Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TERAPI MODALITAS PADA KASUS RPK

Dosen pembimbing :

Warti Ningsih, S.kep,Ns,M.Kep.

Disusun Oleh :

Ayer Indarto

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYYAH KUDUS

2022

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress
berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalnya:
memaki-maki orang di sekitarnya, membanting–banting barang, menciderai diri
sendiri dan orang lain, bahkan membakar rumah, mobil dan sepeda montor.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah
sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan
“pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan Laraia (1998), perilaku kekerasan
dapat dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas
tubuh), psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang),
spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral). Perilaku kekerasan
merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia akut yang tidak lebih
dari satu persen (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO (2001)
menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah
mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami
gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 – 0,8 % penderita
skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira
2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004 dalam
Carolina, 2008). Data WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk
Indonesia atau kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data
Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5
juta orang (WHO, 2006).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka kami tertarik untuk
menyusun makalah mengenai kegawatdaruratan pada perilaku kekerasan.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana kegawatdaruratan psikiatri pada perilaku kekerasan ?

2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan gawat darurat
psikiatri pada perilaku kekerasan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian dari perilaku kekerasan
b. Mengetahui penyebab dari perilaku kekerasan
c. Mengetahui rentang respon dari perilaku kekerasan
d. Mengetahui tanda  dan gejala dari perilaku kekerasan
e. Mekanisme koping dari perilaku kekerasan
f. Mengetahui dari perilaku kekerasan
g. Mengetahui pohon masalah pada perilaku kekerasan
h. Mengetahui penatalaksanaan dari perilaku kekerasan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
ancaman. (Stuart dan Sundeen, 1998).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
(Towsend, 1998).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. (Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009)
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan, PK (perilaku
kekerasan) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat memebahayakan secara fisik maupun psikologis, baik pada

3
dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah
yang tak terkontrol.

B. Etiologi ( Mekanisme Sebab-Akibat)


1. Sebab : Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana
gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
Tanda dan Gejala :
a. Mengejek dan mengkritik diri sendiri
b. Merendahkan atau mengurangi martabat diri sendiri
c. Rasa bersalah atau khawatir
d. Manifestasi fisik : tekanan darah tinggi, psikosomatik, dan
penyalahgunaan zat.
e. Menunda dan ragu dalam mengambil keputusan
f. Gangguan berhubungan, menarik diri dari kehidupan social
g. Menarik diri dari realitas
h. Merusak diri
i. Merusak atau melukai orang lain
j. Kebencian dan penolakan terhadap diri sendiri.
2. Akibat : Resiko menciderai diri sendiri orang lain dan lingkungan
Suatu keadaan dimana seorang individu melakukan suatu tindakan yang
dapt membahayakan bagi keselamatan jiwanya maupun orang lain
disekitarnya (Townsend, 1994). Klien dengan perilaku kekerasan
menyebabkan klien berorientasi pada tindaakan untuk memenuhi
secara listrik tuntutan situasi stress, klien akan berperilaku menyerang,
merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitar.
Tanda dan Gejala :
a. Adanya peningkatan aktifitas motoric
b. Perilaku aktif ataupun destruktif

4
c. Agresif

C. Faktor Penyebab dari Perilaku Kekerasan


1. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi
yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak
yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya
atau sanksi penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar
rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang
diterima (permissive).
d. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter
turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
2. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit
fisik), keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat
menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan
faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik
dapat pula memicu perilaku kekerasan.

5
D. Rentang Respon dari Perilaku Kekerasan
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.
Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut :
Rentang Respon Marah

Respon adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

1. Respon Adaptif.
a. Asertif, adalah mengemukakan pendapat atau mengekspresikan rasa
tidak senang atau tidak setuju tanpa menyakiti lawan bicara.
b. Frustasi, adalah suatu proses yang menyebabkan terhambatnya
seseorang dalam mencapai keinginannya. Individu tersebut tidak
dapat menerima atau menunda sementara sambil menunggu
kesempatan yang memungkinkan. Selanjutnya individu merasa tidak
mampu dalam mengungkapkan perannya dan terlihat pasif.
2. Respon transisi
Pasif adalah suatu perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-
haknya. Klien tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena
merasa kurang mampu, rendah diri atau kurang menghargai dirinya.
3. Respon maladaptive
a. Agresif, adalah suatu perilaku yang mengerti rasa marah, merupakan
dorongan mental untuk bertindak (dapat secara konstruksi/destruksi)
dan masih terkontrol. Perilaku agresif dapat dibedakan dalam 2
kelompok, yaitu pasif agresif dan aktif agresif.
b. Pasif agresif, adalah perilaku yang tampak dapat berupa pendendam,
bermuka asam, keras kepala, suka menghambat dan bermalas-
malasan.
c. Aktif agresif, adalah sikap menentang, suka membantah, bicara
keras, cenderung menu0ntut secara terus menerus, bertingkah laku
kasar disertai kekerasan.
6
d. Amuk, adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai
kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang
lain atau lingkungan. (Stuart and Sudeen, 1998).

E. Mekanisme Koping dari perilaki kekerasan


Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena
adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di
mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

7
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4
tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.
F. Tanda dan Gejala
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Mengatup rahang dengan kuat
i. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Nada suara tinggi, membentak, berteriak
c. Mengancam secara verbal/fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar/memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a. Tidak adekuat

8
b. Merasa tidak aman
c. Rasa terganggu
d. Dendam dan jengkel
e. Bermusuhan
f. Mengamuk
g. Ingin berkelahi
h. Menyalahkan dan menuntut
5. Kognitif
a. Mendominasi
b. Cerewet
c. Kasar
d. Berdebat
e. Meremehkan
f. Sarkasme

6. Sosial
a. Menarik diri
b. Pengasingan
c. Penolakan
d. Ejekan
e. Sindiran

G. Proses Terjadinya Masalah


Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl
meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan
otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan
disertai reflek yang cepat.

9
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena
individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang
lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat
juga untuk pengembangan diri klien.
3. Memberontak (acting out).
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting
out” untuk menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan

H. Penatalaksanaan dari perilaku kekerasan


1. Farmakoterapi
a. Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
b. Obat anti depresi, amitriptyline
c. Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
d. Obat anti insomnia, phneobarbital
2. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian:
1) BHSP
2) Jangan memancing emosi klien
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan
keluarga
4) Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan
pendapat

10
5) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang
dialami
6) Mendengarkan keluhan klien
7) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
8) Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan
klien
9) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
Jika terjadi PK yang dilakukan adalah:
1) Bawa klien ketempat yang tenang dan aman
2) Hindari benda tajam
3) Lakukan fiksasi sementara
4) Rujuk ke pelayanan kesehatan
b. Terapi kelompok : Berfokus pada dukungan dan perkembangan,
ketrampilan social atau aktivitas lai dengan berdiskusi dan bermain
untuk mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian
orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
c. Terapi musik : Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk
mengembalikan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah atau ketakutan (panic). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan
itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan
perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)

11
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
3. Memberontak (acting out)
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.

B. Saran
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam
mengatasi masalahnya.
Perawat yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan tentang
kegawatdaruratan psikiatrik pada perilaku kekerasan, diharapkan dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga kepuasan klien dan perawat secara
bersama-sama dapat meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta; Salemba

Medika

Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta; EGC

Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa, Jakarta

EGC

Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi . Jakarta: EGC

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama

Frances,mary,dkk.1996.rencana asuhan keperawatan psikiatri.jakarta:EGC

12
Marilyne, Doengoes&townsend, mary, &frances,mary.2006. rencana asuhan
keperawatan psikiatri.Jakarta:EGC

Ma’rifatul, lilik.2011.keperawatan jiwa.yogyakarta:graha ilmu

Kusumawati, farida. 2010.Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :salemba medika

13

Anda mungkin juga menyukai