Anda di halaman 1dari 27

Laporan Pendahuluan

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Di susun oleh:
FEIBY BIDIASTUTI
NIM.14420212139

CI INSTITUSI CI LAHAN

(…………………………….) (…………………………)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Medis
1. Defenisi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
BPH (Benign Prostatic Hyperthropy) atau bisa disebut Hipertrofi Prostat
Jinak merupakan kondisi yang belum diketahui penyebabnya, ditandai
oleh meningkatnya ukuran zona dalam (kelenjar periuretra) dari kelenjar
prostat. BPH adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra dan
menyebabkan gejala uritakaria. Selain itu Hiperplasia Prostat Benigna
adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria
lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral
dan pembatasan aliran urinarius (Nuari, 2017). Selain itu menurut Budaya
(2019), BPH dikarakteristikkan sebagai peningkatan jumlah sel-sel stroma
dan epitel prostat di area periuretra yang merupakan suatu hyperplasia dan
bukan hipertrofi, selain itu secara etiologi pada BPH terjadi peningkatan
jumlah sel akibat dari proliferasi sel-sel stroma dan epitel prostat atau
terjadi penurunan kematian sel-sel prostat yang terprogram. Menurut
Brunner (2013) kelenjar prostat membesar, meluas ke atas menuju
kandung kemih dan menghambat aliran keluarnya urine. Berkemih yang
tidak tuntas dan retensi urine yang memicu stasis urine dapat
menyebabkan hidronefrosis, hidroureter, dan infeksi saluran kemih.
Dimana penyebab gangguan tersebut tidak dipahami dengan baik, tetapi
bukti menunjukkan adanya pengaruh hormonal. BPH sering terjadi pada
pria berusia lebih dari 40 tahun.
2. Etiologi
Menurut (Nuari, 2017) & Duarsa (2020), penyebab BPH belum diketahui,
namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat erat
kaitannya dengan kadar dihidrotestoteron (DHT) dan proses penuaan.
Selain faktor tersebut ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulmya hyperplasia antara lain:
a. Teori Dihydrotestosterone
Dihydrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat
pentng pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari
testosterone di dalam sel prostat oleh 5αreduktase dengan bantuan
koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan
reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel
dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Peningkatan 5α-reduktase dan
reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar
prostat mengalami hiperplasi. Teori ini didukung pada praktek klinis
dengan pemberian 5α-reduktase inhibitor yang menghambat
perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron, dalam waktu 3-6
bulan akan membuat pengurangan volume prostat 20-30%.
b. Ketidakseimbangan hormon estrogen-testosteron Pada proses penuaan
pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron
yang mengakibatkan hiperplasi stroma. Diketahui bahwa estrogen di
dalam prostat berperan pada terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar
prostat dengan cara meningkatkan sensitiviras sel –sel prostat terhadap
rangsangan hormone androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian terprogram sel-sel prostat
(apoptosis). Sehingga meskipun rangsangan terbentuknya selsel baru
akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel-sel prostat yang
telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat
menjadi lebih besar.
c. Interaksi stroma-epitel Peningkatan epidermal growth factor atau
fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor
beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
d. Berkurangnya kematian terprogram (apoptosis) sel prostat Pada
jaringan normal terdapat keseimbangan antara laju proliferasi dengan
kematian sel. Pada saat pertumbuhan prostat sampai dewasa,
penambahan jumlah sel prostat seimbang dengan sel yang mengalami
apoptosis. Berkurangnya jumlah sel prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan jumlah sel prostat meningkat sehingga terjadi
pertambahan massa prostat.
e. Teori sel punca Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami
apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat
dikenal suatu sel punca yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berproliferasi sangat ekstensif. Sel punca yang meningkat
mengakibatkan proliferasi sel transit. Kehidupan sel ini sangat
bergantung pada keberadaan hormone androgen sehingga jika
hormone ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, akan
menyebabkan apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel punca sehingga
terjadi produksi yang berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel.
f. Teori inflamasi kronis Pada uji klinis oleh Medical Therapy of
Prostatic Symptoms (MTOPS) menunjukkan bahwa volume prostat
dengan inflamasi cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan
tanpa inflamasi.
3. Patofisiologi
Kelenjar prostat akan mengalami hiperplasi, sejalan dengan pertambahan
usia. Jika prostat membesar, maka akan meluas ke atas kandung kemih
sehingga pada bagian dalam akan mempersempit saluran uretra prostatica
dan menyumbat aliran urine. Keadaan tersebut dapat meningkatkan
tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra
prostatika, maka otot detrusor dan kandung kemih berkontraksi lebih kuat
agar dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus akan
menyebabkan perubahan anatomi dari kandung kemih berupa hipertrofi
otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula, dan divertikel
kandung kemih. Dimana tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke
seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter.
Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik
urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan
tersebut jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal
(Muttaqin, 2011)
Untuk mengkaji berat/ringannya gejala BPH dapat menggunakan grading
International Prostatic Symptom Score (IPSS), sebagai berikut:
Tabel
Pernyataan Skor Keterangan
Dalam satu bulan terakhir apakah anda : 1 = tidak pernah
1. Merasakan BAK tidak lampias 2 = 1 dari 5 kali BAK
2. Merasa inginBAK 30 setelah BAK 3 = <50% dari BAK
3. Aliran urine berhenti setelah BAK 4 = > 50% dari BAK
4. Bila terasa BAK tidak dapat menahan 5 = selalu/setiap BAK
5. Merasa aliran urine lemah saat BAK
6. Harus mengejan kuat saat BAK
Dalam satu bulan terakhir apakah anda 0 = Tidak pernah
merasakan sering kencing pada malam hari/ 1 = 1 kali
terbangun untuk tidur BAK 2 = 2 kali
3 = 3 kali
4 = 4 kali
5 = 5 kali
Dengan masalah BAK yang anda alami 1 = sangat puas
merasakan bagaimana hidup anda ? 2 = sangat senang
3 = senang
4 = Ragu-ragu
5 = sangat tidak puas
6 = Tidak bahagia
7 = buruk
Total skor: 0-7 (ringan, sedang (8-19), berat (20-35)
4. Pathway Perubahan Keseimbangan antara hormone estrogen dan
testosterone
Estrogen Meningkat

Proses menua Dehidro Testosterone (DHT)


Apoptosis Menurun
Interaksi sel epitel
dan stroma

Pembentukan Sel Baru Diikat reseptor (dalam sitoplasma sel prostat)


Estrogen meningkat dan
testosterone
Mempengaruhi inti sel Inflamasi
Sel Punca Meningkat (RNA) Epidermal growth
faktor meningkat
& transforming Volume prostat
growth faktor tumbuh lebih
Proliferasi sel transit Ketidakseimbangan
Proliferasi sel menurunn cepat
hormon

Ketidakpatenan aktivitas
sel punca Hyperplasia pada epitel dan stroma pada kelenjar
prostat

Produksi berlebihan
BPH
BPH

Penyempitan saluran uretra prostatica

Menghambat aliran urine

Bendungan vesica urine

Peningkatan tekanan intra vesical

Hiperiritable pada bladder

Kontraksi otot
Peningkatan kontraksi
Retensi Kontraksi tidak suprapubik
otot destrusor,
urine adekuat
trabekulasi

Tekanan mekanis

Hipertropi otot destrusor


Refleks urine trabekulasi
Merangsang nosiseptor

hidroureter Terbentuknya selula, sekula, Dihantarkan oleh serabut


dan diventrikel bulu-buli syaraf

hidronefrosis
LUTS Medulla spinalis

Penurunan fungsi ginjal


hipotalamus
Gejala iritatif, urgensi,
frekuensi BAK sering
Gejala obstruktif intermitten, Persepsi nyeri
(nokturia), dysuria
hesitensi, terminal, dribbling,
pancaran lemah, BAK tidak puas
Otak

Prosedur Pembedahan Gangguan Eliminasi Urine Nyeri akut


Prosedur Pembedahan

Pre operasi Post Operasi

Tindakan Invasif Nyeri akut


Kurang terpapar
informasi tentang
prosedur
pembedahan
kateterisasi Luka insisi

Ansietas Resiko infeksi

perdarahan

Tidak terkontrol

Resiko perdarahan
5. Manisfestasi klinik
Menurut (Nuari, 2017), manifestasi klinis yang timbulkan oleh BPH
disebut sebagai syndroma prostatisme. Sindroma prostatisme ini dibagi
menjadi dua, antara lain:
a. Gejala obstruktif
1) Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destructor
buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikel guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika.
2) Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan oleh karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
mempertahankan tekanan intravesikel sampai berakhirnya miksi.
3) Terminal dribbling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
4) Pancaran lemah yaitu kelemahan kekuatan dan pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di
uretra
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa
belum puas.
b. Gejala iritasi
1) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
2) Frequency yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat
terjadi pada malam hari (nocturia) dan pada siang hari.
3) Dysuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
6. Kamplikasi
Komplikasi BPH dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu komplikasi
pada traktus urinarius dan komplikasi di luar traktus urinarius. Di dalam
traktus urinarius komplikasi BPH meliputi retensi urine berulang atau
kronis, hematuria, infeksi saluran kemih berulang, batu kandung kemih,
perubahan patologi pada kandung kemih (trabekulasi, sakulasi divertikel),
hidroureteronefrosis bilateral dan gagal ginjal. Sedangkan komplikasi di
luar traktus urinarius adalah hernia dan hemoroid. Selain itu menurut
(Harmilah, 2020) komplikasi pembesaran prostat meliputi:
a. Ketidakmampuan untuk buang air kecil mendadak (retensi urine).
Pasien memerlukan kateter yang dimasukkan ke kandung kemih untuk
menampung urine. Beberapa pria dengan pembesaran prostat
membutuhkan pembedahan untuk meredakan retensi urine.
b. Infeksi saluran kemih (ISK). Ketidakmampuan untuk mengososngkan
kandung kemih dapat meningkatkan resiko infeksi saluran kemih.
c. Batu empedu. Ini umumnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk
sepenuhnya mengosongkan kandung kemih. Batu kandung kemih
daoat menyebabkan infeksi, iritasi kandung kemih, adanya darah
dalam urine, dan obstruksi saluran urine.
d. Kerusakan kandung kemih. Kandung kemih yang tidak dikosongkan
sepenuhnya dapat meregang dan melemah seiring waktu. Akibatnya
dinidng kandung kemih tidak lagi berkontraksi dengan baik.
e. Kerusakan ginjal. Tekanan di kandung kemih dari retensi urine
langsung dapat merusak ginjal atau memungkinkan infeksi kandung
kemih mencapai ginjal.
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Nuari, 2017), pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
pasien BPH adalah antara lain:
a. Sedimen urin Untuk mncari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi slauran kemih.
b. Kultur urin Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau
sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti
mikroba yang diujikan.
c. Foto polos abdomen Mencari kemungkinan adanya batu saluran
kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukkan bayangan buli-
buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urine.
d. IVP (Intra Vena Pielografi) Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal
atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan
besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
e. Ultrasonografi (Trans abdominal dan trans rektal) Untuk mengetahui
pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan
keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
f. Systocopy Untuk mengukur besar prostat dengan megukur panjang
uretra parsprostatika dan melihat prostat ke dalam rectum.
8. Penetalaksanaan
Menurut (Nuari, 2017), penatalaksanaan terapi BPH tergantung pada
penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi pasien. Berikut beberapa
penatalaksanaan BPH antara lain:
a. Observasi (watchfull waiting) Biasa dilakukan untuk pasien dengan
keluhan ringan dan biasanya pasien dianjurkan untuk mengurangi
minum, setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat- obatan dekongestan, mengurangi minum kopi dan
tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi.
Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan
pemeriksaan colok dubur.
b. Terapi medikamentosa
1) Penghambat adrenergika (prazosin, tetrazosin): menghambat
reseptor pada otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi
relaksasi. Hal ini menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika
sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.
2) Penhambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
c. Terapi bedah Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi.
Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu:
1) Retensi urine berulang
2) Hematuria
3) Tanda penurunan fungsi ginjal
4) Infeksi saluran kemih berulang
5) Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
Ada batu saluran kemih Menurut (Suddarth, 2013) ,beberapa
tindakan bedah yang dilakukan antara lain sebagai berikut:
1) Terapi invasif secara minimal yang meliputi terapi panas
mikro-gelombang transuretra (Transurethral Microwave Heat
Treatment /TUMT), kompres panas ke jaringan prostat, ablasi
jarum transuretra (Transurethral Needle Ablation/TUNA),
melalui jarum tipis yang ditempatkan di dalam kelenjar prostat,
sten prostat (tetapi hanya untuk pasien retensi kemih dan untuk
pasien yang memiliki resiko bedah yang buruk).
2) Reseksi bedah antara lain reseksi prostat transuretra/ TURP
(Transurethral Resection of The Prostate) yang merupakan
standar terapi bedah, insisi prostat transuretra/ TUIP
(Transurethral Incision of The Prostate), elektrovaporisasi
transuretra, terapi laser, dan prostatektomi terbuka.
d. Kateterisasi urine
Tindakan ini digunakan untuk membantu pasien yang mengalami
gangguan perkemihan karena retensi urine. Kateterisasi urine adalah
tindakan memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra kedalam
kandung kemih. Pemasangan kateter menyebabkan urine mengalir
secara continue pada pasien yang tidak mampu mengontrol
perkemihan atau pasien yang mengalami obstruksi pada saluran
kemih.
9. Prognosis
a. Riwayat keperawatan BPH biasanya tidak langsung menimbulkan
masalah yang berat pada pasien. Secara umum gejala yang dikeluhkan
pasien hanyalah sulit buang air kecil dan beberapa waktu kemudian
dapat berkurang dan baik lagi. Untuk mengkaji berat/ringannya gejala
BPH dapat menggunakan grading International Prostatic Symptom
Score (IPSS), sebagai berikut:
Pernyataan Skor Keterangan
Dalam satu bulan terakhir apakah anda : 1 = tidak pernah
1. Merasakan BAK tidak lampias 2 = 1 dari 5 kali BAK
2. Merasa inginBAK 30 setelah BAK 3 = <50% dari BAK
3. Aliran urine berhenti setelah BAK 4 = > 50% dari BAK
4. Bila terasa BAK tidak dapat menahan 5 = selalu/setiap BAK
5. Merasa aliran urine lemah saat BAK
6. Harus mengejan kuat saat BAK
Dalam satu bulan terakhir apakah anda 0 = Tidak pernah
merasakan sering kencing pada malam hari/ 1 = 1 kali
terbangun untuk tidur BAK 2 = 2 kali
3 = 3 kali
4 = 4 kali
5 = 5 kali
Dengan masalah BAK yang anda alami 1 = sangat puas
merasakan bagaimana hidup anda ? 2 = sangat senang
3 = senang
4 = Ragu-ragu
5 = sangat tidak puas
6 = Tidak bahagia
7 = buruk

B. Konsep Keperawatan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


Proses keperawatan adalah rangkaian tindakan yang dilakukan perawatan
untuk memberikan asuhan keperawatan secara professional. Proses
keperawatan meliputi antara lain:
1. Pengkajian
Menurut Siregar (2021), pengkajian keperawatan merupakan langkah
pertama dalam proses keperawatanyang mencakup pengumpulan data
yang sistematis, verifikasi data, pengorganisasian data, intepretasi data,
dan melakukan dokumentasi data dan dilakukan oleh perawat yang
professional di bidang kesehatan. Menurut (Diyono, 2016) ,pengkajian
keperawatan meliputi antara lain:
b. Riwayat keperawatan BPH biasanya tidak langsung menimbulkan
masalah yang berat pada pasien. Secara umum gejala yang dikeluhkan
pasien hanyalah sulit buang air kecil dan beberapa waktu kemudian
dapat berkurang dan baik lagi. Untuk mengkaji berat/ringannya gejala
BPH dapat menggunakan grading International Prostatic Symptom
Score (IPSS), sebagai berikut:
Pernyataan Skor Keterangan
Dalam satu bulan terakhir apakah anda : 1 = tidak pernah
7. Merasakan BAK tidak lampias 2 = 1 dari 5 kali BAK
8. Merasa inginBAK 30 setelah BAK 3 = <50% dari BAK
9. Aliran urine berhenti setelah BAK 4 = > 50% dari BAK
10. Bila terasa BAK tidak dapat 5 = selalu/setiap BAK
menahan
11. Merasa aliran urine lemah saat BAK
12. Harus mengejan kuat saat BAK
Dalam satu bulan terakhir apakah anda 0 = Tidak pernah
merasakan sering kencing pada malam hari/ 1 = 1 kali
terbangun untuk tidur BAK 2 = 2 kali
3 = 3 kali
4 = 4 kali
5 = 5 kali
Dengan masalah BAK yang anda alami 1 = sangat puas
merasakan bagaimana hidup anda ? 2 = sangat senang
3 = senang
4 = Ragu-ragu
5 = sangat tidak puas
6 = Tidak bahagia
7 = buruk
c. Keluhan utama
Adanya retensi urine atau gejala komplikasi harus diidentifikasi
dengan cermat. Perawat dapat menanyakan kepada pasien dan
keluarga tentang keluhan yang dirasakan seperti tidak bias berkemih,
badan lemas, anoreksia, mual muntah, dan sebagainya.
d. Persepsi dan manajemen kesehatan
Kaji dan identifikasi pola penanganan penyakit yang dilakukan pasien
dan keluarga. Termasuk dalam hal apa yang dilakukan jika keluhan
muncul.
e. Pola eliminasi Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia,
hesistensi, frekuensi, urgensi, anuria, hematuria.
f. Pola aktivitas dan latihan Bagaiamana pola aktivitas pasien terganggu
dengan masalah BAK, misalnya kelelahan akibat tidak bias tidur,
sering ke kamar mandi, dan sebagainya.
g. Pola tidur Identifikasi apakah gangguan berkemih sudah mengganggu
istirahat tidur.
h. Pola peran Apakah peran dan fungsi keluarga terganggu akibat
gangguan berkemih.
i. Pemeriksaan fisik Identifikasi retensi urine, lakukan palpasi
suprapubic. Periksa ada tidaknya gejala komplikasi seperti udem,
hipertensi, dan sebagainya.
j. Pemeriksaan diagnostik Amati hasil pemeriksaan USG, BNO, IVP
dan hasil laboratorium. Perhatikan adanya kesan pembesaran prostat,
hidroureter, hidronefrosis, hipeureki, peningkatan kratinin, leukosit,
anemia, dan sebagainya.
k. Program terapi Kelola dengan baik program operasi, pemasangan
kateter, monitoring laboratorium, dan sebagainya.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan
actual atau potensial yang membutuhkan intervensi dan manajemen
keperawatan .Adapun diagnosa keperawatan yang muncul adalah:
a. Pre Operasi:
1) Ansietas b.d. krisis situasional, kurang terpapar informasi
2) Retensi urine b.d. peingkatan tekanan uretra
3) Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis
(Tim Pokja S. D., 2017)
b. Post Operasi
1) Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (prosedur operasi)
2) Resiko infeksi d.d. efek prosedur invasive
3) Resiko perdarahan d.d tindakan pembedahan
(Tim Pokja S. D., 2017)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan Rencana Keperawatan
Intervensi SLKI SIKI
Ansietas b.d. krisis Luaran Utama: Terapi Relaksasi
situasional, kurang terpapar -Tingkat ansietas Luaran Observasi:
informasi Tambahan: - Identifikasi
- Dukungan sosial penurunan tingkat
- Tingkat pengetahuan energy,
Setelah dilakukan ketidakmampuan
tindakan keperawatan berkonsentrasi, atau
selama 1x24 jam. Tingkat gejala lain yang
Ansietas dengan kriteria mengganggu
hasil: kemampuan kognitif
- Verbalisasi khawatir - Identifikasi teknik
akibat kondisi yang relaksasi yang
dihadapi: 5 (menurun) pernah efektif
- Perilaku gelisah: 5 digunakan
(menurun) - Identifikasi
- Perilaku tegang: 5 kesediaan,
(menurun) kemampuan, dan
- Konsentrasi: 5 penggunaan teknik
(membaik) sebelumnya
- Pola tidur: 5 - Periksa ketegangan
(membaik) otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan
suhu sebelum dan
sesudah latihan
- Monitor respons
terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik:
- Ciptakan
lingkungan tenang
dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan
dan suhu ruang
nyaman, jika
memungkinkan
- Berikan informasi
tentang persiapan
dan prosedur teknik
relaksasi - Gunakan
pakaian longgar
- Gunakan nada suara
lembut dengan
irama lambat dan
berirama
- Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau
tindakan medis lain,
jika perlu
Edukasi:
- Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan,
dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis.
Music, meditasi,
nafas dalam,
relaksasi otot
progresif)
- Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi
yang dipilih -
Anjurkan
mengambil posisi
yang nyaman
- Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
- Anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
dipilih
- Demonstrasikan dan
latih teknik relaksasi
(mis. Nafas dalam,
peregangan, atau
imajinasi
terbimbing)
Retensi urine b.d. Luaran Utama: Kateterisasi Urine
peningkatan tekanan uretra - Eliminasi urine Observasi:
Luaran Tambahan: - Periksa kondisi
- Kontinensia urine pasien (mis.
Setelah dilakukan Kesadaran, tandatanda
tindakan keperawatan vital, daerah perineal,
selama 1x24 jam. distensi kandung
Eliminasi Urine dengan kemih, inkontinensia
kriteria hasil: urine, refleks
- Sensasi berkemih: 5 berkemih)
(meningkat) Terapeutik:
- Desakan berkemih - Siapkan peralatan,
(urgensi): 5 (menurun) bahan-bahan dan
- Distensi kandung ruangan tindakan
kemih: 5 (menurun) - Siapkan pasien,:
- Berkemih tidak tuntas bebaskan pakaian
(hesitancy): 5 bawah dan posisikan
(menurun) supine
- Volume residu urine: 5 - Pasang sarung tangan
(menurun) - Bersihkan daerah
- Urine menetes preposium dengan
(dribbling): 5 cairan NaCl atau
(menurun) aquades
- Nokturia: 5 (menurun) - Lakukan insersi
- Mengompol: 5 kateter urine dengan
(menurun) menerapkan prinsip
- Enuresis: 5 (menurun) aseptic
- Frekuensi BAK: 5 - Sambungkan kateter
(membaik) urine dengan urine
bag - Isi balon dengan
NaCl 0,9% sesuai
dengan anjuran
pabrik
- Fiksasi selang kateter
diatas simpisis atau di
paha
- Pastikan kantung
urine ditempatkan
lebih rendah dari
kandung kemih
- Berikan label waktu
pemasangan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemasangan
kateter urine
- Anjurkan menarik
nafas saat insersi
selang kateter
Nyeri akut b.d. agen Luaran Utama: Manajemen Nyeri
pencedera fisiologis (preop), - Tingkat nyeri Observasi:
agen pencedera fisik Luaran Tambahan: - Identifikasi lokasi,
(prosedur operasi, post-op) - Kontrol nyeri karakteristik, durasi,
Setelah dilakukan frekuensi, kualitas,
tindakan keperawatan intensitas nyeri
selama 1x24 jam - Identifikasi skala
Tingkat Nyeri dengan nyeri
kriteria hasil: - Identifikasi respons
-Keluhan nyeri: 5 nyeri non verbal
(menurun) - Identifikasi faktor
-Meringis: 5 (menurun) yang memperberat
-Sikap protektif: 5 dan memperingan
(menurun) nyeri
-Gelisah: 5 (menurun) - Identifikasi
-Kesulitan tidur: 5 pengetahuan dan
(menurun) keyakinan tentang
-Frekuensi nadi: 5 nyeri - Identifikasi
(membaik) pengaruh dan nyeri
pada kualitas hidup
- Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
- Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik:
- Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis ,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pihat,
aromaterapi, teknik
imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis, suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat
tidur
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
Resiko infeksi d.d. efek Luaran Utama: Pencegahan Infeksi
prosedur invasif - Tingkat infeksi Observasi:
Luaran Tambahan: - Monitor tanda dan
- Kontrol infeksi gejala infeksi lokal
Setelah dilakukan dan sistemik
tindakan keperawatan Terapeutik:
selama 1x24 jam. - Cuci tangan
Tingkat Infeksi dengan sebelum dan
kriteria hasil: sesudah kontak
- Demam: 5 (menurun) dengan pasien dan
- Kemerahan: 5 (menurun) lingkungan pasien
- Nyeri: 5 (menurun) - Pertahankan teknik
- Bengkak: 5 (menurun) aseptic pada pasien
Kadar sel darah putih: 5 beresiko tinggi
(membaik) Edukasi:
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
- Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi.
Resiko perdarahan d.d. Luaran Utama: Pencegahan
tindakan pembedahan - Tingkat perdarahan Perdarahan Observasi:
Luaran Tambahan: - Monitor tanda dan
- Kontrol resiko gejala perdarahan
Setelah dilakukan - Monitor nilai
tindakan keperawatan hematokrit/hemoglob
selama 1x24 jam in sebelum dan
Tingkat Perdarahan sesudah kehilangan
dengan kriteria hasil: darah
- Kelembapan membrane - Monitor tanda-tanda
mukosa: 5 (meningkat) vital ortotastik
- Kelembapan kulit: 5 - Monitor koagulasi
(meningkat) (mis. Prothrombin
- Hamturia: 5 (menurun) time (PT), partial
- Perdarahan pasca thromboplastin time
operasi: 5 (menurun) (PTT), fibrinogen,
- Haemoglobin: 5 degradasi fibrin
(membaik) dan/atau platelet
- Hematokrit: 5 Terapeutik:
(membaik) - Pertahankan bed rest
- Tekanan darah: 5 selama perdarahan
(membaik) - Batasi tindakan
- Denyut nadi apical: 5 invasive, jika perlu
(membaik) - Gunakan Kasur
- Suhu tubuh: 5 pencegahan decubitus
(membaik) - Hindari penggunaan
suhu trektal
Edukasi:
- Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
- Anjurkan
menggunakan kaos
kaki saat ambulasi
- Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan untuk
menghindari
konstipasi
- Anjurkan
menghindari aspirin
atau antikoagulan
- Anjurkan
meningkatkan asupan
makanan dan vitamin
K
- Anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi:
- Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan, jika perlu
- Kolaborasi
pemberian produk
darah, jika perlu
(Tim Pokja S. D., 2018) dan (Tim Pokja S. D., 2018)

4. Evaluasi
Menurut Siregar (2021), evaluasi adalah penilaian hasil dan proses
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
dalam perencenaan, membanduingkan hasil tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan
menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian,
perencanaan dan pelaksanaan.
Evaluasi disusun menggunakan SOAP yang berarti:
- S: keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga atau pasien
setelah diberikan implementasi keperawatan.
- O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif.
- A: analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif
meliputi masalah teratasi (perubahan tingkah laku dan perkembangan
kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan),
masalah teratasi sebagian (perubahan dan perkembangan kesehatan
hanya sebagian dari kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan),
masalah belum teratasi (sama sekali tidak menunjukkan perubahan
perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan muncul masalah
baru).
- P: perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

DAFTAR PUSTAKA
Diyono. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Pencernaan.
Jakarta: Prenadamedia Group.
Harmilah. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jawa Barat: Pustaka Baru Press.
Muttaqin, A. &. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Nuari, N. A. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan dan Penatalaksanaan
Kperawatan. Yogyakarta: Deepublish.
Suddarth, B. &. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume
2. Jakarta: EGC.
Tim Pokja, S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja, S. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Tindakan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja, S. D. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Tindakan Keperawatan edisi 1 cetakan 2. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai