Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN DENGAN KASUS ASMA


DI PUSKESMAS PAITON

Oleh :
LAILATUL FADILAH
14401.18.19011

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN STIKES


HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2022
A. Anatomi Sistem Pernafasan

Gambar 2.1 Struktur Anatomi Pernafasan


Sumber : H. Syaifuddin(2012)

Menurut Sarwadi & Linangkung (2016) anatomi sistem pernafasanterdiri


atas:
1. Rongga Hidung

Rongga hidung berupa dua saluran sempit yang ditopang oleh


beberapa tulang yang didalamnya terdapat selaput lendir dan bulu hidung
yang berfungsi untuk:
(1) Menyaring debu maupun kotoran yang akan masuk bersama
udara

(2) Menyelaraskan antara suhu udara dengan suhu tubuh

(3) Mengontrol kelembapan udara yang akan masuk ke tubuh

2. Faring

Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan udara dengan


makanan. Faring berada di belakang rongga hidung dan mulut, di
dalamnya terdapat dua katup yaitu katup pangkal tenggorokan (epiglotis)
dan katup penutup rongga hidung (anak tekak).

Fungsi anak tekak adalah untuk menutup faring jika saat menelan
makanan. Faring terdiri dari tiga bagian,yaitu : Nasofaring, Orofaring,
dan Laringofaring.
3. Laring (Pangkal Tenggorokan)

Gambar 2.2 Struktur Anatomi LaringSumber : H.


Syaifuddin(2012)

Laring berada diantara faring dan trakhea. Laring terdiri dari katup
pangkal tenggorokan (epiglotis), perisai tulang rawan dan gelang-
gelang tulang rawan yang membentuk jakun. Suara manusia dihasilkan
oleh pita suara yang terletak di laring.
4. Trakhea

Bentuk batang tenggorokan seperti pipa bergelang-gelang, tulang


rawanyang panjangnya kurang lebih 10 cm, berada di bagian leher dan
rongga dada. Fungsi trakhea sebagai tempat lewatnya udara. Saat
berbicara, epiglotis akan turun menutupi saluran pernafasan dan akan
terangkat ketika menelan makanan.
5. Bronkus (Cabang dari Tenggorokan)
Bronkus merupakan cabang dari trakhea yang bercabang menjadi
dua, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Bronkus bercabang tiga
menuju paru-paru kanan dan bercabang dua menuju paru-paru kiri.
Setiap cabang dari bronkus akan bercabang lagi membentuk saluran
yang lebihkecil yang disebut bronkiolus.
6. Bronkiolus

Cabang dari bronkus yang membentuk saluran kecil disebut


bronkiolus. Cabang-cabang dari bronkiolus akan semakin halus.
Cabang-cabang paling halus dari bronkiolus akan masuk ke gelembung
paru-paru atau alveolus. Fungsi alveolus ialah sebagai tempat oksigen
untuk masuk kedalam darah dan melepaskan air dan karbondioksida
dari darah.
7. Alveolus

Saluran yang paling ujung dari alat pernafasan ialah alveolus, yang
berupa gelembung-gelembung udara. Alveolus mempunyai fungsi
sebagai tempat pertukaran gas, yaitu tempat masuknya oksigen ke
dalam darah dan mengeluarkan karbondioksida dan air dari darah.
Terdapat sekitar 300 juta alveoli di kedua paru dengan diameter masing-
masing rata-rata 0,2 milimeter.
8. Paru-Paru

Paru-paru terletak di rongga dada di bagian atas diafragma. Paru-


paru tersusun oleh dua bagian, yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster)
yang terdiri dari tiga gelambir dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang
terdiri dari dua gelambir. Paru-paru berfungsi menjadi tempat terjadinya
difusi oksigen ke dalam darah dan pengeluaran karbondioksida dari
darah. Selaput tipis yang berfungsi membungkus paru-paru disebut
pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelubungi paru-paru
disebut pleura dalam (pleura visceralis). Sedangkan selaput yang
langsung menyelubungi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang
rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
B. Fisiologi Sistem Pernafasan

Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri atas tiga tahapan,


yaitu : (Tarwanto, 2010)
9. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor:
a. Semakin tingginya suatu tempat, maka tekanan udaranya
semakin rendah
b. Adanya kondisi jalan nafas yang baik
c. Adanya kemampuan thoraks dan alveoli pada paru-paru untuk
mengembang di sebut dengan compliance
d. Adanya recoil yaitu kemampuan untuk mengeluarkan CO2
ataukontraksinya paru-paru
10. Difusi
Merupakan pertukaran O2 dari alveoli ke kapiler paru-paru dan
CO2 dari kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor:
a. Luasnya permukaan paru-paru

b. Tebal membrane respirasi yang terdiri atas epitel alveoli dan


intertisial

Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi


penebalan, perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. Hal ini dapat
terjadi karenatekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari pada
tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis.
11. Transportasi

Merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh


dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor:
a. Curah jantung (cardiac output)

b. Frekuensi denyut nadi

C. DEFINISI ASMA

Asma adalah kondisi paru-paru umum yang menyebabkan kesulitan


bernapas. Ini sering dimulai pada masa kanak-kanak, meskipun juga dapat
berkembang pada orang dewasa, dan mempengaruhi orang-orang dari segala
usia. Asma disebabkan oleh pembengkakan dan penyempitan tabung yang
membawa udara ke dan dari paru-paru (WHO, 2020).
Asma merupakan suatu penyakit dengan adanya penyempitan saluran
pernapasan yang berhubungan dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trakea dan bronkus berupa hiperaktivitas otot polos dan inflamasi,
hipersekresi mukus, edema dinding saluran pernapasan dan inflamasi yang
disebabkan berbagai macam rangsangan (Alsagaff, 2017 dikutip dari
Danusantoso, 2018).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asma adalah suatu penyakit
sistem pernafasan yang disebabkan karena adanya penyempitan pada
saluran pernafasan sehingga menyebabkan terjadinya kesulitan saat
bernafas.
D. ETIOLOGI ASMA
Secara umum pasien asma mengalami penyempitan pada bagian bronkus
yang berlebihan mendapatkan rangsangan, rangsangan tersebut diantaranya
berasal dari bau, udara dingin, polusi udara, infeksi pernafasan saluran atas
atau bawah, strees dan sebagainya.Penyebab terjadinya asma dapat dibagi
menjadi , antara lain (ardhi utama, 2018) :
1. Asma alergik / ekstrinsik
Merupakan jenis asma yang disebabkan oleh alergi yang berupa
bulu binatang, debu, dan juga makanan. Alergi yang peling umum
biasanya disebabkan melalui udara ataupun yang muncul secara
musiman. Pasien dengan alergik biasanya mempunyai riwayat
penyakit asma yang diturunkan dari keluarganya
2. Idiopatik / non alergik
Merupakan jenis penyakit asma yang disebabkan oleh infeksi
saluran nafas, aktivitas, stress, emosi, dan juga lingkungan. Bentuk
asma ini biasanya dimulai pada dewasa usia >35 tahun
3. Asma campuran ( mixed asthma )
Merupakan jenis yang paling umum ditemukan, jenis ini
merupakan gabungan dari asma alergik dan juga nin alergik.

Menurut (Soemantri, 2009. Edisi 2) sampai saat ini etiologi asma belum
diketahui dengan pasti, suatu hal yang menonjol pada semua penderita asma
adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka
terhadap rangsangan imunologi ataupun non-imunologi. Oleh karena sifat
inilah, maka serangan asma mudah terjasi ketika rangsangan baik fisik,
metabolik, kimia, alergen, infeksi, dan sebagainya. Penderita asma perlu
mengetahui dan sedapat mungkin menghindari rangsangan atau pencetus
yang dapat menimbulkan asma. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Alergen utama, seperti debu rumah, spora jamur, dan tepung
sari rerumputan.
2. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan.
3. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus.
4. Perubahan cuaca yang ekstrem.
5. Kegiatan jasmani yang berlebih.
6. Lingkungan kerja.
7. Obat-obatan.
8. Emosi.
9. Lain-lain, seperti refluks gastroesofagus.

E. Klasifikasi Asma

Asma dibagi manjadi dua tipe menurut Muttaqin (2012)

yaitu: 1.Asma Tipe Atopik (Ekstrintik)

Asma yang dijumpai pada 70-80% penderita asma dan dipicu oleh
reaksi alergi terhadap alergen seperti debu dan lainnya. Pasien asma
atopik mungkin datang dengan riwayat terlebih dulu sudah mengalami
gangguan atopik (alergi terhadap obat-obatan atau makanan) sebelum
mengalami sesak nafas yang dirangsang terutama oleh stimulus fisik
(udara dingin, bau bauan) yang mencurigakan sebagai asma (Dahlan
2012).
2. Asma Tipe Non-Atopik (Instrintik)

Asma nonalergik (asma instrintik) adalah asma yang dicetuskan


oleh faktor yang tidak berhubungan dengan alergik. Ditandai oleh
obstruksi dan inflamasi jalan nafas yang sekurang-kurangnya reversible
secara parsial terhadap pemberian obat, namun gejala dari asma tipe ini
tidak terkait dengan alergi. Gejalanya sama seperti asma atopik (batuk,
mengi, sesak dada), tetapi asma atopik dicetuskan oleh faktor lain
seperti udara dingin atau udara kering, hiperventilasi, asap. Asma non
atopik terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran
pernafasan bagian atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang berat, dan
tekanan jiwa atau stres psikologis (Dahlan 2012).

Tabel 2.1Klasifikasi Keparahan Asma

Klasifikasi Frekuensi Gejala Gejala Di


Mala
m Hari
Interniten 1. Tidak lebih dari dua Tidak lebih
kali dari
seminggu dua kali
sebulan

2. Serangan singkat (beberapa


jam hingga hari) dengan
intensitas beragam.
3. Asimfomatis dan
kecepatan
aliran ekspirasi puncak (peak
expiratory flow/PEF) normal
antara serangan.
Persisten ringan 1. Lebih dari dua kali Tidak lebih
seminggu,tetapi kurang daridua
dari satu kali
sehari.
2. Eksaserbasi dapat
mempengaruhi aktivitas.
Persisten sedang 1. Gejala harian Tidak lebih dari
satu

2. Penggunaan bronkodilator
kerja singkat setiap hari.
3. Eksaserbasi
mempengaruhi
aktivitas
4. Eksaserbasi lebih
dari dua kali
seminggu; dapat
bertahan selama
beberapa hari

Persisten hebat 1. Gejala berlanjut Sering

2. Aktivitas fisik terbatas

3. Eksaserbasi sering

Sumber : (Zullies, 2014)

F.Patofisiologi Asma

Proses terjadinya asma diawali dengan berbagai faktor pencetus seperti


allergen, stress, cuaca, dan berbagai macam faktor pencetus lain. Adanya
faktor pencetus menyebabkan antigen yang terikat Imunoglobulin E pada
permukaan sel basofil mengeluarkan mediator berupa histamin sehingga
terjadi peningkatan permiabilitas kapiler dan terjadinya edemamukosa.
Adanya edema menyebabkan produksi sekret meningkat dan terjadi
kontriksi otot polos. Adanya obstruksi pada jalan nafas menyebabkanrespon
tubuh berupa spasme otot polos dan peningkatan sekresi kelenjar bronkus.
Otot polos yang spasme menyebabkan terjadi penyempitan proksimal dari
bronkus pada tahap ekspirasi dan inspirasi sehingga timbul adanya tanda
dan gejala berupa mukus berlebih, batuk, wheezing, dan sesak nafas.
Keluhan tersebut merupakan bentuk adanya hambatan dalam proses
respirasi sehingga tekanan partial oksigen di alveoli menurun. Adanya
penyempitan atau obstruksi jalan nafas meningkatkan kerja otot pernafasan
sehingga penderita asma mengalami masalah ketidakefektifan pola nafas.
Peningkatan kerja otot pernafasan menurunkan nafsu makan sehingga
memunculkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Asma di akibatkan oleh beberapafaktor pencetus yang berikatan dengan
Imunoglobulin E (IgE) pada permukaan sel basofil yang menyebabkan
degranulasi sel mastocyte.Akibat degranulasi tersebut mediator
mengeluarkan histamin yang menyebabkan kontriksi otot polos meningkat
dan juga konsentrasi O2 dalam darah menurun, Apabila konsentrasi O2
dalam darah menurun maka terjadi hipoksemia. Adanya hipoksemia juga
menyebabkan gangguan pertukaran gas dan gelisah yang menyebabkan
ansietas. Selain itu, akibat berkurangnya suplai darah dan oksigen ke
jantung terjadi penurunan cardiac output yang menyebabkan penurunan
curah jantung. Penurunan cardiac output tersebut dapat menurunkan tekanan
darah dan menimbulkan gejala kelemahan dan keletihan sehingga timbul
intoleransi aktivitas (Nurarif dan Kusuma, 2015).
G. Manifestasi Klinik

Tanda dan juga gejala yang muncul pada asma diantaranya yaitu,
hipoventilasi, dyspnea, wheezing, sakit kepala, nausea, pusing, kecemasan,
peningkatan nafas pendek serta kelelahan. Pada gejala asma yang paling awal
terjadi yaitu hiperventilasi, sedangkan gejala utama yang pasti muncul yaitu
dipsnea, batuk, dan mengi (ardhi utama, 2018).
Manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien asma menurut Halim
Danokusumo (2000) dalam Padila (2015) diantaranya ialah :
a. Stadium Dini
 Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek

2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya


hilang timbul

3) Wheezing belum ada

4) Belum ada kelainan bentuk thorak

5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE

6) BGA belum patologis


 Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:
1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum

2) Wheezing

3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi

4) Penurunan tekanan parsial O2


b. Stadium lanjut/kronik

1) Batuk, ronchi

2) Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan

3) Dahak lengket dan sulit dikeluarkan

4) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)

5) Thorak seperti barel chest

6) Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus

7) Sianosis

8) BGA Pa O2 kurang dari 80%

9) Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada


Rongen paru

10) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik.

H. Pemeriksaan Penunjang
a) Spirometer : dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup
(nebulizer/inhaler)
b) Sputum : eosinofil meningkat
c) Eosinofil darah meningkat
Eosinofil adalah salah satu sel inflamasi allergen selain sel
mast dan limfosit T, yang berperan utama dalam proses inflamasi
kronik saluran nafas penderita asma Infiltrasi eosinofil di saluran
napas, merupakan gambaran khas untuk penderita asma. Inflamasi
saluran napas ini dapat dinilai secara langsung dengan mengukur
jumlah eosinofil dan eosinophyllic cationic protein (ECP) atau
secara tidak langsung dengan mengukur eosinofil darah. Inhalasi
alergen menyebabkan peningkatan eosinofil 21 pada cairan bilasan
bronkoalveolar lavage. Terdapat hubungan langsung antara jumlah
eosinofil pada darah perifer dan pada bilasan bronkoalveolar lavage
dengan hiperresponsif bronkus. Karena pentingnya peranan sel-sel
inflamasi terutama sel eosinofil didalam mencetuskan asma
(Fadilah, 2017).
d) Uji kulit
e) Rongent dada yaitu patologis paru/komplikasi asma
f) AGD : terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan
hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase lanjut normokapnia
dan hiperkapnia (PCO2 naik)
g) Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior
membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang
tersebar. (Nurarif, 2015)
I. Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam pengobatan serangan asma, antara lain
(ardhi utama, 2018) :
a. Menghilangkan obstruksi pada jalan nafas
b. Kenali dan hindari factor pencetus asma
c. Menjelaskan kepada penderita dan keluarga tentang
pengobatan maupun penjelasan penyakit asma
Penatalaksaan pada asma dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Pengobatan farmakologi atau menggunakan obat
1. Beta agonist ( beta adregenik agent )
2. Methylxanlines ( enphy bronkodilator )
3. Antikolinergik ( bronkodilator )
4. Kortikosteroid
5. Mast cell inhibitor ( lewat inhalasi )
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya
1. Oksigen 4-6 liter/menit
2. Inhalasi nebulizer yang pemberiannya 30 menit-1 jam
3. Aminovilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika penggunaanya sudah
12 jam
4. Kortikosteroid hidrokortison jika pasien dalam kondisi
serangan berat
Penatalaksanaan menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu :
Non farmakologi, tujuan dari terapi asma :
a. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma

b. Mencegah kekambuhan

c. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin


serta mempertahankannya

d. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat


normal termasukmelakukan exercise

e. Menghindari efek samping obat asma

f. Mencegah obstruksi jalan nafas yang

ireversibel Farmakologi, obat anti asma :


a. Bronchodilator : Adrenalin, epedrin, terbutallin, fenotirol
b. Antikolinergin : Iptropiem bromid (atrovont)
c. Kortikosteroid : Predrison, hidrokortison, orodexon.
d. Mukolitin : BPH, OBH, bisolvon, mucapoel dan banyak minum
air putih.
J. Komplikasi
Menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu :

a. Pneumothorak

b. Pneumomediastium dan emfisema sub kutis

c. Atelektasis

d. Aspirasi

e. Kegagalan jantung/ gangguan irama jantung

f. Sumbatan saluran nafas yang meluas / gagal nafas

g. Asidosis
DAFTAR PUSTAKA

Robbins dan Kumar.Buku Ajar Patologi II. Penerbit: Buku Kedokteran:EGC


Smeltzer & Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medika Bedah. Jakarta : EGC
Jennifer P.Kowalak, William Wels, Brena Mayer, 2014. Buku Ajar
Pathofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Brunner & Suddarth, 2017. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Dwi Mega Alfi Julianti 2020, Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma
Dengan Ketidakefektifan Pola Napas Di Ruang Bougenille II Rsud Ciamis
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data yang relevan dan
berkesinambungan tentang respon manusia, status kesehatan, kekuatan dan
masalah klien (Dermawan, 2012).
Adapun komponen-komponen dalam pengkajian yaitu :
a. Pengumpulan Data
(1) Identitas pasien/biodata
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir,umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orangtua,
pekerjaanorang tua, tanggal masuk rumah sakit, nomor medrec,
tanggalpengkajian, diagnosa medis.
(2) Identitas penanggung jawab
Biodata penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
(1) Keluhan Utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah
dispnea (bisa sampai sehari-hari atau berbulan-bulan), batuk, mengi
(padabeberapa kasus lebih banyak proksimal).
(2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian riwayat kesehatan sekarang yang mendukung
keluhan utama dengan mengajukan serangkaian pertanyaan
mengenai sesak nafas yang dialami klien secara PQRST menurut
Rohman dan Walid(2012) yaitu :
P : Provokatus –Paliatif
Apa yang menyebabkan gejala, apa yang bisa memperberat, apa
yang bisa mengurangi.
Q : Qualitatif/quantitatif
Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala dirasakan.
R : Region
Dimana gejala dirasakan
S : Skala-Severity
Seberapa tingkat keparahan dirasakan, pada skala berapa.
T : Time
Kapan gejala mulai timbul, seberapa sering gejala dirasakan, tibatiba
atau bertahap, seberapa lama gejala dirasakan.
(3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti
adanya infeksi saluran pernafasan atas, sakit tenggorokan, amandel,
sinusitis, dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi,
waktu, dan alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus
serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk
meringankan gejala asma (Muttaqin, 2012).
(4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat
penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota
keluarganya karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih
ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan (Muttaqin, 2012).
c. Data Psikologi
Dengan keadaan klien seperti ini dapat terjadi depresi, ansientas, dan
dapat terjadi kemarahan akibat berpikir bahwa penyakitnya tak kunjung
sembuh.
d.Data Spiritual
Bagaimana keyakinan klien akan kesehatannya, bagaimana persepsi
klien terhadap penyakitnya dihubungkan dengan kepercayaan yang
dianut klien, dan kaji kepercayaan klien terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
e. Data Sosial
Hubungan ketergantungan dengan orang lain karena ketidakmampuan
melakukan aktivitas mandiri, dan hubungan sosialisasi dengan keluarga.
f. Data Subjektif dan Objektif
A. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)
1. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: (Tidak Tersedia)
Objektif : 1. Mengi, Wheezing / ronkhi kering
2. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : 1. Dispnea
2.Sulit berbicara
Objektif : 1.Gelisah
2. Bunyi Napas Menurun
3. Frekuensi napas berubah
B. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
1. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Dispnea
Objektif : 1. PCO 2 Meningkat/menurun
2.pH arteri meningkat / menurun
2. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : 1. Pusing
2. Penglihatan kabur
Objektif : 1.Gelisah
2.Pola napas abnormal
C . Gangguan Ventilasi Spontan (D.0004)
1. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Dispnea
Objektif : 1. PCO 2 Meningkat
2.Penggunaan Otot Bantu Napas Tingkat
2. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : ( tidak tersedia)
Objektif : 1.Gelisah
2.Takikardia
g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kesehatan pada gangguan sistem pernafasaan : asma
meliputi pemeriksaan fisik umum secara persistem berdasarkan hasil
obsevasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, dan pengkajian
psikososial. Biasanya pemeriksaan berfokus pada dengan pemeriksaan
penyeluruh pada sistem pernafasan yang dialami klien.
(1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan
yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan,
sianosis, batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi,turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,
perdarahan,
serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Pada rambut
di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam atau tidak.
(3) Kepala
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat
trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kejang
ataupun hilang kesadaran.
(4) Mata
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres
yang dirasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainnya.
(5) Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung, rinitis alergi dan
fungsi olfaktori.
(6) Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan
mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan
suara.
(7) Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesaran
tiroid serta penggunaan otot-otot pernafasan.
(8) Thorax
a. Inspeksi
Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke
bawah disebabkan oleh udara dalam paru-paru susah untuk
dikeluarkan karena penyempitan jalan nafas. Frekuensi
pernafasan meningkat dan tampak penggunaan otot-otot
tambahan.
b. Palpasi
Pada palpasi dikaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus. Pada asma, paru-paru penderita normal karena yang
menjadi masalah adalah jalan nafasnya yang menyempit.
c. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah disebabkan
karena kontraksi otot polos yang mengakibatkan penyempitan
jalan nafas sehingga udara susah dikeluarkan dari paru-paru.
d. Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, bunyi
pernafasan wheezing atau tidak ada suara tambahan.

(9) Kardiovaskuler
Jantung dikaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas
dan hiperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi
yang meningkat.
(10) Abdomen
Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda
infeksi karena dapat merangsang serangan asma frekuensi
pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat nutrisi.
(11) Ekstrimitas
`Dikaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi
pada extremitas karena dapat merangsang serangan asma
h.Pemeriksaan Penunjang
(1) Spirometer : dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator
hirup (nebulizer/inhaler)
(2) Sputum : eosinofil meningkat
(3) Eosinofil darah meningkat
(4) Uji kulit
(5) Rongent dada yaitu patologis paru/komplikasi asma
(6) AGD : terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia
dan hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase lanjut normokapnia
dan hiperkapnia (PCO2 naik)
(7) Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru,
diameteranteroposterior membesar pada foto lateral, dapat terlihat
bercak konsolidasi yang
tersebar. (Nurarif, 2015)

i . Diagnosa Keperawatan
Menurut Nurarif (2015) diagnosa yang mungkin muncul pada
gangguan sistem pernafasan : asma, yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme jalan
napas, hipereksi jalan napas, respon alergi , efek agen farmakologis.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
c. Gangguan Ventilasi Spontan berhubungan dengan gangguan
metabolisme dan kelelahan otot.

j.Rencana Keperawatan

1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

A. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme


jalan napas, hipereksi jalan napas, respon alergi , efek agen
farmakologis
B. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam nyeri dapat berkurang
ditandai dengan indikator dan Mempertahankan jalan nafas yang
paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.

C. Kriteria hasil

Menunjukan perilaku untuk memperbaiki kebersihan jalan


nafas,misal : batuk efektif dan mengeluarkan sekret.

Rencana intervensi SLKI: (L. 01001)

No Indikator Skor Awal Skor Target


1 Batuk Efektif 3 5
2 Produksi sputum 3 5
3 Mengi 3 5
4 Dispnea 3 5
5 Pola napas 3 5

Rencana intervensi SIKI:


Intervensi utama : a. Latihan Batuk Efektif (I.01006)
A) Observasi
1) Identifikasi kemampuan batuk
2) Monitor adanya retensi sputum
3) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
4) Monitor input dan output cairan ( mis. jumlah dan karakteristik)
B) Terapeutik
1) Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
2) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
3) Buang sekret pada tempat sputum
C) Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
2) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
3) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
4) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang
ke-3
D) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

Intervensi utama : b. Manajeman Jalan Napas (I. 01011)


A. Observasi
1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2) Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing,
ronkhi kering)
3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
B. Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga trauma cervical)
2) Posisikan semi-Fowler atau Fowler
3) Berikan minum hangat
4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum
7) Penghisapan endotrakeal
8) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
9) Berikan oksigen, jika perlu
C. Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
2) Ajarkan teknik batuk efektif
D. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
Intervensi utama : C. Pemantauan Respirasi (I.01014)
A. Observasi
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi napas
8) Monitor saturasi oksigen
B. Terapeutik
1) Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
C. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

2. Gangguan Pertukaran Gas

A. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


ventilasi-perfusi
B. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam nyeri dapat berkurang
ditandai dengan indikator. Menunjukan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan adekuat
C. Kriteria hasil;
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,tidak
ada sianosis atau dsypnea
Rencana intervensi SLKI: (L. 01003)

Indikator Skor Awal Skor Target


1 Tingkat Kesadaran 3 5
2 Dispnea 3 5
3 Bunyi napas tambahan 3 5
4 Gelisah 3 5
5 Takikardia 3 5
6 Pola napas 3 5

Rencana intervensi SIKI:


Intervensi utama : a. Pemantauan Respirasi (I.01014)
A. Observasi
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi napas
8) Monitor saturasi oksigen
B. Terapeutik
1) Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
C. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Intervensi Utama : Terapi Oksigen(I.01026)
A. Observasi
1) Monitor kecepatan aliran oksigen
2) Monitor posisi alat terapi oksigen
3) Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
4) Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas darah ),
jika perlu
5) Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
6) Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7) Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
8) Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
9) Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen

B. Terapeutik
1) Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trachea, jika perlu
2) Pertahankan kepatenan jalan nafas
3) Berikan oksigen tambahan, jika perlu
4) Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
5) Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengat tingkat mobilisasi
pasien
C. Edukasi
1) Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah
D. Kolaborasi
1) Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2) Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
3. Gangguan Ventilasi Spontan
A. Gangguan Ventilasi Spontan berhubungan dengan gangguan
metabolisme dan kelelahan otot.
B. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam nyeri dapat berkurang
ditandai dengan indikator. Memfasilitasi dalam mempertahankan
pernapasan spontan untuk memaksimalkan pertukaran gas di paru-paru

Rencana intervensi SLKI: (L. 01007)

Indikator Skor Awal Skor Target


1 Volume tidal 3 5
2 Dispnea 3 5
3 Penggunaan otot bantu 3 5
napas
4 Gelisah 3 5

Intervensi Utama :A. Dukungan Ventilasi (I.01002)


A. Observasi

1) Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas


2) Identifikasi efek perubahan posisi terhadap ststus pernafasan
3) Monitor status respirasi dan oksigenasi

B. Terapeutik

1) Pertahankan kepatenan jalan nafas


2) Berikan posisi semi fowler atau fowler
3) Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
4) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
5) Gunakan bag- valve mask, jika perlu
C. Edukasi

1) Ajarkan melakukan tehnik relaksasi nafas dalam


2) Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
3) Ajarkan tehnik batuk efektif

D. Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian bronchodilator, jika perlu

Intervensi Utama : B. Pemantauan Respirasi (L.01014)


A. Observasi
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi napas
8) Monitor saturasi oksigen
B. Terapeutik
1) Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan

C. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai