Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Lembaga pemasyarakatan merupakan tempat untuk melaksanakan
pembinaan terhadap orang-orang yang dijatuhi hukuman penjara atau
kurungan berdasarkan keputusan pengadilan. Para penghuninya hidup dengan
aturan-aturan yang ditetapan oleh lembaga, tetapi karakter dari penghuni-
penghuni lain berpengaruh besar pada kehidupan mereka selama di LP.
Mereka hidup terpisah dari masyarakat dan yang unik adalah penghuninya
sama-sama mempunyai latar belakang masalah yang mengharuskan mereka
mendapatkan hukuman dan pada umumnya akan diberi label yang tidak baik
dalam masyarakat. Penghuni LP kebanyakan adalah laki-laki, tetapi jumlah
wanita dan remaja juga ikut berpengaruh pada populasi keseluruhan.
Umumnya para narapidana menjalani hukuman karena suatu tindakan
yang melanggar hukum seperti pembunuhan, pencurian, penipuan,
pemerkosaan, penggunaan obat-obat terlarang, dan lain-lain. Dalam makalah
ini, yang disoroti adalah tentang pembinaan pada narapidana dengan kasus
narkoba karena para narapidana narkoba kondisinya sangat berbeda yaitu
mempunyai karakter dan perilaku yang berbeda akibat penggunaan narkoba
yang telah dikonsumsinya. Diantaranya adalah kurangnya tingkat kesadaran
akibat rendahnya kamampuan penyerapan, keterpurukan kesehatan dan sifat
overreaktif dan overproduktif. Dengan kondisi demikian, maka perlu
penanganan khusus pada narapidana narkoba dibandingkan dengan
narapidana yang lain.
American Nurses Association (ANA) menekankan pentingnya peran
komunitas dalam beberapa standar yang dibuat untuk memastikan pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada klien tidak terputus melalui penggunaan
manajemen pelayanan, recana pemulangan (discharge planning), dan
koordinasi sumber-sumber komunitas (ANA, 1986 dalam MCGuire, 2002).
Program transisi napi ke masyarakat membutuhkan koordinasi dan dukungan
dari berbagai pihak. Sistem koordinasi itu sendiri menghubungkan pelayanan

1
multidisiplin akan meningkatkan model pelayanan yang luas (Covington,
2002). Seorang case manager sebagai titik pusat komunikasi diperlukan
untuk memfasilitasi komunikasi dan memastikan kontinuitas, kontrak antara
staf, komunitas, staf dan napi (Barayeki, 2005). Perawat sebagai profesi yang
berorientasi pada manusia mempuyai andil dalam memberikan pelayanan
kesehatan di LP dalam bentuk “Correctional setting” perawat memberikan
pelayanan secara menyeluruh.
Berdasarkan masalah-masalah kesehatan yang banyak dialami tersebut,
maka perawat menerapkan praktik correctional setting pada LP Pemuda
Tangerang Banten karena di LAPAS ini tenaga medis dan tenaga Pembina
khusus narapidana narkoba belum tersedia dan narapidana narkoba dicampur
menjadi satu sel dengan narapidan kasus lain.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan konsep komunitas ?
2. Apa yang dimaksud dengan konsep lembaga pemasyarakatan ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada lembaga pemasyarakatan ?

1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa
mengetahui dan memahami konsep komunitas pada warga binaan di
lembaga pemasyarakatan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa
mengetahui, mengerti serta dapat mengembangkan teori yang sudah ada,
mengenai hal-hal berikut ini:
1. Mengetahui konsep Komunitas
2. Mengetahui konsep lembaga pemasyarakatan

2
1.4 Manfaat
Makalah ini dibuat dengan harapan agar mahasiswa mampu memahami
konsep komunitas serta mengetahui asuhan keperawatan pada lembaga
pemasyarakatan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Komunitas


Komunitas adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau
dengan istilah lain saling berinteraksi (Mubarak, 2007). Peran serta
masyarakat diperlukan dalam hal perorangan. Komunitas sebagai subyek
dan obyek diharapkan masyarakat mampu mengenal, mengambil keputusan
dalam menjaga kesehatannya. Sebagian akhir tujuan pelayanan kesehatan
utama diharapkan masyarakat mampu secara mandiri menjaga dan
meningkatkan status kesehatan masyarakat (Mubarak, 2005).
Pada materi kali ini penulis membahas tentang kelompok khusus
dalam lembaga kemasyarakatan salah satunya adalah Lembaga
Pemsyarakatan (LAPAS).

2.2 Sasaran Keperawatan Kesehatan Komunitas


1. Sasaran individu
Sasaran priotitas individu adalah balita gizi buruk, ibu hamil risiko
tinggi, usia lanjut, penderita penyakit menular (TB Paru, Kusta, Malaria,
Demam Berdarah, Diare, ISPA/ Pneumonia) dan penderita penyakit
degeneratif.
2. Sasaran keluarga
Sasaran keluarga adalah keluarga yang termasuk rentan terhadap
masalah kesehatan (vulnerable group) atau risiko tinggi (high risk group),
dengan prioritas :
a. Keluarga miskin belum kontak dengan sarana pelayanan kesehatan
(Puskesmas dan jaringannya) dan belum mempunyai kartu sehat.
b. Keluarga miskin sudah memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan
mempunyai masalah kesehatan terkait dengan pertumbuhan dan
perkembangan balita, kesehatan reproduksi, penyakit menular.
c. Keluarga tidak termasuk miskin yang mempunyai masalah kesehatan
prioritas serta belum memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan.

4
3. Sasaran kelompok
Sasaran kelompok adalah kelompok masyarakat khusus yang
rentan terhadap timbulnya masalah kesehatan baik yang terikat maupun
tidak terikat dalam suatu institusi.
a. Kelompok masyarakat khusus tidak terikat dalam suatu institusi
antara lain Posyandu.
b. Kelompok Balita, Kelompok ibu hamil, Kelompok Usia Lanjut,
Kelompok penderita penyakit tertentu, kelompok pekerja informal.
c. Kelompok masyarakat khusus terikat dalam suatu institusi, antara
lain sekolah.
d. pesantren, panti asuhan, panti usia lanjut, rumah tahanan (rutan),
lembaga pemasyarakatan (lapas).
4. Sasaran masyarakat
Sasaran masyarakat adalah masyarakat yang rentan atau
mempunyai risiko tinggi terhadap timbulnya masalah kesehatan,
diprioritaskan pada :
a. Masyarakat di suatu wilayah (RT, RW, Kelurahan/Desa) yang
mempunyai :
1) Jumlah bayi meninggal lebih tinggi di bandingkan daerah lain
2) Jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi dibandingkan
daerah lain
3) Cakupan pelayanan kesehatan lebih rendah dari daerah lain
b. Masyarakat di daerah endemis penyakit menular (malaria, diare,
demam berdarah, dan lain-lain)
c. Masyarakat di lokasi/ barak pengungsian, akibat bencana atau akibat
lainnya
d. Masyarakat di daerah dengan kondisi geografi sulit antara lain
daerah terpencil, daerah perbatasan
e. Masyarakat di daerah pemukiman baru dengan transportasi sulit
seperti daerah transmigrasi. (Depkes, 2006)

5
2.3 Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) adalah Lembaga Negara yang
mempunyai kewenangan dan kewajiban yang bertanggung jawab dalam
menangani kehidupan nerapidana untuk dapat memberikaan peembinaan,
merawat dan memanusiakan narapida yang bertujuan agar setelah keluar
dari Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dapat diterima kembali oleh
masyarakat, keluarga, dan menjadi manusia yang mempunyai keahlian baru
serta kepribadian baru yang taat hukum (Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 12
Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan), dan memberikan pengetahuan bahwa
kita hidup di Negara Indonesia yang segala perhatian dan tindakan kita dapat
di pertanggung jawabkan dimata hukum dan diselesaikan secara hukum.
Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di
bawah Direktorat Jendral Pemsyarakatan Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia. Penghuni lapas itu sendiri bukan hanya narapidana (napi)
atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang masih menjadi
tahanan, yang dimaksud orang tersebut masih dalam proses peradilan dan
belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim.

2.4 Klasifikasi Penghuni Lembaga Pemasyarakatan


Sesuai Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, penghuni suatu lembaga
pemasyarakatan atau orang-orang tahanan itu sendiri dari :
1. Mereka yang menjalankan pidana penjara dan pidana kurungan
2. Orang-orang yang dikenakan penahanan sementara
3. Orang-orang yang disandera
4. Lain-lain orang yang tidak menjalankan pidana penjara atau pidana
kurungan, akan tetapi secara sah telah dimasukkan ke dalam lembaga
pemasyarakatan.

Golongan orang-orang yang dapat dimasukkan dan di tempatkan di


dalam lembaga pemasyarakatan itu ialah :
1. Mereka yang ditahan secara sah oleh pihak kejaksaan dan pidana

6
2. Mereka yang telah dijatuhi hukuman pidana hilang kemerdekaan oleh
panggilan negeri sipil
3. Mereka yang dikenakan pidana kurungan
4. Mereka yang tidak menjalani pidana hilang kemerdekaan, akan tetapi
dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan secarah sah

Pola Pembinaan Pemasyarakatan


Pola pembinaan narapidana adalah suatu cara perlakuan terhadap
narapidana yang dikehendaki oleh sistem pemasyarakatan dalam usaha
untuk mencapai tujuan, yaitu agar sekembalinya narapidana ke masyarakat
dapat berperilaku sebagai anggota masyarakat yang baik dan berguna bagi
lingkungan sekitar. Maka ada perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti
narapidana agar membangkitkan kembali rasa percaya dirinya dan dapat
mengembangkan fungsi sosialnya dengan rasa tanggung jawab untuk
menyesuaikan diri pada masyarakat. Berdasarkan UU No. 12 Tahun 1995
pembinaan narapidana dengan sistem :
a. Pengayoman
Pengayoman adalah perilaku terhadap warga binaan pemasyarakatan
dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya
tindak pidana oleh warga binaan pemasyarakatan, juga memberikan
pengetahuan kepada warga binaan pemasyarakatan, agar menjadi
warga yang berguna bagi masyarakat.
b. Persamaan perlakuan dan pelayanan
Persamaan perlakuan dan pelayanan yang sama terhadap warga binaan
pemasyarakatan tanpa membeda-bedakan orang.
c. Pendidikan
Pendidikan adalah bahwa pelaksana pendidikan dan bimbingan
dilaksanakan berdasarkan pancasila, antara lain penanaman jiwa
kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian, dan kesempatan
untuk menunaikan ibadah.

7
d. Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia
Penghormatan harkat dan martabat seorang manusia adalah sebagai
orang yang tersesat warga binaan pemasyarakatan harus tetap
diperlakukan sebagai seorang manusia.
e. Kehilangan Kemerdekaan
Kehilangan kemerdekaan merupakan penderitaan warga binaan
pemasyarakatan harus berada didalam. Selama di lembaga
pemasyarakatan warga binaan tetap meemperoleh hak-haknya yang
lain seperti layaknya manusia, dengan kata lain hak perdatanya tetap di
lindungi seperti hak memperoleh perawatan, kesehatan, makan,
minum, pakaian, tempat tidur, latihan, olahraga atau rekreasi.
Tahapan dalam proses pembinaan narapidana sebagai berikut :
1) Tahapan Pertama
Pembinaan pada tahap awal ini merupakan kegiatan masa
pengamatan, penelitian dan pengenalan lingkungan untuk
menentukan perencanaan pelaksanaan program pembinaan
kepribadian dan kemandirian yang waktunya dimulai pada saat
yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 1/3
(sepertiga) dari masa pidananya. Pembinaan pada tahap ini masih
dilakukan dalam Lembaga Pemasyarakatan dan pengawasannya
maksimum (maksimum security).
2) Tahapan Kedua
Jika selama 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut tim
Pemasyarakatan (TPP) sudah dicapai cukup kemajuan, antara lain
menunjukkan keinsyafan, perbaikan, disiplin dan patuh pada
peraturan tata tertib yang berlaku di Lembaga Pemasyarakatan,
maka kepada narapidana yang bersangkutan diberikan kebebasan
lebih banyak dan ditempatkan pada lembaga pemasyarakatan
dengan melalui pengawasan medium-security.
3) Tahapan Ketiga
Jika proses pembinaan terhadap narapidana telah dijalani ½ dari
masa pidana yang telah di tetapkan dan menurut TPP telah

8
dicapaki cukup kemajuan baik secara fisik maupun mental dan juga
segi keterampilannya, maka tempat pembinaannya diperluas
dengan program asimilisi.
4) Tahapan Keempat
Jika proses pembinaan telah menjalani 2/3 dari masa pidana yang
sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan. Pembinaan ini
disebut pembinaan tahapan terakhir yaitu kegiatan berupa
perencanaan dan pelaksaaan program integrasi yang dimulai sejak
berakhirnya tahap lanjut sampai dengan berakhirnya masa pidana
dari narapidana yang bersangkutan.

2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas


2.5.1. Model yang Digunakan untuk Pengkajian Komunitas
Aspek yang dikaji menggunakan Community Assesment Wheel
(Community as a client model). Terdapat delapan elemen atau
komponen yang harus dikaji dalam suatu masyarakat ditambah dengan
data inti dari masyarakat itu sendiri yang berupa komponen-komponen
tersebut adalah sebagai berikut (Agusman, 2011) :
1. “Physical Environment”
Ada aspek yangakan dikaji dalam komponen ini yaitu :
a. Historis dari komunitas
Sejarah perkembangan komunitas: karakter masyarakat yang
menunjang Hipertensi.
b. Demografi
1) Karakteristik umur dan jenis kelamin: usia dan distribusinya
pada resiko maupun aktual
2) Distribusi ras/ etnis: budaya yang ada di masyarakat karena
faktor ras, pola konsumsi garam, makanan berlemak
3) Type keluarga: mempengaruhi keputusan yang diambil
keluarga terhadap kesehatannya
4) Status perkawinan

9
c. Vital statistic yang meliputi:
1) Angka kelahiran
2) Morbiditas
3) Mortabilitas
d. Sistem nilai/ norma/ kepercayaan dan agama: perspektif
masyarakat terhadap Hipertensi pada komunitas sebagaimana
mengkaji fisik pada individu terdapat beberapa komponen dan
sumber datanya.

2. Fasilitas Pelayanan
Pelayanan kesehatan dan sosial dimasyarakat yang berpengaruh
terhadap kesehatan baik didalam maupun diluar komunitas adalah
sebagai berikut:
a. Hospital
b. Praktik swasta
c. Puskesmas
d. Rumah perawatan
e. Pelayanan kesehatan khusus
f. Perawatan di rumah
Fasilitas pelayanan sosial baik di dalam maupun di luar
community, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Counseling support services
b. Pelayanan khusus (social worker)
3. Aspek Ekonomi yang berpengaruh terhadap kesehatan komunitas.
4. Aspek keamanan dan transportasi
a. Keamanan
Protection service: Kualitas udara (polusi udara), kualitas air
bersih.
b. Transportasi
1) Milik pribadi
2) Milik umum

10
5. Aspek pendidikan
Tingkat pendidikan (SD, SMP, SLTA, PT)
6. Aspek Politik dan kebijakan pemerintah
Berpengaruh terhadap para warga binaan di lapas
7. Komunikasi yang di terima oleh warga binaan di lapas
8. Rekreasi yang dilakukan oleh warga binaan

2.5.2. Kerangka Pengkajian Komunitas


2.5.2.1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang dimaksudkan untuk memperoleh
informasi mengenai masalah kesehatan pada warga binaan di
lembaga pemasyarakatan sehingga dapat ditentukan tindakan yang
harus diambil untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut
aspek fisik, psikologis, sosial ekonomi dan spiritual serta faktor
lingkungan yang mempengaruhi (Mubarak, 2005). Pengumpulan
data dapat dilakukan dengan cara :
1. Wawancara atau anamnesa
Wawancara adalah kegiatan komunikasi timbal balik yang
berbentuk tanya jawab antara perawat dengan pasien atau
keluarga pasien, masyakarat tentang hal yang berkaitan dengan
masalah kesehatan pasien. Wawancara harus dilakukan dengan
ramah, terbuka, menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan
sederhana, selanjutnya hasil wawancara atau anmnesa dicatat
dalam format proses keperawatan (Mubarak, 2005)
2. Pengamatan
Pengamatan dalam keperawatan komunitas dilakukan meliputi
aspek fisik, psikologis, perilaku dan sikap dalam rangka
menegakkan diagnosa keperawatan. Pengamatan dilakukan
dengan meenggunakan panca indera (Mubarak, 2005).
3. Pemeriksaan fisik
Dalam keperawatan komunitas dimana salah satunya asuhan
keperawatan yang diberikan adalah asuhan keperawatan

11
keluarga, maka pemmeriksaan fisik yang dilakukan dalam upaya
membantu menegakkan diagnosa keperawatan dengan cara
inspeksi, perkusi, auskultasi, dan palpasi (Mubarak, 2005).

2.5.2.2. Pengolahan Data


1) Klasifikasi data atau kategori data
2) Penghitungan presentase cakupan
3) Tabulasi data
4) Interpretasi data

2.5.2.3. Analisa Data


Analisa data adalah kemampuan untuk mengkaitkan data
dan menghubungkan data dengan kemampuan kognitif yang
dimiliki sehingga dapat diketahui tentang kesenjangan atau
masaalah yang dihadapi oleh masyarakat apakah masalah itu
kesehatan atau masalah keperawatan (Mubarak, 2005).
2.5.2.4. Penentuan Masalah atau Perumusan Masalah Kesehatan
Berdasarkan analisa dapat diketahui masalah kesehatan dan
keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat, sekaligus dapat
dirumuskan yang selanjutnya dilakukan intervensi. Namun
demikian masalah yang telah dirumuskan tidak mungkin diatasi
sekaligus. Oleh karena itu diperlukan prioritas masalah
(Mubarak, 2005).

2.5.2.5. Prioritas Masalah


Dalam menentukan prioritas masalah kesehatan dan
keperawatan perlu dipertimbangkan berbagai faktor sebagai
kriteria antara lain :
1. Perhatian masyarakat
2. Prevalensi kejadian
3. Berat ringannya masalah
4. Kemungkinan masalah untuk diatasi

12
5. Terjadiya sumber daya masyarakat
6. Aspek politis (Mubarak, 2005).

2.5.2.6. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah respon individu pada
masalah kesehatan baik yang aktual maupun potensial. Masalah
aktual adalah masalah yang diperoleh pada saat pengkajian,
sedangkan masalah potensial adalah masalah yang mungkin
timbul kemudian. Jadi diagnosa keperawatan adalah suatu
pernyataan yang jelas, padat dan pasti tentang status dan masalah
kesehatan yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan akan memberi gambaran masalah atau
status kesehatan masyarakat baik yang nyata (aktual) dan yang
mungkin terjadi (Mubarak, 2009).

2.5.2.7. Intervensi
Langkah-langkah dalam perencanaan keperawatan
komunitas anatara lain sebagai berikut :
1. Identifikasi alternatif tindakan keperawatan
2. Tetapkan teknik dan prosedur yang akan digunakan
3. Melibatkan peran serta masyarakat dalam menyusun
perencanaan
4. Pertimbangkan sumber daya masyarakat dan fasilitas yang
tersedia
5. Tindakan yang akan dilaksanakan harus dapat memenuhi
kebutuhan yang sangat dirasakan masyarakat
6. Mengarah pada tujuan tujuan yang akan dicapai
7. Tindakan harus bersifat realistis
8. Disusun secara berurutan

13
2.5.2.8. Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun. Dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan, perawat kesehatan masyarakat harus bekerjasama
dengan anggota tim kesehatan lainnya.

2.5.2.9. Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan
membandingkan antara proses dengan pedoman atau rencana
proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat
dengan membandingkan antara tingkat kemandirian massyarakat
dalam perilaku kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan
kesehatan masyarakat komunitas dengan tujuan yang telah
ditetapkan atau dirumuskan sebelumnya (Mubarak, 2009).

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN KELOMPOK BINAAN


A. DATA INTI
1. Identitas LAPAS
1. Nama Panti : Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIB Blitar
2. Alamat/ kode pos : Jl. Merapi No.02, Kepanjen
Lor, Kepanjen kidul, Kota Blitar, Jawa Timur 66117
3. Telepon : (0342) 801743
4. Kepala Lapas : Rudi Sarjono
5. Tahun Berdiri / SK Mensos RI No : 1881
6. Sasaran Pelayanan : Warga Binaan
7. Kapasitas tampung (saat ini) : 359 orang Napi/ Tahanan.
(Kondisi saat ini terjadi Overcapacity)
8. Kapasitas Isi : Kapasitas Kamar Hunian
sebanyak : 200 orang Napi/ Tahanan
a. Jumlah blok :6
b. Jumlah kamar : 35
c. Jumlah sel :2
d. Tempat ibadah : 2 (1 masjid dan 1 gereja)
e. Aula :1
f. Polikilinik lapas :1
g. Pos jaga :8
h. R. Kunjungan :1
i. Dapur lapas :1
j. Kantin :1
9. Jangkauan Pelayanan : Lintas Kabupaten / Kota
10. Dikelola oleh :Kepala Kantor Wilayah
Departemen Kehakiman

15
2. Sejarah Berdirinya LAPAS
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Blitar merupakan bangunan
peninggalan Pemerintahan Kolonial Belanda berdiri sejak tahun 1881
diatas tanah seluas : 6.070 m2, dengan nama “Rumah Penjara Blitar”.
Dalam perkembangannya di Era Kemerdekaan RI tahun 1945 sampai
dengan saat ini “Rumah Penjara Blitar” mengalami beberapa kali
perubahan nama. Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Blitar memiliki
Tugas Pokok : “Melaksanakan Pemasyarakatan narapidana/anak
didik”. Dalam melaksanakan Tugas Pokoknya LAPAS mempunyai
fungsi melakukan pembinaan narapidana/anak didik : memberikan
bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja,
melakukan bimbingan sosial/kerokhanian narapidana/anak didik,
melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib LAPAS dan
melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga. Lapas ini juga
melaksanakan tugasnya dengan melakukan pembinaan
narapidana/anak didik, memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana
dan mengelola hasil kerja, dan melakukan bimbingan
sosial/kerohanian narapidana/anak didik. Hal ini bertujuan agar supaya
para narapidana atau anak didik pemasyarakatan setelah bebas bisa
menjalani hidupnya secara ‘normal’ kembali.

3. Data Demografi (Distribusi Lansia)


1. Jumlah penghuni LAPAS (2018): jumlah penghuni lapas
keseluruhan 359 orang.
2. Distribusia Usia

Distribusi Usia
120

100
100
80
80
60 70
59
40 50

20
0
0

18-28 tahun 29-39 tahun 40-50 tahun 51-61 tahun 62-72 tahun >73 tahun

Gambar Grafik 1.1


16
Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa, dari 359
penghuni lapas terdapat 70 orang berusia 18-28 tahun, usia 29-39
tahun sebanyak 100 orang, usia 40-50 tahun sebanyak 80 tahun, usia
51-61 tahun sebanyak 50 orang, usia 62-72 tahun sebanyak 59 orang
dan tidak ada penghuni lapas yang berusia lebih dari 73 tahun.

3. Status perkawinan

Status Perkawinan warga binaan di lapas


200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0

Menikah Belum/tidakmenikah Duda Janda

Gambar Grafik 1.2

17
Dari 359 orang warga binaan yang berada di lapas diperoleh data
sebanyak 189 orang yang menikah, 30 orang janda, 20 orang berstatus
duda, 20 orang yang tidak atau belum menikah.

4. Pendidikan Terakhir

Gambar Grafik 1.3


Dari 359 orang warga binaan yang berada di lapas diperoleh data
sebanyak 79 orang tidak tamat SD, 80 orang lulusan SD, 90 orang
lulusan SMP dan 80 orang lulusan SMA, 40 orang lulusan Sarjana.

4. Pemeriksaan Fisik
Tidak ditemukan penyakit pada penghuni LAPAS karena adanya
kontrol kesehatan setiap 2 minggu sekali.

B. DATA SUBSISTEM
1. Lingkungan Fisik
Berdasarkan hasil pengamatan, lingkungan LAPAS kurang baik,
kondisi tiap blok LAPAS tidak bersih, sanitasi kurang bersih.
2. Pelayanan kesehatan dan sosial
Tidak adanya petugas kesehatan yang bekerja secara menetap
untuk mengontrol kesehatan penghuni LAPAS.
3. Pendidikan
Dari 359 orang warga binaan yang berada di lapas diperoleh data
sebanyak 79 orang tidak tamat SD, 80 orang lulusan SD, 90 orang
lulusan SMP dan 80 orang lulusan SMA, 40 orang lulusan Sarjana.

18
4. Transportasi dan keamanan
Sudah ada transportasi bagi warga binaan yang mengalami sakit
dan harus dirujuk dibawa kerumah sakit. Pada lingkungan LAPAS
dikatakan cukup aman. Hal ini dikarenakan tingkat keamanan pada
LAPAS cukup ketat dan terdapat 8 pos keamanan.
5. Ekonomi
Status ekonomi sudah memenuhi karena adanya sumbangsih dari
Pemerintah.
6. Politik dan kebijakan pemerintah
Jumlah petugas di lapas kelas II B Kota Blitar keseluruhan adalah
43 orang, terdiri dari 38 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Lapas
kelas II B di kota Blitar di pimpin oleh seorang kepala lapas. Kepala
lapas membawahi 3 divisi yang pertama KA KPLP yang terdiri dari
regu pengamanan 1, regu pengamanan 2, regu pengamanan 3, regu
pengamanan 4. Divisi kedua adalah KASI Admin dan KAMTIB yang
terdiri dari KASUBSI Keamanan, KASUBSI Pelaporan dan Tatib.
Divisi terakhir adalah KASI BINADIK dan GIATJA yang terdiri dari
KASUBSI Registrasi dan BIMKEMAS, KASUBSI Perawatan
Narapidana dan KASUBSI Kegiatan Kerja.
7. Sistem komunikasi
Sistem komunikasi sosialisasi penghuni dengan petugas LAPAS
cukup baik. Bahasa yang digunakan adalah bahasa jawa dan bahasa
Indonesia.
8. Rekreasi
Penghuni LAPAS jarang mendapatkan hiburan dan rekreasi karena
keterbatasan waktu. Biasanya pada peringatan hari-hari tertentu
terdapat pertunjukkan tari yang ditampilkan oleh beberapa warga
binaan.

3.2. ANALISIS DATA


Faktor-Faktor Korelasi dengan Data Fokus
yang Masalah

19
Berhubungan
Defisiensi Berdasarkan hasil DS :
kesehatan pengamatan, Beberapa warga binaan di lapas
komunitas lingkungan LAPAS mengatakan kondisi sanitasi kurang bersih.
kurang baik, kondisi Beberapa warga binaan juga mengeluh
tiap blok LAPAS tidak bahwa mereka sering mencium bau tidak
bersih, sanitasi kurang enak dari selokan.
bersih. DO :
Banyak sampah yang terdapat pada selokan.
Aliran sanitasi tidak lancar.
Pada setiap blok pada tahanan tidak ada
ventilasi ataupun jalan yang memungkinkan
cahaya matahari untuk masuk.
Risiko perilaku Adanya over capacity DS : -
kekerasan dalam setiap blok DO : Adanya over capacity dalam setiap
terhadap orang dalam tahanan. blok dalam tahanan. Seharusnya kapasitas
lain kamar hunian sebanyak 200 justru di isi
dengan 359 orang Napi/ Tahanan.

3.3. DIAGNOSA KEPERAWATAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN


KELAS II B BLITAR
Format Menyusun Skala Prioritas
NO Masalah Perhatian Poin Tingkat Kemungkinan Nilai
Masyarakat Prevalensi Bahaya untuk Dikelola Total

1. Defisiensi 2 4 3 4 96
kesehatan
komunitas
2. Risiko perilaku 2 3 3 4 72
kekerasan terhadap
orang lain

3.4. INTERVENSI KEPERAWATAN KELOMPOK BINAAN DI LAPAS


KELAS II B BLITAR

20
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1. Defisiensi Kesehatan komunitas, defisiensi 6484 Manajemen Lingkungan :
kesehatan 1. Status imun komunitas. Komunitas
komunitas 2. Kontrol risiko komunitas : 1. Inisiasi skrining risiko kesehatan
penyakit kronik. yang berasal dari lingkungan
3. Kontrol risiko komunitas : 2. Berpartisipasi dalam program
penyakit menular. dikomunitas untuk mengatasi
4. Kontrol risiko komunitas : risiko yang sudah diketahui.
penyakit timbal. 3. Dorong lingkungan untuk
berpartisipasi aktif dalam
keselamatan komunitas.
2. Risiko perilaku Kesehatan komunitas, defisiensi 6484 Manajemen lingkungan :
kekerasan 1. Kontrol risiko komunitas : pencegahan kekerasan
terhadap orang kekerasan 1. Singkirkan senjata potensial dari
lain. 2. Tinngkat kekerasan lingkungan
komunitas. 2. Periksa lingkungan secara rutin
Risiko perilaku kekerasan untuk memastikan bebas dari
eksternal. bahan berbahaya.
1. Kontrol risiko 3. Tempatkan klien yang
2. Deteksi risiko berpotensial melukai orang lain di
3. Tingkat stres kamar terpisah.
4. Lakukan pengawasan terus-
menerus terhadap semua area
yang bisa diakses klien untuk
menjaga keamanan klien.

21
BAB IV
SIMPULAN

4.1. Kesimpulan
Komunitas dapat diartikan kumpulan orang pada wilayah tertentu
dengan sistem sosial tertentu. Komunitas meliputi individu, keluarga,
kelompok/ agregat dan masyarakat. Salah satu agregat di komunitas adalah
kelompok warga binaan di lapas yang tergolong kelompok khusus. Pada
kasus ini yang menjadi sasaran pengkajian adalah kelompok warga binaan
di lapas kelas II B kota Blitar yang berjumlah 359 orang.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada agregat kelompok
warga binaan di lapas menggunakan pendekatan Community as partner
model. Klien (warga binaan di lapas) digambarkan sebagai inti (core)
mencakup sejarah, demografi, dan 8 (delapan) subsistem yang saling
mempengaruhi meliputi lingkungan fisik, pelayanan kesehatan dan sosial,
ekonomi, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan, komunikasi,
pendidikan dan rekreasi.

4.2. Saran
1. Dibutuhkan peran perawat komunitas untuk membantu menyelesaikan
masalah kesehatan pada komunitas kelompok warga binaan

22
2. Dibutuhkan peran dari berbagai pihak yakni petugas lapas terkait,
pemerintah serta anggota masyarakat untuk mendukung keberhasilan
intervensi asuhan keperawatan pada komunitas kelompok warga binaan
di lapas.

DAFTAR PUSTAKA

Agusman,Fery.Asuhan Keperawatan Komunitas: Suatu Pengantar. Badan


Penerbit Universitas Diponegoro, 2011.
Bulechek,M Glori.2016.Nursing Intervention Classification Edisi
5.Jakarta:Mocomedia
Depkes,2006.Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Di Puskesmas.Jakarta : Depkes RI
Moerhead, Sue. 2016.Nursing Outcome Classification Edisi 5.Jakarta:Mocomedia
Mubarok, Wahid Iqbal.2007.Promosi Kesehatan ( Sebuah Pengantar Proses
Belajar Mengajar Dalam Pendidikan ).Yogyakarta : Graha Ilmu
Nanda International.(2018).Diagnosa Keperawatan : definisi dan klasifikasi
2018-2020 (11th ed.).Jakarta : EGC
Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Lembaga Pemasyarakatan

23
24

Anda mungkin juga menyukai