Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN PALIATIF

DOSEN : NAZARUDIN, S.Kep., Ns., M.Kep

KOMUNIKASI PADA PASIEN DAN KELUARGA

OLEH :

NAMA : SITTI NUR VANESA

NIM : P201701095

KELAS : J3

PROGRAM STUDI SI ILMU KEPERAWATAN

STIKES MANDALA WALUYA

KENDARI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas ini
dengan judul makalah “Komunikasi pada pasien dan keluarga” , kami berterima kasih
pada Bapak Nazarudin., S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Dosen mata kuliah Keperawatan
Paliatif yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Saya sangat berharap makalah
ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan mahasiswa
mengenai komunikasi pada pasien dan keluarga serta bagaimana penyampaian berita
buruk pada pasien dan keluarga.

Dalam proses penyusunan tugas ini terdapat beberapa hambatan, namun


akhirnya dapat terselesaikan dengan cukup baik. Saya menyadari bahwa di dalam
tugas ini masih kurang dan jauh dari yang diharapkan. Untuk itu, saya berharap adanya
saran, kritik, saran serta usulan demi perbaikan untuk tugas lainnya meningat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga tugas makalah ini dapat dipahami dan bisa menambah pengetahuan
mahasiswa dan pembaca lainnya. Sekiranya makalah ini dapat berguna bagi saya
sendiri dan bagi para pembaca. Sebelumnya saya juga mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Kendari, 14 Mei 2020

Sitti Nur Vanesa

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... 1

KATA PENGANTAR........................................................................................ 2

DAFTAR ISI....................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 4

A. Latar Belakang ....................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah................................................................................... 6
C. Tujuan Penulisan..................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 7

A. Definisi Berita Buruk.............................................................................. 7


B. Kesulitan Menyampaikan Berita Buruk.................................................. 8
C. Strategi Menyampaikan Berita Buruk..................................................... 9
1. Metode Spikes ............................................................................... 12
2. Metode Paciente ............................................................................ 15

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 18

A. Kesimpulan............................................................................................. 18
B. Saran ...................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 19

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi bisa didefinisikan sebagai pembagian informasi secara


sukarela dan sengaja antara dua orang atau lebih dalam upaya menyampaikan
dan menerima pesan. Lebih lanjut komunikasi terapeutik menurut pasien dan
keluarga yaitu pemberian informasi yang jujur dan jelas terkait penyakitnya,
komunikasi dengan empati (Virdun et al., 2017).

Komunikasi terapeutik adalah landasan dasar untuk kepastian


pengobatan, hasil kesehatan yang positif, kepatuhan pasien dan kualitas
perawatan secara keseluruhan (Hasan and Rashid, 2016). Sehingga seorang
perawat harus memiliki dan menguasai skill komunikasi yang dibutuhkan supaya
mereka bisa bekerja secara efektif dan membangun hubungan interpersonal yang
kontruktif dan sukses antara perawat dan pasien (Minanton & Arlina, 2019).

Komunikasi publik adalah sebuah kegiatan atau usaha dari sumber atau
agent untuk berkomuniasi dengan audience tertentu atau publik tertentu. Salah
satu komunikasi publik adalah penyampaian berita buruk secara efektif. Berita
butuk adalah bagian yang tidak dapat dielakkan dari praktek medis. Sebagian
besar dari kita khawatir untuk berkomunikasi mengenai hal-hal sensitif seperti
menyampaikan berita buruk, yang terkadang bisa membuat sedih pasien dan
keluarga mereka (Febri, 2019).

Penyampaian berita buruk merupakan sebuah tugas komunikasi yang


kompleks. Selain adanya komponen verbal dalam menyampaikan berita buruk,
juga dibutuhkan seni berkomunikasi dan keahlian lainnya, termasuk merespon
terhadap reaksi emosional pasien yang meliputi pengambilan keputusan,
menghadapi stress yang terbentuk dari ekspektasi pasien terhadap kesembuhan,

4
keikutsertaan beberapa anggota keluarga dan dilemma dalam memberikan
sebuah pengharapan ketika situasi yang dihadapi tidak sebagus yang diharapkan
(Tjokorda, 2017).

Memberi kabar buruk (BBN) kepada pasien dan keluarga mereka adalah
salah satu tugas paling sulit yang dapat dihadapi para profesional kesehatan. Cara
berita buruk dikomunikasikan berdampak besar pada semua orang yang terlibat:
penerima, keluarga mereka, dan profesional kesehatan. Dalam perinatologi, BBN
membutuhkan perhatian khusus dan keterampilan yang unik karena harapan
tinggi yang terlibat dalam proyek anak-anak. Bagi para profesional kesehatan,
situasi yang tidak terduga membuat tugas semakin sulit. Berita buruk
ditransmisikan dalam kepekaan, dengan informasi yang memadai dapat
mendukung pemulihan psikologis mereka yang menderita kehilangan perinatal.
Bagi penghuni yang mengikuti pelatihan, mengembangkan keterampilan yang
diperlukan untuk praktik klinis mereka akan membawa kepercayaan diri dan
kepuasan. Satu strategi pelatihan dikembangkan oleh ahli kanker untuk
mengkomunikasikan berita sulit digunakan dalam banyak spesialisasi medis; itu
disebut SPIKES dan terdiri dari rencana tindakan secara bertahap (Maria,
Andrea, Sheyla & Eliana, 2017).

Pengertian Breaking News Secara alami setiap orang ingin mendengar


berita baik akan dirinya, tidak mau dikatakan sakit. Kita semua telah mengerti
tetang “bad news”, namun sangat sulit untuk mendefinisikannya. Definisi tentang
bad news yang sering dipakai adalah, “any information/news that adversely and
seriously affects an individual's view of his or her future”. Secara bebas bad news
diartikan, suatu kondisi/informasi yang kurang baik dan secara serius
mempengaruhi kondisinya di masa depan. Untuk memprediksi pengaruh
kondisinya setelah mengetahui berita buruk tersebut seringkali sangat sulit.
Banyak faktor yang turut mempengaruhi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi/berita berkaitan dengan kondisi atau penyakitnya. Faktor-faktor yang

5
ada dalam diri pasien itu sendiri maupun faktor yang ada diluar pasien, seperti
peranan suami atau keluarga, maupun faktor sosial lainnya (Tjokorda, 2017).

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan berita buruk?
2. Apa saja kesulitan dalam menyampaikan berita buruk?
3. Bagaimana strategi penyampaian berita buruk kepada pasien ataupun
keluarga pasien?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari berita buruk .
2. Untuk mengetahui kesulitan dalam menyampaikan berita buruk.
3. Untuk mengetahui strategi penyampaian berita buruk kepada pasien
ataupun keluarga pasien.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Berita Buruk

Yang dimaksud dengan berita buruk adalah suatu situasi di mana tidak
ada harapan lagi, adanya ancaman terhadap kesejahteraan fisik dan mental
seseorang, sesuatu yang menuntut perubahan gaya hidup yang sudah menjadi
kebiasaan, sesuatu yang membuat seseorang memiliki lebih sedikit pilihan dalam
hidupnya. Atau dapat pula dikatakan bahwa berita buruk adalah setiap
“informasi negatif” tentang masa depan seseorang. Berita buruk ini sering sekali
diasosiasikan dengan penyakit-penyakit terminal yang sudah tidak mungkin lagi
disembuhkan, seperti kanker. Namun sebenarnya bukan itu saja. Ada beberapa
situasi yang juga dikategorikan sebagai berita buruk :
1. Diagnosis penyakit kronis (contoh : diabetes melitus).
2. Cacat atau hilangnya suatu fungsi (contoh : impotensi, hemiplegia,
kebutaan, dll).
3. Adanya kebutuhan perawatan atau pengobatan yang memberatkan/
menyakitkan/ mahal (Rohmaningtyas et al., 2018).

Selain itu kadang – kadang informasi yang sering dianggap “netral” oleh
dokter, juga merupakan kabar buruk bagi pasien, contoh :
1. Hasil USG pada seorang wanita hamil yang memverifikasi kematian
janin.
2. Hasil MRI pada seorang wanita paruh baya yang menegaskan diagnosis
Multiple Sclerosis.
3. Diagnosis yang datang pada waktu yang tidak tepat, misalnya : seseorang
terdiagnosis menderita Unstable Angina yang memerlukan tindakan
angioplasty pada minggu pernikahan putrinya.

7
4. Suatu diagnosis yang menyebabkan seseorang menjadi tidak sesuai
dengan bidang kerja atau pendidikannya. Misalnya : diagnosis buta warna
pada calon mahasiswa kedokteran; atau tremor kasar pada seorang dokter
ahli bedah kardiovaskular, dan lain lain.

Menyampaikan berita buruk sebenarnya bukan merupakan hal yang baru


dalam dunia kedokteran, namun bagaimana sikap seorang dokter dalam
menyikapinya telah mengalami banyak perubahan besar dalam 30 tahun terakhir.
Pergeseran tersebut diakibatkan karena saat ini otonomi pasien sudah jauh lebih
besar, sehingga gaya paternalistik sudah tidak terlalu cocok lagi untuk
digunakan. Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan pengetahuan yang dimiliki
pasien (beserta keluarga pasien) (Rohmaningtyas et al., 2018).

B. Kesulitan Menyampaikan Berita Buruk

Ada beberapa hal yang sering dikeluhkan oleh dokter saat harus
menyampaikan berita buruk pada pasien :
1. Bagaimana cara yang tepat untuk bisa jujur pada pasien tanpa
mengurangi harapan mereka?
2. Bagaimana cara menghadapi dan menangani emosi pasien saat mereka
mendengar berita buruk mengenai dirinya. Apakah saya sanggup ?
3. Kapankah waktu yang tepat untuk menyampaikan berita buruk pada
pasien ?
4. Bagaimana memilih metode komunikasi yang tepat bagi pasien sesuai
dengan latar belakang dan kepribadiannya? (Rohmaningtyas et al., 2018).

Beberapa kekhawatiran penyampaian berita buruk, yaitu:


1. Mungkin merasa bertanggung jawab dan takut disalahkan.
2. Tidak tahu cara terbaik untuk melakukannya.
3. Kemungkinan penghambatan karena tidak memiliki pengalaman pribadi.
4. Keengganan untuk mengubah hubungan dokter-pasien yang ada.

8
5. Takut mengganggu peran keluarga ada pasien atau struktur.
6. Tidak tahu kemampuan dan keterbatasan pasien.
7. Takut implikasi bagi pasien, misalnya cacat, sakit, sosial dan kerugian
keuangan.
8. Takut terhadap reaksi emosional pasien.
9. Ketidakpastian tentang apa yang mungkin terjadi selanjutnya dan tidak
memiliki jawaban atas beberapa pertanyaan.
10. Kurangnya kejelasan peran seorang pelayan kesehatan (Febri, 2019).

C. Strategi Penyampaian Berita Buruk


1. Metode Spike
Sejalan dengan Buckman, Baile (2000) dalam (Febri, 2019)
mengemukakan enam langkah dalam penyampaian berita buruk secara
efektif pada pasien menggunakan metode Spikes, yaitu:
a. Setting, Listening Skills
Sebelum menyampaikan kabar buruk kepada pasien, perlu
adanya persiapan untuk menjamin kelancaran penyampaian informasi
kepada pasien, sebagai berikut:
1) Persiapkan diri sendiri
Dokter atau tenaga kesehatan sebagai penyampai ‘bad new’
mempersiapkan mental terlebih dahulu agar tidak larut dalam
emosi pasien nantinya, namun tetap berempati sebagaimana
mestinya. Harus dihindari: tampak nervous di hadapan pasien,
bahkan sebelum menyampaikan kabar buruk.
2) Privasi pasien
Penyampaian kabar buruk tidak boleh dilakukan ditempat yang
ramai atau banyak orang. Hendaknya dilakukan ditempat tenang
yang tertutup seperti kamar praktek ataupun dengan menutup tirai
di sekeliling tempat tidur pasien.

9
3) Libatkan pendamping
Untuk menghindari kesan kurang baik yang dapat muncul bila
pasien dan dokter berada ditempat tertutup (untuk menjaga
privasi), diperlukan satu pendamping. Yang dapat menjadi
pendamping: keluarga terdekat pasien (satu saja, apabila terlalu
banyak dapat menyulitkan dokter untuk menangani emosi dan
persepsi banyak orang sekaligus), perawat atau coass yang ikut
terlibat dalam perawatan pasien.
4) Posisi duduk
Posisi pasien dan dokter sebaiknya setara. Dokter menyampaikan
kabar buruk dalam posisi duduk. Tujuannya untuk menghilangkan
kesan bahwa dokter berkuasa atas pasien dan memojokkan pasien.
sebaiknya penghalang fisik seperti meja dihindari. Duduk di tepi
tempat tidur pasien jauh lebih baik.
5) Listening mode: ON
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya persiapkan
kemampuan mendengar, secara prinsip meliputi:
a) Silence, jangan memotong kata-kata pasien ataupun
berbicara tumpang tindih dengan pasien.
b) Repetition, ulangi kata-kata pasien atau berikan tanggapan,
untuk menunjukkan pemahaman terhadap apa yang ingin
disampaikan pasien.
6) Availability
Dokter harus ada di tempat mulai awal hingga akhir penyampaian
kabar buruk, jangan sampai ada gangguan berupa interupsi,
seperti: SMS, telepon atau sekedar missed call (matikan HP, atau
aktifkan mode silent). Bila ada tamu, minta bantuan pada perawat
untuk mengatasi tamu yang mungkin datang.
b. Patient’s Perception

10
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya dokter
mengetahui persepsi pasien terhadap: kondisi medis dirinya sendiri
(tanyakan sejauh mana informasi yang pasien ketahui tentang
penyakitnya beserta kemungkinan terburuk yang ditimbulkan oleh
penyakit tersebut) dan harapannya terhadap hasil medikasi yang ia
tempuh (tanyakan perkiraan pasien terhadap hasil medikasi). Tujuan
mengetahui kedua aspek tersebut bukan semata-mata untuk
mengubah persepsi pasien agar sesuai dengan kenyataan, melainkan
sebagai jalan untuk menilai kesenjangan antara persepsi dan harapan
pasien dengan kenyataan sebagai pertimbangan penyampaian kabar
buruk agar tidak terlalu membuat pasien terguncang.
c. Invitation to Share Information
Pada langkah ini ditanyakan kepada pasien apakah ingin tahu
perkembangan mengenai keadaannya atau tidak. Apabila pasien
menyatakan diri belum siap, pertimbangkan untuk menyampaikan di
waktu lain yang lebih tepat dan minta pasien untuk mempersiapkan
diri terlebih dahulu. Apabila pasien menyatakan ingin tahu
perkembangan mengenai keadaannya, tanyakan sejauh mana ia ingin
tahu, secara umum ataukah mendetail.
d. Knowledge Transmission (Penyampaian ‘bad new’)
Sebelum menyampaikan kabar buruk, lakukan warning shot sebagai
pembukaan dengan mengatakan pada pasien bahwa ada kabar buruk
yang akan disampaikan pada pasien. cara penyampaian dapat
dilakukan dengan:
1) Gunakan bahasa yang sama dan hindari jargon medis.
2) Bila bahasa pasien berbeda, gunakan penerjemah yang
kompeten.
3) Sampaikan informasi sedikit demi sedikit (bertahap).

11
4) Setiap menyampaikan sepenggal informasi, niali ekspresi dan
tanggapan pasien, beri waktu pasien untuk bertanya ataupun
sekedar mengekspresikan emosinya.
5) Bila kondisi pasien tampak memungkinkan untuk menerima
informasi tahap selanjutnya, teruskan penyampaian informasi.
6) Bila pasien tampak sangat terguncang hingga tidak
memungkinkan untuk menerima lebih banyak informasi lagi,
pertimbangkan penyampaian ulang kabar buruk di lain waktu
sambil mempersiapkan pasien.
7) Sampaikan dengan intonasi yang jelas namun lembut, tempo
yang tidak terlalu cepat dengan jeda untuk memberi kesempatan
pada pasien dalam mencerna kalimat yang ia terima.
e. Explore Emotion and Empathize
Selalu lakukan pengamatan terhadap ekspresi dan emosi pasien
serta apa yang mendasari perubahan emosinya (informasi mana yang
merubah emosinya), nilai sejauh mana kondisi emosi pasien.
Tunjukkan pengertian atas kondisi emosi pasien. Dalam hal ini,
menunjukkan pengertian tidak diartikan sebagai mengerti apa yang
dirasakan pasien, namun lebih pada dapat memahami bahwa apa yang
dirasakan pasien saat ini adalah sesuatu yang dapat dimaklumi.
f. Summarize and Strategize
Pada akhir percakapan, review kembali percakapan secara
keseluruhan. Simpulkan kabar buruk yang tadinya disampaikan secara
bertahap (sedikit demi sedikit). Simpulkan juga tanggapan yang
diberikan pasien selama kabar buruk disampaikan, tunjukkan bahwa
dokter mendengarkan dan mengerti apa yang disampaikan pasien.
berikan pasien kesempatan bertanya dan berikan feed back.
Percakapan yang ada harus terdokumentasi dalam rekam medis pasien
harus tertera dengan jelas apa yang telah dikatakan atau disampaikan,

12
dan kepada siapa. Diskusikan rencana untuk menindaklanjuti kabar
buruk yang telah disampaikan kepada pasien serta mengajak pasien
ikut serta (pro aktif) dalam medikasi terhadap dirinya (both doctor
and patient will play role to take next steps).

2. Metode Paciente
Pelatihan yang ditawarkan pada awalnya terdiri dari pengantar
singkat tentang pentingnya menyampaikan berita buruk dalam praktik
profesional kesehatan. Protokol P-A-C-I-E-N-T-E, metode informasi
mnemonik yang terdiri dari tujuh langkah, disajikan seperti dijelaskan di
bawah ini.
a. P : Prepare (Siapkan)
Profesional kesehatan harus siap sebelum mengirimkan
berita buruk dengan tepat. Pertama, kebenaran informasi yang
diungkapkan harus dikonfirmasi dengan berkonsultasi dengan
rekam medis. Dianjurkan juga untuk berkonsultasi dengan literatur
medis agar keraguan yang ada dapat diselesaikan. Penting untuk
mempersiapkan lingkungan dengan baik, memastikan privasi dan
kenyamanan total. Lebih disukai, tidak boleh ada penghalang fisik
antara dokter dan pasien. Profesional harus memastikan bahwa tidak
ada gangguan tak terduga akan terjadi selama komunikasi dan harus
duduk pada ketinggian yang sama dengan pasien.
b. A : Assess how much the patient knows and how much they want
to know (Menilai seberapa banyak pasien tahu dan seberapa banyak
mereka ingin tahu)
Penting untuk menilai tingkat pengetahuan pasien tentang
diagnosis mereka. Demikian pula, tanyakan tingkat informasi yang
ingin diterima pasien pada saat ini, atau jika mereka benar-benar
tidak ingin diberitahu tentang diagnosis mereka. Dalam hal ini,

13
pasien dapat mengindikasikan seseorang yang mereka percayai
untuk menerima informasi atas nama mereka.
c. C : Invite the patient to the truth (Undang pasien ke kebenaran)
Pada langkah ini pasien diberitahu tentang adanya kabar
buruk. Gunakan frasa seperti: "Maaf, tapi saya yakin saya tidak
punya kabar baik." Pasien dengan demikian ditawari kemungkinan
berubah pikiran, apakah mereka ingin diberi tahu atau tidak. Dalam
beberapa situasi, pasien mungkin diam dan tidak melanjutkan tahap
"Undang pasien ke kebenaran". Sikap ini dapat menunjukkan bahwa
pasien perlu lebih banyak waktu untuk memahami dan mencari tahu
apa yang mereka katakan.
d. I : Inform (Informasikan)
Strategi terbaik adalah menunggu waktu yang dibutuhkan
oleh pasien dan menawarkan ruang bagi mereka untuk
"mengundang" dokter untuk berbagi informasi dan bertanya
langsung tentang diagnosa, prognosis atau hasil mereka.4-6
Informasi yang relevan tentang keadaan kesehatan pasien kemudian
dapat dibagi pada jumlah, kecepatan, dan kualitas yang memadai,
dan pada jumlah yang diinginkan, sehingga pasien dapat membuat
keputusan tentang kehidupan mereka atau memberikan persetujuan
tentang perawatan mereka. Hindari laporan prognosis yang tepat,
karena dokter cenderung melebih-lebihkan harapan hidup.
Tawarkan informasi dengan jelas dan jujur, berusaha untuk menjaga
harapan pasien tetap realistis dengan pilihan perawatan. Jangan
gunakan eufemisme tetapi pilih kata kunci yang tepat, seperti
"kanker" dan "metastasis," yang menjelaskan signifikansi mereka.3-
6,15,16
e. E : Emotions (Emosi)

14
Setelah informasi terungkap, pasien perlu waktu untuk
memahami dan bereaksi terhadap berita buruk. Simpan jaringan di
dekatnya. Biarkan pasien mengekspresikan diri. Gunakan sentuhan
sebagai bentuk komunikasi dan kenyamanan. Perjelas keraguan
pasien, sehingga mereka merasa diterima dan dilindungi.
f. N : Do not abandon the patient (Jangan tinggalkan pasien)
Pastikan bahwa pasien Anda akan menerima pemantauan
medis. Buat komitmen untuk tidak meninggalkan mereka, apa pun
hasilnya.
g. T dan E : Outline a strategy (Menjabarkan strategi)
Rencanakan perawatan yang akan ditawarkan dan pilihan
perawatan dengan pasien. Masukkan perawatan interdisipliner
dalam rencana, bila memungkinkan. Minta pemantauan oleh dokter
lain yang dapat membantu mengendalikan gejala (Carolina, Marco,
Lino & Guilherme, 2017).

D. Pembahasan Jurnal
1. Jurnal: “Delivering Bad News To Patients” Tahun 2016.
Fine mengusulkan protokol dengan lima fase. Fase 1, persiapan,
melibatkan pembentukan ruang yang tepat, mengkomunikasikan batasan
waktu, peka terhadap kebutuhan pasien, peka terhadap nilai-nilai budaya
dan agama, dan menjadi spesifik tentang tujuan. Fase 2, perolehan
informasi, termasuk menanyakan apa yang diketahui pasien, seberapa besar
keinginan pasien untuk mengetahui, dan apa yang pasien yakini tentang
kondisinya. Fase 3, berbagi informasi, memerlukan evaluasi ulang agenda
dan pengajaran. Fase 4, penerimaan informasi, memungkinkan untuk
menilai penerimaan informasi, mengklarifikasi miskomunikasi, dan
menangani ketidaksepakatan dengan sopan, sementara Fase 5, merespons,

15
termasuk mengidentifikasi dan mengakui respons pasien terhadap informasi
dan menutup wawancara.

Baile et al mengusulkan protokol yang disebut SPIKES (10): S,


menyiapkan wawancara; P, menilai persepsi pasien; Saya, mendapatkan
undangan pasien; K, memberikan pengetahuan dan informasi kepada
pasien; E, mengatasi emosi pasien dengan respons empatik; dan S, strategi
dan ringkasan. VitalTalk (www.vitaltalk. Org) memanfaatkan protokol
SPIKES dan menggabungkan banyak artikel dan video yang
menggambarkan dan menggambarkan setiap langkah. Rabow dan McPhee
juga mengusulkan model untuk menyampaikan berita buruk yang disebut
ABCDE: A, persiapan sebelumnya; B, membangun lingkungan / hubungan
terapeutik; C, berkomunikasi dengan baik; D, berurusan dengan reaksi
pasien dan keluarga; dan E, mendorong dan memvalidasi emosi

2. Jurnal 2: “Medical Student’s Skills in Notifying Bad News Based on


SPIKES Protocol” Tahun 2018

Dalam studi sebelumnya, dipastikan bahwa pasien tidak hanya ingin


mengetahui informasi tentang diagnosis mereka sendiri, tetapi juga mereka
ingin tahu tentang proses pemulihan mereka. Ini adalah salah satu hak
pasien untuk menerima informasi tentang proses perawatannya, dan karena
berbagi, menyampaikan berita buruk efektif dalam proses pemulihan.
Untuk mentransfer "Berita Buruk" beberapa protokol telah dikembangkan.
Protokol SPIKES adalah yang paling umum.

Protokol SPIKES adalah cara terorganisir untuk menyampaikan


berita buruk kepada pasien dan keluarga mereka. Ini adalah pendekatan
bertahap untuk diskusi sulit misalnya ketika kanker berulang atau ketika
pilihan pengobatan tidak merespons. Protokol ini berisi enam langkah:
pengaturan, persepsi, menginformasikan, pengetahuan, empati, ringkasan

16
dan strategi8. Dalam hal melanggar protokol berita buruk,
mempresentasikan protokol untuk menyampaikan berita buruk bagi pasien
kanker, berisi enam langkah utama yaitu penilaian, perencanaan, persiapan,
pengungkapan, dukungan, dan kesimpulan. Protokol ini disajikan
berdasarkan sudut pandang agama dan budaya Iran terhadap kanker. Para
peneliti berharap protokol yang disajikan akan menjadi pedoman yang
efektif untuk menyampaikan berita buruk kepada pasien kanker.

Menurut hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, usia dan jenis
kelamin siswa Asisten tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada
pelaporan berita buruk kepada pasien, tetapi hasil menunjukkan bahwa
pengalaman kerja merupakan faktor penting dalam keterampilan siswa
dalam pelaporan berita buruk sesuai dengan Protokol SPIKES, ini berarti
bahwa siswa dengan lebih banyak pengalaman kerja memiliki lebih banyak
keterampilan dalam memberi informasi kepada pasien tentang "berita
buruk". Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa menginformasikan berita
buruk, jika memungkinkan, harus diserahkan kepada staf medis dengan
lebih banyak pengalaman kerja.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyampaian berita buruk merupakan salah satu bagian ilmu
komunikasi yang tidak dapat dipisahkan dari dunia kedokteran. Komunikasi
yang baik mempunyai therapeutic effect dan ditingkatkan melalui latihan-
latihan yang terstruktur denhgan baik. Didalamnya termasuk, didactic lectures,
small-group discussions, role-playing, and teaching in the context of patient
care. Komunikasi dokter dengan pasien (medical communication skill)
merupakan ketrampilan sangat penting yang harus dikuasai oleh seorang
dokter. Hal ini membantu dokter dalam membangun hubungan yang baik
antara dokter dengan pasien dan keluarganya, terutama ketika menyampaikan
berita buruk. Didalamnya termasuk kemampuan menyampaikan informasi atau
berita buruk yang harus disampaikan kepada pasien dan atau keluarganya

B. Saran
Hal penting yang harus diperhatikan dalam menyampaikan berita buruk
adalah mengenali klien atau mengetahui latar belakang klien dan keluarganya,
sebab dalam hal penerimaan berita buruk setiap klien tidak akan memberikan
reaksi yang sama sehingga kesalahan dapat dihindari. Untuk itu baik dokter
maupun tenaga professional lainnya harus terlebi dahulu mengetahui karakter
dan pembawaan dari pasien maupun keluarga. Proses penyampaian berita
buruk yang baik akan membantu pasien memahami tehadap masalah kesehatan
yang dialaminya dan membantu mencari solusi yang tepat dalam
penatalaksanaan masalah kesehatan tersebut.

18
DAFTAR PUSTAKA

Azadi, Armin, Mohammadhiwa A & Shafi H, 2018, “Medical Student’s Skills in


Notifying Bad News Based on SPIKES Protocol”, J Liaquat Uni Med Health
Sci, Vol 17, No. 04, Pg. 249-254.

BS Febri, Endra, 2019, Pendekatan Pelayanan Kesehatan Dokter Keluarga


(Pendekatan Holistik Komprehensif), Zifatama Jawara, Sidoarjo.

HS Rohmaningtyas, Eti Poncorini P., Veronika IB et al., 2018, Komunikasi Dokter-


Pasien, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Kimberley R. Monden, Lonnie Gentry & Thomas R. Cox, 2016, “Delivering bad news
to patients”, Baylor University Medical Center Proceedings, Vol.29, No.1, Pg.
101-102.

Minanton & Arlina D, 2019, “Komunikasi Terapeutik Dalam Pelayanan Kanker Dan
Paliatif”, Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung, Vol. 3, No. 1.

Pereira, Carolina R et all., 2017, “The P-A-C-I-E-N-T-E Protocol: An instrument for


breaking bad news adapted to the Brazilian medical reality”, Rev Assoc Med
Bras, Vol. 63, No.1, Pg.43-49.

Setubal, Maria SV, Andrea VG, Sheyla R & Eliana M, 2017, “Breaking Bad News
Training Program Based on Video Reviews and SPIKES Strategy: What do
Perinatology Residents Think about It?”, Rev Bras Ginecol Obstet, Vol. 39
No. 10, Pg. 552-559.

19

Anda mungkin juga menyukai