Anda di halaman 1dari 17

Laporan Pendahuluan Keperawatan Jiwa

Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Kasus


Perilaku Kekerasan

Oleh :
Chairunas Amnusy
(183110167)

Dosen Pembimbing :
Heppi Sasmita,SKp,M.Kep,Sp.Jiwa

PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
A. Latar Belakang
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat
membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalnya: memaki-
maki orang di sekitarnya, membanting–banting barang, menciderai diri sendiri dan orang
lain, bahkan membakar rumah, mobil dan sepeda montor.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit
jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan
“pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan Laraia (1998), perilaku kekerasan dapat
dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh),
psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa
dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral). Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan
gejala dari gangguan skizofrenia akut yang tidak lebih dari satu persen (Purba dkk,
2008).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO (2001)
menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental.
WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan
kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 – 0,8 % penderita skizofrenia dan
dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak yang
mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004 dalam Carolina, 2008). Data WHO tahun
2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia atau kira-kira 12-16 persen
mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data Departemen Kesehatan, jumlah penderita
gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2006).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka kami tertarik untuk menyusun
makalah mengenai kegawatdaruratan pada perilaku kekerasan.

\
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan perilaku
kekerasan
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan perilaku
kekerasan
b. Mampu melakukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan
c. Mampu melakukan perencanaan keperawatan pada pasien dengan perilaku
kekerasan
d. Mampu melakukan implemestasi keperawatan pada pasien dengan perilaku
kekerasan
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A.Definisi Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan
(fitria, 2009).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph, 2007).
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat,
membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan: memaki-maki
orang disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri dan orang lain, bahkan
membakar rumah.

B.Tanda dan Gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir\

2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus

3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual

C.Faktor Penyebab

1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Psikologis
Psiconalytical Theory : teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari
instructual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua
insting, pertama insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas ; dan kedua :
insting kematian yang diekspresikan dengan agresifitas.
b. Faktor Sosial Budaya
Ini mengemukakan bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresif
dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan
berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon
yang dipelajarinya. Kultur dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan, adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang diterima atau tidak dapat
diterima sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara
yang asertif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar biologis,
penelitian neurobiologis mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris
ringan pada hipotalamus (yang berada ditengah sistem limbik).
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam.
Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya
ancaman terhadap konsep diri seseorang, ketika sesorang merasa terancam, mungkin
dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Ancaman
dapat berupa internal ataupun eksternal, contoh stressor eksternal : serangan secara
psikis, kehilangan hubungan yang dianggap bermakna dan adanya kritikan dari orang
lain, sedangkan contoh dari stressor internal : merasa gagal dalam bekerja, merasa
kehilangan seseoranga yang dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita.
Bila dilihat dari sudut pandang perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan
terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua yaitu :
a) Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, kurang percaya diri.
b) Lingkungan : ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik interaksi social.

D.Proses terjadinya perilaku kekerasan

Banyak hal yang dapat menimbulkan stress,marah,cemas,dan HDR pada individu.Agresif


dapat menimbulkan kecemasan sehingga dapat menimbulkan kecemasan sehingga dapat
menimbulkan perasaan yang tidak enak atau menyenangkan. Kecemasan dapat diungkapkan
melalui 3 cara :

1. Mengungkapkan marah secara verbal.


2. Menekan/mengingkari rasa marah.
3. Menentang perasaan marah.

Dengan cara tersebut akan menimbulkan perasan-perasaan bermusuhan.Bila cara ini


berlangsung terus menerus maka dapat terjadi penyerangan dengan kekerasan disertai
tindakan melempar yang menimbulkan perasaan marah tersebut.

Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal berupa
perilaku deskruptif maupun agresif.Sedangkan secara internal dapat berupa perilaku yang
merusak diri,Mengekspresikan marah dapat dengan perilaku deskriptif dengan menggunakan
kata-kata yang dapat dimengerti dan direpson tanpa menyakiti orang lain,serta memberikan
perasaan lega.

E. Mekanisme Koping dari perilaku kekerasan


Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain:
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang
tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang
tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya
karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan
temannya.

F. Pohon Masalah

Perilaku Menciderai diri sendri/orang lain (akibat)

Perilaku Kekerasan (masalah utama)

Harga Diri Rendah (penyebab)

G .Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladiptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/PK

Keterangan :

1. Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.


2. Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis.
3. Pasif : Respon lanjutan dimana klien tidak mampu mengungkapkan perasaannya.
4. Agresif :Perilaku deskruptif tapi masih terkontrol.
5. Amuk : Perilaku diskruptif dan tidak terkontrol.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A.Pengkajian

1.Identitas klien meliputi nama,umur,jenis kelamin,tanggal dirawat,tanggal pengkajian,nomor


rekam medis.

2.Alasan masuk rumah sakit ; Klien Perilaku kekerasan dirumah.

3.Perilaku ; menyerang orang lain,melukai diri sendiri ,orang lain ,merusak lingkungan.

4.Emosi : Tidak adekuat,tidak aman dan nyaman,merasa terganggu,dendam,jengkel,tidak


berdaya,bermusuhan,mengamuk,menyalahkan dan menuntut.

5.Intelektual : Mendominasi ,cerewet , kasar ,berdebat ,meremehkan ,dan tidak jarang


mengeluarkan kata kata kasar.

6. Spiritual : Merasa diri berkuasa,merasa diri paling benar,keraguan ,tidak bermoral.

7.Social : Menarik diri,pengasingan,penolakan,kekerasan ,ejekan dan sindiran .

B.Diagnosa Keperawatan

Resiko Perilaku Kekerasan

C.Rencana Keperawatan

I. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa : Perilaku Kekerasan
a. Tujuan Umum
Klien tidak melakukan tindakan kekerasan baik kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.
b. Tujuan Khusus
1. TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi :
 Klien mau membalas salam
 Klien mau berjabat tangan
 Kllien mau menyebut nama
 Klien mau tersenyum
 Klien ada kontak mata
 Klien mau mengetahui nama perawat
 Klien mau menyediakan waktu untuk perawat
Intervensi Keperawatan :
 Beri salam dan panggil nama klien
 Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
 Jelaskan maksud hubungan interaksi
 Jelaskan kontrak yang akan dibuat
 Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati
 Lakukan kontak singkat tetapi sering
Rasionalisasi :
 Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk hubungan selanjutnya.

2. TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan


Kriteria Evaluasi :
 Klien mengungkapkan perasaannya
 Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan marah, jengkel/ kesal ( diri sendiri,
orang lain dan lingkungan)
Intervensi keperawatan :
 Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya
 Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan marah, jengkel/ kesal
Rasionalisasi :
 Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya dapat membantu mengurangi
stress dan penyebab marah, jengkel/ kesal dapat diketahui.

3. TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi tanda perilaku kekerasan


Kriteria evaluasi :
 Klien dapt mengungkapkan tanda-tanda marah, jengkel/ kesal
 Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah, jengkel/ kesal yang dialami
Intervensi keperawatan :
 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami soal marah, jengkel/ kesal.
 Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien
 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami klien.
Rasionalisasi :
 Untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasakan saat jengkel
 Untuk mengetahui tanda-tanda klien jengkel/ kesal
 Menarik kesimpulan bersama klien supaya kllien mengetahui secara garis besar tanda-
tanda marah / kesal.

4. TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan


Kriteria evaluasi:
 Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien.
 Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
 Klien mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah/ tidak
Intervensi Keperawatan:
 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien
 Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasionalisasi:
 Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
 Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa klien lakukan dan dengan bantuan
perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dengan destruktif
 Dapat membantu klien, dapat menggunakan cara yang dapat menyelesaikan masalah.

5. TUK 5 : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan


Kriteria evaluasi:
 Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Intervensi keperawatan:
 Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang telah dilakukan klien
 Bersama klien simpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
 Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.
Rasionalisasi:
 Membantu klien menilai perilaku kekerasan yang dilakukan.
 Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan diharapkan klien dapat mengubah
perilaku destruktidf menjadi konstruktif.
 Agar klien dapat mempelajari perilaku konstruktif yang lain.
6. TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Kriteria evaluasi:
 Klien dapat melakukan cara berespon terhdap kemarahan secara konstruktif.
Intervensi:
 Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat
 Berikan pujian bila klien mengetahui cara lain yang sehat.
 Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
a) Secara fisik: tarik nafas dalam saat kesal, memukul kasur/ bantal, olah raga,
melakukan pekerjaan yang penuh tenaga.
b) Secara verbal: katakan pada perawat atau orang lain
c) Secara sosial: latihan asertif, manajemen PK.
d) Secara spiritual: anjurkan klien sembahyang, berdoa,/ ibadah lain
Rasionalisasi:
 Dengan mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan
dapat membantu klien menemukan cara yang baik untuk mengurangi kekesalannya
sehingga klien tidak stress lagi.
 Reinforcement positif dapat memotivasi klien dan meningkatkan harga dirinya.
 Berdiskusi dengan klien untuk memilih cara yang lain dan sesuai dengan kemampuan
klien.

7. TUK 7 : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan


Kriteria evaluasi:
 Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
a) Fisik: tarik nafas dalam, olah raga, menyiram tanaman.
b) Verbal: mengatakan langsung denhan tidak menyakiti.
c) Spiritual : sembahyang, berdoa, ibadah lain
Intervensi keperawatan:
 Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
 Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih
 Bantu klien menstimulasi cara tersebut (role play).
 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
 Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat marah.
Rasionalisasi:
 Memberikan stimulasi kepada klien untuk menilai respon perilaku kekerasan secara
tepat.
 Membantu klien dalam membuat keputusan untuk cara yang telah dipilihnya dengan
melihat manfaatnya.
 Agar klien mengetahui cara marah yang konstruktif
 Pujian dapat meningkatkan motifasi dan harga diri klien.
 Agar klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilihnya jika sedang kesal.

8. TUK 8 : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku


kekerasan.
Kriteria evaluasi:
 Keluarga klien dapat:
a) Menyebutkan cara merawat klien yang berperilaku kekerasan
b) Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien
Intervensi keperawatan:
 Identifikasi kemampuan keluarga klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga
terhadap klien selama ini.
 Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
 Jelaskan cara-cara merawat klien.
 Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
 Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasionalisasi:
 Kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi akan memungkinkan keluarga untuk
melakukan penilaian terhadap perilaku kekerasan
 Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien sehingga keluarga
terlibat dalam perawatan klien.
 Agar keluarga dapat klien dengan perilaku kekerasannya
 Agar keluarga mengetahui cara merawat klien melalui demonstrasi yang dilihat
keluarga secara langsung.
 Mengeksplorasi perasaan keluarga setelah melakukan demonstrasi.

9. TUK 9 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program


pengobatan)
Kriteria evaluasi:
 klien dapat menyebutkan obat- obatan yang diminum dan kegunaan (jenis, waktu,
dosis, dan efek)
 klien dapat minum obat sesuai program terapi
Intervensi keperawatan:
 Jelaskan jenis- jenis obat yang diminum klien (pada klien dan keluarga)
 Diskusikan menfaat minum obat dan kerugian jika berhenti minum obat tanpa seijin
dokter
 Jelaskan prinsip benar minum obat (nama, dosis, waktu, cara minum).
 Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.
 Anjurkan klien melapor kepada perawat/ dokter bila merasakan efek yang tidak
menyenangkan.
 Berikan pujian pada klien bila minum obat dengan benar.
Rasionalisasi:
 klien dan keluarga dapat mengetahui mana-mana obat yang diminum oleh klien.
 Klien dan keluarga dapat mengetahui kegunaan obat yang dikonsumsi oleh klien.
 Klien dan keluarga dapat mengetahui prinsip benar agartidak terjadi kesalahan dalam
mengkonsumsi obat.
 Klien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum obat dan bersedia minum obat
dengan kesadaran sendiri.
 Mengetahui efek samping obat sedini mungkin sehingga tindakan dapat dilakukan
sesegera mungkin untuk menghindari komplikasi.
 Reinforcement positif dapat memotivasi keluarga dan klien serta meningkatkan harga
diri.

D. Strategi Pelaksanaan
1. SP Pasien
a. SP 1
1. Jelskan cara latihan napas dalam memukul bantal
2. Peragakan caralatihan napas dalam memukul bantal
3. Minta pasien memperagakan ulang
4. Pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku pasien
5. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
b. SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (sp 1)
2. Latihan mengontrol PK secara verbal
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
c. SP 3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1&SP2)
2. Latih mengontrol PK secara verbal
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
d. SP 4
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, SP2, dan SP3)
2. Latih mengontrol PK dengan kegiatan spiritual
3. Masukkan dalam jadwal harian pasien
2. SP Keluarga
a. SP 1
1. Diskusikan masalah yang dihadapi dalam merawat pasien
2. Jelaskan tentangPK
3. Gunakan media seperti liflet dalam menjelaskan ara merawat pasien PK
4. Latih cara cara napas dalam dan memukul bantal
5. Masukkan ke jadwal harian
6. Anjurkan member pujian
b. SP 2
1. Evaluasi SP1keluarga dalam cara napas dalam dan memukul bantal
2. Latih keluarga untuk melatih pasien minum obat
3. Masukkan ke jadwal harian
4. Anjrkan memberi pujian
c. SP 3
1. Evaluasi SP1 dan SP 2 keluarga
2. Latih keluarga mengntrol PK secara verbal
3. Masukkan ke jadwal harian anjurkan memberi pujian
4. Anjurkan member pujian
d. Evaluasi SP1, SP 2, dan SPP 3
1. Evaluasi SP 1, SP2, dan SP 3
2. Latih keluarga cara mengontrol spiritual
3. Latih kelurga untuk mencegah kekambuhan pada pasien
4. Anjurkan member pujian
5.
E. Implementasi
Merupakan langkah keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan
berbagai strategis keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan
dalam rencana tindakan keperawatan .
F. Evaluasi
Merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dengancara melakukan identifikasi
sejauh mana tujuan rencana tercapai atau jika tidak tercapai,maka perlu
ditindaklanjuti dengan penerapan bagian intervensi yang belum tercapai atau
memikirkanintervensi baru.
DAFTAR PUSTAKA
1. Keliat, B. A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. (Edisi 2). Jakarta: EGC.
2. Stuart & Sudart. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa.(Edisi 5). Alih Bahasa: Ramona
P, Kapoh. Jakarta: EGC.
3. Yoseph, Iyus. 2010. Kepeerawatan Jiwa. (Edisi Revisi). Bandung: Revika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai