Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT

DARURAT DENGAN CEDERA KEPALA BERAT

Oleh :

HILDA AMILUS YUNIZA

(14401.18.19008)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2022
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

CEDERA KEPALA

1. ANATOMI FISIOLOGI

1. Kulit kepala, terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu Skin atau
kulit, Connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau
galea aponereutika, loose connective tissue atau jaringan penunjang
longgar dan pericranium. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh
darah sehingga perdarahan akibat liseran kulit kepala akan
menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-
anak.

2. Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis krani. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal
dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun
disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis crani berbentuk tidak rata
sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa
yaitu: fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis
dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak serebelum.
Struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang
kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan: lapisan
luar, diploe dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan
struktur yang kuat sedangkan diploe merupakan struktur yang
menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga / fosa: fosa
anterior (didalamnya terdapat lobus frontalis), fosa tengah (berisi
lobus temporalis, parietalis, oksipitalis), fosa posterior (berisi otak
tengan dan sereblum).

a. Lapisan pelindung otak/meninges, terdiri dari 3 lapisan


meninges yaitu durameter, arakhoid dan piameter :
1) Durameter ( lapisan sebelah luar )
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat. Durameter ditempat tertentu
mengandung rongga yang mengalirkan darah vena ke otak.
2) Arakhnoid (lapisan tengah)
Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter membentuk sebuah kantong atau balon
berisi cairan otak yang meliputi susunan saraf sentral.
3) Piameter (lapisan sebelah dalam)
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan
jaringan otak, piameter berhubungan dengan araknoid
melalui struktur- struktur jaringan ikat yang disebut
trabekel.
Otak terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu:

a) Sereblum
Sereblum merupakan bagian otak yang terbesar dan paling
menonjol. Disini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur
semua kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur proses
penalaran, ingatan dan intelegensia. Sereblum dibagi menjadi
hemisfer kanan dan kiri oleh suatu lekuk atau celah dalam yang
disebut fisura longitudinalis mayor. Bagian luar hemisferium
serebri terdiri dari substansial grisea yang disebut sebagai
kortek serebri, terletak diatas substansial alba yang merupakan
bagian dalam (inti) hemisfer dan dinamakan pusat medulla.
Kedua hemisfer saling dihubungkan oleh suatu pita serabut
lebar yang disebut korpus kalosum. Di dalam substansial alba
tertanam masa substansial grisea yang disebut ganglia basalis.
Pusat aktifitas sensorik dan motorik pada masingmasing
hemisfer dirangkap dua, dan biasanya berkaitan dengan bagian
tubuh yang berlawanan. Hemisferium serebri kanan mengatur
bagian tubuh sebelah kiri dan hemisferium kiri mengatur
bagian tubuh sebelah kanan.
Konsep fungsional ini disebut pengendalian kontra lateral.
Setiap hemisfer dibagi dalam lobus dan terdiri dari 4, yaitu:
1) Lobus Frontalis : Kontrol motorik gerakan
volunteer, terutama fungsi bicara, kontrol
berbagai emosi, moral tingkah laku dan etika.
2) Lobus Temporal :Pendengaran, keseimbangan, emosi dan
memori.
3) Lobus Oksipitalis : Visual senter, mengenal objek.
4) Lobus parietalis : fungsi sensori umum, rasa (pengecapan)
b) Otak tengah
c) Otak belakang

2. DEFINISI
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera
kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik
dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera
kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung megenai kepala yang mengakibatkan luka dikulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan
otak, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Putri, Rahayu, &
Sidharta, 2016).
Trauma kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala baik
secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan
fungsi neurologis, yaitu fungsi fisik, kognitif, fungsi psikososial baik
temporal maupun permanen (Atmadja, 2016)
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak
yang dapat menyebabkan adanya deformitas berupa penyimpangan
bentuk atau garis pada tulang tengkorak dan disertai atau tanpa disertai
perdarahan intertisial dalam subtansi otak tanpa Diikuti terputusnya
kongtinuetias otak (Ristanto, Indra, Pueranto, & Styorini, 2017)
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera
kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi
baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat
menyebabkan kematian.
3. ETIOLOGI
Menurut Tarwoto (2012), penyebab cedera kepala adalah karena adanya
trauma yang dibedakan menjadi 2faktor yaitu :
1. Trauma primer
Trauma primer terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung
(akselerasi dan deselerasi)
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Pukulan dan trauma tumpul pada kepala
c. Terjatuh
d. Benturan langsung dari kepala
e. Kecelakaan pada saat olahraga
f. Kecelakaan industri
2. Trauma sekunder
Terjadi akibat dari truma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial,hipoksia, hiperkapnea (banyaknya karbondioksida dalam
tubuh) atau hipotensi sistemik.

4. KLASIFIKASI
Cedera kepala terbuka Luka kepala terbuka akibat cedera kepala
dengan pecahnya tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala
pada tipe ini ditentukan oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan
otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk ke dalam
jaringan otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat
benda tajam/ tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman
pathogen memiliki abses langsung ke otak.
Cedera kepala tertutup Benturan kranial pada jaringan otak di
dalam tengkorak ialah goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip
dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila
ada cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio gagar
otak, kontusio memar, dan laserasi.
1. Berdasarkan keparahan cedera :
a. Cedera kepala ringan (CKR)
1. Tidak ada fraktur tengkorak
2. Tidak ada kontusio serebri
3. Hematoma
4. GCS 13 -15
5. Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi< 30 menit

b. Cedera kepala sedang (CKS)

1. Kehilangan kesadaran (amnesia) > 30 menit tapi< 24 jam

2. Muntah

3. GCS 9 – 12

4. Dapat mengalami fraktur tengkorak

5. disorentasi ringan

6. bingung

c. Cedera kepala berat (CKB)

1. Kehilangan kesadaran

2. GCS 3-8

3. Hilang kesadaran >24 jam

2. Menurut Jenis Cedera :

a. Kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak

dan jaringan otak

b. Cedera Kepala tertutup dapat disamakan dengan Keluhan geger

otak ringan dan odema serebral.

5. PATOFISIOLOGI

Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang
membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Cedera memegang peranan yang sangat besar
dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu
trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan
dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi
bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun
otak itu sendiri. Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis
keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang
lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet). Terjadinya
lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala diterangkan
oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak,
pergeseran otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup
dan coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan
saja pada orang-orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala.
Cedera kepala pada coup disebabkan hantaman pada otak bagian dalam
pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang
berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre coup dapat
terjadi pada keadaan.Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak
pada mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari
tulang kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang.
Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.Karena pergerakan ke
belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak terlambat dari
tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang tengkorak
bagian depan.
Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak terjadi
penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang
tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak
bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah
menjadi tekanan tinggi dan menekan gelembung udara tersebut.
Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang mendadak sangat berbahaya
bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan,sehingga daerah yang
memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi kematian
sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.

6. PATHWAY
Trauma Primer Trauma Sekunder

Cedera Kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intrakranial

Terputusnya kontinuitas Terputusnya jaringan otak rusak


Jaringan kulit,otot dan kontinuitas jaringan (kontunsio,laserasi)
Vaskuler tulang

Perdarahan Gangguan resiko perubahan


Hematoma suplai darah infeksi autoregulasi

Peningkatan Iskemia kejang


TIK

Peregangan Hipoksia penurunan


Duramen dan kesadaran
Pembuluh
Perubahan
Darah perfusi bedrest total akumulasi
Jaringan cairan
Serebral

Nyeri Muntah proyektil resiko gangguan Gangguan Bersihan


Intregitas kulit Mobilitas jalan napas
Fisik tidak
Defisit Nutrisi efektif
7. MANIFESTASI KLINIS
a. Cedera kepala ringan – sedang
1. Disorientasi ringan
2. Amnesia post traumatik
3. Hilang memori sesaat
4. Sakit kepala
5. Mual dan muntah
6. Vertigo dalam perubahan posisi
7. Gangguan pendengaran
b. Cedera kepala sedang – berat
1. Oedema pulmo
2. Kejang
3. Infeksi
4. Gangguan akibat syaraf kranial
c. Manifestasi Klinis spesifik
Gangguan Otak
a. Comotio cerebri atau geger otak
1. Tidak sadar < 10 menit.
2. Muntah-muntah dan pusing
3. Tidak ada tanda defisit neurologis.
b. Contusio cerebri atau memar otak
1. Tidak sadar > 10 menit, bila area yangterkena luas bisa
berlangsung 2-3 hari.
2. Muntah-muntah, amnesia retrograde.
Perdarahan epidural atau hematoma epidural (EDH)
a. Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian
dalam dan meningen paling luar.
b. Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari
kacau mental sampai koma.
c. Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan pernafasan dan
penurunan tanda-tanda vital.
Perdarahan Subdural Hematoma (SDH)
a. Kondisi perdarahan yang terjadi diantara dua lapisan otak yaitu
lapisan arachnoidal dan lapisan dura (meningeal)
b. Gejala : sakit kepala parah, pusing, mual dan muntah, bicara
melantur, disorientasi (mengantuk, kebingungan, linglung),
kejang, amnesia, mati rasa, kelemahan pada satu sisi tubuh,
kehilangn kesadaran atau koma

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Diagnostik
1. X-ray atau CT Scan
a. Hematom serebra
b. Edema serebral
c. Perdarahan intrakranial
d. Fraktur tulang tengkorak
2. MRI : Dengan atau tanpa menggunakan kontras.
3. EEG : Memperlihatkan keberadaan atau perkembanganya
gelombang patologis.
4. PET (Positron Emission Tomography) : Menunjukkan perubahan
aktivitas metabolisme.
5. Angiografi Serebral: Menunjukkan kelainan sirkulasiserebral.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Elektrolit Serum: Cedera kepala dapat dihubungkan dengan
gangguan regulasi natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa hari,
diikuti dengan diuresis Na.
2. Hematologi : Leukosit, Hb, albumin, protein serum,globulin.
3. CSS : Menentukan kemungkinan adanya perdarahan
subarakhnoid (warna, komposisi, dan tekanan).
4. Kadar Antikonvulsan Darah: Untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif mengatasi kejang.
c. Pemeriksaan Kesadaran/ GCS (Glasgow coma scale)
A. Mata (Eye)
1. Membuka mata spontan :4
2. Membuka mata dengan perintah :3
3. Membuka mata dengan rangsangan nyeri :2
4. Tidak ada respon :1

B. Verbal (V)
1. Orientasi baik dapat berbicara dengan lancar :5
2. Bingung :4
3. Kata-kata tidak sesuai :3
4. Suara tidak jelas (mengerang) :2
5. Tidak ada respon :1

C. Motorik (M)
1. Mematuhi perintah :6
2. Melokalisir nyeri :5
3. Menghindari nyeri :4
4. Fleksi abnormal :3
5. Ekstensi abnormal :2
6. Tidak ada respon :1

9. PENATALAKSANAAN
a. Medis
1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma

2) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu mannitol 20


% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %

3) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau


untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol

4) Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural besar, hematom


sub dural, cedera kepala terbuka, fraktur impresi >1 diplo)
5) Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal fungsi, CT Scan
dan MRI
b. Keperawatan penatalaksanaan cedera kepala berat
1) Observasi 24 jam
2) Berikan oksigenasi
3) Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah,
hanya cairan infus dextrose 5%, amnifusin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak
4) Berikan terapi intravena bila ada indikasi
5) Pada anak diistirahatkan atau tirah baring

10. KOMPLIKASI

a. Epilepsi Pasca Trauma

Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi


beberapa waktu setelah otak mengalami cidera karena benturan di
kepala. Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah
terjadinya cedera. Obat-obat anti kejang (misalnya fentolin,
danvalport) biasanya dapat mengatasi kejang pasca trauma.
b. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahsakarena
terjadinya cedera pada area bahasa diotak. Penderita tidakmampu
memahami atau mengekspresikan kata-kata.
c. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan
untukmengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang
sudahlama berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya
dimengerti.
d. Diabetes Insipidus
Disebabkan oleh kerusakan raumatik pada tangkai hipofisi,
menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik.
e. Kejang Pasca Trauma
Dapat segera terjadi dalam 24 jam pertama, dini (minggu pertama)atau
lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan
predisposisi untuk kejang lanjut. kejang dini menunjukkan risiko yang
meningkat untuk kejang lanjut dan pasien harus dipertahankan dengan
anti konvulsan.
DAFTAR PUSTAKA

Miranda., et al. (2014). Gambaran Ct Scan Kepala Pada Penderita Cedera


Kepala Ringan Di BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manadoperiode 2012 –2013. Diakses tanggal 24 November 2014.

Padila (2012). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Susan,B.,Stillwell. (2011). Pedoman keperawatan kritis. Edisi: 3. Jakarta :


EGC.

Putri, Rahayu, & Sidharta. (2016). Hubungan Antara Cedera Kepala Dan
Terjadinya Vertigo Di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.
Vol.12 No.1 (2016).

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI:Jakarta Selatan.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2019). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI:Jakarta Selatan.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2019). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI:Jakarta Selatan
ASKEP TEORI

1. DATA UMUM
Nama, umur (usia lebih dari 50 tahun beresiko terkena Ca mamae), jenis
kelamin (jenis kelamin perempuan sangat beresiko terkena Ca mammae
dibandingkan dengan laki-laki), agama, pendidikan, alamat, No. RM,
pekerjaan, status perkawinan (wanita yang belum menikah memiliki resiko
untuk terkena Ca Mamae) tanggal MRS, tanggal pengkajian, dan sumber
informasi.

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG, DAHULU, KELUARGA, DLL


SESUAI KEBUTUHAN
Tingkat kesadaran/GCS (<15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit
kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi
sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang.
a. Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan
dengan sistem persyarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya.
Demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai
penyakit menular.
b. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai
data subjektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi
prognosa pasien.

3. DATA SUBYEKTIF
a. Pola makan / cairan
Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan (batuk, air
liur keluar, disfagia)
b. Aktivitas / istirahat
Gejala : merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan
Tanda : perubahan kesadaran, letargie, hemiparese, kuadreplegia, ataksia,
cara berjalan tak tegap, masalah keseimbangan, kehilangan tonus otot dan
tonus sptik

c. Sirkulasi

Gejala : normal atau perubahan tekanan darah

Tanda : perubahan frekuensi jantung ( bradikardia, takikardia yang


diselingi disritmia )
d. Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku kepribadian ( terang atau dramatis )
Tanda : cemas mudah tersinggung , delirium, agitasi, bingung, depresi
dan impulsive
e. Eliminasi
Gejala : inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami gangguan
fungsi
f. Nyeri dan kenyamanan

4. DATA OBYEKTIF
a. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Composmentis, apatis, somnolen, koma, stupor
2. TD : Menurun (< 120/70 mmHg)
3. Nadi : Denyut nadi bradikardi kemudian takikardi
4. Suhu : Normal (>36,5)
5. RR : Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman
maupun frekuensi,nafas bunyi ronchi
6. Kepala : kehilangan kesadaran, amnesia
7. Mata : Terdapat darah di seclera
8. Hidung : Tidak ada pernafasan cuping
9. Mulut : Pucat
10. Telinga : Tidak ada serumen
11. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
12. Jantung : Denyut jantung meningkat
13. Ekstremitas : Adakah luka pada ekstremitas bawah
14. Integumen : Perubahan kesadaran sampai koma, perubahan
status mental, perubahan pupil, kehilangan
pengindraan, kejang, kehilangan sensasi sebagai
tubuh

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d cedera kepala
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya jalan nafas buatan
c. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme

6 RENCANA KEPERAWATAN

NODIAGNOSA KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN


KEPERAWATAN (SLKI) (SIKI)
1 Resiko Perfusi PERFUSI MANAJEMEN
Jaringan Serebral SEREBRAL PENINGKATAN
tidak efektif b/d 1. Tingkat TEKANAN
cedera kepala kesadaran 5 INTRAKRANIAL
2. Kognitif 5 Observasi :
3. Tekanan 1. Identifikasi penyebab
intrakranial 5 peningkatan TIK
4. Gelisah 5 2. Monitor tanda gejala
5. Tekanan peningkatan TIK
darah sistolik 3. Monitor MAP (Mean
5 Arterial Pressure)
6. Tekanan 4. Monitor CPP
darah (Cerebral perfusion
diastolik 5 pressure)
7. Refleks saraf 5. Monitor status
5 pernafasan
6. Monitor intake dan
output cairan

Terapeutik :
1. Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi semi
fowler
3. Cegah terjadinya
kejang
4. Hindari pemberian
cairan IV hipotonik
5. Atur ventilator agar
PaCO2 optimal
6. Pertahankan suhu
tubuh normal
Edukasi :
1. Kolaborasi
pemberian sedasi dan
anti konvulsan,jika
perlu
2. Kolaborasi
pemberian diuretik
osmosis, jika perlu
3. Kolaborasi
pemberian pelunak
tinja, jika perlu

2 Bersihan jalan BERSIHAN JALAN MANAJEMEN JALAN


napas tidak efektif NAPAS NAPAS
b/d adanya jalan 1. Batuk efektif Observasi :
napas buatan 5 1. Monitor pola napas
2. Produksi 2. Monitor bunyi napas
sputum 1 tambahan
3. Mengi 5 3. Monitor sputum
4. Dispnea 5 Terapeutik :
5. Gelisah 5 1. Pertahankan
6. Pola napas 5 kepatenan jalan
napas dengan head-
tilt dan chin-lift
2. Posisikan semi
fowler daan fowler
3. Berikan minum
hangat
4. Lakukan fisioterapi
dada
5. Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Berikan oksigen
Edukasi :
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator
3 Defisit nutrisi b/d STATUS NUTRISI MANAJEMEN NUTRISI
peningkatan 1. Perasaan Observasi :
kebutuhan cepat 1. Identifikasi status
metabolisme kenyang 5 nutrisi
2. Nyeri 2. Identifikasi alergi
abdomen 5 dan intoleransi
3. Frekuensi makanan
makan 5 3. Identifikasi makanan
4. Nafsu makan disukai
5 4. Identifikasi
5. Membran kebutuhan kalori dan
mukosa 5 jenis nutrien
Terapeutik :
1. Lakukan oral hygine
sebelum makan
2. Fasilitasi
menentukan
pedoman diet
3. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
4. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Edukasi :
1. Anjurkan posisi
duduk
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentuksn jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan

Anda mungkin juga menyukai