Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN


GAGAL NAFAS ATAS INDIKASI PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF
KRONIS (PPOK) DI RUANGAN ICU TULIP
RSUP DR M DJAMIL PADANG
TAHUN 2022

Disusun Oleh :
Rafika Afiyanti
Nim : 2114901031

Preceptor Akademik Preceptor Akademik

(Ns. Revi Neini Ikbal, S. Kep, M. Kep) ()

Preceptor Klinik

()

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN AJARAN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar Penyakit

1. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Gambar. 2.1 Anatomi Sistem Pernafasan

Saluran pernafasan atau tractus respiratorius adalah bagian tubuh

manusia yang berfungsi sebagai tempat lintasan dan tempat pertukaran gas yang

diperlukan untuk proses pernafasan (Asih, 2016). Saluran pernafasan terbagi

menjadi saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah.

1) Saluran pernafasan atas terdiri dari hidung, faring (nasofaring, orofaring,

laringofaring) dan laring.

2) Saluran pernafasan bawah terdiri dari:

a) Trakhea

Terletak didepan esofagus dan saat palpasi teraba sebagai struktur

yang keras, kaku tepat dipermukaan anterior leher trakhea memanjang

dari laring ke arah bawah ke dalam rongga thoraks tempatnya terbagi

menjadi bronkhi kanan dan kiri. Dinding trakhea disangga oleh cincin-
cincin kartilago, otot polos dan serat elastik dan dilapisi oleh membran

mukosa bersilia yang banyak mengandung sel yang mensekresi lendir.

b) Bronkhial dan alveoli

Ujung distal trakhea membagi menjadi bronkhi primer kanan dan kiri

yang terletak didalam rongga dada. Didalam paru-paru membentuk

cabang menjadi bronkhus sekunder. Fungsi percabangan bronkhial untuk

memberikan saluran bagi udara antara trakhea dan alveoli. Sangat penting

artinya untuk menjada agar jalan udara ini tetap terbuka dan bersih.

Unit fungsi paru atau alveoli berjumlah sekitarr 300 sampai 500 juta

didalam paru-paru pada rata-rata orang dewasa. Fungsinya sabagai satu-

satunya tempat pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan aliran

darah. Setiap alveolus terdiri atas ruang udara mikroskopik yang

dikelilingi oleh dinding yang tipis yang terdiri atas satu lapis epitel

skuamosa. Diantara sel epitel terdapat sel-sel khusus yang menyekresi

lapisan molekul lipid seperti deterjen yang disebut surfaktan yang

melapisi permukaan dalam dinidng alveolar.

c) Paru-paru

Paru-paru terletak dikedua sisi jantung didalam rongga dada dan

dikelilingi serta dilindungi oleh sangkar iga. Fungsi paru-paru adalah

tempat terjadinya pertukaran gas antara udara atmosfir dan udara dalam

aliran darah. Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih kecil,

pertama disebut lobus. Paru kanan terdiri atas tiga lobus dan lebih besar

dari kiri yang hanya terdiri atas dua lobus. Lapisan yang membatasi antara

lobus disebut fisura. Kemudia lobus membagi lagi menjadi kompartemen

yang lebih kecil dan dikenal dengan segmen. Setiap segmen terdiri atas
banyak lobulus, yang masing-masing mempunyai bronkhiale, arteriole,

venula dan pembuluh limfatik.

Dua lapis membran serosa mengelilingi setiap paru dan disebut

sebagai pleura. Lapisan luar disebut pleura parietal yang melapisi dinding

dada dan mediatinum. Lapisan didalamnya disebut pleura viseral yang

mengelilingi paru dan dengan kuat melekat pada permukaan luarnya.

Rongga pleural ini mengandung cairan yang dihasilkan oleh sel-sel serosa

didalam pleural yang fungsinya melicinkan permukaan dua membran

pleura untuk mengurangi gesekan saat paru-paru mengembang dan

kontraksi saat bernafas.

d) Thoraks

Rongga thoraks terdiri atas rongga pleura kanan dan kiri dan bagian

tengah yang disebut mediatinum. Thoraks mempunyai peran penting.

Thorak menjadi lebih besar ketika dada dibusungkan dan menjadi lebih

kecil ketika dikempeskan. Saat diafragma berkontaksi, diafragma akan

mendatar keluar dan dengan demikian menarik dasar rongga thoraks ke

arah bawah sehingga memperbesar volume thoraks ketika diafragma

rileks maka memperkecil volume rongga thoraks (Asih, 2016).

Terdapat otot-otot yang menempel pada rangka dada yang berfungsi

penting sebagai otot pernafasan. Otot-otot yang berfungsi dalam bernafas adalah

sebagai berikut:

1) Intercostalis ekstermus (antar iga luar) yang mengangkat masing-masing iga.

2) Sternokleidomastoid yang mengangkat sternum (tulang dada).

3) Skalemus yang mengangkat 2 iga teratas.

4) Intercostalis intermus (antar iga dalam) yang menurunkan iga-iga.


5) Otot perut yang menarik iga kebawah sekaligus membuat isi perut mendorong

diafragma ke atas.

6) Otot dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma.

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan

yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti

yang telah diketahui, dinding thoraks berfungsi sebagai penembus. Selama

inspirasi, volume thoraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga

terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus

mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus

mengangkat iga-iga (Price, 2015).

Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat

elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus

relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam

rongga thoraks, menyebabkan volume thoraks berkurang. Pengurangan volume

thoraks ini meningkatkan tekanan intrapluera maupun tekanan intraplumonal.

Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga

udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi

sama kembali pada akhir ekspirasi (Price, 2015).

Tahap kedua proses pernafasan mencakup proses difusi gas-gas

melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 µm).

Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara

darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut

besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai

dialveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekitar

103 mmHg. Tekana penurunan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara
inspirasi tercampur dengan dalam udara ruangan sepi anatomik saluran udara dan

dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus

yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.

Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price, 2015).

Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen

dikapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total

waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru

normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal;

fibrosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium

mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total

berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak

diakui sebagai faktor utama.

2. Landasan Teoritis Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

a. Definisi

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang bisa

di cegah dan diatasi yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang

menetap, biasanya bersifat progresif dan terkait dengan adanya proses inflamasi

kronis saluran nafas dan paru-paru terhadap gas atau partikel berbahaya (Ikawati,

2016). PPOK adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok

penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan retensi

terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Manurung,

2016).

PPOK atau COPD (Chronic Obstruction Pulmonary Disease)

merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara

sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price, 2015).

b. Klasifikasi

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstruction Lung Disease

(GOLD, 2014), PPOK dibagi atas empat derajat:

1) Derajat I: PPOK ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran

udara ringan (VEP1/KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini,

orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

2) Derajat II: PPOK sedang

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1/KVP < 70%; 50% <

VEP1 < 80%), disertai adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini

biasanya pasien mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang

dialaminya.

3) Derajat III: PPOK berat

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin

memburuk (VEP1/KVP < 70%; 30%; VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak

nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi

yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.

4) Derajat IV: PPOK sangat berat

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1/KVP < 70%; VEP1 <

30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi bertambah dengan adanya gagal

nafas kronik dan gagal jantung kanan.

c. Etiologi
Adapun beberapa faktor resiko utama berkembangnya penyakit ini, yang

dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan dan faktor host (Ikawati, 2016).

Beberapa faktor paparan lingkunganantara lain adalah :

1) Merokok. Merokok merupakan faktor resiko utama terjadinya PPOK, tetapi

perokok pasif juga memberi kontribusi terjadinya gejala respirasi dan PPOK.

Resiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia

mulai merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok.

2) Polusi udara. Terdapat tiga bentuk polusi udara yaitu polusi didalam ruangan

(asap rokok, asap kompor), polusi diluar ruangan (debu jalanan, gas buang

kendaraan bermotor) dan polusi ditempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas

beracun).

3) Pekerjaan. Para pekerja tambang emas atau batubara, industri gelas dan

keramik yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu gandum.

Asbes mempunyai resiko yang lebih besar dari pada yang lainnya.

4) Stress oksidatif. Adanya ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan

sehingga menimbulkan aktifitas molekuler sebagai awwal inflamasi paru.

5) Infeksi saluran nafas berulang. Infeksi virus dan bakteri berperan dalam

patogenesis dan progresifitas PPOK.

6) Status sosial ekonomi rendah. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat

menurunkan kekuatan dan ketahanan otot respirasi, karena penurunan masa

otot dan kekuatan serabut otot.

d. Patofisiologi

Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan nafas dan

mengiritasi saluran nafas. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang

mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun,
dan lebih banyak lendir yang dihasilkan serta terjadi batuk, batuk dapat menetap

selama lebih kurang 3 bulan berturut-turut. Sebagai akibatnya bronkhiolus

menjadi menyempit, berkelok-kelok dan berobliterasi serta tersumbat karena

metaplasia sel goblet dan berkurangnya elastisitas paru. Alveoli yang berdekatan

dengan bronkhiolus menjadi rusak dan membentuk fibrosis mengakibatkan fungsi

mikrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing

termasuk bakteri, pasien menjadi rentan terkena infeksi.

Infeksi merusak dinding bronkhial menyebabkan kehilangan struktur

pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya daoat menyumbat

bronkhi. Dinding bronkhial menjadi teregang secara permanen akibat batuk

hebat. Sumbatan pada bronkhi atau obstruksi tersebut menyebabkan alveoli yang

ada disebelah distal menjadi kolaps. Pada waktu pasien mengalami insufisiensi

pernafasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan

peningkatan rasio volume rsidual terhadap kapasitas total paru sehingga terjadi

kerusakan campuran gas yang diinspirasi atau ketidakseimbangan ventilasi-

perfusi.

Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari

berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara. Ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi ini menyebabkan hipoksemia atau menurunya oksigenasi dalam

darah. Kesimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfuusi aliran darah

kapiler pulmo menjadi terganggu. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan

ventilasi tetap sama. Saluran pernafasan yang terhalang mukus kental atau

bronkospasma menyyebabkan penurunan ventilasi, akan tetapi perfusi akan tetap

sama atau berkurang sedikit.


Berkurangnya permukaan laveoli bagi pertukaran udara menyebabkan

perubahan pada pertukaran oksigen dan karbondioksida. Obstruksi jalan nafas

yang diakibatkan oleh semua perubahan patologis yang meningkatkan resisten

jalan nafas dapat merusak kemampuan paru-paru untuk melakukan pertukaran

oksigen atau karbondioksida. Akibatnya kadar oksigen menurun dan kadar

karbondioksida meningkat. Metabolisme menjadi terhambat karena kurangnya

pasokan oksigen ke jaringan tubuh, tubuh melakukan metabolisme anaerob yang

dapat mengakibatkan produksi ATP menurun dan menyebabkan defisit energi.

Akibatnya pasien lemah dan energi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

nutrisi juga menjadi berkurang yang dapat menyebabkan anoreksia.

Selain itu, jalan nafas yang terhambat dapat mengurang daerah

permukaan yang tersedia untuk pernafasan. Akibat dari perubahan patologis ini

adalah hiperkapnia, hipoksemia dan asidosis respiratori. Hiperkapnia dan

hipoksemia menyebabkan vasokontriksi vaskular pulmonari, peningkatan

resistensi vaskular pulmonary mengakibatkan hipertensi pembuluh pulmonary

yang mengakibatkan tekanan vaskular ventrikel kanan atau dekompensasi

ventrikel kanan.
e. Pathway PPOK

Pencetus
(Asthma, Bronkhitis kronis, Emfisema) Rokok dan polusi

PPOK Inflamasi

Perubahan anatomis parenkim Paru sputum meningkat

Pembesaran alveoli Batuk

Hiperatropi kelanjar mukosa MK: Bersihan jalan nafas tdk efektif

Penyempitan saluran udara secara periodik MK: Gg.pertukaran gas

Ekspansi paru menurun infeksi

Suplay oksigen tidak adekuat keseluruh tubuh Kompensasi tubuh untuk memenuhi Leukosit meningkat
Kebutuhan oksigen dengan meningkatkan
frekuensi pernapasan imun menurun
Hipoksia
Kontraksi otot pernapasan Kuman patogen & endogen
Sesak Penggunaaan energi untuk difagosit makrofag
Pernapasan meningkat
Anoreksia
MK: Tidak efektif MK:Intoleranasi aktiitas
pola napas MK: Gg.Nutrisi
f. Manifestasi Klinis

Adapun tanda dan gejala klinik PPOK adalah sebagai berikut :

a. “Smoker Cough” biasanya hanya diawali sepanjang pagi yang dingin kemudia

berkembang menjadi sepanjang tahun.

b. Sputum, biasanya banyak dan lengket berwarna kuning, hijau atau kekuningan

bila terjadi infeksi.

c. Dyspnea, terjadi kesulitan ekspirasi pada saluran pernafasan. Gejala ini

mungkin terjadi beberapa tahun sebelum kemudian sesak nafas menjadi

semakin nyata yang membuat pasien mencari bantuan medik .

Sedangkan gejala pada eksaserbasi akut adalah :

a. Peningkatan volume sputum.

b. Perburukan pernafasan secara akut.

c. Dada terasa berat.

d. Peningkatan purulensi sputum

e. Peningkatan kebutuhan bronkodilator

f. Lelah dan lesu

g. Penurunan toleransi terhadap gerakan fisik ,cepat lelah dan terengah – engah.

Pada gejala berat dapat terjadi :

a. Sianosis, terjadi kegagalan respirasi.

b. Gagal jantung dan oedema perifer.

c. Plethoric complexion, yaitu pasien menunjukkan gejala wajah yang memerah

yang disebabkan (polycythemia (erythrocytosis, jumlah erythrosit yang

meningkat, hal ini merupakan respon fisiologis normal karena kapasitas

pengangkutan O2 yang berlebih ( Ikawati, 2016).


g. Pemeriksaan Penunjang

1) Uji fungsi paru Menurut Harahap (2012) yaitu meliputi spirometri,

pengukuran volume paru, kapasitas difusi CO dan gas darah arteri.

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengukur dan merekam 4 komponen paru

yaitu saluran nafas, parenkim paru (alveoli, interstitial), pembuluh darah paru

dan mekanisme pemompaan

2) Pemeriksaan darah yaitu meliputi Hb, Hematokrit dan leukosit.

3) Pemeriksaan radiologiPada pemeriksaan rontgen thorak AP tampak

gambaran hiperlusen, pelebaran sela iga dan pendataran diagfragma yang

merupakan gambaran dari emfisema. Pemeriksaan lainnya yaitu Computed

tomography (CT), biasanya akan ditemui perburukan gambatan CT-

empisema terkait dengan penurunan VEP (Anindito, 2015)

4) Chest X-ray

Dapat menunjukkan hiperinflamasi paru-paru, diafragma mendatar,

peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bula

(emfisema), peningkatan bentuk bronkovaskular (bronkitis).

5) EKG

Bila sudah terdapat Kor Pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P-

pulmonal pada hantaran II, III dan aVF. Voltase QRS rendah. Di VI rasio R/S

lebih dari 1 dan di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB

inkomplet.

h. Komplikasi

Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Jacson (2014) adalah

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal nafas kronik, gagal nafas

akut, infeksi berulang, dan kor pulmonal. Gagal nafas kronis ditunjukkan oleh
hasil analisis gas darah berupa PaO2<60 mmHg dan PaCO2>50 mmHg, serta Ph

dapat normal. Gagal nafas akut pada gagal. Menurut Irwan (2016), komplikasi PPOK

adalah:

1) Acute Respiratory Failure (ARF)

Acute Respiratory Failure (ARF) terjadi ketika ventilasi dan oksigenasi tidak

cukup memenuhi kebutuhan tubuh saat istirahat. Analisa gas darah pada

pasien penyakit paru obstruksi kronis menunjukkan tekanan oksigen arterial

PaO2 sebesar 55 mmHg atau kurang dan tekanan karbondiogsida arterial

(PaCO2) sebesar 50 mmHg atau lebih besar.

2) Cor Pulmonal

Cor pulmonal atau dekompensasi ventrikel kanan merupakan pembesaran

ventrikel kanan yang disebabkan oleh overloading akibat dari penyakit

pulmo. Komplikasi jantung ini terjadi sebagai mekanisme kompensasi

sekunder bagi paru-paru yang rusak pada penderita panykit paru obstruksi

kronis.

Pada penderita dengan penyakit paru obstruksi kronis, hipoksemia kronis

menyebabkan vasokontriksi kapiler paru-paru yang kemudian akan

meningkatkan resistensi vaskuler pulmonari. Efek dominan dari perubahan ini

terjadi peningkatan tekanan dalam paru-paru mengakibatkan ventrikel kanan

lebih kuat dalam memompa sehingga lama-kelamaan otot ventrikel kanan

menjadi hipertrofi atau membesar.

3) Pneumothoraks

4) Giant Bullae

Bullae adalah timbul karena udara terperangkap di parenkim paru-paru.

Sehingga alveoli menjadi tempat menangkapnya udara untuk pertukaran gas


menjadi benar-benar tidak efektif. Bullae dapat menyebabkan perubahan

fungsi pernafasan dengan cara 2 hal yaitu dengan menekan jaringan paru-

paru, mengganggu berlangsungnya pertukaran udaea. Jika udara yang

terperangkap dalam alveoli semakin meluas maka semakin banyak pula

kerusakan yang terjadi di dinding alveolar.

i. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan PPOK diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Berhenti Merokok

b. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator (Aminophilin dan

adrenalin)

c. Pengobatan simtomatik (lihat tanda dan gejala yang muncul

d. Penanganan terhadap komplikasi – komplikasi yang timbul

e. Pengobatan oksigen bagi yang memerlukan O2 harus diberikan dengan aliran

lambat : 1-3 liter / menit

f. Mengatur posisi dan pola pernafasan untuk mengurangi jumlah udara yang

terperangkap

g. Memberi pengajaran tentang teknik-tekni relaksasi dan cara-cara untuk

menyimpan energy

h. Tindakan rehabilitasi

1) Fisioterapi terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret

bronkus

2) Latihan pernafasan untuk melatih penderita agar bias melakukan

pernafasan yang paling efektif baginya

3) Latihan dengan beban olahraga tertentu dengan tujuan untuk

memulihkan kesegaran jasmaninya


4) Vocational suidance : usaha yang dilakukan terhadap penderita agar

kembali dapat mengerjakan pekerjaan seperti semula.

5) Pengelolaan psikososial , terutama ditujuakn untuk penyesuaian diri

penderita dengan penyakit yang diseritanya (Tinela, 2017).

Program rehabilitasi terdiri dari:

a) Latihan fisik, ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem

transportasi oksigen. Terdiri dari latihan untuk meningkatkan kemampuan

otot pernafasan dan endurance exercise.

b) Latihan pernafasan, terdiri dari dua; pernafasan diafragma (efektif dalam

mensikrinkan kerja otot abdomen dan thorak) dan pursed lips breathing

(memperbaiki ventilasi).

Penatalaksanaan Keperawatan :

1) Mencapai bersihan jalan nafas

a) Pantau adanya dyspnea dan hipoksemia pada pasien.

b) Jika bronkodilator atau kortikosteroid diprogramkan berikan obat

secara tepat dan waspadai kemungkinan efek sampingnya.

c) Pastikan bronkospasme telah berkurang dengan mengukur

peningkatan kecepatan aliran ekspansi dan volume (kekuatan

ekspirasi, lamanya waktu untuk ekhalasi dan jumlah udara yang

diekhalasi) serta dengan mengkaji adanya dyspnea dan memastikan

bahwa dyspnea telah berkurang.

d) Dorong pasien untuk menghilangkan atau mengurangi semua iritan

paru, terutama merokok sigaret.


e) Fisioterapi dada dengan drainase postural, pernapasan bertekanan

positif intermiten, peningkatan asupan cairan.

2) Meningkatkan pola nafas

a) Latihan otot inspirasi dan latihan ulang pernapasan dapat membantu

meningkatkan pola pernafasan

b) Latihan pernafasan diafragma dapat mengurangi kecepatan respirasi

3) Memantau dan menangani komplikasi

a) Kaji pasien untuk mengetahui adanya komplikasi

b) Pantau perubahan kognitif, peningkatan dyspnea, takipnea dan

takikardia

c) Pantau nilai oksimetri nadi dan berikan oksigen sesuai kebutuhan

3. Landasan Teoritis Gagal Nafas

a. Pengertian

Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk

mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida

(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau

perfusi (Susan Martin T, 2016)

Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan

pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan

gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2017)

Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida

dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan

karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen

kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida

lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)


b. Patofisiologi

Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik

dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut

adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural

maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas

kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis

kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien

mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara

bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan

asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.

Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,

frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan

yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi

tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal

10-20 ml/kg).

Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak

adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang

mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).

Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis,

meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat

pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode

postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat

agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan

meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-

paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.


c. Penyebab gagal nafas tipe I (Kegagalan Oksigenasi):

1. Adult respiratory distress syndrome (ARDS)

2. Asthma

3. Oedem Pulmo

4. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD)

5. Fibrosis interstitial

6. Pneumonia

7. Pneumothorax

8. Emboli Paru

9. Hipertensi Pulmonal (Kreitdan, 2018)

d. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen:

1. Faktor fisiologis

Faktor fisiologis yang mempengaruhi oksigenasi yaitu:

a) Penurunan kapasitas membawa oksigen

b) Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi

2. Faktor perkembangan

Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang

sebelumnya berisi cairan menjadi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan

jalan nafas yang pendek, bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanak-

kanak, diameter dari depan kebelakang berkurang dengan proporsi terhadap

diameter transversal. Pada orang dewasa thorak diamsumsikan bentuk

oval.Pada lajut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola nafas.

Tahap perkembangan dan proses penuaan yang normal mempengaruhi

oksigenasi jaringan:
a) Bayi premature

b) Bayi dan toddler

c) Anak usia sekolah dan remaja

d) Dewasa muda dan dewasa pertengahan

3. Faktor lingkungan

Ketinggian, panas, dingin, dan populasi mempengaruhi oksigenasi.

Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehinggan makin sedikit O2 yang

dapat dihirup individu pada dihirup individu.Sebagai akibatnya individu pada

daerah ketinggian memiliki laju pernafasan dan jantung yang meningkat, juga

kedalam pernapasan yang meningkat.

Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan

berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah

panas yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung

meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga meningkat. Pada lingkungan

yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh dara perifer, akibatnya

meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan

jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.

4. Gaya hidup

Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman

pernapasan dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam

tubuh.Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat

menjadi prediposisi penyakit paru.

5. Status kesehatan

Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat

menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebtuhan tubuh.Akan


tetapi penyakit pada sistem kardiovakuler kadang berakibat pada terganggunya

pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh.Selain itu penyakit-penyakit pada sistem

pernapasan dapat mempunyai efek sebalikya terhadap oksigen darah.Salah

satu contoh kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah

anemia, karna hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida

maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke sel.

6. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan

Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat

mempengaruhi pernapasan yaitu:

a) Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru

b) Difusi oksigen dan karbondioksida antar alveoli dan kapiler paru

c) Transport oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke sel

jaringan

7. Perubahan pola nafas

Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini

sama jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamanya. Bernapas yang sulit

disebut dyspnoe (sesak).Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena

usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat.Orthopneo yaitu

ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk dan berdiri seperti

pada penderita asma.

8. Obstruksi jalan nafas

Obstruksi jalan nafas lengkap atau sebagian dapat terjadi disepanjang

saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi jalan napas bagian

atas meliputi: hidung, pharing, laring, atau trakea, dapat terjadi karena adanya

benda asing seperti makanan, karena lidah yang jatuh kebelakang


(otrhopharing) bila individu tidak sadar atau bila sekresi menumpuk disaluran

napas. Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian atau

lengkap darisaluran napas ke bronchus, dan paru-paru.Mempertahankan jalan

napas yang terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-kadang

membutuhkan tindakan yang tepat.Obtruksi sebagian jalan napas ditandai

dengan adanya suara mengorok selama inhalasi (inspirasi).

e. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis pada gagal nafas yaitu:

1) Gagal nafas total

a) Aliran udara dimulut, hidung tidak dapat didengar/ dirasakan

b) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela

iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi

c) Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi

buatan

2) Gagal nafas parsial

a) Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, growing dan

whizzing.

b) Adanya retraksi dada

3) Gejala umum: Lelah, berkeringat, sulit tidur dan makan, didapatkan juga

gangguan status mental, sakit kepala, kejang.

4) Gejala kardiovaskular: takikardia dan vasodilatasi perifer.

5) Gangguan pernapasan: takipnea, retraksi otot bantu pernapasan, hipoventilasi,

apnea, suara napas tambahan seperti stridor, mengi, ronki basah(Boedi

Swidarmoko,2010:264).
6) Gejala klinis dari gagal napas adalah nonspesifik dan mungkin

minimal,walaupun terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asedemia yang berat.

Tanda utama dari gagal napas adalah penggunaan otot bantu napas takipnea,

takikardia, menurunya tidal volum, pola napas iregularatau terengah – engah

(gasping) dan gerakan abdomen yang paradoksal (terkait dengan flail chest).

f. Komplikasi

Komplikasi dari gagal nafas yaitu:

1) Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator

(seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).

2) Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia,

perikarditis dan infark miokard akut.

3) Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan

pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.

4) Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang

memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya

kurang dari normal).

5) Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.

6) Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.

7) Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian

nutrisi enteral dan parenteral(Alvin Kosasih, 2008:34).

g. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada gagal nafas yaitu:

1) Pemeriksaan analisa gas darah arteri (AGD)

2) Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum, sitologi, unrinalisis,

bronkoskopi.
3) Pemeriksaan rontgen dada

Untuk melihat keadaan patologik dan proses penyakit yang tidak diketahui

4) Pemeriksaan sputum, fungsi paru, angiografi,pemindahan ventilasi-perfusi.

5) Hemodinamika

Tipe 1 : peningkatan PCWP

6) EKG

Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan,

Disritmia.

h. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gagal nafas yaitu:

a) Penatalaksanaan Suportif/Non spesifik

Penatalaksanaan non spesifik adalah tindakan yang secara tidak langsung

ditunjukan untuk memperbaiki pertukaran gas, yaitu:

1. Atasi hipoksemia: terapi oksigen

2. Atasi hiperkabia: perbaiki ventilasi

a) Perbaiki jalan nafas

b) Bantu ventilasi: face mask, ambu bag

c) Ventilasi mekanik

d) Lakukan Suction untuk mengeluarkan sekret

3. Terapi lainya seperti:

a) Atasi Hipoksemia yaitu dengan terapi oksigen

b) Atasi hiperkarbia yaitu perbaiki ventilasi

b) Penatalaksanaan kuasatif/spesifik

Sambil dilakukan resusitasi diupayakan mencari penyebab gagal nafas.

Pengobatan spesifik ditujukan pada etiologinya, sehingga pengobatan


untuk masing-masing penyakit akan berlainan. Semua terapi diatas

dilakukan dalam upaya mengoptimalkan pasien gagal nafas di UGD

sebelum selanjutnya nanti di rawat di ICU. Penanganan lebih lanjut

terutama masalah penggunaan ventilator akan dilakukan di ICU

berdasarkan guidiles penanganan pasien gagal nafas di ICU pada tahap

berikutnya.

4. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian
Identitas Klien
Meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, No. MR, sumber
informasi dan diagnosa medis.
b. Pengkajian ABCDE
1) Airway
1) Terdapat secret dijalan nafas (sumbatan jalan nafas)
2) Bunyi nafas krekels, rochi, dan wheezing
2) Breathing
a) Distress pernapasan cuping hidung, takhipnea/ bradipne
b) Mengunakan otot pernapasan
c) Kesulitan bernapas: sianosis
d) Pernapasan memakai alat bantu nafas
3) Circulation
a) Penurunan curah jantung, gelisah, letargi, takikardi
b) Gangguan tingkat kesadaran: gelisah, mengantuk, gangguan metal (ansietas)
4) Disability
5) Exposure
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang, meliputi
a) Keluhan utama
b) Keluhan pada saat pengkajian
Pada saat pengkajian klien dengan gagal nafas terdengar suara tambahan,
adanaya retraksi dada, penurunan kesadaran,sianosis, takikardi, gelisah dll.

d. Riwayat kesehatan lalu


Pada klien dengan gagal nafas mengalami penyakit yang emnyangkut tentang
system pernafasan misalnya asma, infeksi pada paru dll.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dengan
pasien atau penyakit yang menyakut denagn system pernapasan.

Genogram merupakan silsilah keluarga yang dikaji keluarga klien dengan memulai
ari 3 generasi sebelumnya. Pada genogram biasanya terlihat riwayat penyakit yang
sama.

f. Pemeriksaan fisik
Perlu dikaji :
1) Keadaan umum : lemah dan pucat
2) Kesadaran : composmentis/ kesadaran menurun
3) Tanda tanda vital :
a) Tekanan darah : normal/ menurun (kurang dari 90-100)
b) Denyut nadi : normal. Meningkat (100x-120x/menit)
c) Suhu : norma/ meningkat
d) Pernapasan :28-34x/ menit
4) Kepala
Dikaji :
Inspeksi :Keadaan rambut dan hygiene kepala
a) Warna rambut : biasanya tidak ditemukan kelainan
b) Penyebaran : biasanya tidak ditemukan kelainan
c) Mudah rontok : biasanya tidak ditemukan kelainan
d) Kebersihan rambut : biasanya tidak ditemukan masalah
Palpasi
a) Benjolan : biasanya tidak ditemukan.
b) Nyeri tekan : biasanya tidak ada
c) Tekstur rambut : biasanya tidak ada masalah.
5) Muka
Inspeksi
a) Simetris/ tidak : biasanya simetris
b) Bentuk wajah : biasanay tidak ditemukan masalah
c) Gerakan abnormal : biasanya tidak ada
Palpasi
a) Nyeri tekan : biasanya tidak ada
b) Data lain : yang perlu dikaji
6) Mata
Inspeksi
a) Pelpebra : biasanya edema ditemukan, tidak ada peradangan
b) Sklera : pada stadium lanjut bisa terjadi ikterik
c) Conjunctiva : bisa anemis dan bisa tidak
d) Pupil : padaa keadaan sadar bisa isokor
Reflek pupil terhadap cahaya : +/+
e) Posisi mata : simetris kiri dan kanan
f) Gerakan bola mata : biasanay simetris
g) Keadaan bulu mata : biasanya baik
h) Keadaan visus mata : biasanya baik
i) Penglihatan : biasanya baik
7) Hidung dan sinus
Inspeksi
a) Posisi hidung : biasanya lurus
b) Bentuk hidung : biasanya simetris
c) Keadaan septum : biasanya baik
d) Sekret/ cairan : biasanya tidak ada
8) Telinga
Inspeksi
a) Posisi telinga : biasanya simetris kiri dan kanan
b) Ukuran / bentuk telinga : simetris
c) Aurikel :
d) Lubang telinga : bersih
e) Pemakaian alat bantu : tidak ada
Palpasi
a) Nyeri tekan : bisanya tidak ada
b) Pemeriksaan uji pendengaran
Rinne : biasanya baik
Weber : biasanya baik
Swabach : biasanya baik
Pemeriksaan vestibuler : biasanya baik
9) Mulut
Inspeksi
a) Gigi
Keadaan gigi : biasanya baik
Karang gigi : biasanya tidak ada
Pemakaian gigi palsu : biasanya tidak ada
b) Gusi
Merah/ radang/ tidak : biasanya tidak ada
Lidah : biasanya tidak ada masalah
Bibir
c) Cianosis : biasanya pucat
d) Basah/ kering/ pecah : biasanya kering
e) Mulut berbau/ tidak : biasanya sedikit berbau
f) Kemampuan berbicara : tergantung tumbuh kembang
10) Tenggorokan
a) Warna mukosa : biasanya kemerahan
b) Nyeri tekan : tidak ada
c) Nyeri menelan : tidak ada
11) Leher
a) Inspeksi
Kelenjar tiroid : biasanya tidak ada pembesaran
b) Palpasi
c) Kalenjar tiroid : biasanya tidak teraba
d) Kaku kuduk : biasanya tidak ada
Kalenjar limfe : tidak ada pembesaran
12) Thorax dan pernafasan
a) Inspeksi
Bentuk dada : biasanya simetris kiri dan kanan
Irama pernafasan : biasanya sinus
Tipe pernafasan : biasanya vesikuler
b) Palpasi
Vokal fremitus : biasanya sama kiri dan kanan
Massa/ nyeri : tidak ada teraba massa
c) Auskultasi
Suara nafas : bisa vesikuler
Suara tambahan : ada
d) Perkusi :Tympani
13) Jantung
1) Palpasi
Ictus cordis : tidak terlihat
Perkusi : RIC II LMCS VI
Pembesaran jantung : tidak ada
2) Auskultasi
BJ I : Bisa ditemukan masalah
BJ II : Bisa ditemukan masalah
BJ III : Bisa ditemukan masalah
Bunyi jantung tambahan :Bisa ditemukan masalah
14) Abdomen
1) Inspeksi
Membuncit : biasanya tampak membuncit Ada luka
: biasanya tidak ada
Palpasi : biasanya ada nyeri tekan
Hepar : pada klien GGK bisa teraba
Lien : pada klien GGK bisa teraba
Nyeri tekan : biasanya ada
2) Auskultasi
Peristaltik : biasanya tidak dalam batas normal > 20
x/i
3) Perkusi : Tympani dan bisa redup
15) Genetalia dan anus : Biasanya tidak ada kelainan dan klien
kebanyakan terpasang kateter
16) Ekstremitas :
1) Ekstremitas atas
Motorik
Perrgerakan kanan dan kiri : Biasanya ada
Pergerakan abnormal : biasanya tidak ada
Kekuatan otot kanan dan kiri : biasanya ditemukan kelainan
Tonus otot kanan / kiri : biasanya terjadi hambatan
Koordinasi gerak : biasanya terjadi hambatan
Reflek
Biceps kanan / kiri :biasanya terjadi hambatan
Triceps kanan / kiri : biasanya terjadi hambatan
Sensori
Nyeri : biasanya tidak ada
Rangsang suhu : bisa deman
Rasa raba :Ekstremitas bawah
motorik
Gaya berjalan : klien mampu berjalan
Kekuatan otot kanan / kiri : tidak ada masalah
Tonus otot kanan/ kiri :tidak ada masalaah
Refleks
KPR kanan / kiri : tidak ada masalah
APR kanan / kiri :tidak ada masalah
Babinsky kanan / kiri :tidak ada masalah
Sensori
Nyeri :tidak ada masalah
Rangsang suhu : tidak ada masalah
Rasa raba : tidak ada
g. Laboratorium
1) Hb : dibawah 12gr %
2) Analisa gas darah:
Ph dibawah 7,35 atau di atas 7,45
paO2 di bawah 80 atau di atas 100 mmHg
pCO2 dibawah 35 atau di atas 45 mmHg
BE dibawah -2 atau diatas +2
Saturasi oksigen kurang dari 90%
h. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas:
spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas
buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di
jalan nafas
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa
oksigen darah.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan isolasi respiratory: tirah baring atau
imobilisasi, kelemahan menyeluruh, ketidak seimbangan suplai O2 dengan
kebutuhan.
a. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil dan Tujuan Intervensi Keperawatan


SDKI SLKI SIKI
1 Bersihan jalan napas tidak 1. Status pernapasan: kepatenan jalan 1. Manajemen Jalan Napas
efektif napas. a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
Definisi: Ketidakmampuan a. Frekuensi pernafasan (5) tidak ada usaha napas)
membersihkan sekresi atau deviasi dari kisaran normal. b. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
obstruksi dari saluran napas untuk b. Irama pernafasan (5) tidak ada deviasi gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
mempertahankan bersihan jalan dari kisaran normal. c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
nafas. c. Kedalaman inspirasi(5) tidak ada d. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
Batasan Karakteristik: deviasi dari kisaran normal. head tilt dan chin lift (jaw thrust) jika
1. Batuk yang tidak efektif d. Kemampuan untuk mengeluarkan curiga trauma servikal
2. Dispnea secret (5) tidak ada deviasi dari kisaran e. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Gelisah normal. f. Berikan minum hangat
4. Kesulitan verbalisasi e. Suara nafas tambahan (5) tidak ada. g. Lakukan fisioterapi dada
5. Mata terbuka lebar f. Pernafasan cuping hidung (5) tidak h. Lakukan penghisapan lender kurang dari
6. Ortopnea ada. 15 detik
7. Penurunan bunyi nafas g. Penggunaan otot bantu nafas (5) tidak i. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
8. Perubahan frekuensi nafas ada. penghisapan endotrakeal
j. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
9. Perubahan pola nafas h. Batuk (5) tidak ada. forsep Mcgill
10. Sianosis k. Berikan oksigen
11. Sputum dalam jumlah yang l. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika
berlebih tidak kontraindikasi
12. Suara napas tambahan m. Ajarkan teknik batuk efektif
13. Tidak ada batuk n. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
Faktor yang berhubungan ekspektoran, mukolitik
Lingkungan 2. Latihan Batuk Efektif
1. Perokok a. Identifikasi kemampuan batuk
2. Perokok pasif b. Monitor adanya retensi sputum
3. Terpajan asap c. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
Obstruksi jalan nafas napas
1. Adanya jalan napas d. Monitor input dan output cairan (mis. jumlah
buatan dan karakteristik)
2. Benda asing dalam jalan e. Atur posisi semi fowler atau fowler
napas f. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
3. Eksudat dalam alveoli pasien
4. Hyperplasia pada dinding g. Buang secret pada tempat sputum
bronkus h. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
5. Mucus berlebih i. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung
6. Penyakit paru obstruktif selama 4 detik ditahan selama 2 detik
kronis kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
7. Sekresi yang tertahan mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
8. Spasme jalan napas j. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
Fisiologi hingga 3 kali
1. Asma k. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
2. Disfungsi neuromuscular tarik napas dalam yang ke-3
3. Infeksi l. Kolaborasi pemberian mukolitik atau
Jalan napas alergik ekspektoran, jika perlu
3. Terapi Oksigen
a. Monitor kecepatan aliran oksigen
b. Monitor posisi alat terapi oksigen
c. Monitor aliran oksigen secara periodic dan
pastikan fraksi yang diberikan cukup
d. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis
oksimetri, analisa gas darah)
e. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat
makan
f. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
g. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen
dan atelektasis
h. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
oksigen
i. Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
j. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
k. Pertahankan kepatenan jalan napas
l. Siapkan danatur peralatan pemberian oksigen
m. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
n. Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
o. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien
p. Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah
q. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
r. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
dan atau tidur
2 Pola nafas tidak efektif Respirasi : Manajemen jalan nafas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x... 1. Observasi
Penyebab jam, maka pola nafas tidak efektif menigkat - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
- Depresi pusat pernapasan dengan kriteria hasil : usaha nafas)
- Hambatan upaya napas - Penggunaan otot bantu nafas menurun - Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
- Deformitas dinding dada - Dispnea menurun Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi)
- Deformitas tulang dada - Pemanjangan fase ekspirasi menurun 2. Terapeutik
- Gangguan neuromuscular - Frekuensi nafas membaik - Posisikan semi fowler
- Gangguan neurologis - Kedalaman nafas membaik - Berikan minuman hangat
- Penurunan energy - Berikan oksigen
- Obesitas 3. Edukasi
- Posisi tubuh yang - Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari, jika
menghambat ekspansi tidak kontraindikasi
paru - Ajarkan teknik batuk efektif
- Sindrom hipoventilasi 4. Kolaborasi
- Kerusakan inervasi - Kolaborasi pemberian bronkodilator,
diafragma ekspektoran, mukolitik, jika perlu
- Cedera pada medulla Pemantauan respirasi
spinalis 1. Observasi
- Efek agen farmakologis - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
- Kecemasan upaya nafas
- - Monitor pola nafas (seperti bradipnea,
Gejala dan tanda mayor takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
Subjektif stokes, ataksisk)
- Dyspnea - Monitor saturasi oksigen
Objektif - Auskultasi bunyi nafas
- Penggunaan otot bantu - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
pernafasan
- Fase ekspirasi memanjang - Monitor nilai AGD
- Pola nafas abnormal - Monitor hasil x-ray thoraks
2. Terapeutik
Gejala dan tanda minor - Atur interval pemantauan respirasi sesuai
Sujektif kondisi pasien
- Ortopnea - Dokumentasikan hasil pemantauan
Objektif 3. Edukasi
- Pernafasan pursed lips - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Pernapasan cuping hidung - Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
- Diameter thoraks anterior
posterior meningkat
- Ventilasi semenit
menurun
- Kapasitas vital menurun
- Tekanan ekspirasi
menurun
- Tekanan inspirasi
menurun
- Ekskursi dada berubah

Kondisi klinis terkait


- Depresi system saraf pusat
- Cedera kepala
- Trauma thoraks
- Gullian bare syndrome
- Multiple sclerosis
- Myasthenia gravis
- Stroke
- Kuadriplegia
Intoksikasi alcohol
3 Intoleransi Aktivitas Toleransi Aktivitas Meningkat (L.05047) Manajemen Energi (I. 05178)

Faktor Penyebab Observasi


- Ketidak seimbangan antara 1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang
suplai dan kebutuhan mengakibatkan kelelahan
oksigen 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Tirah baring 3. Monitor pola dan jam tidur
- Kelemahan 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
- Imobilitas selama melakukan aktivitas
- Gaya hidup monoton Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
2. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menyenangkan
4. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
dan gejala kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

B. Terapi Aktivitas (I.05186)


Observasi
1. Identifikasi deficit tingkat aktivitas
2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi
dalam aktivotas tertentu
3. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas
yang diinginkan
4. Identifikasi strategi meningkatkan
partisipasi dalam aktivitas
5. Identifikasi makna aktivitas rutin (mis.
Bekerja) dan waktu luang
6. Monitor respon emosional, fisik, social,
dan spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
1. Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan
deficit yang dialami
2. Sepakati komitmen untuk meningkatkan
frekuensi danrentang aktivitas
3. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis, dan social
4. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai
usia
5. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
6. Fasilitasi transportasi untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
7. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasikan aktivitas yang dipilih
8. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis.
Ambulansi, mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
9. Fasilitasi aktivitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu, energy,
atau gerak
10. Fasilitasi akvitas motorik kasar untuk
pasien hiperaktif
11. Tingkatkan aktivitas fisik untuk
memelihara berat badan, jika sesuai
12. Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
13. Fasilitasi aktivitas dengan komponen
memori implicit dan emosional (mis.
Kegitan keagamaan khusu) untuk pasien
dimensia, jika sesaui
14. Libatkan dalam permaianan kelompok
yang tidak kompetitif, terstruktur, dan aktif
15. Tingkatkan keterlibatan dalam
aktivotasrekreasi dan diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan ( mis. Vocal
group, bola voli, tenis meja, jogging,
berenang, tugas sederhana, permaianan
sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan teka-teki dan kart)
16. Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika
perlu
17. Fasilitasi mengembankan motivasi dan
penguatan diri
18. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai
tujuan
19. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-
hari
20. Berikan penguatan positfi atas partisipasi
dalam aktivitas
Edukasi
1. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari,
jika perlu
2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang
dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif, dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
4. Anjurka terlibat dalam aktivitas kelompok
atau terapi, jika sesuai
5. Anjurkan keluarga untuk member
penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas, jika perlu
B. Impelemntasi

Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah

disusun pada tahap perencanaan (intervensi). Proses pelaksanaan

implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang

mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan

dan kegiatan komunikasi.

Tujuan implementasi adalah melaksanakan hasil dari rencana

keperawatan untuk selanjutnya di evaluasi untuk mengetahui kondisi

kesehatan pasien dalam periode yang singkat, mempertahankan daya tahan

tubuh, mencegah komplikasi, dan menemukan perubahan sistem tubuh.

C. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi

adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien,

perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012).

Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan

Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan

terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,

dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien,

keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam

mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap

perencanaan (Setiadi, 2012). Menurut (Asmadi, 2008)Terdapat 2 jenis


evaluasi :

1. Evaluasi formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan

hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah

perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai

keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini

meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOPA, yakni subjektif

(data keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data

(perbandingan data dengan teori), dan perencanaan.

2. Evaluasi sumatif (hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua

aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini

bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang

telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini

adalah melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon

pasien dan keluarga terkai pelayanan keperawatan, mengadakan

pertemuan pada akhir layanan. Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi

dalam pencapaian tujuan keperawatan, yaitu :

1) Tujuan tercapai/masalah teratasi

2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian

3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan R.I. 2018. Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta:


Depkes RI.
Dinas Kesehatan RI. 2018. Pedoman Pelayanan Antenatal di Tingkat Pelayanan
Dasar. Jakarta: Dinkes RI.
Griffith–Kenney, J.W. & Christensen, P.J. 1986. Nursing Process : Application of
Theories, Frameworks and Model. St. Louis : The. C.V. Mosby Company.
Kemenkes RI. 2018. Pedoman Pengendalian Infeksi SaluranPernapasan Akut.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI .
LeMone, P., Burke, M.K., dan Bauldoff. G. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Vol 4. Ed Ke-5. Jakarta: EGC.
Misnadiarly. 2018. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumoni Pada Anak Orang
Dewasa, Usia Lanjut Edisi 1. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Muttaqin, Arif. 2018. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI Tahun 2013.
Robinson & Saputra. 2014. Buku Ajar Visual Nursing (Medica-Bedah). Jilid 1.
Jakarta: Binarupa Aksara Publisher.

Anda mungkin juga menyukai