Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Peran

2.1.1 Definisi

Peran adalah seperangkat prilaku interpersonal, sifat, dankegiatan

yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan satuan tertentu.

Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Ayah

sebagai pemimpin keluarga, pencari nafkah, pendidik, pelindung/

pengayom, dan pemberi rasa aman kepada anggoyta keluarga. Selain

itu, sebagai anggota masyarakat/ kelompok sosial tertentu .ibu sebagai

pengurus rumah tangga, pengasuh, pendidik anak-anak, pelindung

keluarga, dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga, selai itu

sebagai anggota masyarakat. Anak berperan sebagai pelaku psikososial

sesui dengan perkembangan fisik, mental, sosial, dan spiritual ( Ali,

2009).

2.1.2 Macam-macam Peran

Ada dua macam peran :

a. Peran Formal

Peran formal merupakan peran yang membutuhkan ketrampilan

dan kemampuan tertentu dalam menjalankan peran tersebut.Peran

formal yang standar terdapat dalam keluarga yaitu ayah sebagai

6
7

pencari nafkah, ibu sebagai pengatur ekonomi keluarga, di samping

itu tugas pokok sebagai pengasuh anak.Jika salah satu anggota

keluarga tidak dapat memenuhi suatu peran, maka anggota keluarga

yang lainnya mengambil alih kekosongan ini dengan memerankan

perannya agar tetap berfungsi dengan baik (Padila, 2012).

Peran yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan

istri-ibu antara lain sebagai barikut :

1. Peran sebagai provaider atau penyedia.

2. Sebagai pengatur rumah tangga.

3. Perawat anak, baik yang sehat maupun yang sakit.

4. Sosialisasi dan rekresasi anak.

5. Persaudaraan, memelihara hubungan keluarga peternal man

maternal.

6. Peran terapeutik dan peran seksual

b. Peran Non Formal

Peran informal adalah peran yang mempunyai tuntutan yang

berbeda, tidak terlalu didasarkan pada usia, jenis kelamin dan lebih

berdasarkan pada atribut personalitas atau kepribadian individu. Peran

formal dapat mempermudah pandangan terhadap sifat masalah yang

dihadapi dan mendapatkan solusi yang tepat. Pelaksanaan peran

informal yang efektif dapat mempermudah pelaksanaan peran-peran

formal (Friedmen 2002).


8

Peran-peran informal (peran tertutup) biasanya bersifat implisit,

tidak tampak ke permukaan dan di mainkan hanya untuk memenuhi

kebutuhan emosional atau untuk menjaga keseimbangan keluaga.

Peran informal Padila (2012) di antaranya adalah :

1) Pendorong, Pendorong memiliki arti bahwa dalam keluarga terjadi

kegiatan mendorong, memuji, setuju dengan, dan menerima

kontribusi dari orang lain. Akibatnya ia dapat merangkul orang lain

dan membuatmereka merasa bahwa pemikiran mereka penting dan

bernilai untuk didengarkan.

2) Pengharmonis, pengharmonis yaitu berperan menengahi

perbedaaan yang terdapat diantara para anggota, penghibur dan

menyatukan kembali perbedaan pendapat.

3) Inisiator-kontribitor, mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru

atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan kelompok-

kelompok.

4) Pendamai, Pendamai berarti jika terjadi konflik dalam keluarga

maka konflik konflik dapat diselesaikan dengan jalan musyawaroh

atau damai.

5) Pencari nafkah, Pencari nafkah yaitu peran yang dijalankan oleh

orang tua dalam memenuhi kebutuhan, baik material maupun

nonmaterial anggota keluarganya.

6) Perawatan keluarga, Perawatan keluarga yaitu peran yang

dijalankan terkait merawat anggota keluarga jika ada yang sakit.


9

7) Penghubung keluarga, Perantara keluarga adalah penghubung,

biasanya ibu mengirim dan memonitorkomunikasi dalam keluarga.

8) Pionir keluarga, Pionir keluarga yaitu membawa keluarga pindah

ke suatu wilayah asi ng dan mendapatkan pengalaman baru.

9) Sahabat, Penghibur dan koordinator, Koordinator berarti

mengorganisasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan keluarga

yang berfungsi mengangkat keakraban dan memerangi kepedihan.

10) Pengikut dan saksi, Saksi sama dengan pengikut kecuali dalam

beberapa hal, saksi lebih pasif. Saksi hanya mengamati dan tidak

melibatkan dirinya.

2.2 Konsep Ibu

2.2.1 Definisi Ibu

Istilah ibu berasal dari kata “empu” (bhs. Sansekerta) artinya yang

mulia, dihormati, membimbing mengasuh. Ibu juga dapat dikatakan

wanita yang telah melahirkan seseorang; sebutan-sebutan untuk wanita

yang sudah bersuami; dan juga panggilan lazim kepada wanita baik

yang sudah bersuami maupun yang belum. Sedang dalam kata sifat ke-

ibu-an adalah lemah lembut, penuh kasih sayang dan sebagainya, dan

biasanya sifat perasaan lebih cepat tumbuh pada anak perempuan. Ibu

adalah orang tua perempuan seorang anak, baik melalui hubungan

biologis maupun social. Umumnya, ibu memliki peranan yang sangat

penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu dapat diberikan

untuk perempuan yang bukan orang tua kandung (biologis) dari


10

seseorang yang mengisi perananan ini. Contohnya adalah pada orang

tua angkat (karena adopsi) atau ibu tiri (istri ayah biologis anak). Dapat

disimpulkan bahwa ibu adalah perempuan dewasa yang lebih menonjol

pada sifatnya sebagai yang mulia, dihormati membimbing, mengasuh.

Atau dapat dikatakan sebagai guru, penuntun yang penuh kasih sayang

dan perawat walaupun tidak semata-mata dibatasi oleh hubungan

biologis (Marmi, 2009).

Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang mempunyai

banyak peran, peran sebagai seorang istri dari suaminya, sebagai ibu

dari anak-anaknya, dan sebagai seorang yang melahirkan menyusui dan

merawat anak-anaknya. Ibu juga berfungsi sebagai benteng keluarga

yang menguatkan anggota-anggota keluarganya. Ibu sebagai seorang

yang sangat penting dalam rumah tangga. Ibu yang merawat anak-

anaknya, menyediakan makanan untuk anggota keluarganya dan

terkadang bekerja untuk menambah pendapatan keluarga. Peran ibu

adalah tingkah laku yang dilakukan seorang ibu terhadap keluarganya

untuk merawat suami dan anak-anaknya (Santoso, 2009).

2.2.2 Faktor- factor yang Mempengaruhi Peran Ibu

Wong (2009) menjabarkan beberapa factor yang mempengaruhi

peran seorang ibu;

1. Usia orang tua

Apabila terlalu muda atau terlalu tua, mungkin tidak dapat

menjalankan peran pengasuhan secara optimal, karena untuk


11

menjalankan peran pengasuhan yang optimal, diperlukan kekuatan

fisik dan psikis yang matang.

2. Keterlibatan ayah

Kedekatan hubungan ibu dengan anak sama pentingnya dengan

kedekatan hubungan ayah dengan anak, meskipun secara kodratis

aka nada perbedaannya namuan tidak menurangi makna pentingnya

hubungan tersebut.

3. Pendididkan orang tua

Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam melakukan perawatan

anak akan mempengaruhi kesiapan mereka dalam menjalankan

peran pengasuhan.

4. Pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak.

Orang tua yang telah memiliki pengalaman merawat anak

sebelumnya umumnya akan lebih rileks dan lebih siap dalam

menjalankan peran pengasuhan

5. Stress orang tua

Stress yang dialami oleh orang tua akan berpengaruh pada

kemampuan orang tua menjalankan peran pengasuhan, terutama

terkait strategi koping yang digunakan dalam mengatasi

permasalahan anak. Namun, kondisi anak juga dapat menyebabkan

stress pada orang tua, misalnya anak dengan temperamen sulit atau

anak dengan masalah perkembangan.


12

6. Hubungan suami istri

Hubungan suami istri yang kurang harmonis dapat memberikan

dampak buruk pada kemampuan orang tua dalam menjalankan

peran pengasuhan. Hubungan suami istri yang harmonis akan

semakin mendukung orang tua dalam menjalankan perannya dalam

mengasuh anaknya, karena suami dan istri dapat saling memberikan

dukungan satu sama lain.

2.3 Konsep Diare

2.3.1 Definisi Diare

Diare adalah kondisi yang didefinisikan oleh peningkatan frekuensi

defekasi (lebih dari tiga kali sehari), peningkatan jumlah feses (lebih dari

200 g per hari), dan perubahan konsistensi (feses encer). Diare biasanya

disretai dengan urgensi, ketidaknyamanan/ nyeri perianal, inkontinensia,

atau kombinasi dari factor-faktor tersebut. Diare dapat disebabkan oleh

setiap kondisi yang mengakibatkan peningkatan sekresi usus, penurunan

absorbs mukosa, atau perubahan (peningkatan) motilitas (Brunner &

Suddarth, 2013).

Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan

yang terjadi karena frekuensi 1 kali atau lebih BAB dengan bentuk tinja

encer atau cair (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).

Diare adalah konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat

kandungan air didalam tinja melebihi normal (10 mL/KgBB/hari) dengan

peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan


13

berlangsung kurang dari 14 hari. Pola defekasi neonates dan bayi, hingga

usia 4-6 bulan, yang defekasi >3 kali/hari dan konsistensinya cair atau

lembek masih dianggap normal selama tumbuh kembangnya baik

(Christanto, 2014).

2.3.2 Penyebab Diare

1. Infeksi; virus (rotavirus, adenovirus, Norwalk). Bakteri (Shigella sp.

Salmonella sp. E coli, Fibrio sp). Parasit (protozoa: E hystlytyka, C.

lamblia, Balantidium coli: cacing: Ascaris sp. Trichuris sp.

Strongyloides sp: jamur: Candida sp.). Infeksi ekstra usus (otitis

media akut, infeksi saluran kemih, pneumonia). Terbanyak disebabkan

rotavirus (20-40%).

2. Alergi makanan: alergi susu sapi, protein kedelai, alergi multiple;

3. Malabsorbsi karbohidrat (intoleransi laktosa), lema dan protein;

4. Keracunan makanan (misalnya: makanan kaleng aibat Botulinum sp);

5. Lain-lain: obat-obatan (antibiotic atau obat lainnya), kelainan anatomi

(Christanto, 2014).

Peradangan usus oleh agen penyebab berikut.

1. Bakteri, virus atau parasit (jamur, cacing, protozoa).

2. Keracunan makanan/ minuman yang disebabkan baik oleh bakteri

majpun bahan kimia.

3. Kurang gizi.

4. Alergi terhadap susu.

5. Immunodefisiensi ( Wahid Iqbal Mubarak, 2015).


14

2.3.3 Manifestasi Klinis

BAB yang cair, frekuensi sering, dan disertai darah yang dapat

dilihat dengan jelas. Feses hitam atau darah mikroskopis menandakan

darah pada saluran cerna atas dan bukan diare berdarah. Pada beberapa

episode, pertama-tama tinja cair, kemudian menjadi berdarah setelah 1-2

hari. Selanjutnya dapat timbul gejala dan tanda komplikasi diare akut,

seperti dehidrasi, gangguan pencernaan, dan kekurangan zat gizi

(Christanto, 2014).

Menurut Brunner & Suddarth, (2013);

1. Peningkatan frekuensi defekasi dan kandungan cairan dalam feses.

2. Kram abdomen, distensi, bunyi bergemuruh di usus (borborigmus),

anoreksia, dan rasa haus.

3. Kontraksi anus yang spasmodic dan nyeri serta mengejan yang tidak

efektif (tenesmus) setiap kali defekasi.

Gejala lainnya bergantung pada penyebab dan tingkat keparahan

serta terkait dengan dehidrasi dan ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit, adalah sebagai berikut:

1. Feses encer, yang mengindikasikan penyakit pada usus kecil.

2. Feses semi-padat, lunak, yang disebabkan oleh gangguan pada usus

besar.

3. Feses berlemak dan banyak, yang menunjukkan malabsorbsi usus.

4. Terdapat darah, lender dan nanah dalam feses, yang menunjukkan

colitis atau enteritis inflamasi.


15

5. Cipratan minyak pada cairan toilet, yang merupakan diagnosis

insufisiensi pancreas.

6. Diare nocturnal, yang merupakan manifestasi neuropati diabetic.

2.3.4 Klasifikasi

Klasifikasi diare pada anak berdasarkan derajat dehidrasi

(Christanto, 2014).

No Klasifikasi Tanda dan gejala

1 Dehidrasi berat Dua atau lebih tanda berikut:


(kehilangan cairan > 10% 1. Kondisi umum lemah, letargis/
berat badan) tidak sadar
2. Ubun-ubun besar, mata sangat
cekung
3. Malas minum/ tidak dapat minum
4. Cubitan perut kembali sangat
lambat (>= 2 detik)
2 Dehidrasi ringan sedang Dua atau lebih tanda berikut:
(Kehilangan cairan 5-10% 1. Rewel, gelisah, cengeng
berat badan) 2. Ubun-ubun besar, mata sedikit
cekung
3. Tampak kehausan, minum lahap
4. Cubitan perut kembali lambat
3 Tanpa dehidrasi Tidak ada cukup tanda untuk
(kehilangan cairan <5% diklasifikasikan kedua criteria diatas.
berat badan)
Tabel 2.3.4 Klasifikasi diare pada anak berdasarkan derajat dehidrasi

(Christanto, 2014).
16

Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare

akut, diare persisten, diare kronik (Iskandar, 2011) :

1. Diare akut

Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat

dan konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak

datangnya dan berlangsung dalam waktu kurang diare yang

berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti lebih

dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh

penderita, gradasi penyakit akut dapat dibedakan dalam empat

kategori. Yaitu (1) Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare dengan dehidrasi

ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat badan, (3) diare

dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8%

dari berat badan, (4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan

yang hilang labih dari 8-10%.

2. Diare persisten

Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari,

merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut

dan kronik.

3. Diare kronik

Diare kronik adalah diare hilang timbul, atau berlangsung lama

dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitive terhadap

gluten atau gangguan metabolism yang menurun, lama diare kronik

lebih dari 30 hari.


17

2.3.5 Komplikasi

Menurut (Christanto, 2014) komplikasi diare diantaranya, diare

akut; Dehidrasi, gangguan elektrolit, penurunan berat badan, gagal

tumbuh, serta daire yang lebih berat dan sering terjadi. Diare persisten;

dehidrasi, syok hipovelemik, hipokalemia, hipoglikemia, kejang,

malnutrisi energy protein.

2.3.6 Peran Ibu dalam Penanganan Diare pada Balita

Peran seorang ibu dalam menangani diare dapat dilakukan dengan

cara sebagai berikut:

1. Memberikan oralit pembuatan sendiri dengan campuran gula satu

sendok the penuh garam sendok the air masak satu gelas dicampur di

aduk sampai larut benar minum 2 gelas oralit setelah buang air besar,

adapula yang memberikan daun jambu biji ni juga bermacam-macam

yaitu dengan cara di kunyah-kunyah oleh balita yang terserang diare,

dan adapula yang memasak daun jambu biji dengan air kemudian

airnya diminum, pemberian cairan pengganti (cairan rehidrasi) untuk

menggangti cairan yang hilang (Shodikin, 2011).

2. Berikan ASI dan cairan agar balita tidak mengalami dehidrasi.

Mencuci botol susu balita dengan baik dan benar apabila balita masih

menggunakan botol susu agar kuman yang ada dalam botol susu tidak

masuk ke dalam tubuh balita.

3. Menjaga kondisi balita selalu bersih dan berada ditempat yang sehat.
18

4. Menghentikan mengkonsumsi makanan atau obat-obatan yeng

dicurigai menjadi penyebab diare pada balita yang dikonsumsi ibu

menyusui. Jangan diberikan berikan obat anti diare kepada penderita

penyakit diare pada balita karena justru akan menghambat kuman

yang akan keluar dalam tubuh balita.

5. Membersihkan bahan-bahan makanan yang dikonsumsi balita dengan

air bersih. Beri makanan yang mengandung pectin yang akan

membantu dalam menyerap air dalam tubuh balita, makanan yang

mengandung pestin seperti apel, kentang, pisang dan wortel, seorang

ibu dapat mengolahnya menjadi sayur dengan tambahan bahan-bahan

yang lain yang balita sukai untuk membantu meningkatkan nafsu

makan balita.

6. Berikan makanan seperti biasa ketika balita sehat, mengurangi sedikit

porsi makan dan berikan lebih sering, menghindari makanan yang

mengandung banyak serat seperti sayur dan buah. Berikan jus dari

buah-buahan yang bersifat netral untuk mengganti cairan yang hilang.

Tidak memberikan makanan pada balita yang dapat memicu

terjadinya diare seperti makanan yang digoreng, gula atau pemanis

buatan, makanan berserat dan kubis.

7. Menjaga kebersihan lingkungan terutama pada air yang setiap

harinya dipakai.

8. Mencuci tangan ibu dengan sabun antiseptic setelah melakukan

kegiatan rumah tangga sebelum kontak langsung dengan balita.


19

9. Mencuci tangan balita sebelum makan dan setiap habis bermain,

memakaikan alas kaki jika balita bermain ditanah.

10. Menerapkan pola hidup serta pola makan yang sehat (Ngastiy, 2005).

2.4 Konsep Balita

2.4.1 Definisi Balita

Balita merupakan individu yang berumur 0-5 tahun, dengan tingkat

plastisitas otak yang masih sangat tinggi sehingga akan lebih terbuka

untuk proses pembelajaran dan pengayaan (Departemen Kesehatan RI,

2009). Balita terbagi menjadi dua golongan yaitu balita dengan usia satu

sampai tiga tahun dan balita dengan usia tiga sampai lima tahun

(Soekirman, 2006).

2.4.2 Perkembangan Balita

Perkembangan merupakan kondisi yang ditandai dengan

bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks

(Departemen Kesehatan RI, 2009). Perkembangan balita dibagi menjadi

empat aspek yaitu perkembangan psikologis, perkembangan psikososial,

perkembangan social dan perkembangan kognitif (Nicki, 2007).

Berbicara tentang perkembangan balita banyak kita temui teori

yang membahas tentang tumbuh kembang balita. Berikut merupakan

beberapa teori tentang perkembangan balita menurut berbagai tokoh:


20

1. Perkembangan psikososial

Krisis perkembangan psikososial pada bayi adalah pada saat masa

percaya dan tidak percaya. Kualitas hubungan antara orang tua dan

balita akan sangat berpengaruh dalam tahap ini. Teori ini berpendapat

masa autonomi atau kebebasan mulai muncul pada usia toddler dan

pada usia ini anak akan mulai menjalin hubungan social dengan

lingkungan (Potter dan Perry, 2005).

2. Perkembangan kognitif

Perkembangan periode sensorimotor merupakan perkembangan

tahap pertama dari perkembangan kognitif. Periode sensorimotor akan

berlangsung sampai dengan tahun ke dua kelahiran dan setelah itu

akan beralih pada tahap pemikiran praoperasional. Tahap ini ditandai

dengan pengguanaan symbol untuk menunjuk benda, tempat atau

orang pada tahap ini ana juga belajar meniru kegiatan dari orang lain

(Kinney, 2009).

3. Perkembangan bahasa

Perkembangan bahasa akan sangat dipengaruhi oleh

lingkungannya. Bahasa bukan kemampuan yang diperoleh dalam

sekali waktu namun perkembangan bahasa dibutuhkan kelengkapan

struktur dan fungsi dari indera pendengaran, pernafasan, dan kognitif

yang dibutuhkan untuk berkomunikasi. Perkembangan bahasa antar

individu sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh kemampuan saraf

dan perkembangan kognitif masing-masing individu (Wong, 2005).


21

4. Perkembangan sensori motor

Perkembangan sensori motor sangat erat kaitannya dengan dunia

bermain anak. Pada saat bermain anak akan menggunakan

kemampuan otot dan persarafannya. Dengan semakain

berkembangnya kemampuan sensori motor, individu akan mulai

mengeksplor lingkungan sekitarnya (Wong, 2015).

5. Perkembangan motorik kasar

Dalam perkembangan gerak motorik kasar dapat dievaluasi dari

empat posisi yaitu ventral suspension, prone, sitting, dan standing.

Posisi suspension merupakan posisi balita tengkurap dan bersaha

mengangkat pantat (Pillitteri, 2005).

6. Perkembangan motorik halus

Gerak yang melibatkan gerakan bagian tubuh yang melibatkan

otot-otot kecil. Gerak motorik halus dimulai dengan kemampuan

balita untuk menghisap ibu jari. Balita usia tiga bulan mulai

menjangkau benda-benda yang berada didekatnya. Kemampuan

terebut terus berkembang sampai pada usia 12 bulan balita dapat

menggambar garis simetris (Pillitteri, 2006).

Anda mungkin juga menyukai