Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN
Pembimbing :
MarianiS.Kep.Ns. M.PH.

DisusunOleh:
Navi Mayyoulanda
14401.18.19017

PRODI D3 KEPERAWATAN
STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
I. KASUS / MASAALH UTAMA
Perilaku kekerasan
II. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Perilaku atau agresif merupakan suatu bentuk prilaku yang bertujuan
untuk melukaaaaaai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah
tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat
perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah
(Berkowitz, 1993 dalam Dermawan, deden, 2013)
2. Proses Terjadinya Masalah
A. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi / mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
1) Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi
yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak
yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya
atau sanksi penganiayaan.
2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar
rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
3) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam
(pasifagresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang
diterima (permissive).
4) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik,
lobusfrontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan
neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan.
B. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit
fisik), keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat
menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintai / pekerjaan dan kekerasan
merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif
dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

3. Tanda Dan Gejala


A. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Wajah memerah dan tegang
6) Postur tubuh kaku
7) Pandangan tajam
8) Mengatup rahang dengan kuat
9) Jalan mondar-mandir
B. Verbal
1) Bicara kasar
2) Nada suara tinggi, membentak, berteriak
3) Mengancam secara verbal/fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
C. Perilaku
1) Melempar/memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
D. Emosi
1) Tidak adekuat
2) Merasa tidak aman
3) Rasa terganggu
4) Dendam dan jengkel
5) Bermusuhan
6) Mengamuk
7) Ingin berkelahi
8) Menyalahkan dan menuntut
E. Kognitif
1) Mendominasi
2) Cerewet
3) Kasar
4) Berdebat
5) Meremehkan
6) Sarkasme
F. sosial
1) Menarik diri
2) Pengasingan
3) Penolakan
4) Ejekan
5) Sindiran
4. Etiologi
A. Sebab : Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana
gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatifterhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapaikeinginan.
Tanda dan Gejala :
1) Mengejek dan mengkritik diri sendiri
2) Merendahkan atau mengurangi martabat diri sendiri
3) Rasa bersalah atau khawatir
4) Manifestasi fisik : tekanan darah tinggi, psikosomatik, dan
5) penyalahgunaan zat.
6) Menunda dan ragu dalam mengambil keputusan
7) Gangguan berhubungan, menarik diri dari kehidupan social
8) Menarik diri dari realitas
9) Merusak diri
10) Merusak atau melukai orang lain
11) Kebencian dan penolakan terhadap diri sendiri.
B. Akibat : Resiko menciderai diri sendiri orang lain dan lingkungan
Suatu keadaan dimana seorang individu melakukan suatu tindakan yang
dapat membahayakan bagi keselamatan jiwanya maupun orang lain
disekitarnya (Townsend, 1994). Klien dengan perilaku kekerasan
menyebabkan klien berorientasi pada tindaakan untuk memenuhi secara
listrik tuntutan situasi stress, klien akan berperilaku menyerang,merusak
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitar.
Tanda dan Gejala :
1) Adanya peningkatan aktifitas motoric
2) Perilaku aktif ataupun destruktif
3) Agresif
5. Rentang respon
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal
adaptif.
Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut :
Rentang
AdaptifRespon Marah Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk


A. Respon Adaptif.
1) Asertif, adalah mengemukakan pendapat atau mengekspresikan
rasa tidak senang atau tidak setuju tanpa menyakiti lawan bicara.
2) Frustasi, adalah suatu proses yang menyebabkan terhambatnya
seseorang dalam mencapai keinginannya. Individu tersebut tidak
dapat menerima atau menunda sementara sambil menunggu
kesempatan yang memungkinkan. Selanjutnya individu merasa
tidak mampu dalam mengungkapkan perannya dan terlihat pasif.
B. Respon transisi
Pasif adalah suatu perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu
untuk mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-
haknya. Klien tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena merasa
kurang mampu, rendah diri atau kurang menghargai dirinya.
C. Respon maladaptif
1) Agresif, adalah suatu perilaku yang mengerti rasa marah,
merupakan dorongan mental untuk bertindak (dapat secara
konstruksi/destruksi)dan masih terkontrol. Perilaku agresif dapat
dibedakan dalam 2kelompok, yaitu pasif agresif dan aktif agresif.
2) Pasif agresif, adalah perilaku yang tampak dapat berupa
pendendam,bermuka asam, keras kepala, suka menghambat dan
bermalas-malasan.
3) Aktif agresif, adalah sikap menentang, suka membantah,
bicarakeras, cenderung menuntut secara terus menerus, bertingkah
laku kasar disertai kekerasan.
4) Amuk, adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai
kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang
lain atau lingkungan. (Stuart and Sudeen, 1998).
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung
danmekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi
diri.Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena
adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya
dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami
hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang
sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain
seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya,
tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda
yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap
rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.
c. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak
yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan
dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan,dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seorang yang tertarik padateman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy
berusia 4tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karenamenggambar di dinding kamarnya. Dia mulai
bermain perang-perangandengan temannya.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien perilaku kekerasan bukan hanya meliputi
pengobatan dengan farmakoterapi, tetapi juga pemberian psikoterapi, serta terapi
modalitas yang sesuai dengan gejala pada perilaku kekerasan. Pada terapi ini juga
perlu dukungan keluarga dan sosial akan memberikan peningkatan kesembuhan
klien. Penatalaksanaan pada pasien perilaku kekerasan terbagi dua yaitu :

a. Penatalaksanaan medik

1) Farmakoterapi

Salah satu farmakoterapi yang digunakan pada klien dengan perilaku


kekerasan biasanya diberikan antipsikotik. Obat antipsikotik pertama yaitu
klorpromazin, diperkenalkan tahun 1951 sebagai pramedikasi anestesi. Kemudian
setelah itu, obat itu diuji coba sebagai obat skizofrenia dan terbukti dapat
mengurangi skizofrenia. Antipsikotik terbagi atas dua yaitu antipsikotik tipikal
dan antipsikotik atipikal dengan perbedaan pada efek sampingnya. Antipsikotik
tipikal terdiri dari (butirofenon, Haloperidol/haldol,Fenotiazine,Chlorpromazine,
perphenazine (Trilafon), trifluoperazin (stelazine), sedangkan untuk antipsikotik
atipikal terdiri dari (clozapine (clozaril), risperidone (Risperidal). Efek samping
yang ditimbulkan berupa rigiditas otot kaku, lidah kaku atau tebal disertai
kesulitan menelan. Biasanya sering digunakan klien untuk mengatasi gejala-gejala
psikotik (Perilaku kekersan, Halusinasi, Waham), Skizofrenia, psikosis organik,
psikotik akut dan memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak
(Katona, dkk, 2012).

2) Terapi Somatis

Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan


gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi
perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik
klien. Walaupun yang diberi perlakuan adalah fisik klien, tetapi target terapi
adalah perilaku klien. Jenis terapi somatis adalah meliputi pengikatan, ECT,
isolasi dan fototerapi (Kusumawati & Yudi, 2010).
a) Pengikatan

Merupakan terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk


membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera fisik
pada klien sendiri dan orang lain.

b) Terapi Kejang listrik

Terapi kejang listrik atau Electro Convulsif Therapi (ECT) adalah bentuk
terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan
arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan dipelipis pasien. Terapi ini ada
awalnya untuk menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya
dilaksanakan setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) dengan kekuatan arus listrik
(2-3 joule).

c) Isolasi

Merupakan bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri diruang


tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang lain dan
lingkungan. Akan tetapi tidak dianjurkan pada klien dengan risiko bunuh diri.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Strategi pelaksanaan pasien perilaku kekerasan

Startegi pelaksanaan dapat dilakukan berupa komunikasi terapeutik kepada


pasien perilaku kekerasan maupun pada keluarga. Tindakan keperawatan terhadap
pasien dapat dilakukan minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai
pasien dan keluarga dapat mengontrol dan mengendalikan perilaku kekerasan.
Pada masingmasing pertemuan dilakukan tindakan keperawatan berdasarkan
strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut (Pusdiklatnakes,2012) :

a) Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk pasien : latihan nafas dalam dan


memukul kasur atau bantal.
b) Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk pasien : latihan minum obat
c) Latihan strategi pelaksanaam 3 untuk pasien : Latihan cara sosial atau
verbal
d) Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk pasien : Latihan cara spiritual

Tindakan keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai


berikut :

a) Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk keluarga : Cara merawat pasien dan


melatih latihan fisik
b) Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk keluarga : Cara memberi minum obat
c) Latihan strategi pelaksanaan 3 untuk keluarga : Melatih keluarga cara
mengontrol marah dengan cara sosial atau verbal.
d) Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk keluarga : cara mengontrol rasa
marah dengan cara spiritual, latih cara spiritual, jelaskan follow up ke
puskesmas, tanda kambuh.

2) Terapi modalitas

Terapi modalitas keperawatan jiwa dilakukan untuk memperbaiki dan


mempertahankan sikap klien agar mampu bertahan dan bersosialisasi dengan
lingkungan masyarakat sekitar dengan harapan klien dapat terus bekerja dan tetap
berhubungan dengan keluarga, teman, dan sistem pendukung yang ada ketika
menjalani terapi (Nasir & Muhits dalam Direja, 2011).

Jenis-jenis terapi modalitas adalah :

a) Psikoterapi

Merupakan suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional terhadap


pasien yang dilakukan oleh seseorang yang terlatih dan sukarela. Psikoterapi
dilakukan agar klien mengalami tingkah lakunya dan mengganti tingkah laku
yang lebih konstruktif melalui pamhaman- pemahaman selama ini kurang baik
dan cenderung merugikan baik diri sendiri , orang lain maupun lingkungan
sekitar.

b) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

Terapi Aktivitas Kelompok sering digunakan dalam praktik kesehatan


jiwa, bahkan merupakan hal yang terpenting dari keterampilan terapeutik dalam
ilmu keperawatan. Pemimpin atau leader kelompok dapat menggunakan keunikan
individu untuk mendorong anggota kelompok untuk mengungkapkan masalah dan
mendapatkan bantuan penyelesaian masalahnya dari kelompok, perawat juga
adapatif menilai respon klien selamaberada dalam kelompok. Jenis Terapi
Aktivitas Kelompok yang digunakan pada klien dengan perilaku kekerasan adalah
Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi atau Kognitif. Terapi yang
bertujuan untuk membantu klien yang mengalami kemunduran orientasi,
menstimuli persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan afektif serta
mengurangi perilaku maladaptif. Karakteristiknya yaitu pada penderita gangguan
persepsi yang berhubungan dengan nilainilai, menarik diri dari realitas dan inisiasi
atau ide-ide negatif.

3) Terapi Keluarga

Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah


klien dengan memberikan perhatian :

a) Bina hubungan saling percaya (BHSP)


b) Jangan memancing emosi klien
c) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
d) Memberikan kesempatanpada klien dalam mengemukakan pendapat
e) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan maslah yang dialami
f) Mendengarkan keluhan klien
g) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
h) Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien
i) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
j) Jika terjadi perilaku kekerasan yang dilakukan adalah : bawa klien
ketempat yang tenang dan aman, hindari benda tajam, lakukan fiksasi
sementara, rujuk ke pelayanan kesehatan (Afnuhazi, 2015).
I. A. Pohon Masalah
Resikomencederaidiri, orang lain danlingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk Core Problem


II.

GangguanHargaDiri :HargaDiriRendah
B. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Riwayat ketidakjelasan nama atau identitas serta
pendidikan yang rendah, atau riwayat putus sekolah yang
mengakibatkan perkembangan kurang efektif. Status sosial tuna
wisma, kehidupan terisolasi (kehilangan kontak sosial, misal pada
lansia). Agama dan keyakinan klien tidak bisa menjelaskan
aktivitas keagamaan secara rutin (Mellia Trisyani Putri, 2020)
2. Alasan masuk
Biasanya klien masuk dengan alasan sering mengamuk
tanpa sebab, memukul, membanting, mengancam, menyerang
orang lain, melukai diri sendiri, mengganggu lingkungan, bersifat
kasar dan pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu kambuh
karena tidak mau minum obat secara teratur (Keliat,2016).
3. Faktor Predisposisi
a. Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu
dan pernah dirawat atau baru pertama kali mengalami gangguan
jiwa (Parwati, Dewi & Saputra 2018).
b. Biasanya klien berobat untuk pertama kalinya kedukun sebagai
alternative serta memasung dan bila tidak berhasil baru di bawa
kerumah sakit jiwa.
c. Trauma. Biasnya klien pernah mengalami atau menyaksikan
penganiayaan fisik, seksual, penolakan, dari lingkungan.
d. Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
kalau ada hubungan dengan keluarga, gejala, pengobatan dan
perawatan.
e. Biasanya klien pernah mengalami pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan misalnya, perasaan ditolak, dihina, dianiaya,
penolakan dari lingkungan
4. Fisik
Pengkajian fisik
a. Ukur dan observasi tanda-tanda vital seperti tekanan darah akan
bertambah naik, nadi cepat, suhu, pernapasan terlihat cepat.
b. Ukur tinggi badan dan berat badan.
c. Yang kita temukan pada klien dengan prilaku kekerasan pada saat
pemeriksaan fisik (mata melotot, pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, wajah memerah)
d. Verbal (mengancam, mengupat kata-kata kotor, berbicara kasar
dan ketus)

5. Psikososial
a) Genogram
Genogram dibuat 3 generasi keatas yang dapat
menggambarkan hubungan klien dengan keluarga. Tiga generasi
ini dimaksud jangkauan yang mudah diingat oleh klien maupun
keluarga apa disaat pengkajian.
b) Konsep diri
Biasanya ada anggota tubuh klien yang tidak disukai klien yang
mempengaruhi keadaan klien saat berhubungan dengan orang lain
sehingga klien merasa terhina, diejek dengan kondisinya tersebut.
c) Identitas
Biasanya pada klien dengan prilaku kekerasan tidak puas
dengan pekerjaannya, tidak puas dengan statusnya, baik disekolah,
tempat kerja dan dalam lingkungan tempat tinggal
d) Harga diri
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan hubungan
dengan orang lain akan terlihat baik, harmoni sata terdapat
penolakan atau klien merasa tidak berharga, dihina, diejek dalam
lingkungan
e) Peran diri
Biasanya klien memiliki masalah dengan peranatau tugas yang
diembannya dalam keluarga, kelompok atau masyarakat dan
biasanya klien tidak mampu melaksanakan tugas dan peran
tersebut dan merasa tidak berguna.
f) Ideal diri
Biasanya klien memilki harapan yang tinggi terhadap tubuh,
posisi dan perannya baik dalam keluarga, sekolah, tempat kerja dan
masyarakat.
6. Hubungan social
a. Orang yang berarti Tempat mengadu, berbicara
b. Kegiatan yang diikuti klien dalam masyarakat dan apakah klien
berperan aktif dalam kelompok tersebut
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain/tingkat
keterlibatan klien dalam hubungan masyarakat.

7. Spiritual
a) Nilai dan keyakinan
b) Biasanya klien mengatakan bahwa dia tidak mengalami gangguan
jiwa.
c) Kegiatan ibadah
d) Biasaya dalam selama sakit klien jarang melakukan ibadah.
8. Status mental
a) Penampilan.
b) Biasanya penampilan klien kotor.
c) Pembicaraan.
d) Biasanya pada klien prilaku kekerasan pada saat dilakukan
pengkajian bicara cepat,keras, kasar, nada tinggi dan mudah
tersinggung.
e) Aktivitas motoric
f) Biasanya aktivitas motoric klien dengan prilaku kekerasan akan
terlihat tegang, gelisah, gerakan otot muka berubah-ubah, gemetar,
tangan mengepal, dan rahang dengan kuat.
g) Alam perasaan
Biasanya akan merasa sedih dan menyesali apa yang telah
dilakukan
h) Efek
Biasanya klien mudah tersinggung dan sering marah-marah tanpa
sebab
i) Interaksi selama wawancara
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan akan terlihat
bermusuhan, curiga, tidak kooperatif, tidak mau menatap lawan
bicara dan mudah tersinggung.
j) Persepsi
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan masih dapat menjawab
pertanyaan dengan jelas.
k) Isi Pikir
Biasanya klien meyakini dirinya tidak sakit, dan baik-baik saja.
l) Tingkat kesadaran
Biasanya klien prilaku kekerasan kadang tampak bingung,
m) Memori
Biasanya klien diwaktu wawancara dapat mengingat kejadian yang
terjadi dan mengalami gangguan daya ingat jangka panjang.
n) Kemampuan penilaian
Biasanya klien mengalami kemampuan penilaian ringan dan
sedang dan tidak mampu mengambil keputusan
o) Daya fikir diri
Biasanya klien mengingkari penyakit yang dideritanya
9. Kebutuhan persiapan pulang
a) Makan
Biasanya klien tidak mengalami perubahan
b) BAB/BAK
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan tidak ada gangguan
c) Mandi
Biasanya klien jarang mandi, tidak menyikat gigi, jarang mencuci
rambut dan bercukur atau berhias. Badan klien sangat bau dan
kotor, dan klien hanya melakukan kebersihan diri jika disuruh.
d) Berpakaian
Biasanya klien jarang mengganti pakaian, dan tidak mau
berdandan. Klien tidak mampu mengenakan pakaian dengan sesuai
dan klien tidak mengenakan alas kaki
e) Istirahat dan tidur
Biasanya klien tidak melakukan persiapan sebelum tidur, seperti:
menyikat gigi, cucu kaki, berdoa. Dan sesudah tidur seperti:
merapikan tempat tidur, mandi atau cuci muka dan menyikat gigi.
Frekuensi tidur klienberubah-ubah, kadang nyenyak dan kadang
gaduh atau tidak tidur.
f) Penggunaan obat
Biasanya klien mengatakan minum obat 3 kali sehari dan klien
tidak mengetahui fungsi obat dan akibat jika putus minum obat.
g) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya klien tidak memperhatikan kesehatannya, dan tidak
peduli tentang bagaimana cara yang baik untuk merawat dirinya.
h) Aktifitas didalam rumah
Biasanya klien mampu merencanakan, mengolah, dan menyajikan
makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri dan
mengatur biaya sehari-hari.
10. Mekanisme koping
Biasanya klien menggunakan respon maldaptif yang ditandai
dengan tingkah laku yang tidak terorganisir, marah-marah bila
keinginannya tidak terpenuhi, memukul anggota keluarganya, dan
merusak alat-alat yg ada dirumah.
11. Masalah psikologis dan lingkungan
Biasanya klien merasa ditolak dan mengalami masalah interaksi
dengan lingkungan.

12. Pengetahuan
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan kurang pengetahuan
tentang penyakitnya,dan klien tidak mengetahui akibat dari putus
obat dan fungsi Dari obat yang diminumnya.
III. DiagmosaKeperawatan
1. Perilaku kekerasa b/d ketidak mampuan mengendalikan
dorongan marah
2. Harga diri rendah kronis b/d terpapar stuasi traumatis

III. Rencana Keperawatan


Diagnosa 1: perilaku kekerasan
Tujuan Umum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati,
sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan
klien dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
3.1 Anjurka nklien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel / kesal.
3.2 Observasi tanda perilaku kekerasan.
3.3 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengke l/ kesal yang dialami
klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
4.1. Anjurkan mengungkapkan perilakukekerasan yang biasa
dilakukan.
4.2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan.
4.3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
6.1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2. Diskusikan cara lain yang sehat. Secara fisik :tarik nafas
dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
6.3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau
kesal / tersinggung.
6.4. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada
Tuhan untuk diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
7.1. Bantu memilihcara yang paling tepat.
7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel /
marah.
8. Klienmendapatdukungandarikeluarga.
Tindakan :
8.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien
melalui pertemuan keluarga.
8.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapa tmenggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis,
frekuensi, efek dan efek samping).
9.2. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar
(nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
9.3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.
Diagnosa II : gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
TujuanKhusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2 Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3 Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Kliendapatmengidentifikasikemampuandanaspekpositif yang dimiliki.
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
2.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapatdigunakan untuk diri
sendiri dan keluarga
Tindakan:
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
III.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan.
III.2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
III.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1 Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2 Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
7.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien
7.2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
7.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
7.4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
PERILAKU KEKERASAN
SP 1: Membina hubungan saling percaya, identifikasi perasaan marah, tanda
dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang sering dilakukan
dan mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik tarik nafas
dalam.
Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
(ORIENTASI)
1.   Salam terapeutik
”Selamat pagi bapak “Y”, Saya Mahasiswa keperawatan yang berjaga
pukul 08.00 sampai 14.00. Nama Saya .... biasa dipanggil ....
2.   Evaluasi/ validasi
Bagaimana perasaan bapak ”Y” hari ini ? apa keluhan bapak ”Y” hari
ini? Apakah tidur bapak “Y” nyenyak?
3.    Kontrak
“Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan
marah bapak. Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang ?
Bagaimana kalau 20 menit? Bapak mau berbincang-bincang dimana?
Baiklah disini saja ya ”

(KERJA)
 “Apa yang menyebabkan bapak marah?
 Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
 Terus penyebabnya apa?
 Samakah dengan yang sekarang?
 Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan,
makanan yang tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab
marah klien), apa yang bapak rasakan?
 Apakah bapak merasa kesal, kemudian dada bapak berdebar-debar,
mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?
 Apa yang bapak lakukan selanjutnya?
 Apakah dengan bapak marah-marah, keadaan jadi lebih baik?
 Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah?
 Maukah bapak belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?
Ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini
kita belajar satu cara dulu, begini pak, kalau tanda- marah itu sudah bapak
rasakan bapak berdiri lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut seperti mengeluarkan
kemarahan, coba lagi pak dan lakukan sebanyak 5 kali. Bagus sekali bapak
sudah dapat melakukan nya. Nah sebaiknya latihan ini bapak lakukan
secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak
sudah terbiasa melakukannya dan cara yang kedua dengan melampiasakan
marah bapak dengan memukul bantal atau kasur”.

(TERMINASI)
1.  Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan bapak?
Evaluasi Objektif
“Coba bapak sebutkan penyebab bapak marah dan yang bapak
rasakan  dan apa yang bapak lakukan serta akibatnya.”
“coba bagaimana cara mengontrol marah bapak saat bapak sedang
marah?”
2.   Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil
tindakan yang telah dilakukan):
“Sekarang kita buat jadwal latihan nya ya pak, berapa kali sehari
bapak mau latihan nafas dalam ?”
3.   Kontrak yang akan datang
“Baik bagaimana kalau besok saat jam makan siang  kita latihan cara
lain yaitu dengan minum obat secara teratur.? Tempatnya disini saja
ya pak? Selamat Pagi.”
SP 2 : Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat secara
teratur
Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
(ORIENTASI)
1.   Salam terapeutik
“Selamat pagi bapak “Y”, masih ingat dengan saya kan?
2.   Evaluasi/ validasi
Bagaimana pak, sudah makan siang sudah diminum obatnya, ? Apa
bapak sudah mencoba cara yang saya berikan kemarin? Bapak masih
ingat cara yang kemarin kan?”
3.    Kontrak
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum
obat yang benar untuk mengontrol rasa marah? Dimana enaknya kita
berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat tadi? Berapa lama
bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”

(KERJA)
 bapak sudah dapat obat dari dokter?
 Berapa macam obat yang bapak minum?
 warnanya apa saja?
 Bagus, jam berapa di minum?
Bagus. Obatnya ada 3 macam, yang warnanya oranye namanya CPZ
gunanya agar pikiran tenang, yang putih namanya THP agar rileks dan
tidak tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP rasa marah
berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3x sehari jam 7 pagi, jam
1 siang, dan jam 7 malam. Bila nanti setelah minum obat mulut bapak
terasa kering, untuk membantu mengatasinya bapak bias mengisap-
isap es batu. Bila terasa berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat
dan jangan beraktivitas dulu. Nanti dirumah sebelum minum obat ini
bapak lihat dulu label di kotak obat apakah benar nama bapak tertulis
disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja harus
diminum, baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Disini minta
obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya. Jangan
penah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter
ya, karena dapat terjadi kekambuhan. Sekarang kita masukkan waktu
minum obat kedalam jadwal ya”.

(TERMINASI)
1.   Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
kita minum obat yang benar?”
Evaluasi objektif
“Coba bapak sebutkan lagi jenis jenis obat yang bapak minum.
Bagaiman cara minum obat yang benar? Nah, sudah berapa cara
mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?”
2.   Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil
tindakan yang telah dilakukan):
“Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat.
Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya.”
3.   Kontrak yang akan datang
“Baik, besok kita ketemu lagi untuk latihan dengan cara yang ketiga,
besok sekitar jam 09:00 WIB bagaimana pak? Bapak mau?
Bagaimana kalo besok kita berbincang-bincang lagi disini? Baik pak,
selamat siang.”
SP 3 : Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan ke-2: dengan cara
verbal/bicara baik
Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
(ORIENTASI)
1.   Salam terapeutik
“Selamat pagi bapak “Y”sesuai dengan janji saya kemarin sekarang
kita ketemu lagi. Masih ingat dengan nama saya kan pak?
2.   Evaluasi/ validasi
Bagaimana pak, sudah dilakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur
bantal? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?
Apakah bapak masih ingat dengan macam-macam obat bapak?
3.   Kontrak
“Bagaiman kalau kita sekarang latihan cara bicara untuk mencegah
marah? Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
ditempat yang sama? Berapa lama bapak mau kita berbincang-
bincang? Bagaiman kalau 15 menit?”

(KERJA)
“Sekarang kita latihan cara bicara  bapak baik untuk mencegah
marah. Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul
kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang
yang membuat kita marah. Ada tiga caranya:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara yang rendah serta
tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin bapak mengatakan
penyebab marahnya karena makanan tidak tersedia, rumah berantakan,
Coba bapak minta sediakan makan dengan baik:” tolong sediakan
makan dan bereskan rumah” Nanti biasakan dicoba disini untuk
meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus
pak.
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: ‘maaf saya tidak bisa melakukannya karena
sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan . Bagus pak.
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal bapak dapat mengatakan:’Saya jadi ingin marah karena
perkataan mu itu’. Coba praktekkan. Bagus.”
(TERMINASI)
1.  Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?
2. Evaluasi objektif
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita
pelajari. Bagus sekali, sekarang mari kita masukkan dalam jadwal.”
3. Rencana Tindak Lanjut
“Berapa kali sehari bapak mau latihan bicara yang baik? bisa kita
buat jadwalnya? Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari,
misalnya meminta obat, makanan dll. Bagus nanti dicoba ya pak.”
4. Kontrak yang akan datang
“Bagaimana kalau besok  untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu
dengan cara ibadah, Mau dimana pak? Disini lagi? Baik sampai
bertemu besok ya pak”.

SP 4 :Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual

Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


(ORIENTASI)
1.  Salam terapeutik
“Selamat pagi bapak “Y”, bapak masih ingat dengan nama saya?
2.  Evaluasi/ validasi
Bagaiman pak, latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaiman rasa
marahnya?”
3.  Kontrak
“Bagaimana kalau sekarang kita selatihan cara lain untuk mencegah
rasa marah yaitu dengan ibadah? Dimana enaknya kita berbincang-
bincang? Bagaiman kalau ditempat biasa seperti kemarin? Berapa lama
mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?mari pak,”
(KERJA)
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan! Bagus,
yang mana yang mau di coba? Nah, kalau bapak sedang marah coba
langsung duduk dan langsung tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga
marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air
wudhu kemudian sholat”. “bapak bisa melakukan sholat secara teratur
untuk meredakan kemarahan.Coba ibu sebutkan sholat 5 waktu?
Bagus, mau coba yang mana? Coba sebutkan caranya?”
(TERMINASI)
1.  Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi subjektif
“Bagaiman perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
yang keempat ini?”
Evaluasi objektif
“coba bapak ulangi apa yang tadi kita pelajari!”
“ Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari?
Bagus.”
2.   Rencana Tindak lanjut
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan bapak.
Mau berapa kali bapak sholat. Baik kita masukkan sholat …….dan
…… (sesuai dengan yang disebutkan pasien).”
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila
bapak sedang marah” “Setelah ini coba bapak lakukan sholat sesuai
jadwal yang telah kita buat tadi”
3.  Kontrak yang akan datang
“Baik, besok kita ketemu lagi untuk melihat sejauh mana bapak
melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah.
Selamat siang, sampai jumpa.”
DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
EGC.

Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa.
Jakarta: EGC.

Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi . Jakarta: EGC

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Marilyne, Doengoes&townsend, mary, &frances,mary.2006. rencana asuhan


keperawatan psikiatri.Jakarta:EGC.

Ma’rifatul, lilik.2011. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kusumawati, farida. 2010.Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :Salemba Medika.

Dermawan, deden. 2013. Konsep dan kerangk kerja asuhan keperawatan jiwa.
Yogyakarta: Goesyen publishing, 2013

Anda mungkin juga menyukai