ASUHAN KEPERAWATAN
Oleh :
C. ETIOLOGI
Faktor risiko PPOK digolongkan menjadi paparan lingkungan dan faktor host.
Paparan dengan rokok merupakan penyebab terbesar dari PPOK, baik aktif maupun pasif.
Paparan lingkungan lain adalah faktor risiko PPOK yakni debu perjalanan, polusi dalam
dan luar ruangan yang secara lansgung terhidup masuk kedalam saluran pernapasan
(Nies, 2018).
D. KLASIFIKASI
(GOLD) 2015, PPOK diklasifikasikan seperti tingkatan berikut:
1. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis berupa batuk atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produks
sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak. Spirometri : FEV1/FVC <
70%, FEV1 ≥ 80% .
2. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis berupa batuk atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi sputum.
Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas). Spirometri :FEV1/FVC
< 70%; 50% < FEV1 < 80%.
3. Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis berupa sesak napas derajat sesak. Eksaserbasi lebih sering terjadi.
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%.
4. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis pasien derajat III dengan gagal napas kronik. Disertai komplikasi kor
pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30%
atau < 50%.
E. MANIFESTASI KLINIS (TANDA & GEJALA)
Menurut Royid et al (2020) berikut tanda dan gejala PPOK :
1. Sesak napas
2. Batuj dengan produksi sputum
3. Dada terasa berat
4. Wheezing
5. Tampak lelah
6. Penurunan berat badan
7. Anoreksia
F. PATHOFISIOLOGIS
PPOK dicirikan dengan adanya hambatan aliran udara kronis yang tidak
sepenuhnya reversibel, serta adanya respon inflamasi yang abnormal di paru. Perubahan
patologis paru pasien PPOK ditemukan pada saluran udara proksimal dan perifer,
parenkim paru dan pembuluh darah pernapasan. Pada pasien PPOK, respon pelindung
normal terhadap zat asing yang masuk ke dalam paru mengalami amplifikasi dan
menyebabkan kerusakan jaringan. Secara umum, perubahan inflamatif dan struktural
yang terjadi meningkat seiring dengan memburuknya kondisi penyakit dan bersifat
persisten bahkan setelah pasien berhenti terpapar zat asing. Beberapa mekanisme yang
terlibat dalam memperburuk respon inflamasi pada pasien PPOK diantaranya respon
imun bawaan dan adaptif, sel dan mediator inflamasi, ketidakseimangan protease dan
antiprotease, serta stress oksidatif. Seluruh mekanisme tersebut memeliki keterkaitan.
Sistem imunitas inflamasi bawaan menyediakan perlindungan primer terhadap zat
asing. Garis perlindungan pertama dari sistem ini terdiri dari mucociliary clearance
apparatus dan makrofag yang bertugas membersihkan bendaasing dari saluran
pernapasan. Pada pasien PPOK, kedua hal ini mengalami gangguan serius. Garis
perubahan kedua ialah eksudasi plasma dan sirkulasi sel ke dalam saluran udara besar
dan kecil, serta alveoli. Proses ini dikendalikan oleh kemokines pro-inflamasi serta
sitokolin, yang mana dihasilkan oleh sel-sel inflamasi. PPOK dicirikan dengan adanya
peningkatan netroufil, makrofag, limfosit T (CD8 > CD4) dan sel-sel dendritik di
berbagai bagian dalam paru. Sel dendritik merupakan major antigen-presenting cells
(MHC) yang menghubungkan respon imun bawaan dan adaptif. Selain mekanisme diatas,
adanya stress oksidatif juga berperan dalam patogenesis PPOK. Stress oksidatif dapat
menyebabkan stimulasi produksi mukus serta inaktivasi antiprotease, yang menyebabkan
adanya ketidakseimbangan proteaseantiprotease. Stres oksidatif dapat menyebabkan
amplifikasi inflamasi dengan mengaktifkan berbagai jalur interseluler. Perubahan-
perubahan patologis yangterjadi menyebabkan abnormalitias fisiologis, diantaranya
hipersekresi mukus, disfungsi silia, gangguan aliran udara, abnormalitas pertukaran
udara, hipertensi pulmoner dan efek siskemik.
Adanya hambatan aliran udara merupakan prinsip kerusakan fisiologis dari
PPOK. Faktor intrinsik yang menyebabkan kondisi ini diantaranya inflamasi dinding
bronkus termasuk inflamasi/edema mukosa, perubahan bentuk/fibrosis dinding bronkus
dan sekresi mukosa. Faktor ekstrinsik meliputi hilangnya elastisitas jaringan penunjang
dan adanya kompresi ekspirasi. Faktor lainnya seperti disfungsi otot-otot pernapasan
dapat memperparah kondisi tambahan aliran udara pada pasien. Hiperinflasi juga dapat
terjadi pada pasien PPOK, menyebabkan peningkatan kapasitas residu fungsional akibat
adanya udara yang terperangkap (Satryasa et al., 2018)
G. KOMPLIKASI
1. Hipoksemia
2. Asidosis respiratori
3. Gagal jantung
4. Cardiac disritmia
5. Infeksi respiratori
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Thorax
2. Kultur sputum
3. Lab darah lengkap
4. Elektrokardiografi/EKG
5. Pemeriksaan fall paru
I. PATHWAY
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran, tanda – tanda vital, tinggi badan serta berat badan
b. Pemeriksaan head to toe
3. Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan cara untuk mengidentifikasi, memfokuskan dan
mengatasi kebutuhan spesifik klien secara respon terhadap aktual dan risiko tinggi.
Berikut merupakan diagnosa keperawatan yang muncul pada diagnosa medis PPOK :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
b. Pola napas tidak efektif
c. Gangguan pertukaran gas
d. Gangguan pola tidur
4. Intervensi
Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasikan
pemberian obat
Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan Observasi
kelmahan otot pernafasan intervensi keperawatan 1. Monitor pola
d.d : diharapkan pola napas napas (frekuensi,
1. Penggunaan otot membaik dengan kedalaman, usaha
bantu pernapasan kriteria hasil : nafas)
2. Fase ekspirasi 1. Kapasitas vital 2. Monitor bunyi
memanjang membaik nafas tambahan
3. Dispnea 2. Tekanan ekpirasi (gurgling, mengi,
4. Pola napas abnormal meningkat wheezing, ronki)
(takipnea, bradipnea, 3. Tekanan 3. Auskultasi bunyi
hipoventilasi) inspirasi nafas
5. Pernafasan cuping meningkat 4. Monitor saturasi
hidung 4. Dispnea oksigen
6. Tekanan ekspirasi menurun
menurun 5. Penggunaan otot Teraputik
7. Tekanan inspirasi bantu nafas 1. Posisikan semi fowler
menurun menurun 2. Lakukan fisioterapi
6. Frekuensi nafas dada
membaik 3. Berikan oksigen, jika
perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasikan
pemberian
bronkodilator
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Observasi
b.d ketidakseimbangan intervensi keperawatan 1. Monitor pola
ventilasi perfusi d.d : diharapkan pertukaran napas (frekuensi,
1. Dispnea gas meningkat dengan kedalaman, usaha
2. Takikardi kriteria hasil : nafas)
3. Bunyi nafas 1. Dispnea 2. Monitor adanya
tambahan menurun sumbatan jalan
4. PCO2 2. Bunyi nafas napas
meningkat/menurun tambahan 3. Auskultasi bunyi
5. PO2 menurun menurun nafas
6. Pusing 3. Pusing menurun 4. Monitor saturasi
7. Penglihatan kabur 4. Penglihatan oksigen
8. Sianosis kabur menurun 5. Monitor
9. Gelisah 5. Gelisah menurun kecepatan oksigen
10. Nafas cuping hidung 6. Nafas cuping 6. Monitor
11. Pola nafas abnormal hidung menurun kemampuan
12. Kesadaran menurun 7. PCO2 membaik melepaskan
8. PO2 membaik oksigen saat
9. Takikardia makan
membaik
10. Sianosis Terapeutik
membaik 1. Pertahankan
11. Pola nafas kapatenan jalan
membaik napas
12. Warna kulit 2. Berikan oksigen
membaik tambahan, jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan oksigen
saat beraktivitas dan
tidur
5. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan yang
telah disusun selama fase perencanaan. Hal ini terdiri dari aktivitas perawat dalam
membantu pasien mengatasi masalah kesehatannya dan juga untuk mencapai hasil
yang diharapkan dari pasien (Pangkey et al., 2021).
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, dimana pada dokumentasi
ini akan membandingkan secara sistematis dan terencana tentang kesehatan pada
pasien dengan tujuan yang telah diformulasikan dengan kenyataan yang dialami oleh
pasien dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya (Pangkey et al., 2021).
DAFTAR PUSTAKA
Nies, M. A. (2018). Keperawatan Kesehatan Komunitas dan Keluarga (Edisi pert). ELSEVIER
Pangkey, B. C. ., Hutapea, A. D., & Stanggang, I. S. Y. F. (2021). Dasar-Dasar Dokumentasi
Keperawatan. Yayasan Kita Menulis.
Rosyid, A. N., Marhana, I. A., & Hasan, H. (2020). Kedokteran Respirasi 2020. Airlangga
University Press.
Satryasa, A. B. S., Suryantari, S. A. A., Pratama, G. M. C. T., Hartawan, I. G. N. R. M., &
Muliarta, I. M. (2018). Potensi Pranayama Dalam Meditasi Raja Yoga Sebagai Modalitas
Pencegahan Serta Terapi Komplementer Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
Essential: Essnce of scientific Medical Journal, 16(1), 21-29.
Selistowati, S., Sitorus, R., & Herawati, T. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Jurnal Ilmiah Kesehatan Keris Husada, 5(1),
30-38.