba benjolan pada kelamin klien atau tidak,
apakah teraba massa ginjal yang membesar atau tidak
Perkusi: dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin terdapat
suara redup dikandung kemih karena terdapat residual (urin).
e) Sistem pencernaan
Inspeksi: mukosa mulut bagian dalam lembab/kering, lidah bersih atau
tidak, gigi klien utuh atau tidak, terdapat karies gigi atau tidak, apakah
terjadi pembesaran tonsil atau tidak, bentuk abdomen kembung/datar
Auskultasi: mendengarkan peristaltik usus normal atau tidak
Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat pembesaran
permukaan halus.
Perkusi: kesembilan regio abdomen jika perkusi terdengar tympani berarti
perkusi dilakukan diatas organ yang berisi udara, jika terdengar pekak
berarti perkusi mengenai organ padat
f) Sistem integument
Inspeksi: turgor kulit kering atau lembab, apakah ada luka atau tidak,
apakah ada tahi lalat atau tidak, apakah adanya bulu pada kulit, warna
kulit, apakah ada kelainan di kulit
Palpasi: apakah ada benjolan atau tidak, ada nyeri tekan atau tidak.
g) Sistem musculoskeletal
Inspeksi: ekstremitas kanan dan kiri simetris atau tidak, ada tidaknya
kelainan pada bentuk tulang dan sendi, apakah ada fraktur atau tidak,
kekuatan tonus otot ekstremitas atas dan bawah normal atau tidak, mampu
menggerakan persendian atau tidak
Palpasi: ada tidaknya nyeri tekan, ada edema atau tidak
h) Sistem Reproduksi
Inspeksi: pemeriksaan penis, uretra, dan skrotum ditemukan adanya
kelainan atau tidak, kebersihannya, apakah ada
lesi/infeksi/edema, terdapat pembesaran testis atau tidak
i) Sistem imun
Apakah ada riwayat alergi (udara dingin, ac, debu, zat kimia) atau tidak
j) Sistem endokrin
Inspeksi: apakah ada pembesaran pada kelenjar tiroid, apakah ada
kelainan atau tidak
k) Sistem Pengindraan
Inspeksi: apakah pada fungsi perasa makanan baik atau tidak, apakah ada
gangguan penglihatan atau tidak, apakah dapa mencium bau atau tidak
Data psiklogis
Apakah pasien merasa minder atau tidak, apakah nyaman dengan
kondisinya atau tidak, apakah klien percaya diri atau tidak, apakah klien tau
mengenai penyakit yang dideritanya dan apakah klien punya cara tersendiri
dalam mengatasi penyakitnya, bagaimana cara klien dalam mengelola
stressnya.
Data social
Apakah klien menolak atau menerima interaksi dengan orang lain atau
tidak, apakah klien berinteraksi dengan lingkungan sekitar atau tidak, apakah
klien berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang diadakan di lingkungan
masyarakat sekitar klien.
Data spiritual
Keyakinan dari klien apa, apakah klien taat beribadah atau tidak, ritual
apa yang dilakukan oleh klien (berdoa bersama dirumah atau pergi ke tempat
ibadah).

Data penunjung

Hasil pemeriksaan laboratorium, radiology, pemeriksaan EKG, dan


lain-lain.

Therapi

Diet dan therapi.


2. ANALISA DATA
Analisis data bertujuan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan
masalah kesehatan dan keperawatan pasien sehingga membantu perawat dalam
menentukan diagnosa keperawatan. Dalam analisis data perawat juga berpikir kritis
untuk memeriksa setiap informasi dari data-data yang telah d terkumpul.
Rumusan diagnosa keperawatan mengandung 3 komponen utama menurut
Bararah &Jauhar (2013), yaitu:
1. Masalah merupakan keadaan klien dimana tindakan keperawatan dapat
diberikan. Masalah adalah kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan normal
yang seharusnya tidak terjadi. Tujuannya yaitu menjelaskan status kesehatan
klien atau masalah kesehatan klien secara jelas dan sesingkat mungkin.
2. Etiologi yaitu keadaan yang menunjukkan penyebab keadaan atau masalah
kesehatan yang memberikan arah terhadap terapi keperawatan. Penyebabnya
meliputi perilaku, lingkungan, interaksi, antara perilaku dan lingkungan.
3. Tanda dan gejala adalah ciri, tanda atau gejala, yang merupakan informasi yang
diperlukan untuk merumuskan diagnosis keperawatan. Jadi rumusan diagnosa
keperawatan adalah PE/PES.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk
membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir
kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medic, dan
pemberi pelayanan kesehatan yang lain.
Diagnosa keperawatan adalah diagnosis yang dibuat oleh perawat professional
yang mengambarkan tanda dan gejala yang menunjukkan masalah kesehatan yang
dirasakan klien dimana perawat berdasarkan pendidikan dan pengalaman mampu
menolong klien (Bararah &Jauhar, 2013).
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Hipertermi
4. RENCANA DAN INTERVENSI
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat
mencapai tiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi meliputi perumusan
tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan
analisis pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi
(Bararah &Jauhar, 2013).
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.
Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai
hasil pasien yang diharapkan dan tujuan pemulangan. Harapannya adalah bahwa
perilaku yang dipreskripsikan akan menguntungkan pasien dan keluarga dalam cara
yang dapat di prediksi, yang berhubungan dengan masalah yang diidentifikasikan dan
tujuan yang telah dipilih (Bararah &Jauhar, 2013).

No. Dx Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


Dx
1. Ketidakefektifan Setelah 1. Identifikasi
bersihan jalan napas dilakukan kemampuan
tindakan batuk.
keperawatan 1x 2. Atur posisi
24 jam dengan semi-fowler
tujuan masalah atau fowler.
keperawatan 3. Buang sekret
teratasi dengan pada tempat
kriteria hasil: sputum.
Tupen: 4. Jelaskan
tujuan dan
Setelah prosedur batuk
dilakukan efektif.
tindakan 5. Pemberian
keperawatan 3x mukolitik atau
24 jam dengan ekspektoran,
tujuan masalah jika perlu.
keperawatan
teratasi dengan
kriteria hasil:
TuPan:

2. Ketidakefektifan Setelah 1. Monitor pola


pola napas dilakukan napas
tindakan (frekuensi,
keperawatan 1x kedalaman,
24 jam dengan usaha napas).
tujuan masalah 2. Monitor
keperawatan bunyi napas
teratasi dengan tambahan
kriteria hasil: (misalnya
Tupen: gurgling,
mengi,
Setelah wheezing,
dilakukan ronkhi kering).
tindakan 3. Posisikan
keperawatan 3x semi-fowler
24 jam dengan atau fowler.
tujuan masalah 4. Berikan air
keperawatan hangat
teratasi dengan 5. Berikan
kriteria hasil: oksigen, jika
TuPan: perlu

3. Hipertermi Setelah 1. Identifikasi


dilakukan penyebab
tindakan hipertermia
keperawatan 1x (misalnya
24 jam dengan dehidrasi,
tujuan masalah terpapar
keperawatan lingkungan
teratasi dengan panas,
kriteria hasil: penggunaan
Tupen: inkubator.
2. Monitor suhu
Setelah tubuh.
dilakukan 3. Sediakan
tindakan lingkungan
keperawatan 3x yang dingin.
24 jam dengan 4. Longgarkan
tujuan masalah atau lepaskan
keperawatan pakaian.
teratasi dengan 5. berikan
kriteria hasil: cairan oral.
TuPan: 6. Anjurkan
tirah baring.
7. Pemberian
cairan dan
elektrolit
intravena, jika
perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Bararah Taqiyyah & Jauhar Mohammad. 2013. Asuhan Keperawatan: Panduan Lengkap
Menjadi Perawat Profesional. Jld.1, Pustakaraya; Jakarta, Indonesia.

Bilton D, Jones AL. 2011. European Respiratory Monograph: Bronchiectasis. European


Respiratory Society. Ed.52, hlm.1–10.

Cohen J., Powderly W., Opal S. 2010. Infectious Diseases. 3 rd Ed. Mosby (Elsevier);
Philadelphia, PA, USA: Bronchitis, Bronchiectasis, and Cystic Fibrosis; hlm. 276-283.
Ed. 33.

Chalmers JD. Bronchiectasis and COPD overlap: A case of mistaken identity. American
College of Chest Physician [Internet]. 2017. Available from
http://dx.doi.org/10.1016/j.chest.2016.12.027.

Eva P, Pieter CG, Melissa JM, Stefano A, Sara EM, Michael RL. European Respiratory
Society guidelines for the management of adult bronchiectasis. Eur Respir J.
2017;50:1700629
Fatmawati F, Rasmin M. Bronkiektasis dengan sepsis dan gagal napas. J Respir Indon.
2017;37(2):165-76.

James DC, Stefano A, Fransesco B. Management of bronchiectasis in adults. Eur Respir J.


2015;45:1446-62

Jemadi, 2013. Karakteristik Penderita Bronkitis Yang Dirawat Jalan Berdasarkan Kelompok
umur> 15 tahun di RSU Dr. Ferdinan Lumban Tobing Sibolga Tahun 2010-2012.

McShane PJ, Naureckas ET, Tino G, Strek ME. Non-cystic fibrosis bronhiectasis. AM J
Respir Crit Care Med. 2013;188(6):647-56.

Nurarif Amin Huda & Hardhi Kusuma. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC 2015. Edisi Revisi Jld. 1, hlm 96-98. Mediaction Jogja.

Nugrahaeni Ardhina. 2020. Penghantar Anatomi Fisiologi Manusia. Mustika Putri:


HEALTHY Yogyakarta.

O’Donnell AE. 2008. Bronchiectasis. Hlm; 134(4):815-23.

Rahmatullah P. 2009. Bronkiektasis. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi V. Jakarta: Interna
Publishing; hlm.2297-304.

Selviana, dkk. 2015. Hubungan Antara Lingkungan Fisik Rumah Dan Status Merokok
Dengan Kejadian Bronkitis Akut Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Duri
Kabupaten Bengkayang.

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 2016. Definisi dan Indikator Diagnostik. Ed. 1.
PPNI

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 2018. Definisi dan Tindakan Keperawatan. Ed.1.
PPNI

Standar Luaran Keperawatan Indonesia. 2019. Definis dan Karakteristik Hasil Keperawatan.
Ed. 1. PPNI

Anda mungkin juga menyukai