Anda di halaman 1dari 11

Asuhan Keperawatan Jiwa Pasien Dengan Perilaku Kekerasan

A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun
orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati
dan Hartono, 2010). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1995).

B. Tanda dan Gejala


1. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras,
kasar, ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan
kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

C. Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar: Rentang Respons Perilaku Kekerasan


Sumber: Keliat (1999)

Keterangan:
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan.
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternatif.
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih
terkontrol.
5. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.

D. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut
dialami oleh individu:
1. Psikologis
Menurut Townsend (1998), faktor psikologi perilaku kekerasan meliputi:
a. Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep
diri yang rendah. Agresif dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
meningkatkan citra diri.
b. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajarai,
individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih
cenderung untuk dipengaruhioleh peran eksternal.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstiumulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014).
3. Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi
memberikan dampak terhadap nilai-niali sosial dan budaya pada masyarakat. Di
sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk
mnyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stress
(Nuraenah, 2012).
4. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidak seimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya
perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014).

E. Faktor Presipitasi
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat menimbulkan
perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut:
1. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
2. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
3. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya
dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa.
4. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat dan
alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.
5. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

F. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi
diri menurut Mukhripah (2012) antara lain:
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat
unutk suatu dorongan yang megalami hambatan penyalurannya secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada
objek lain seperti meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya,
tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa amarah.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, dan mencumbunya.
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam sadar.
Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk
oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakanya.
4. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan melebih
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan sebagai
rintangan misalnya sesorangan yang tertarik pada teman suaminya,akan
memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
5. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu
,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan
hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai
bermai perang-perangan dengan temanya.

G. Penatalaksanaan
Berikut ini adalah beberapa jenis penatalaksanaan resiko perilaku kekerasan
menurut Eko Prabowo (2014) :
1. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai
dosis efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk
mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis efektif
rendah.
Contohnya trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan
transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun
demikian keduanya mempunyai efek anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi.
2. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak
harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran,
main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan
kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti
kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang harus
dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan
ditentukan program kegiatannya.
3. Peran Serta Keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu keluarga
agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan,
membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota
keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan
sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan
mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan
primer), menanggulangi perilaku maladaptif (pencegahan skunder) dan
memulihkan perilaku maladaptif ke perilakuadaptif (pencegahan tersier)
sehinnga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara
optimal.
4. Terapi Somatik
Terapi somatic adalah terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan
jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif
dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi
adalah perilaku pasien.
5. Terapi Kejang Listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang menangani skizofrenia
membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari
sekali (seminggu 2 kali).
H. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri sendiri,


orang lain, dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan Konsep Diri:


Harga Diri Rendah

Gambar 2: Pohon Masalah Perilaku Kekerasan


Sumber: Yusuf, Ah (2015)

I. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan dari pohon masalah pada gambar adalah sebagai berikut .

1. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan


berhubungan dengan perilaku kekerasan.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

J. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Tujuan Keperawatan untuk klien

a. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan


b. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
d. Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
e. Klien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya
f. Klien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling pecaya
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Berjabat tangan
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu klien
b. Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang
lalu.
c. Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
d. Diskusikan bersama klien: perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada
saat marah secara:
1) Verbal
2) Terhadap orang lain
3) Terhadap diri sendiri
4) Terhadap lingkungan
e. Diskusikan bersama klien akibat perilakunya
f. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
1) Fisik: pukul kasur dan bantal, tarik nafas dalam
2) Obat
3) Sosial/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
4) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan klien
g. Latih klien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik:
1) Latihan nafas dalam dan pukul kasur bantal
2) Susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul kasur bantal
h. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat
1) Latih klien minum obat secara teratur dengan prinsip enam benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar
waktu minum obat, benar guna obat dan benar dosis obat) disertai
penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
2) Susun jadwal minum obat secara teratur
i. Latih klien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
1) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
2) Susun jadwal latihan latihan mengungkapkan marah secara verbal.
j. Latih klien mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
1) Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa
2) Buat jadwal latihan sholat, berdoa
k. Ikut sertakan klien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi persepsi
mengontrol perilaku kekerasan.
Strategi Pelaksanaan Resiko Perilaku Kekerasan Individu

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab


perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang
dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik
1. Identifikasi penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan, dan
akibat perilaku kekerasa
2. Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan: fisik, obat, verbal, spiritual
3. Latihan cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik: tarik nafas dalam dan
pukul kasur dan bantal
4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik.

SP 2 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat


1. Evaluasi kegiatan latihan fisik, beri pujian
2. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis,
guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik dan minum obat.

SP 3 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal


1. Evaluasi kegiatan latihan fisik dan obat, beri pujian
2. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal (3 cara, yaitu
mengungkapkan, meminta, dan menolak dengan benar)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat dan verbal

SP 4 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual


1. Evaluasi kegiatan latihan fisik, obat dan verbal, beri pujian
2. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual (2 kegiatan)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, verbal, dan
spiritual.

Sumber tidak dipublikasi: Politeknik Kesehatan Jambi. Modul Keperawatan Jiwa.


Jambi: Kemenkes.
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan. Jakarta: Salemba Medika.

Keliat, B. A. 1999. Proses Keperawatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC.

Kusumawati, Farida dan Hartono, Yudi. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka Aditama.

Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat
Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta
Timur, 29-37.

Politeknik Kesehatan Jambi. Modul Keperawatan Jiwa. Jambi: Kemenkes.

Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info
Media.

Stuart, G. W dan Sundeen, S. J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Terjemahan dai
Pocket Guide to Psyciatric Nursing, oleh Achir Yani S. Hamid. 3rd ed. Jakarta:
EGC.

Towsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Yusuf, Ah, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai