Oleh :
(14401.18.19008)
PROBOLINGGO
2022
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
CEDERA KEPALA
1. ANATOMI FISIOLOGI
1. Kulit kepala, terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu Skin atau
kulit, Connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau
galea aponereutika, loose connective tissue atau jaringan penunjang
longgar dan pericranium. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh
darah sehingga perdarahan akibat liseran kulit kepala akan
menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-
anak.
2. Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis krani. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal
dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun
disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis crani berbentuk tidak rata
sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa
yaitu: fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis
dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak serebelum.
Struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang
kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan: lapisan
luar, diploe dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan
struktur yang kuat sedangkan diploe merupakan struktur yang
menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga / fosa: fosa
anterior (didalamnya terdapat lobus frontalis), fosa tengah (berisi
lobus temporalis, parietalis, oksipitalis), fosa posterior (berisi otak
tengan dan sereblum).
a) Sereblum
Sereblum merupakan bagian otak yang terbesar dan paling
menonjol. Disini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur
semua kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur proses
penalaran, ingatan dan intelegensia. Sereblum dibagi menjadi
hemisfer kanan dan kiri oleh suatu lekuk atau celah dalam yang
disebut fisura longitudinalis mayor. Bagian luar hemisferium
serebri terdiri dari substansial grisea yang disebut sebagai
kortek serebri, terletak diatas substansial alba yang merupakan
bagian dalam (inti) hemisfer dan dinamakan pusat medulla.
Kedua hemisfer saling dihubungkan oleh suatu pita serabut
lebar yang disebut korpus kalosum. Di dalam substansial alba
tertanam masa substansial grisea yang disebut ganglia basalis.
Pusat aktifitas sensorik dan motorik pada masingmasing
hemisfer dirangkap dua, dan biasanya berkaitan dengan bagian
tubuh yang berlawanan. Hemisferium serebri kanan mengatur
bagian tubuh sebelah kiri dan hemisferium kiri mengatur
bagian tubuh sebelah kanan.
Konsep fungsional ini disebut pengendalian kontra lateral.
Setiap hemisfer dibagi dalam lobus dan terdiri dari 4, yaitu:
1) Lobus Frontalis : Kontrol motorik gerakan
volunteer, terutama fungsi bicara, kontrol
berbagai emosi, moral tingkah laku dan etika.
2) Lobus Temporal :Pendengaran, keseimbangan, emosi dan
memori.
3) Lobus Oksipitalis : Visual senter, mengenal objek.
4) Lobus parietalis : fungsi sensori umum, rasa (pengecapan)
b) Otak tengah
c) Otak belakang
2. DEFINISI
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera
kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik
dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera
kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung megenai kepala yang mengakibatkan luka dikulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan
otak, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Putri, Rahayu, &
Sidharta, 2016).
Trauma kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala baik
secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan
fungsi neurologis, yaitu fungsi fisik, kognitif, fungsi psikososial baik
temporal maupun permanen (Atmadja, 2016)
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak
yang dapat menyebabkan adanya deformitas berupa penyimpangan
bentuk atau garis pada tulang tengkorak dan disertai atau tanpa disertai
perdarahan intertisial dalam subtansi otak tanpa Diikuti terputusnya
kongtinuetias otak (Ristanto, Indra, Pueranto, & Styorini, 2017)
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera
kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi
baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat
menyebabkan kematian.
3. ETIOLOGI
Menurut Tarwoto (2012), penyebab cedera kepala adalah karena adanya
trauma yang dibedakan menjadi 2faktor yaitu :
1. Trauma primer
Trauma primer terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung
(akselerasi dan deselerasi)
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Pukulan dan trauma tumpul pada kepala
c. Terjatuh
d. Benturan langsung dari kepala
e. Kecelakaan pada saat olahraga
f. Kecelakaan industri
2. Trauma sekunder
Terjadi akibat dari truma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial,hipoksia, hiperkapnea (banyaknya karbondioksida dalam
tubuh) atau hipotensi sistemik.
4. KLASIFIKASI
Cedera kepala terbuka Luka kepala terbuka akibat cedera kepala
dengan pecahnya tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala
pada tipe ini ditentukan oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan
otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk ke dalam
jaringan otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat
benda tajam/ tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman
pathogen memiliki abses langsung ke otak.
Cedera kepala tertutup Benturan kranial pada jaringan otak di
dalam tengkorak ialah goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip
dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila
ada cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio gagar
otak, kontusio memar, dan laserasi.
1. Berdasarkan keparahan cedera :
a. Cedera kepala ringan (CKR)
1. Tidak ada fraktur tengkorak
2. Tidak ada kontusio serebri
3. Hematoma
4. GCS 13 -15
5. Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi< 30 menit
2. Muntah
3. GCS 9 – 12
5. disorentasi ringan
6. bingung
1. Kehilangan kesadaran
2. GCS 3-8
5. PATOFISIOLOGI
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang
membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Cedera memegang peranan yang sangat besar
dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu
trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan
dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi
bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun
otak itu sendiri. Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis
keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang
lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet). Terjadinya
lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala diterangkan
oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak,
pergeseran otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup
dan coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan
saja pada orang-orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala.
Cedera kepala pada coup disebabkan hantaman pada otak bagian dalam
pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang
berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre coup dapat
terjadi pada keadaan.Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak
pada mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari
tulang kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang.
Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.Karena pergerakan ke
belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak terlambat dari
tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang tengkorak
bagian depan.
Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak terjadi
penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang
tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak
bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah
menjadi tekanan tinggi dan menekan gelembung udara tersebut.
Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang mendadak sangat berbahaya
bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan,sehingga daerah yang
memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi kematian
sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.
6. PATHWAY
Trauma Primer Trauma Sekunder
Cedera Kepala
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Diagnostik
1. X-ray atau CT Scan
a. Hematom serebra
b. Edema serebral
c. Perdarahan intrakranial
d. Fraktur tulang tengkorak
2. MRI : Dengan atau tanpa menggunakan kontras.
3. EEG : Memperlihatkan keberadaan atau perkembanganya
gelombang patologis.
4. PET (Positron Emission Tomography) : Menunjukkan perubahan
aktivitas metabolisme.
5. Angiografi Serebral: Menunjukkan kelainan sirkulasiserebral.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Elektrolit Serum: Cedera kepala dapat dihubungkan dengan
gangguan regulasi natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa hari,
diikuti dengan diuresis Na.
2. Hematologi : Leukosit, Hb, albumin, protein serum,globulin.
3. CSS : Menentukan kemungkinan adanya perdarahan
subarakhnoid (warna, komposisi, dan tekanan).
4. Kadar Antikonvulsan Darah: Untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif mengatasi kejang.
c. Pemeriksaan Kesadaran/ GCS (Glasgow coma scale)
A. Mata (Eye)
1. Membuka mata spontan :4
2. Membuka mata dengan perintah :3
3. Membuka mata dengan rangsangan nyeri :2
4. Tidak ada respon :1
B. Verbal (V)
1. Orientasi baik dapat berbicara dengan lancar :5
2. Bingung :4
3. Kata-kata tidak sesuai :3
4. Suara tidak jelas (mengerang) :2
5. Tidak ada respon :1
C. Motorik (M)
1. Mematuhi perintah :6
2. Melokalisir nyeri :5
3. Menghindari nyeri :4
4. Fleksi abnormal :3
5. Ekstensi abnormal :2
6. Tidak ada respon :1
9. PENATALAKSANAAN
a. Medis
1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma
10. KOMPLIKASI
Putri, Rahayu, & Sidharta. (2016). Hubungan Antara Cedera Kepala Dan
Terjadinya Vertigo Di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.
Vol.12 No.1 (2016).
1. DATA UMUM
Nama, umur (usia lebih dari 50 tahun beresiko terkena Ca mamae), jenis
kelamin (jenis kelamin perempuan sangat beresiko terkena Ca mammae
dibandingkan dengan laki-laki), agama, pendidikan, alamat, No. RM,
pekerjaan, status perkawinan (wanita yang belum menikah memiliki resiko
untuk terkena Ca Mamae) tanggal MRS, tanggal pengkajian, dan sumber
informasi.
3. DATA SUBYEKTIF
a. Pola makan / cairan
Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan (batuk, air
liur keluar, disfagia)
b. Aktivitas / istirahat
Gejala : merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan
Tanda : perubahan kesadaran, letargie, hemiparese, kuadreplegia, ataksia,
cara berjalan tak tegap, masalah keseimbangan, kehilangan tonus otot dan
tonus sptik
c. Sirkulasi
4. DATA OBYEKTIF
a. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Composmentis, apatis, somnolen, koma, stupor
2. TD : Menurun (< 120/70 mmHg)
3. Nadi : Denyut nadi bradikardi kemudian takikardi
4. Suhu : Normal (>36,5)
5. RR : Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman
maupun frekuensi,nafas bunyi ronchi
6. Kepala : kehilangan kesadaran, amnesia
7. Mata : Terdapat darah di seclera
8. Hidung : Tidak ada pernafasan cuping
9. Mulut : Pucat
10. Telinga : Tidak ada serumen
11. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
12. Jantung : Denyut jantung meningkat
13. Ekstremitas : Adakah luka pada ekstremitas bawah
14. Integumen : Perubahan kesadaran sampai koma, perubahan
status mental, perubahan pupil, kehilangan
pengindraan, kejang, kehilangan sensasi sebagai
tubuh
5. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d cedera kepala
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya jalan nafas buatan
c. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme
6 RENCANA KEPERAWATAN
Terapeutik :
1. Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi semi
fowler
3. Cegah terjadinya
kejang
4. Hindari pemberian
cairan IV hipotonik
5. Atur ventilator agar
PaCO2 optimal
6. Pertahankan suhu
tubuh normal
Edukasi :
1. Kolaborasi
pemberian sedasi dan
anti konvulsan,jika
perlu
2. Kolaborasi
pemberian diuretik
osmosis, jika perlu
3. Kolaborasi
pemberian pelunak
tinja, jika perlu